Vous êtes sur la page 1sur 20

11131KANKER SERVIKS

PENDAHULUAN
Kanker serviks adalah kanker ginekologis yang paling sering pada wanita.
Kebanyakan kanker ini berawal dari infeksi HPV, meskipun faktor host lainnya turut
berpengaruh setelah terjadinya infeksi. Dibandingkan kanker lainnya, kanker seviks
terjadi pada populasi wanita yang lebih muda. Oleh karena itu, skrining untuk
keganasan ini dengan Pap smear biasanya dimulai sejak dewasa muda.

HISTOLOGI
Epitel skuamosa dan kolimnair
Melalui kolposkopi, epitel skuamosa serviks tampak halus, dengan permukaan
kemerah-merahan yang pucat. Pembuluh darah terletak di lapisan bawahnya sehingga
tidak terlihat atau hanya terlihat sebagai anyaman kapiler yang halus. Epitel
kolumnair yang mensekresi mukus dari endoserviks tampak kemerahan dan seperti
beludru karena pembuluh darah di bawahnya sangat dekat dengan permukaan yang
hanya dibatasi oleh selapis epitel. Epitel kolumnait dicirikan oleh lipatan-lipatan atau
celah dan biasanya dikenal sebagai glandular. Hal ini tidak tepat, karena kelenjar
sejati, terdiri atas asinus dan duktus.

Squamocolumnar junction
Selama embriogenesis, migrasi menuju ke atas dari epitel skuamosa
bertingkat dari sinus urogenital dan lempeng vagina diduga menggantikan epitel
mllerian. Proses ini biasanya berakhir pada os cervical external, yang lalu
membentuk squamocolumnar junction (SCJ). Pada sebagian kecil individu, SCJ
dengan paparan DES in utero, tidak terjadi migrasi yang sempurna, sehingga lokasi
SCJ terletak di vagina bagian atas.

Lokasi SCJ bervariasi seiring usia dan status hormonal. Bahkan posisinya
keluar ke ektoserviks selama dewasa muda, kehamilan, dan dengan penggunaan
kontrasepsi hormonal kombinasi. Lokasi mengalami regresi ke dalam kanalis
endoserviks saat menopause dan keadaan lainnya dimana kadar estrogen rendah
misalnya laktasi yang lama dan penggunaan kontrasepsi yang hanya terdiri dari
progestin.

Gambar 1. A. SCJ yang terletak di ektoserviks

B SCJ terletak dekat os eksternal

Peningkatan estrogen saat pubertas menyebabkan glikogenasi pada epitel


skuamosa non keratinisasi pada saluran kelamin bagian bawah. Glikogen menjadi
sumebr karbohidrat untuk laktobasilus, yang mendominasi flora normal vagina pada
wanita usia produktif. Hal ini menyebabkan rendahnya pH vagina menjadi kurang
dari 4.5. Paparan epitel kolumnait terhadap pH yang rendah ini menstimulasi
metaplasia skuamosa, perubahan satu jenis epitel epitel normal (kolumnair) menjadi
epitel lain (skuamosa). Metaplasia skuamosa merupakan proses yang normal dan
paling aktif terjadi dekat dengan SCJ asli, sehingga mencipatakan zona epitel
metaplastik yang disebut zona transformasi (transformation zone/TZ) antara SCJ asli
dengan epitel kolumnair. Hampir semua neoplasia serviks, baik yang tipe skuamosa
maupun kolumnair, terjadi di zona transformasi ini, biasanya dekat dengan SCJ yang
baru. Menurut teori, sel serviks yang mengalami metaplasia secara khusus rentan
terhadap efek onkogenik dari virus Human Papillloma dan ko-karsinogen. Metaplasia

paling aktif terjadi pada masa dewasa muda dan kehamilan. Hal ini menjelaskan
mengapa aktivitas seksual pada usia dini dan kehamilan pertama diketahui sebagai
faktor risiko untuk kanker serviks.

INSIDEN
Kanker serviks menempati peringkat kedua dari seluruh malignansi pada
wanita di seluruh dunia. Pada tahun 2002, diperkirakan 493.000 kasus baru
diidentifikasi dan tercatat 274.000 kematian. Pada umumnya, insiden yang lebih
tinggi ditemukan pada negara berkembang dan tercatat sebagai 83% dari laporan
kasus tahunan. Negara dengan perekonomian yang lebih maju memiliki tingkat yang
jelas lebih rendah, yaitu hanya 3,6% kasus baru.

