Vous êtes sur la page 1sur 13

Geokimia Minyak Bumi

Abstrak
Cekungan Sumatera Tengah merupakan salah satu penghasil minyak bumi
terbesar di Indonesia khususnya di daerah Minas, Duri, dan Langgak Riau.
Beberapa tahun belakangan ini, produksi minyak bumi di daerah tersebut
mengalami penurunan. Karena banyak di dapat sumur-sumur yang tidak aktif lagi
( sumur tua) tetapi masih mengandung minyak mentah sebanyak 30% hingga 60%
dari kandungan aslinya ( Purwono, 2008). Untuk mempertahankan produksi maka
perlu dalakukan kegiatan eksplorasi minyak bumi dengan menggunakan kajian
goekimia molekular yang dapat mengurangi resiko kegagalan ekploitasi minyak
bumi.
Geokimia molekuler merupakan parameter penting dalam studi korelasi
antar sumur produksi dari Cekungan Sumatera Tengah.Studi ini dimaksudkan
untuk mengetahui hubungan genetika minyak bumi antar sumur produksi dari
lapangan Minas, Duri, dan Langgak. Dalam penelitian ini sampel minyak mentah
diidentifikasi dengan analisis Kromatografi Gas (GC) dengan kromatogram yang
diperoleh menampilkan sidikjari (fingerprint) yang khas dari sampel minyak
bumi, selanjutnya digunakan untuk menunjukkan ada atau tidaknya hubungan
genetika diantara minyakminyak dari sumur yang berbeda.
Diagram bintang merupakan metode yang digunakan untuk menunjukkan
adanya persamaan dan perbedaan genetik dari sampel teranalisis.Dari hasil
analisis, sampel minyak lapangan Duri berkorelasi positif dengan sampel minyak
lapangan Langgak. Sampel minyak bumi Duri dan Langgak berkorelasi negatif
dengan sampel minyak lapangan Minas.Dengan mengetahui adanya korelasi
minyak bumi, dapat membantu dalam tindakan pengurasan minyak (Enhanced Oil
Recovery) dengan cara yang sesuai.

Perkembangan Geokimia Minyak Bumi dan Geologi


Geokimia minyak bumi adalah aplikasi dari prinsip-prinsip kimia untuk
mempelajari asal, migrasi, akumulasi, dan alterasi minyak bumi (minyak dan gas)
dan ilmu pengetahuan ini digunakan dalam eksplorasi dan pengendalian minyak
bumi.
Dengan prinsip geologi yang telah berkembang, bahwa minyak lebih
ringan dari pada air, dan berada di bagian tertinggi dari struktur lipatan di bawah
tanah. Oleh karena itu , lebih menguntungkan untuk mengebor minyak di antiklin
dari pada di sinklin.
Ada awal 1900-an, Amerika dan Kanada adalah daerah penghasil
minyak, para ahli geologi menyadari bahwa minyak dapat ditemukan dalam
berbagai kondisi geologi yang tidak dijelaskan dalam teori antiklinal. Penemuan
minyak di bawah struktur antiklin besar di Kansas, Oklahoma dan California
pada saat perang dunia ke 1 membangkitkan kembali prospek geologi struktur
dengan ketegasan ahli geologi dalam mengendalikan keputusan eksplorasi.
Teori antiklin diperkuat dengan adanya aplikasi dari sismograf refleksi
untuk pemetaan bawah permukaan pada tahun 1920. Pada tahun 1930, ditemukan
kolam yang sangat besar di Texas Timur. Penemuan stratigrafi ini terdapat
jebakan minyak dan reservoir gas yang membuat ahli pengeboran dan ahli geologi
sama sama menyadari bahwa mencari minyak membutuhkan pengetahuan dari
semua prinsip-prinsip yang tersedia dari ilmu bumi. Tidak ada ahli geologi
eksplorasi yang hanya mencari struktur lipatan dan puncak Antiklin. Karena
mereka harus memahami sedimentasi, stratigrafi, paleontologi, geokimia,
mineralogi, petrologi, geomorfologi dan geologi sejarah.
Karl. G. Bischof, profesor kimia di Universitas Bonn, Jerman, pertama
kali menyatakan bahwa minyak bumi berasal dari dekomposisi bahan organik
yang lambat. T. Sterry Hunt, yang telah disebut sebagai ahli minyak bumi
pertama di dunia. (Owen 1975, hal 54), menguraikan teori ini dengan
mendefinisikan bentuk-bentuk yang lebih rendah dari kehidupan laut sebagai
sumber kemungkinan minyak (Hunt 1863, p.527 ). Kemudian, bapak geokimia
Rusia, VI Vernadskii, yang merupakan inspirasi dalam pengembangan sumber
daya mineral Rusia, menegaskan kembali asal minyak organik : "pada umumnya

