Vous êtes sur la page 1sur 12

ANGINA PEKTORIS TIDAK STABIL

(UAP)
Berliana Natalia
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna utara no.6 Kebon Jeruk, Jakarta

Latar Belakang
Angina pektoris adalah nyeri hebat yang berasal dari jantung dan terjadi sebagai
respon terhadap suplai oksigen yang tidak adekuat ke sel-sel miokardium. Nyeri angina
dapat menyebar ke lengan kiri, punggung, rahang, atau ke daerah abdomen.1

ANAMNESIS
Pertanyaan yang dapat diajukan kepada pasien : 2
Hasil anamnesis :
PEMERIKSAAN
FISIK
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Perkusi
4. Auskultasi
PENUNJANG
1. EKG (Elektrokardiogram) 3
2. Uji latih
3. Ekokardiografi
4. Laboratorium

DIAGNOSIS KERJA
Berdasarkan skenario yang didapat pasien tersebut menderita angina pektoris
tidak stabil/APTS (UAP/Unstable Angina Pectoris). Angina tidak stabil (UAP) termasuk
gejala infark mioakard pada sindrom koroner akut dan memerlukan tindakan klinis yang
menyeluruh. Angina tidak stabil adalah kombinasi angina klasik dan angina varian, dan
dijumpai pada individu dengan perburukan penyakit arteri koroner. Angina ini biasanya
menyertai peningkatan beban kerja jantung.1
Yang dimasukkan ke dalam angina tidak stabil, yaitu : 3

1. pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, di mana angina cukup berat
dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per hari
2. pasien dengan angina yang semakin bertambah berat, sebelumya angina stabil, lalu
serangan angina timbul lebih sering dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan faktor
prespitasi makin ringan
3. pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat
Gambaran klinis angina pektoris 3
1. Lokasi : biasanya di dada, substernal atau biasanya di kirinya dengan penjalaran ke
leher, rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari-jari bagian ulnar, punggug atau
pundak kiri.
2. Kualitas nyeri : biasanya merupakan nyeri yang tumpul seperti rasa tertindih/ berat di
dada, rasa desakan yang kuat dari dalam atau dari bawah diafragma, seperti diremasremas atau dada mau pecah dan biasanya disertai dengan keringat dingin dan sesak
napas serta perasaan takut mati. Biasanya bukanlah nyeri yang tajam, seperti rasa
diiris sembilu, dan bukan pula mules. Tidak jarang pasien mengatakan bahwa ia
hanya merasa tidak enak di dadanya (chest discomfort).
Nyeri berhubungan dengan aktivitas, hilang dengan istirahat, tapi tidak berhubungan
dengan gerakan pernapasan atau gerakan dada ke kiri dan ke kanan. Nyeri juga dapat
diprespitasi oleh stress fisik ataupu emosional.
3. Kuantitas nyeri : Nyeri yang timbul pertama sekali timbul biasanya agak nyata, dari
beberapa menit sampai kurang dari 20 menit. Bila lebih dari 20 menit dan berat maka
harus dipertimbangkan sebagai angina tidak stabil (UAP). Nyeri dapat dihilangkan
dengan nitrogliserin subligual dalam hitungan detik sampai beberapa menit.
Nyeri tidak terus-menerus, tapi hilang timbul dengan intensitas yang makin
bertamabah atau makin berkurang sampai terkontrol. Nyeri yang berlangsug terusmenerus sepanjang hari, bahkan sampai berhari-hari biasanya bukanlah nyeri angina
pektoris.

Gambaran klinis angina pektoris tidak stabil (UAP) 3


Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina
yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih
lama, mungkin timbul pada waktu istirahat atau timbul karena aktivitas yang minimal.
Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang
disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas.

DIAGNOSIS BANDING
1. NSTEMI
2. Angina Pectoris Stabil
3. Prinmetal Angina

ETIOLOGI 3
1. Ruptur Plak

2. Trombosis dan Agregasi Trombosit


3. Vasospasme
4. Erosi pada plak tanpa ruptur
5. Kadang bisa karena : emboli, kelainan kongenital, penyakit inflamasi sistemik

EPIDEMIOLOGI

Faktor Resiko 5
1. Dapat diubah : hiperlipidemia, rokok, hipertensi, stres, obesitas, kurang aktifitas,
diabetes melitus, pemakaian kontrasepsi oral.
2. Tidak dapat diubah : usia, jenis kelamin, ras, herediter.
Faktor Pencetus Serangan
1. Emosi