FAKTOR RISIKO
Tampaknya proses keganasan pada serviks melalui beberapa tahap, yang
diawali dengan infeksi virus Human Papilloma yang diikuti neoplasia intraepithelial
serviks (NIS) atau cervical intraepithelial neoplasia (CIN).
a. Infeksi Virus Human Papilloma (HPV)
Peranan virus ini dalam proses keganasan saluran kelamin bagian bawah telah
dipastikan. Virus Human Papilloma merupakan virus DNA nonenveloped berkapsul
protein. Virus ini menginfeksi sel epitel dan kira-kira terdapat 30-40 tipe HPV. Lebih
dari 100 tipe HPV yang telah teridentifikasi. Secara klinis, tipe HPV diklasifikasikan
menjadi risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan onkogenitasnya dalam
menyebabkan kanker serviks. Tipe 6 dan 11 HPV risiko rendah menjadi penyebab
hampir semua kutil genital dan sebagian kecil dari infeksi HPV subklinis. Jika ada,
infeksi HPV risiko rendah jarang menyebabkan onkogenitas.
Sebaliknya, HPV risiko tinggi antara lain 16,18, 31, 33, 35, 45, dan 58
terhitung sebagai penyebab 95% kasus kanker serviks di seluruh dunia. Tipe HPV
risiko tinggi lainnya yang kurang berhubungan dengan neoplasia antara lain 39, 51,
52, 56, 59, 68, 73, dan 82. Tipe HPV risiko tinggi yang paling sering ditemukan pada

kanker serviks (16,18, 45, dan 31) juga merupakan prevalensi terbanyak pada
populasi pada umumnya. Secara khusus, HPV 16 adalah tipe paling dominan yang
berkaitan dengan kanker, terhitung sebagai 40-70% dari kanker serviks skuamosa
invasif di seluruh dunia. Serotype ini juga merupakan jenis yang paling banyak
didapatkan pada lesi derajat rendah dan pada wanita tanpa neoplasia.
Sebagaimana HPV 16, tipe 18, 45, dan 56 juga sangat onkogenik. Prevalensi
HPV 18 jauh lebih rendah daripada tipe 16 pada populasi umum, tetapi berperan pada
25% karsinoma sel skuamosa, dan bahkan lebih tinggi lagi adenokarsinoma serviksa
dan karsinoma adenoskuamosa. Selain itu, HP 18 memiliki peranan dominan dalam
perkembangan yang cepat dari proses kanker serviks, yaitu kanker yang terjadi tanpa
fase premalignan yang lama yang khas untuk kebanyakan kanker serviks. Kanker
yang berkembang dalam 1-3 tahun sitologi serviks negatif ini, cenderung berupa
adeno- atau adenoskuamosa, dan berkembang pada wanita muda.

Keluaran infeksi HPV


Infeksi HPV menyebabkan berbagai keluaran. Infeksi dapat bersifat latent
atau expressed. Ekspresi baik yang produktif, dengan pembentukan virus baru, atau
yang neoplastik, yang menyebabkan kelainan preinvasif atau malignansi.
Kebanyakan infeksi produktif dan neoplastik bersifat subklinis, daripada tampak
secara klinis. Infeksi HPV dapat bersifat sementara atau persisten.
Keluaran Infeksi HPV
Latensi
Infeksi subklinis

Bersihan spontan

Kondilomata
Persistensi infeksi

Ekspresi onkogen E6/E7

Neoplasia intraepithelial
Kanker invasif
Gambar 2. Keluaran infeksi HPV

Infeksi laten
Infeksi laten maksudnya adalah suatu keadaan dimana sel terinfeksi tetapi
HPV tetap quiescent. Tidak ada efek pada jaringan, karena virus tidak bereproduksi.
Sedikit yang diketahui mengenai insiden, riwayat asal, atau signifikansi dari infeksi
HPV laten, karena virus berada dalam kadar yang tidak dapat terdeteksi.

Infeksi produktif terekspresi


Infeksi produktif sedikit atau tidak memiliki potensi malignansi karena pada
akhirnya kematian sel host dibutuhkan untuk memenuhi siklus hidup virus. Gen om
HPV tetap tida teringefrai pada kromosom sel yang terinfeksi dan onkogennya
terekspresi hanya pada kadar yang sangat rendah.

Infeksi neoplastik terekspresi


Pada lesi kanker, genom HPV sirkular terintegrasi secara linear pada
berbagai lokasi ke dalam kromosom host dan diikuti transkripsi E6 dan E7 yang tak
terkendali. Produknya, yaitu onkoprotein E6 dan E7, mengganggu fungsi dan
mempercepat degradasi p53 dan pRB, protein suppressor tumor host utama. Hal ini
membiarkan sel terinfeksi rentan akan transformasi malignan akibat hilangnya
control siklus sel, proliferasi selular, dan akumulasi mutasi DNA. Pada lesi
preinvasif, diferensiasi epitel normal dimodifikasi. Tingkat maturasi epitel
abnormal yang terjadi dulunya dikatakan sebagai derajat lesi histologis neoplasia
intraepitelial servikal ringan, sedang atau berat.