asal-usul minyak harus jelas. Kita harus mempertimbangkan minyak sebagai


mineral sedimen genetik yang terkait dengan. organisme organik penting. tidak
diragukan lagi adalah bahan sumber minyak-minyak tidak dapat berisi sejumlah
besar hidrokarbon muda (primordial)" (Vernadskii 1934, hal 152-153). sekarang
ada sejumlah besar data geokimia menunjukkan bahwa pada dasarnya semua
hidrokarbon minyak dan gas berasal dari dekomposisi bahan organik yang
diendapkan dalam cekungan sedimen.
Konsep bitumen serpih sebagai batuan induk dasar untuk akumulasi
minyak. Pennsylvania yang diusulkan sejak tahun 1860 oleh seorang ahli geologi
John Newberry. Kemudian Newberry dan lainnya menunjukkan bahwa di
Ohio dan Kentucky minyak harus dicari di mana batupasir berada dalam kontak
dengan Ohio (Devon) serpih hitam. Tapi sejarah termal batuan induk belum
diakui sampai David White memberikan teori rasio karbon. Ia menunjukan
bahwa di Amerika Serikat timur ada hubungan geografis antara kejadian
lapangan minyak dan gas bumi dan kematangan dasar batubara pada daerah yang
sama. Ladang minyak dibatasi oleh batubara dengan kematangan rendah
( batubara dengan kurang dari 60%, atau karbon non volatile), sedangkan ladang
gas terjadi pada kematangan yang tinggi (karbon tetap 60 sampai 70%), dan tidak
ada ladang minyak atau gas ditemukan pada karbon batubara lebih dari 70%
(antrasit).
Baru-baru ini penggunaan batubara sebagai indikator kematangan dari
asosiasi batuan induk telah digantikan oleh beberapa indikator yang lebih pasti
termasuk batuan itu sendiri. Salah satunya adalah pemantulan vitrinit, komponen
utama dari batubara, yang juga ditemukan tersebar sekitar 80% pada batuan
sedimen. Indicator lainnya adalah warna dari mikrofosil (polen dan spora), yang
dapat berubah dari kuning ke cokelat lalu hitam dengn kenaikan temperatur
(kedalaman). Ratio hydrogen-ke-karbon dari bahan organic dan susunan ruang
atom pada molekul fosil (stereoisomer) juga berubah seiring temperature.
Indikator kematangan ini digunakan untuk menjelaskan batuan induk yang tidak
matang, matang, atau lewat matang dengan kemampuan mereka

untuk

menghasilkan dan mengeluarkan minyak. (tidak matang berarti sedikit atau tidak

mengahsilkan; matang pada prinsipnya dapat menghasilkan; kelewat matang


berarti tidak menghasilkan.)
Tidak semua cekungan dapat menghasilkan hidrokarbon, walaupun
terdapat batuan reservoir yang bagus dan batuan penutup. Terdapat berapa hal,
diantaranya menurut Demaison pada tahun 1984, kesuksesan eksplorasi
tergantung pada 3 faktor, yakni :
1. Terdapatnya perangkap (struktur, batuan reservoir, batuan penutup).
2. Tempat akumulasi minyak bumi (batuan asal, kematangan, migrasi ke
perangkap, waktu)
3. Keawetan dari perangkap minyak bumi (sejarah termal, invasi air
meteorik)
Lipatan Penghasil Minyak Bumi
Jones (1987) menjelaskan suatu fasies organik sebagai cabang dari unit
pemetaan stratigrafi yang berbeda dari cabang lainnya dengan karakter bahan
organic (OM) itu sendiri.