4. Hawa terlalu panas dan lembab

2. Stres

5. Banyak merokok

3. Kerja fisik terlalu berat

PATOFISIOLOGI
Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada ketidakadekuatan suplay
oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena kekakuan arteri dan penyempitan
lumen arteri koroner (arteriosklerosis koroner). Tidak diketahui secara pasti apa penyebab
arteriosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada faktoer tunggal yang bertanggung jawab
atas perkembangan arteriosklerosis.
Pada saat beban kerja suatu jaringan meningkat, kebutuhan oksigennya juga
meningkat. Apabila kebutuhan oksigen meningkat pada jantung yang sehat, arteri-arteri
koroner akan berdilatasi dan akan mengalirkan banyak darah dan oksigen ke otot jantung.
Akan tetapi apabila arteri koroner mengalami kekakuan atau menyempit akibat
aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan
oksigen dan kemudian akan terjadi iskemia (kekurangan suplai darah) miokardium.
Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi NO (nitrat
oksid) yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak adanya

fungsi ini dapat menyebabkan otot polos berkontraksi dan timbul spasmus koroner yang
memperberat penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard berkurang.
Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan gejala yang begitu nampak bila belum
mencapai 75%. Bila penyempitan lebih dari 75% serta dipicu dengan aktifitas berlebihan
maka suplai darah ke koroner akan berkurang. Oleh karena itu, sel-sel miokardium mulai
menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan eneginya. Proses
pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat.
Asam laktat menurunkan pH miokardium dan menyebabkan nyeri yang berkaitan dengan
angina pektoris. Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang, suplai oksigen
menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali ke proses fosforilasi oksidatif untuk membentuk
energi. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan menghilangnya penimbunan
asam laktat, nyeri angina pektoris mereda. Dengan demikian, angina pektoris adalah
suatu keadaan yang berlangsung singkat.1

PENATALAKSANAAN
Tindakan Umum
Pasien perlu perawatan di rumah sakit,sebaiknya di unit intensif koroner, pasien perlu
diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen. Pemberian morfin atau petidin
perlu pada pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun sudah mendapat
nitrogliserin.
Terapi Medika Mentosa 3
1. Obat anti-iskemia
a. Nitrat : dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer,
dengan efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat mengurangi wall
stress dan kebutuhan oksigen (Oxygen demand). Nitrat juga menambah oksigen
suplay dengan vasodilatsai pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah
kolateral. Dalam keadaan akut nitrogliserin atau isosorbid dinitrat diberikan

secara sublingual atau infus intravena. Dosis pemberian intravena : 1-4 mg/jam.
Bila keluhan sudah terkendali maka dapat diganti dengan per oral.
Preparat :
- Nitrogliserin

: Nitromock 2,5 - 5 mg tablet sublingual


Nitrodisc 5- 10 mg tempelkan di kulit
Nitroderm 5-10 mg tempelkan di kulit

- Isosorbid dinitrat : Isobit 5-10 mg tablet sublingual


Isodil 5-10 mg tablet sublingual
Cedocard 5-10 mg tablet sublingual
b. -blocker : dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek
penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Berbagai macam betablocker seperti propanolol, metoprolol, dan atenolol. Kontra indikasi pemberian
penyekat beta antra lain dengan asma bronkial, bradiaritmia.
c. Antagonis kalsium : dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan menurunkan
tekanan darah. Ada 2 golongan besar pada antagonis kalsium :
- golongan dihidropiridin : efeknya sebagai vasodilatasi lebih kuat dan
penghambatan nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit dan efek inotropik
negatif juga kecil. Contoh: nifedipin.
- golongan nondihidropiridin : golongan ini dapat memperbaiki survival dan
mengurangi infark pada pasien dengan sindrom koroner akut dan fraksi ejeksi
normal. Denyut jantung yang berkurang, pengurangan afterload memberikan
keutungan pada golongan nondihidropiridin pada sindrom koroner akut dengan
faal jantung normal. Contoh : verapamil dan diltiazem.
2. Obat anti-agregasi trombosit

Obat antiplatelet merupakan salah satu dasar dalam pengobatan angina tidak stabil
maupun infark tanpa elevasi ST segmen. Tiga gologan obat anti platelet yang terbukti
bermanfaat seperti aspirin, tienopiridin dan inhibitor GP Iib/IIIa.
a. Aspirin

: banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat mengurangi

kematian jantung dan mengurangi infark fatal maupun non fatal dari 51% sampai
72% pada pasien dengan angina tidak stabil. Oleh karena itu aspirin dianjurkan
untuk diberikan seumur hidup dengan dosis awal 160mg/ hari dan dosis
selanjutnya 80 sampai 325 mg/hari.
b. Tiklopidin : obat ini merupakan suatu derivat tienopiridin yang merupakan obat
kedua dalam pengobatan angina tidak stabil bila pasien tidak tahan aspirin. Dalam
pemberian tiklopidin harus diperhatikan efek samping granulositopenia.
c. Klopidogrel : obat ini juga merupakan derivat tienopiridin yang dapat
menghambat agregasi platelet. Efek samping lebih kecil dari tiklopidin .
Klopidogrel terbukti juga dapat mengurangi strok, infark dan kematian
kardiovaskular. Dosis klopidogrel dimulai 300 mg/hari dan selanjutnya75
mg/hari.
d. Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa
Ikatan fibrinogen dengan reseptor GP IIb/IIIa pada platelet ialah ikatan terakhir
pada proses agregasi platelet. Karena inhibitor GP IIb/IIIa menduduki reseptor
tadi maka ikatan platelet dengan fibrinogen dapat dihalangi dan agregasi platelet
tidak terjadi. Pada saat ini ada 3 macam obat golongan ini yang telah disetujui :
- absiksimab suatu antibodi mooklonal
- eptifibatid suatu siklik heptapeptid
- tirofiban suatu nonpeptid mimetik
Obat-obat ini telah dipakai untuk pengobatan angina tak stabil maupun untuk
obata tambahan dalam tindakan PCI terutama pada kasus-kasus angina tak stabil.

3. Obat anti-trombin
a. Unfractionated Heparin
Heparin ialah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari pelbagi rantai
polisakarida yang berbeda panjangnya dengan aktivitas antikoagulan yang
berbeda-beda. Antitrombin III, bila terikat dengan heparin akan bekerja
menghambat trombin dan dan faktor Xa. Heparin juga mengikat protein plasma,
sel darah, sel endotel yang mempengaruhi bioavaibilitas. Pada penggunaan obat
ini

juga

diperlukan

pemeriksaan

trombosit

untuk

mendeteksi

adanya

kemungkinan heparin induced thrombocytopenia (HIT).


b. Low Molecular Weight Heparin (LMWH)
LMWH dibuat dengan melakukan depolimerisasi rantai plisakarida heparin.
Dibandingkan dengan unfractionated heparin, LMWH mempuyai ikatan terhadap
protein plasma kurang, bioavaibilitas lebih besar. LMWH yang ada di Indonesia
ialah dalteparin, nadroparin, enoksaparin dan fondaparinux. Keuntungan
pemberian LMWH karena cara pemberian mudah yaitu dapat disuntikkan secara
subkutan dan tidak membutuhkan pemeriksaan laboratorium.
c. Direct Thrombin Inhibitors
Direct Thrombin Inhibitors secara teoritis mempunyai kelebihan karena bekerja
langsung mencegah pembentukan bekuan darah, tanpa dihambat oleh plasma
protein maupun platelet factor 4. Hirudin dapat menurunkan angka kematian dan
infark miokard, tetapi komplikasi perdarahan bertambah. Bivalirudin telah
disetujui untuk menggantikan heparin pada pasien angina tak stabil yang
menjalani PCI. Hirudin maupun bivalirudin dapat menggantikan heparin bila ada
efek samping trombositopenia akibat heparin (HIT).
4. Tindakan revaskularisasi pembuluh koroner
Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan iskemi berat
dan refakter dengan terapi medikamentosa. Pada pasien dengan penyempitan di left

main atau penyempitan pada 3 pembuluh darah, bila disertai faal ventrikel kiri yang
kurang tindakan operasi bypass (CABG) mengurangi masuknya kembali ke rumah
sakit. Pada pasien dengan faal jantung yang masih baik dengan penyempitan pada
satu pembuluh darah atau dua pembuluh darah atau bila ada kontraindikasi tindakan
pembedahan PCI merupakan pilihan utama.
Teknik-teknik invasif misalnya percutaneous transluminal coronary angioplasty
(PTCA) dan bedah pintas arteri koroner dapat menurunkan serangan angina klasik.
Dengan PTCA,lesi aterosklerotik didilatasi oleh sebuah kateter yang dimasukkan
melalui kulit ke dalam arteri femoralis atau brakialis dan di dorong ke jantung.
Setelah berada di pembuluh yag sakit, balon yang ada di kateter digembungkan. Hal
ini akan memecahkan plak dan meregangkan arteri. Dengan bedah pintas, potongan
arteri koroner yang sakit diikat, dan diambil arteri atau vena dari tempat lain untuk
dihubungkan ke bagian yang tidak sakit. Aliran darah dipulihkan melalui pembuluh
baru ini. Pembuluh yang paling sering ditransplantasikan adalah vena safena atau
arteri mamaria interna. Pemasangan selang artificial atau stent ke dalam arteri agar
tatap terbuka kadang-kadang dilakukan dengan keberhasilan yang bervariasi. Bedah
pintas koroner menghilangkan nyeri angina tetapi tampaknya tidak mempengaruhi
mortalitas jangka-panjang.1
Terapi Non Medika Mentosa 1
1. Istirahat memungkinkan jantung memompa lebih sedikit darah (penurunan volume
sekuncup) dengan kecepatan yang lambat (penurunan kecepatan denyut jantung). Hal
ini menurukan kerja jantung sehingga kebutuhan oksigen juga berkurang. Posisi
duduk adalah postur yang dianjurkan sewaktu beristirahat. Sebaliknya berbaring,
meningkatkan aliran balik darah ke jantung sehingga terjadi peningkatan volume
diastolik akhir, volume sekuncup dan curah jantung.
2. Terapi oksigen untuk mengurangi kebutuhan oksigen jantung.