b. Neoplasia Intraepitelial Servikal


Dari 4-5% pemeriksaan Pap setiap tahun yang menunjukkan kelainan epitel
saat skrining di US, mungkin setengahnya menunjukkan derajat histologis
neoplasia intraepitelial servikal (NIS). Insiden NIS bervariasi sesuai dengan
populasi yang diteliti, karena sangat berkaitan erat dengan usia muda, faktor
sosioekonomi, dan perilaku berisiko tinggi. Lebih jauh lagi, prevalensi dan insiden

sebenarnya hanya dapat diperkirakan, karena skrining sitologi dan kolposkopi


kurang memiliki sensitivitas penuh.
Faktor risiko yang teridentifikasi untuk neoplasia intraepitelial servikal serupa
dengan lesi invasif dan terbukti berguna dalam perkembangan skrining dan program
pencegahan kanker serviks. Risiko neoplasia paling berkaitan erat dengan: (1)
Infeksi HPV risiko tinggi, (2) usia tua, dan (3) paling penting persistensi infeksi
HPV risiko tinggi. Namun, peranan demografik, perilaku, dan faktor risiko medis
juga telah diidentifikasi.

Usia
Di United States, usia rata-rata untuk diagnosis kanker serviks adalah
pertengahan hingga akhir 40an, kira-kira satu dekade lebih lambat dari NIS. Secara
teoritis, infeksi HOV pada perempuan yang lebih tua lebih cenderung untuk
persisten daripada transient. Usia yang lebih tua juga memungkinkan akumulasi
mutasi yang dapat menyebabkan transformasi malignan seluler. Selain itu,
berkurangnya kebutuhan antenatal care dan kontrasepsi menyebabkan wanita yang
lebih tua lebih kurang mengakses program pencegahan.

Perilaku
Perilaku berisiko yang paling dikenal konsisten dengan neoplasia servikal
antara lain tidak adanya atau jarangnya skrining kanker tes Pap, koitus usia dini,
banyaknya pasangan seksual, memiliki pasangan (pria) yang memiliki banyak
pasangan seksual, merokok, defisiensi dalam diet. Memiliki pasangan seksual lebih
dari enam selama hidup dan koitus pertama kali di bawah usia 20 tahun
meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks.

Merokok
Merokok meningkatkan risiko kanker serviks pada wanita positif HPV.
Nikotin dan metabolit utamanya, kotinin, ditemukan pada mukus serviks wanita

dan pada semen pria yang merokok. Bahan ini menyebabkan perubahan yang
memicu transformasi seluler dan neoplasia yang didorong oleh HPV. Pada suatu
penelitian case-contolled, Becker dan kawan-kawan (1994) menyatakan secara
tidak langsung bahwa jumlah rokok yang banyak yang dikonsumsi dalam setahun,
dan merokok saat menarke sebagai faktor stiologi yang berhubungan dengan
neoplasia.

Defisiensi diet
Meskipun data masih belum dapat disimpulkan, defisiensi beberapa jenis
vitamin seperti vitamin A, C, E, beta karoten, dan asam folat dapat mengubah
resistensi seluler terhadap infeksi HPV, memicu persistensi infeksi HPV dan
neoplasi servikal.

Faktor risiko medikasi


1. Kontrasepsi Oral Kombinasi (KOK) dan Paritas
Telah dilaporkan bahwa hormon steroid yang ada pada KOK dapat
mempengaruhi genome HPV dan ekspresi onkoprotein E6 dan E7 virus
meningkat. Terdapat korelasi positif yang signifikan antara rasio kadar estradiol
serum:progesteron yang rendah dan kelangsungan hidup dari kanker serviks pada
wanita premenopause. Selama kehamilan, pengaruh imunosupresi dan hormonal
pada epitel serviks serta trauma akibat persalinan per vaginam telah diduga
sebagai faktor etiologi yang berkaitan dengan terjadinya neoplasi servikal. Wanita
yang memiliki 7 paritas diperkirakan memiliki risiko empat kali lebih besar, dan
mereka dengan satu atau dua paritas memiliki risiko dua kali lipat dibandingkan
nullipara.
2.Imunosupresi
Penelitian-penelitian yang ada secara konsisten menyatakan bahwa wanita yang
positif HPV memiliki derajat NIS yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita
yang negatif HPV. Pada wanita dengan HIV, hingga 60% Pap smear

menunjukkan kelainan sitologis dan sebanyak 40% memperlihatkan displasia


pada kolposkopinya. Selain itu, penerima transplantasi yang mendapat terapi
imunosupresi memiliki risiko 5-6% risiko untuk mengalami neoplasma setelah
transplantasi, dan kebanyakan dari neoplasma ini berhubungan dnegan virus DNA
onkogenik.