Fasies organik yang berbeda menghasilkan dan

bermigrasi dalam jumlah yang berbeda dan tipe minyak dan gas yang berbeda.
(Demaison 1984). Dengan kata lain, fasies bahan organic yang berbeda maka
dapat mengeluarkan dan menghasilkan jumlah minyak dan gas yang beberda.
Lipatan penghasil minyak bumi bisa juga disebut sebahgai dapur
hidrokarbon. Dimana tempat ini kaya akan bahan organik dari batuan asal yang
terpendam dengan temperatur yang cukup tinggi untuk menghasilkan dan
berpindah tempat (migrasi) minyak bumi dalam jumlah besar.
Suatu cekungan produksi dapat memiliki satu atau bahkan lebih lipatan
penghasil minyak bumi. Lipatan dikenal dengan bentuk perlapisan, atau peta
fasies organik, dan peta kematangan dari setiap interval batuan induk pada
cekungan. Sebagai contoh pemetaan kematangan terdapat pada Plate 1. Maksud
dari sukses pada peta ini berarti bahwa memungkinkan untuk meghasilkan aliran
minyak atau gas dari akumulasi di bawah permukaan tanah.
Plate 1A area yang tidak matang (immaturity) terdapat pada daerah batuan
induk serpih Kimmeridge dimana temperature tidak naik pada suhu diatas 93oC

(200o F) dan minyak yang yang dihasilkan berwarna kuning. Temperatur diatas
93oC menghasilkan warna cokelat kekuning-kuningan.
Plate 1B menunjukan pantulan vitrinit yang merupakan indikator pada
cekungan Illinois. Ro (reflectance organic) 0.6% menunjukan jendela minyak
(oil window).
Plate 1C merupakan peta kematangan pada gas., berbeda dengan ilustrasi
lainnya yang untuk minyak. Pada batuan induk Permian di cekungan Cooper
Australia, menghasilkan fasies organic gas. Dengan pantulan cokelat kekuningan
Ro antara 0.9 dan 2%. Ketidak matangan gas sama dengan matangnya minyak,
yakni berwarna kuning, dan yang kelewat matang pada gas berwana coklat.
Bagian A, B, dan C pada Plate 1 semuanya menunjukan migrasi vertikal
atau migrasi lateral jarak-pendek dari batuan induk ke batuan reservoir. Pada Plate
1D menunjukan migrasi serong jarak-panjang di sisi timur laut cekungan
Williston. Dari semua contoh Plat 1, lokasi lapangan gas dan minyak bumi
terbesar dapat dikorelasikan dengan identifikasi geokimia gas dan minyak bumi.
Penilaian prospek memerlukan pemodelan untuk seluruh proses penghasilan
hidrokarbon, pengeluaran, migrasi, perangkap, dan pengawetan.
Karbon dan Asal Usul Kehidupan
Karbon (dari carbo, berarti arang) adalah kelompokm keempat dari tabel
unsur periodic, yang berarti bahwa karbon memiliki empat elektron pada kulit
elektron terluar. Elemen yang paling stabil, atau kombinasi dari unsur-unsur, adalah
elemen yang mengandung

delapan

mengasumsikan

ini dengan membentuk ikatan kovalen,

konfigurasi

elektron

(oktet)

di kulit

terluar. Karbon
yaitu,

dengan

membagi elektron dengan dirinya sendiri dan elemen lainnya. Selain itu, karbon juga

elemen dasar dari kehidupan karena keunikannya yang dapat menggabungkan


dirinya sendiri untuk membentuk rantai karbon yang panjang, cincin dan
komplek, struktur jembatan. Selain karbon, ada pula Silikon, hanya saja silicon
tidak terdapat dialam, tetapi dapat dibuat di laboratorium. Hal ini karena :
1. Energi ikatan Si-Si 53 kcal/mol terlalu lemah daripada ikatan C-C dengan
energi of 83 kcal/mol;