PENCEGAHAN
1. Perubahan life style

(termasuk berhenti merokok dan lain-lain), penurunan BB,

penyesuaian diet, olahraga teratur dan lain-lain.3


2. Mengobati faktor predisposisi dan faktor pencetus : stress, emosi, hipertensi, penyakit
DM, hiperlipidemia, obesitas, anemia.5
3. Menghindari bekerja pada keadaan dingin atau stres lain yang diketahui mencetuskan
serangan angina klasik pada seseorang.1
4. Memberikan penjelasan perlunya melatih aktivitas sehari-hari sehingga untuk
meningkatkan kemampuan jantung agar dapat mengurangi serangan jantung 6

KOMPLIKASI
1. Infark miokardium (IM) adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat
kekurangan oksigen yang berkepanjanga. Hal ini adalah respon letal terakhir terhadap
iskemia miokardium yang tidak teratasi. Sel-sel miokardium mulai mati setelah
sekitar 20 menit mengalami kekurangan oksigen. Setelah periode ini, kemampuan sel
untuk menghasilkan ATP secara aerobs lenyap dan sel tidak memenuhi kebutuhan
energinya.1
2. Aritmia
Karena insidens PJK dan hipertensi tinggi, aritmia lebih sering didapat dan dapat
berpengaruh terhadap hemodinamik. Bila curah jantung dan tekanan darah turun
banyak, berpengaruh terhadap aliran darah ke otak, dapat juga menyebabkan angina,
gagal jantung.3
3. Gagal Jantung
Gagal jantung terjadi sewaktu jantung tidak mampu memompa darah yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrien tubuh. Gagal jantung disebabkan
disfungsi diastolik atau sistolik. Gagal jantung diastolik dapat terjadi dengan atau

tanpa gagal jantung sistolik. Gagal jantung dapat terjadi akibat hipertensi yang lama
(kronis). Disfungsi sistolik sebagai penyebab gagal jantung akibat cedera pada
ventrikel, biasanya berasal dari infark miokard.1

PROGNOSIS
Pada angina tidak stabil bila dapat didiagnosis dengan tepat dan cepat serta memberikan
pengobatan yang tepat dan agresif maka dapat menghasilkan prognosis yang baik. Namun
bila tidak dapat menimbulkan kematian.

KESIMPULAN
Angina pektoris tidak stabil merupakan suatu gejala atau sindrom yang menandakan
adanya iskemi pada sel-sel otot jantung. Iskemi tersebut timbul akibat ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen pada jantung yang biasanya terjadi karena
arterosklerosis. Sindrom tersebut timbul dengan rasa nyeri pada kiri dan dapat menyebar
ke lengan kiri, punggung, rahang, atau ke daerah abdomen. Angina tidak stabil dapat
terjadi pada saat istirahat atau saat melakukan kerja dan dapat disertai dengan keluhan
seperti mual, muntah,sesak napas, dan keringat dingin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Elizabeth J. Corwin. Buku saku patofisiologi.Edisi ke-3.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC;2009.hal.492-504.
2. David Rubenstein, David Wayne,John Bradley. Lecture Notes: Kedokteran Klinis.
Edisi ke-6.Jakarta: Penerbit Erlangga;2006.hal.297-301.
3. Buku ajar Ilmu
penyakit
dalam jilid
II.Edisi ke-5.Jakarta:Interna
Publishing;2009.hal.1728-34.
4. E.N.Kosasih dan A.S.Kosasih. Tafsiran hasil pemeriksaan laboratorium klinik.
Jakarta: Karisma Publishing;2008.hal.326-8.
5. T. Bahri Anwar Djohan. Penyakit Jantung Koroner dan Hipertensi.2004.Diunduh dari
http://library.usu.ac.id, 25 September 2011.
6. Chung E.K. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC;2000.

Vous aimerez peut-être aussi