Inadekuat skrining
Pencegahan kanker serviks membutuhkan identifikasi sitologik dan
eradikasi prekusor kanker atau lesi invasif awal.

PATOFISIOLOGI
Tumorigenesis
Karsinoma sel skuamosa serviks biasanya berawal dari SCJ dari lesi displastik
yang mendahului, yang pada kebanyakan kasus terjadi setelah infeksi HPV.
Meskipun kebanyakan wanita telah menyingkirkan virus ini sebelumnya, mereka
dengan infeksi persisten dapat mengalami kelainan servikal displastik preinvasif.
Umumnya, progresivitasi dari displasia menjadi kanker invasif membutuhkan
beberapa tahun, tetapi terdapat variasi yang luas mengenai hal ini. Perubahan
molekular yang terlibat dalam karsinogenesis servikal bersifat kompleks dan tidak
dapat dipahami sepenuhnya. Karsinogenesis diduga diakibatkan oleh interaksi antara
pengaruh lingkungan, imunitas host, dan variasi genom sel somatik.

Gambar 3. Genesis kanker serviks

HPV memainkan peranan utama dalam perkembangan kanker serviks. Buktibukti yang menunjukkan onkoprotein HPV sebagai komponen penting dalam
proliferasi sel kanker yang terus-menerus juga semakin bertambah. Tidak seperti
serotiper risiko rendah, serotype HPV onkogenik dapat berintegrasi ke dalam genom
manusia. Akibatnya, dengan infeksi, protein replikasi awal HPV onkogenik E1 dan
E2 memungkinkan virus untuk bereplikais dalam sel serviks. Protein ini terekspresi
pada kadar yang tinggi pada awal infeksi HPV. Protein ini menyebabkan perubahan
sitologik yang terdeteksi sebagai temuan sitologi low-grade squamous intraepithelial
(LSIL) pada Pap smear.
Setelah itu akan terjadi amplifikasi replikasi virus dan selanjutnya
transformasi sel normal menjadi sel tumor. Secara khusus, produk gen onkoprotein
E6 dan E7 ter.ibat dalam transformasi ini. Protein E7 terikat pada protein suppressor
tumor retinoblastoma (Rb), sedangkan E6 terikat pada protein suppressor tumor p53.
hal ini lalu menyebabkan degradasi protein suppressor tersebut. Efek E6 terhadap p53
menyebabkan proliferasi dan immortalisasi sel serviks.

Penyebaran tumor
Setelah tumorigenesis, pola pertumbuhan lokal dapat bersifat eksofitik jika
kanker berasal dari ektoserviks atau endofitik jika berasal dari kanal endoserviks.

Gambar 4. Pertumbuhan eksofitik


adenokarsinoma ke dalam kanal endoservikal
(panah).

Lesi yang terletak lebih rendah dalam kanal cenderung lebih dapat terlihat
secrara klinis selama permeriksaan fisis. Kemungkinan lain, pertumbuhan dapat

bersifat infiltratif, dan dalam kasus ini lesi ulseratif sering didapatkan jika nekrosis
menyertai pertumbuhan ini.
Penyebaran limfatik
a. Kelompok Nodus Limfatikus
Serviks kaya akan pembuluh limfatik, yang berjalan mengikuti arteri
uterina. Saluran ini bermuara pada nodus limfatikus parasevikal dan
paarametrikal. Oleh karena itu, nodi limfatikus ini sangat penting secara klinis
dan ikut diangkat sebagai bagian dari reseksi parametrial pada histerektomi
radikal. Pembuluh limfatik menyilangi ligamentum kardinal dan bermuara pada
nodus ureterika yang terletak lateral terhadap junction arteri uterina. Meskipun
beberapa ahli menganggap berbeda, tetapi pakar lainnya memasukkan nodus ini
pada kelompok nodulus paraservikal. Pola penyebaran tumor menyebar
mengikuti aliran limfatik ini.

b. Keterlibatan Ruang Limfovaskular (LVSI)


Oleh karena tumor menginvasi lebih dalam ke stroma, sel tumor masuk ke
dalam saluran limfatik dan kapiler, namun istilah LVSI ini tidak termasuk dalam
staging klinis kanker serviks. Namun keberadaannya menandakan prognosis yang
buruk, khususnya pada kanker serviks stage dini yang membutuhkan prosedur
pembedahan dan terapi radiasi adjuvan yang tepat.