2. Kulit elektron terluar silicon mudah diserang oleh air, oksigen atau
ammonia, sehingga rantai elektron menjadi tidak stabil pada senyawa
tersebut.
3. Silicon tidak mampu untuk membentuk dua ikatan dengan oksigen untuk
menghasilkan monomer SiO2 dengan cara yang sama seperti karbon
membentuk gas CO2.
Bumi Primitif
Bumi diyakini setua meteorit dan timbal di daratan, sekitar 4.6 Ga (109
tahun lalu) (Patterson 1956). Bumi memiliki komposisi 90% besi, oksigen, silikon
dan magnesium dan 10% semua elemen alam.
Diferensiasi mungkin

merupakan peristiwa yang

paling signifikan

dalam

sejarah bumi. Hal tersebut itu mengarah pada pembentukan kerak dan benua. diferensiasi
mungkin memulai meloloskan gas dari interior, yang akhirnya mengarah pada
pembentukan atmosfer dan lautan (Press dan Siever 1986, hal. 12). Tidak pernah ada

batuan di bumi yang umurnya lebih tua dari sekitar 3.8 Ga, mengingat batuan di
bulan memiliki rentan umur dari 3.1 sampai 4.6 Ga.
Hidrogen membentuk sulfida besi dan juga dihancurkan oleh reaksi fotokimia
termasuk ammonia dan metan, sehingga tekanan parsial yang akan menjadi rendah.
hidrogen secara bertahap menyebar ke luar angkasa dan uap air terkondensasi,
meninggalkan nitrogen dioksida dan karbon sebagai komponen utama atmosfer. Sekitar

3 Ga CO2 di atmosfer dapat menyebabkan pelapukan kimia karena asam yang


tinggi pada air permukaan. Pelapukan ini juga menyebabkan pemisahan silika
untuk membentuk rijang yang luas dan endapan kuarsa pada Prekambrium.
Holland (1984, hal. 332) memperkirakan sekitar 2 dan 3 Ga, tekanan CO2 di
atmosfer kemungkinan sekitar 10-3.1 dan 10 -1.9.
Holland dkk. (1986) memperkirakan sebagian dari tekanan oksigen pernah
mencapai 3 x 10-5 atmosfer mendekati 2.5 Ga. Pada saat ini sebagian tekanan
oksigen adalah 0.2 atmosfer dan karbon dioksida adalah 0.0003 atmosfer.

Kehidupan Primitif
Baru-baru ini ditemukan bukti kehidupan yakni stromatolit pada 3.5 Ga
kelompok Warrawoona barat laut Australia (Walter 1983).sekitar 3.8 Ga telah
terjadi peningatan rasio cahaya (12C) untuk berat (13C) isotop karbon bahan
organik dari batuan sedimen, dibandingkan dengan rasio karbon purba. Dan saat
itulah kemungkinan kehidupan dimulai (Schidlowski 1988)
Organisme pertama disebut prokaryotes karena bahan genetik yang tidak
beraturan pada inti sel dan tidak berkelamin. Prokaryotes pertama disebut
photoaoutotroph, yaitu adalah suatu organisme yang menggunakan cahaya
sebagai sumber cahayanya dan CO2 sebagai sumber utama dari sel karbon
(CH2O). Menurut Schopf (1983),
CO2 + 2H2S

Light

[CH2O] + 2S + H2O

Fotosintesis bakteri
Kejadian kedua yang paling penting setelah prokaryotes adalah
pertumbuhan yang menyerupai klorofil reaksi inti pada prokaryotes dengan
potensi redoks yang mampu memisah air yang hadir pada cahaya.
CO2 + H2O

klorofil + cahaya

[CH2O] + O2

Chapman dan Schopf (1983, hal. 318) menunjukan bahwa perintis bakteri
primitive nonsulfur ungu mungkin telah menjadi produsen oksigen pertama.
Termasuk cyanobacteria (alga biru-hijau), tidak mungkin dapat berkembang
tanpa

membangun

lingkungan

oksigen.tersebarnya

oksigen

di

atmosfer

menyebabkan 3 peristiwa biologi yang sangat penting yakni asal mula organisme
eukaryote, kromosom dan inti sel dibandingkan dengan kehidupan yang tinggi.
Chemoautotrophs aerobik datang setelah oksigen tersedia dari fotosintesis
tanaman hijau. Selain itu, juga mampu mensintesis bahan organik dalam ketiadaan
cahaya, menjadi aktif sebagai berikut (Jannasch dan Wirsen 1979) :

CO2 + O2 + 4H2S

[CH2O] + 4S + 3H2O:

Bakteri kemosintesis
Proses ini mengakibatkan kaya akan kelompok hewan di kegelapan pada
lantai samudera di sekeliling zona pemekaran dengan mata air panas bawah
laut.batu induk yang kaya akan minyak bumi mengakibatkan meluasnya periodik
kondisi anoksik.
Potensi Minyak Bumi pada Precambium Rock.
Banyak hidrokarbon yang terdapat pada batuan muda dan migrasi ke
reservoir prekambrium. Lopatin (1980) menyatakan serpih minyak pada
pterozoikum di rusia. Pada tahun 1986 dilaporkan minyak yang berumur paling
tua

berasal

dari

batuan

sedimen

prekambrium

Australia

yang

tidak

termetamorfosiskan. Berumur sekitar 1.4 Ga (Jackson dkk. 1986).


Dan umur minyak paling muda berumur 1.05 Ga, yang ditemukan
terperangkap sebagai inklusi cairan primer pada kristal kalsit prekambrium. Dari
sudut geokimia, beberapa faktor meningkatkan resiko dry hole (lubang
kering/tidak ada minyak). Pertama, mikroba pada era pterozoikum tampak
diendapkan pada rendah karbon pada sedimen di seluruh dunia, lalu mereka
melakukannya selama setara waktu fanerozoikum. Tidak ada kontribusi dari darat,
sebagian besar berasal dari air. Analisis Total Organic Carbon (TOC) yang
dilakukan oleh Hayes dkk. (1983) menunjukkan keragaman ini dengan nilai untuk
serpih kelompok Hamersley (2,5 Ga) berkisar dari 0.01 sampai 6.5% wt.
Faktor geokimia yang kedua adalah ketersediaan hidrogen, yang
merupakan kunci penghasil minyak bumi. Rasio hidrogen karbon (H/C) untuk
plankton sekitar 1.6. selama pengendapan meningkat, sebagian plankton diubah
menjadi minyak bumi, dan perbandingan H/C dari sisa-sisa bahan organik
(kerogen) terus menurun. Hal ini karena minyak dan gas memiliki perbandingan
1.8 dan 4, masing-masing memerlukan hidrogen lebih. Saat H/C dari kerogen
turun ke angka 0.3, nilai yang tersedia pada hidrogen sangat rendah sehingga tidak
ada minyak dan hanya menghasilkan gas dalam jumlah yang tidak berarti.