Penyebaran Lokal Tumor


Dengan meluasnya tumor melalui parametrium ke dinding pelvis, sering
terjadi bloking ureter. Selain itu, buli-buli mungkin diinvasi secara langsung melalui
ligamentum vesikouterina. Rektum lebih jarang terinvasi karena secara anatomis
terpisah dari serviks oleh cul-de-sac posterior. Metastasis jauh akibat diseminasi
hematogen, dimana paru, ovarium, hepar, dan tulang paling sering terkena.

KLASIFIKASI HISTOLOGIS
1. Karsinoma sel skuamosa
Dua subtipe histology kanker serviks yang paling sering adalah sel
skuamosa dan adenokarsinoma, dimana tumor sel skuamosa predominan, yaitu 85%
dari semua kanker serviks dan berasal dari ektoserviks. Lebih dari 30 tahun,
terdapat penurunan insiden kanker sel skuamosa dan peningkatan insiden
adenokarsinoma serviks. Perubahan ini disebabkan oleh perningkatan metode
skrining untuk lesi skuamosa awal serviks dan peningkatan prevalensi HPV.

Gambar 5. Kanker sel skuamosa. Sarangsarang sel tumor menginvasi stroma

2. Adenokarsinoma
Adenokarsinoma serviks berasal dari sel kelenjar endoserviks yang
menghasilkan mukus. Karena berasal dari endoserviks, adenokarsinoma seringkali
tersembunyi dan telah berada pada tahap lanjut sebelum terlihat secara klinis.

Gambar 6. Adenokarsinoma serviks.


Perhatikan pertumbuhan adenokarsinoma
di permukaan yang terhubung dengan
kelenjar endoserviks normal.

3. Mix Karsinoma Serviks


Jenis malignansi ini jarang terjadi dan secara histologis digolongkan
sebagai adenoskuamosa, sistik adenoma, epitelioma basal adenoid, dan glassy cell
carcinoma.

DIAGNOSIS
Gejala
Sebagian besar wanita yang didiagnosis kanker serviks asimtomatik. Namun,
pada mereka yang bergejala stage awal kanker serviks dapat menghasilkan secret
encer yang disertai bercak darah. Perdarahan vaginal intermitten yang terjadi setelah
koitus atau douching juga dapat terlihat. Seiring dengan membesarnya malignansi,
perdarahan biasanya semakin intensif dan kadang-kadang terjadi perdarahan yang
tidak terkontrol dari anyaman tumor. Dengan adanya invasi parametrial dan perluasan
ke dinding pelvis, tumor dapat menekan organ di dekatnya yang menimbulkan gejala.
Misalnya edema ekstremitas bawah dan nyeri punggung bawah yang menjalar ke
posterior kaki di bawahnya, yang menunjukkan penekanan pada akar saraf skiatika,

pembuluh limfatik, vena, atau ureter. Akibat obstruksi ureter, hidronefrosis dan
uremia dapat terjadi dan kadang-kadang manjadi awal gejala. Selain itu, dengan
adanya invasi ke buli-buli atau rektum, pasien dapat mengalami hematuria dan/atau
gejala fistula vesikovaginal atau rektovaginal.

Pemeriksaan Fisis
Kebanyakan penderita terlihat normal. Namun, seiring perjalanan penyakit
pembesaran kelenjar inguinal atau supraklavikular, edema ekstremitas bawah, ascites,
atau penurunan suara napas mengindikasikan metastasis. Pada mereka yang menjadi
suspek kanker serviks, pemeriksaan menyeluruh vagina dan genitala eksternal harus
dilakukan, untuk mencari lesi penyerta. Dengan pemeriksaan speculum, serviks dapat
terlihat normal secara kasar jika kanker masih bersifat mikroinvasif. Lesi yang
terlihat memperlihatkan tampakan yang berbeda-beda. Lesi dapat terlihat sebagai
suatu pertumbuhan eksofitik atau endofitik; sebagai massa polipoid, jaringan papiler,
barrel-shaped serviks; sebagai ulkus serviks atau massa granular; atau sebagai
jaringan nekrotik. Sekret dengan darah, yang purulen atau encer juga dapat terlihat.
Untuk itu, kanekr serviks mencerminkan penampakan penyakit yang berbeda-beda
yang meliputi leimioma, polip servikal, sarcoma uterina prolaps, vaginitis, eversi
serviks, servisitis, aborsi imminens, placenta previa, serviks pada kehamilan,
kondiloma akuminata, ulkus herpetik, dan chancre.