Kerogen prekambrium pada umumnya rendah hidrogen. Sebagian besar


terdehidrogenasi secara ekstensif, dengan memiliki banyak perbandingan H/C
yang kurang dari 0.2 (Hayes dkk. 1983). Secara struktural, kerogen memiliki
rumus H30C150 akan berisi 61 cincin aromatik yang bersatu, seperti tanda pada
grafit.
Akhirnya, ada kecenderungan untuk kehilangan akumulasi minyak dari
waktu ke waktu geologi. Lopatin (1980) mengutip bukti bahwa banyak
ditemukan akumulasi minyak bumi dalam jumlah besar yang terbentuk selama
pterozoikum dan akhirnya dihancurkan.
Kesimpulannya, analisis endapan prekambrium mengindikasikan bahwa
tidak ada kualitas batuan induk pada sedimen fanerozoikum, pada kedua kuantitas
kerogen atau isi hydrogen itu sendiri. Minyak dan gas selanjutnya akan
ditemukan, sebagian di sedimen prekambrium yang tak terubahkan, tetapi
kuantitasnya tidak akan lebih besar kecuali batuan induk yang kaya akan bahan
organic, kerogennya terdehidrogenasi secara ekstensif dan batuan reservoir terjaga
luar biasa dengan baik.
Minyak bumi merupakan sumber energi utama untuk industri, transportasi
dan rumah tangga,selain itu minyak bumi merupakan sumber devisa bagi negara.
Kebutuhan terhadap bahan bakar ini tiap tahun mengalami peningkatan.
Peningkatan kebutuhan minyak bumiyangtidak diimbangi dengan peningkatan
produksinya menyebabkan Indonesia terancam krisis energi,oleh karena itu perlu
dilakukan upaya eksplorasi untuk mencari sumber minyak baru sehingga ancaman
krisis energi dapat teratasi.

Gambar 1. Kurva produksi dan konsumsi minyak bumi di Indonesia(Anonimous,1998).

Seiring meningkatnya kebutuhan minyak bumi di Indonesia, maka


konsumsi minyak bumi ini sudah tidak dapat dipenuhi oleh produksi minyak bumi
Indonesia. Pada tahun 2004, Indonesia telah menjadi negara yang mengimpor
minyak bumi untuk kebutuhan dalam negeri. Pada gambar 1 terlihat bahwa garis
produksi dan konsumsi telah bertemu, sehingga jumlah produksi yang terus
menurun, tidak dapat lagi memenuhi permintaan konsumsi yang terus
naik.(Anonimous,2008) . Cekungan Sumatera Tengah merupakan salah satu
penghasil minyak bumi terbesar di Indonesia khususnya di daerah Minas, duri dan
Langgak. Beberapa tahun belakangan ini, produksi minyak bumi di daerah
tersebut mengalami penurunan. Karena banyak di dapat sumur-sumur yang tidak
aktif lagi ( sumur tua) tetapi masih mengandung minyak mentah sebanyak 30%
hingga 60% dari kandungan aslinya (Purwono, 2008).
Maka perlu digalakkan kegiatan eksplorasi minyak bumi perlu terus
dilakukan. Prospek untuk pengembangan dan pemanfaatan potensi sumbersumber
minyak bumi baru melalui eksplorasi dan eksploitasi cekungancekungan minyak
bumi masih memungkinkan karena telah tersedianya teknologi eksploitasi minyak
bumi. Kegiatan eksploitasi minyak bumi, selalu dengan resiko kegagalan seperti
tidak ditemukannya minyak, dan resiko ini dapat diminimalisir. Penyebabnya
adalah tidak adanya informasi lengkap tentang kematangan termal dari sampel
geologi, korelasi minyak batuan induk atau korelasi minyak-minyak.Peranan
informasi ini dalam eksplorasi minyak dapat dijelaskan melalui pengkajian
geokimia molekular dilakukan berdasarkan perilaku senyawa biomarker.
Kandungan biomarker minyak bumi dapat memberikan informasi asal usul
bahan organik melalui penelusuran senyawa prekursornya (Hunt, 2002). Senyawa
penanda biologi (biomarker) ini juga sangat berguna untuk mengetahui daerah,
sumber lingkungan yang mempunyai ciri khas tertentu sehingga dapat
memberikan informasi tentang sumber atau asal usul senyawa tersebut untuk
kegiatan eksplorasi minyak. Teknik geokimia minyak bumi untuk menentukan
hubungan reservoir pertama kali diuraikan oleh Slentz (1981) dengan
mengusulkan komposisi minyak atau air merupakan karakteristik sidikjari dari
reservoir yang spesifik. Kemudian Halperd (1995) menggunakan diagram
bintang yang dibuat dari data GC minyak bumi untuk mengetahui hubungan

reservoir di beberapa lapangan minyak di Saudi Arabia. berdasarkan uraian di


atas masalah penelitian ini dapat dirumuskan bahwa bagaimana karakter sampel
yang diambil darisumur minyak bumi produksiMinas, Duri dan Langgakdi
Sumatera Tengah berdasarkan profil kandungan biomarker fraksi saturatdengan
menggunakan parameter geokimia minyak bumi dari masingmasing fingerprint
whole-oil GC sampel dianalisis dengan alat Kromatografi Gas (GC) yang
dilanjutkan dengan metode Diagram Bintang. Tujuan penelitian ini adalah
Menentukan asal lingkungan pengendapan batuan sumber dari sampel teranalisis,
dengan mengidentifikasi senyawa-senyawa biomarker minyak bumi dari
masingmasing sampel teranalisismenggunakan parameter geokimia molekuler,
dan untuk menunjukkan korelasi minyak bumi antar sumur minyak produksi
lapangan minyak Minas, Duri dan Langgak di Sumatera Tengah.
Parameter Geokimia untuk Korelasi antar Sumur
Klasifikasi dan pengelompokkan minyak bumi berdasarkan hubungan
genetiknya bisa ditentukan dan diidentifikasikan dengan menggunakan sidikjari
oil

Chromatography

dengan

mengetahuinya

dari

kromatogram

yang

dihasilkan.Prinsip dasar dari klasifikasi dan korelasi minyak bumi adalah atas
dasar komposisi kimia hidrokarbon dari masing-masing minyak bumi. Kemiripan
asal usul minyak bumi dapat dilihat dengan menggunakan diagram bintang dan
dendogram dari senyawa hidrokarbon dan senyawasenyawa biomarker masingmasing sumur. Contohnya rasio dari biomarker pr/ph yang dapat diidentifikasi
dengan menggunakan sidikjari oilChromatography. Keuntungan menggunakan
biomarker untuk korelasi adalah banyaknya senyawa yang spesifik yang dapat
digunakan untuk korelasi ( Hunt,1979 ). Korelasi positif membuktikan sampelsampel tersebut mempunyai keterkaitan satu sama lain, sedangkan korelasi negatif
menunjukkan bahwa sampel-sampel minyak bumi tidak mempunyai keterkaitan
satu sama lainnya (Tamboesai, 2002).

Hasil dan Pembahasan

Gambar 2. Whole oil kromatogram

Gambar 3. Fraksi saturat minyak Minas

Gambar 4. kromatogram sampel minyak Langgak

Gambar 5. kromatogram sampel minyak Duri

Whole oil chromatogram ini terdiri fraksi saturat, aromat, dan residu yang
belum terpisah. Sidik jari whole oils hidrokarbon berada pada kisaran C2C45.
Untuk penentuan puncak alkana siklik maupun asiklik, biomarker Pr, Ph,
dilakukan dengan cara membandingkan waktu retensi dari data yang telah didapat.
Fraksi aromat identik dengan puncak yang rendah sedangkan fraksi saturat identik
dengan puncak yang tinggi (Tamboesai, 2002) Hasil analisis Kromatografi Gas
terhadap sampel minyak bumi dari lapangan Minas, Langgak dan Duri diperoleh
data Pr/Ph, Pr/n- C17, dan Ph/n-C18 untuk masing-masing sampel teranalisis yang
digunakan dalam menentukan lingkungan pengendapan dan batuan sumbernya
berdasarkan dari perbandingan rasio tinggi puncak (Tabel 1).

Tabel 1. Data geokimia biomarker

Vous aimerez peut-être aussi