Gambar 7. Kanker serviks invasif yang berasal


dari endoserviks

Dengan palpasi bimanual, seorang dokter dapat merasakan uterus yang


membesar akibat invasi dan pertumbuhan tumor. Bisa kuga, hematometra atau
piometra dapat memperluas cavum endometrium akibat obstruksi jalan keluar cairan
oleh kanker primer. Kanker serviks lanjut mungkin telah melibatkan vagina, dan
perluasan

penyakit

yang

perluasannya

dapat

dinilai

melalui

pemeriksaan

rektovaginal. Pada kasus ini, septum rektovaginal antara jari telunjuk dan tengah dari
tangan pemeriksa dapat merasakan septum yang tebal, keras, dan irregular. Dinding
posterior vagina proksimal tidak sering diinvasi. Selain itu, selama pemeriksaan rectal
digital, keterlibatan parametrium, uterosakral, dan dinding pelvis dapat dipalpasi.
Baik satu atau kedua parametrium dapat terkena dan jaringan yang terlibat terasa
tebal, iregulat, dan kaku. Massa yang terfikssi menandakan bahwa tumor mungkin
telah meluas ke dinding pelvis. Namun, lesi sentral dapat membesar hingga 8-10 cm
diameter sebelum mencapai dinding pelvis.

Apusan Papanicolau
Evaluasi histologis dari biopsy servikal merupakan alat diagnostik utama
untuk kanker serviks. Meskipun penggunaannya sudah sangat meluas, namun tidak
selalu dapat mendeteksi kanker serviks. Umumnya, Pap smear hanya memiliki
sensitivitas sebesar 55-80% dalam mendeteksi lesi high grade pada uji lesi tunggal.
Dengan demikian, untuk lesi yang mencurigakan Pap smear tidak disarankan, tetapi
sebaiknya langsung dibiopsi.

Kolposkopi dan Biopsi Serviks


Jika didapatkan apusan Papanicolau yang tidak normal, lakukan kolposkopi.
Melalui evaluasi ini seluruh zona transformasi dapat diidentifikasi sehingga
didapatkan biopsy endoserviks dan serviks yang adekuat. Biopsi punch servical atau
spesimen konisasi merupakan yang paling akurat untuk penilaian invasi kanker
serviks. Kedua jenis sample biasanya mengandung stroma dan memungkinkan
diferensiasi antara karsinoma invasif dan in situ.

STAGING
Kanker serviks di-staging sesuai klinis dan interpretasinya lebih baik
dikonfirmasi dengan pemeriksaan pelvis bimanual dalam keadaan teranestesi. Sistem
staging yang banyak digunakan untuk kanker serviks adalah yang dikembangkan oleh
International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO) bersama dengan
World Health Organization (WHO) dan International Union Against Cancer (UICC).
Kelainan stadium dini berarti FIGO stage I sampai IIA. Istilah stadium lanjut
menunjukkan stage IIB ke atas.

Gambar 8. Stage FIGO untuk kanker serviks

Tabel 1. Stadium Klinis Kanker Serviks (FIGO, direvisi 1994)


Stadium

Karakteristik

Karsinoma in situ, lesi intraepitelial servikal (NIS) 3

Karsinoma terbatas pada serviks (tidak termasuk perluasan pada corpus uteri)
IA

Invasi terbatas pada stroma dengan kedalaman maksimal 5 mm dan tidak lebih lebar
dari 7 mm

IA1

Stroma yang terinvasi tidak lebih dari kedalaman 3 mm dan tidak lebih lebar dari 7 mm

IA2

Stroma yang terinvasi lebih dari kedalaman 3 mm tetapi tidak lebih dari 5 mm dan tidak
lebih lebar dari 7 mm.

IB

II

Lesi klinis tterbatas pada serviks atau lesi preklinis lebih besar daripada IA

IB1

Lesi klinis tidak lebih dari 4 cm

IB2

Lesi klinis lebih dari 4 cm


Karsinoma meluas keluar serviks tetapi belum mencapai dinding pelvis, melibatkan

vagina 2/3 atas.


IIA

Tidak ada keterlibatan parametrium yang jelas

IIB

Terdapat keterlibatan parametrium yang jelas


Karsinoma meluas ke dinding pelvis, pada pemeriksaan rectal tidak terdapat ruang

III

bebas kanker antara tumor dan dinding pelvis; tumor melibatkan 1/3 bawah vagina;
semua kasus dengan hidronefrosis atau gangguan ginjal harus dimasukkan kecuali jika
diketahui ada penyebab lain.
IIIA

Tidak ada perluasa ke dinding pelvis, tetapi melibatkan 1/3 bawah vagina

IIIB

Perluasan ke dinding pelvis, atau hidronefrosis atau gangguan ginjal akibat tumor
Karsinoma meluas lebih dari pelvis sejati atau secara klinis telah melibatkan mukosa

IV

buli-buli atau rektum


IVA

Penyebaran ke organ pelvis terdekat

IVB

Penyebaran ke organ yang jauh

Penatalaksanaan
Stadium IA
Istilah kanker serviks mikroinvasif digunakan untuk subkelompok tumor kecil
ini.
1. Stadium IA1
Bila tidak ada metastasis ke limfatik, kanker pada stadium ini dengan
tipe kanker skuamosa paling baik diterapi dengan cara konisasi servikal saja.
Namun histerktomi total intrafascial (histerektomi tipe I) via abdominal, vaginal,
atau laparaskopi paling baik untuk wanita yang tidak lagi menginginkan anak.
Bila terdapat LVSI, maka paling baik ditangani dengan histerektomi radikal
termodifikasi (histerektomi tipe II) dan limfadenoktomi pelvis. Adenokarsinoma
biasanya didiagnosis pada stadium yang lebih lanjut daripada kanker serviks sel
skuamosa, sehingga penanganan adenokarsinoma tipe mikroinvasif seringkali
menjadi dilemma. Namun karena berdasarkan data dari Surveillance Epidemioligy
and

End

Result,

yaitu

bahwa

insiden

keterlibatan

limfonodus

pada

adenokarsinoma sama dengan jenis skuamosa maka dipilih penanganan konisasi


dengan preservasi uterus.

2. Stadium IA2
Beberapa penulis melaporkan terapi dengan trachelectomy radikal dan
limfadenoktomi untuk mempertahankan fertilitas. Beberapa studi merekomendasikan menggunakan cerclage nonabsorbel bersamaan dengan trachelectomy
radikal untuk meningkatkan kompetensi serviks selama kehamilan. Proserdur ini
memiliki rekurensi yang tinggi namun angka keberhasilan kehamilan yang tinggi
pula. Jika penderita memiliki usia yang lebih muda, indeks massa tubuh yang
kecil, ukuran tumor yang lebih kecil (<2 mm), dan tidak ada keterlibatan limfatik,
maka tingkat rekurensinya serupa dengan bila dilakukan histerektomi radikal. Jika
tumor telah meluas melebihi os servikal interna, maka trachelectomy
dikontraindikasikan. Sebagai alternatif, dapat dilakukan brakiterapi intracavitas
dengan hasil yang memuaskan. Penderita yang berpotensi untuk menjalani terapi
terakhir ini adalah wanita tua, yang tidak dapat dibedah karena adanya penyakit
lain, atau tidak berharap untuk mempertahankan fungsi ovarium atau seksualnya.

Histerektomi radikal
Penderita yang dapat terpilih unutk terapi ini adalah penderita dengan FIGO
stadium IA2-IIA. Selain itu, penderita harus mampu secara fisik untuk menjalani
prosedur pembedahan yanga agresif, mereka yang tidak menginginkan efek jangka
panjang terapi radiasi, dan/atau mereka yang memiliki kontraindikasi untuk
radioterapi pelvis. Terdapat tiga jenis histerektomi, yaitu:
1. Histerektomi sederhana (Tipe I)
Histerektomi tipe I, juga dikenal sebagai histerektomi ekstrafascial atau
histerektomi sederhana, mengeluarkan uterus dan serviks, dan eksisi parametrim
atau parakolpium. Paling tepat dipilih untuk patologi ginekologis jinak, kanker
serviks preinvasif, dan kanker serviks stadium IA1.
2. Histerektomi radikal termodifikasi (Tipe II)
Histerektomi radikal termodifikasi mengeluarkan serviks, vagina proksimal, dan
jaringan parametrium dan paraservikal. Ureter di-unroofed dari saluran

paraservikal hingga titik masuk ke dalam buli-buli. Ureter lalu diretraksi ke lateral
untuk memungkinkan pengeluaran jaringan parametrium dan paraservikal yang
terletak medial terhadap ureter. Histerektomi jenis ini paling cocok untuk tumor
dengan kedalaman invasi 3-5 mm dan berukuran lebih kecil dari stadium IB.
3. Histerektomi radikal (Tipe III)
Histerektomi ini memerlukan reseksi luas parametriu, dan eksisi meluas hingga
ke dinding pelvis. Ureter direseksi sepenuhnya dari bed-nya, dan buli-buli dan
rektum dimobilisasi untuk memungkinkan pengeluaran jaringan yang lebih luas,
selain itu, setidaknya 2-3 cm vagina proksimal direseksi. Prosedur ini dilakukan
untuk lesi IB, dan untuk pasien dengan kontraindikasi relative terhadap radiasi,
seperti diabetes mellitus, penyakit radang panggul, hipertensi, penyakit kolagen,
atau massa adneksa.

Stadium IB-IIA
Kanker ini dapat diterapi baik dengan pembedahan atau radiasi. Penanganan
optimal untuk tiap penderita idealnnya harus disertai penilaian klinis, seperti status,
menopause, usia, penyakit penyerta saat ini, histologis tumor, dan diameter serviks.
Untuk kanker serviks stadium IB1, terapi bergantung pada pilihan dokter dan pasien,
modalitas terapi mana yang diinginkan. Pendekatan menyeluruh kami pada pasien
kanker serviks stadium IB2 dan stadium II adalah dengan menangani pertama-tama
dengan kemoradiasi, sebagaimana kanker serviks stadium lanjut. Umumnya,
histerektomi radikal untuk IB-IIA dipilih untuk penderita muda dengan indeks massa
tubuh yang kecil yang mengharapkan untuk mempertahankan fungsi ovarium dan
khawatir akan perubahan fungsi seksual setelah radioterapi. Usia dan berat badan
bukanlah kontraindikasi untuk pembedahan, meskipun umumnya penderita yang
berusia lebih tua membutuhkan masa rawat inap yang lebih panjang dan penderita
yang lebih gemuk membutuhkan waktu pembedahan yang lebih lama, lebih banyak
kehilangan

darah,

dan

angka

komplikasi

yan

lebih

tinggi.

Pembedahan

dikontraindikasikan pada pasien dengan penyakit jantung atau paru yang berat atau

riwayat tromboembolisme sebelumnya. Pada pembedahan elektif, ooforektomi


biasanya ditunda pada penderita yang berusia muda.

Stadium IIB-IVA
Penanganan kanker serviks stadium lanjut harus diindividualisasikan untuk
memaksimalkan keluaran pasien. Terapi radiasi menjadi batu penjuru dari
manajemen kanker serviks. Baik radiasi pelvis external beam maupun brachitherapy
biasanya dilakukan. Dari antara keduanya radiasi eksternal biasanya mendahului
radiasi intrakavitas, yang merupakan salah satu bentuk brachitherapy. Radiasi
eksternal biasanya diberikan dalam 25 fraksi selama 5 minggu. Selama
brachytherapy, untuk membatasi dosis buli-buli dan rectal, usus dan buli-buli
dijauhkan dari sumber intrakavitas selama insersi tandem, dengan menggunakan
vaginal packing. Sewaktu dilakukan staging, jika didapatkan metastase nodulus paraaorta, maka radiasi luas dapat ditambahkan untuk limfo nodus yang terkena ini.
Bukti-bukti terbaru menunjukkan bahwa kemoterapi yang diberikan bersamaan
meningkatkan survival keseluruhan dari penderita kanker serviks. Sehingga,
kebanyakan pasien dengan stadium IIB-IVA paling baik diterapi dengan kemoradiasi.
Rejimen yang mengandung cisplatin dihubungkan dengan angka survival terbaik.
Kemoradiasi juga dihubungkan dengan angka survival yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan iradiasi saja untuk kasus dengan perluasan pada pelvis dan
daerah para-aorta. Di tempat kami, rejimen cisplatin biasanya diberikan tiap minggu
selama 5 minggu dan diberikan bersamaan dengan radioterapi. Eksenterasi pelvis
meliputi pengangkatan buli-buli, rektum, uterus (jika ada), dan jaringan sekitarnya.
Eksenterasi primer mungkin dapat dipertimbangkan bagi penderita stadium IVA,
yaitu yang dengan invasi tumor langsung pada buli=buli dan/atau usus tanpa
metastasis jauh. Namun untuk indikasi ini, tindakan ini jarang dilakukan.

Stadium IVB
Pada stadium ini, tujuan terapi bersifat palliatif. Radiasi pelvis diberikan
untuk mengontrol perdarahan vaginal dan nyeri. Kemoterapi sistemik ditawarkan
untuk meredakan gejala palliatif.

PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada stadium FIGO, ukuran, atau stadium surgikal. Dari
semua hal tersebut, stadium FIGO merupakan faktor prognostik yang paling penting.
Namun, keterlibatan nodus limfatikus juga menjadi faktor yang penting dalam
menentukan prognosis. Untuk kanker serviks stadium IA hanya memiliki risiko kecil
untuk keterlibatan nodus limfatikus, khususnya stadium IA1 sehingga prognosisnya
bagus bila diterapi. Stadium IA1 yang hanya mengivasi stroma kurang dari 1mm
memiliki 1% risiko untuk metastasis limfatik dan untuk invasi 1-3 mm hanya
memiliki risiko 1,5%. Dari 4.098 wanita pada stadium ini yang diteliti, kurang dari
1% yang meninggal. Adanya LVSI meningkatkan risiko metastasis limfatik dan
rekurensi hingga sekitar 5%. Lesi dengan invasi strima sedalam 3-5 mm memiliki
risiko keterlibatan limfatik sebesar 7% dan rekurensi lebih dari 4%.

Gambar 9. Waktu (tahun) untuk relaps atau meninggal akibat kanker serviks

Vous aimerez peut-être aussi