Vous êtes sur la page 1sur 13

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Thypoid Fever (Demam Thypoid)

A. Pengertian
Demam thypoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,
gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Nursalam dkk., 2005, hal
152).
Demam thypoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala
demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan
atau tanpa gangguan kesadaran (Rampengan, 2007).
Demam thypoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh infeksi
salmonella typhi (Ovedoff, 2002: 514).

B. Etiologi
Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri salmonella thypi. Bakteri
salmonella typhi adalah berupa basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar,
tidak berspora, dan mempunyai tiga macam antigen yaitu antigen O (somatik yang
terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flegella), dan antigen VI.
Dalam serum penderita, terdapat zat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen
tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 1541C (optimum 37C) dan pH pertumbuhan 6-8. Faktor pencetus lainnya adalah
lingkungan, sistem imun yang rendah, feses, urin, makanan/minuman yang
terkontaminasi, fomitus, dan lain sebagainya.

C. Manifestasi klinis
Menurut ngastiyah (2005: 237), demam thypoid pada anak biasanya lebih
ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika

infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama
30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan
tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat,
kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu:
1. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan
suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik
setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari.
Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya
kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan
limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang
terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat
mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang juga dapat ditemukan pada punggung
dan anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik kemerahan karena
emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam,
kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan epistaksis.
4. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid, akan tetap
berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu
badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi
karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik
oleh obat maupun oleh zat anti.

D. Patofisiologi
1. Kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan atau minuman yang
tercemar oleh salmonella (biasanya >10.000 basil kuman). Sebagian kuman
dapat dimusnahkan oleh asam hcl lambung dan sebagian lagi masuk ke usus
halus. Jika respon imunitas humoral mukosa (igA) usus kurang baik, maka
basil salmonella akan menembus sel-sel epitel (sel m) dan selanjutnya
menuju lamina propia dan berkembang biak di jaringan limfoid plak peyeri
2. Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika
mengalami hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia)
melalui ductus thoracicus dan menyebar ke seluruh organ retikulo endotalial
tubuh, terutama hati, sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi portar dari
usus.
3. Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltrasi limfosit, zat plasma, dan sel
mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa
(splenomegali). Di organ ini, kuman salmonlla thypi berkembang biak dan
masuk sirkulasi darah lagi, sehingga mengakibatkan bakterimia kedua yang
disertai tanda dan gejala infeksi sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit
kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler, dan gangguan mental koagulasi).
4. Pendarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak
peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini
dapat berlangsung hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan
perforasi usus. Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan
dapat

mengakibatkan

komplikasi,

seperti

gangguan

neuropsikiatrik

kardiovaskuler, pernapasan, dan gangguan organ lainnya. Pada minggu


pertama timbulnya penyakit, terjadi hyperplasia plak peyeri. Disusul
kemudian, terjadi nekrosis pada minggu kedua dan ulserasi plak peyeri pada
minggu ketiga. Selanjutnya, dalam minggu ke empat akan terjadi proses
penyembuhan ulkus dengan meninggalkan sikatriks (jaringan parut).
Sedangkan penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai
cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari
tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.

E. Komplikasi
1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perporasi usus
c. Ilius paralitik
2. Komplikasi extra intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler

kegagalan

sirkulasi

(renjatan

sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis.


b. Komplikasi darah
: anemia hemolitik, trobositopenia,
dan syndroma uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru
: pneumonia, empiema, dan pleuritis.
Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
d. Komplikasi ginjal
: glomerulus nefritis, pyelonepritis
dan perinepritis.
e. Komplikasi pada tulang

spondilitis dan arthritis.


f. Komplikasi neuropsikiatrik

osteomyolitis,
delirium,

osteoporosis,
meningiusmus,

meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma


katatonia.
F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada
sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat
leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu,
pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid.
Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
1) Teknik pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang
lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan.
Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada
saat bakteremia berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh
biakan darah dapat positif kembali.
3) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan
antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga
biakan darah negatif.

4) Pengobatan dengan obat anti mikroba


Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan
mungkin negatif.
4. Uji widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam
serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah
dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita
typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
c. Aglutinin VI, yang dibuat karena rangsangan antigen VI (berasal dari
simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya
untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.

G. Terapi dan pengobatan


1. Perawatan
a. Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk
mencegah komplikasi perdarahan usus.
b. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya
2.
a.
b.
c.
d.

tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.


Diet
Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein
Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama

7 hari.
3. Obat-obatan
Antibiotika umum digunakan untuk mengatasi penyakit thypoid. Waktu
penyembuhan bisa makan waktu 2 minggu hingga satu bulan. Antibiotika, seperti

ampicillin, kloramfenikol, trimethoprim sulfamethoxazole, dan ciproloxacin


sering digunakan untuk merawat demam tipoid di negara-negara barat. Obat-obat
antibiotik adalah
a. Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi
dalam 3-4 kali pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari.
b. Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian kloramfenikol, diberi
ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali.
Pemberian intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari.
c. amoksisilin amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi
dalam 3-4 kali. Pemberian oral/intravena selama 21 hari.
d. kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam
2-3 kali pemberian, oral, selama 14 hari.
e. Pada kasus berat, dapat diberi ceftriakson dengan dosis 50 mg/kg
BB/kali dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali
sehari, intravena, selama 5-7 hari.
f. Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika
adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon.
Bila tak terawat, demam thypoid dapat berlangsung selama tiga minggu
sampai sebulan. Kematian terjadi antara 10% dan 30% dari kasus yang tidak
terawat. Vaksin untuk demam thypoid tersedia dan dianjurkan untuk orang yang
melakukan perjalanan ke wilayah penyakit ini biasanya berjangkit (terutama di
Asia, Afrika, dan Amerika Latin).
Pengobatan penyulit tergantung macamnya. Untuk kasus berat dan dengan
manifestasi nerologik menonjol, diberi Deksametason dosis tinggi dengan dosis
awal 3 mg/kg BB, intravena perlahan (selama 30 menit). Kemudian disusul
pemberian dengan dosis 1 mg/kg BB dengan tenggang waktu 6 jam sampai 7 kali
pemberian. Tatalaksana bedah dilakukan pada kasus-kasus dengan penyulit
perforasi usus.

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Faktor Presipitasi dan Predisposisi
Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan
yang tercemar oleh salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C
yang ditularkan melalui makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta muntah
diperberat bila klien makan tidak teratur. Faktor predisposisinya adalah minum
air mentah, makan makanan yang tidak bersih dan pedas, tidak mencuci tangan
sebelum dan sesudah makan, dari wc dan menyiapkan makanan (Abdi, 2008).
2. Diagnosa keperawatan (Doenges, 2002):
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhii
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan anoreksia.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bedrest.

d. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan


dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (diare/muntah).
3.

Intervensi dan Implementasi (Doenges, 2002):


a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella typhi
Tujuan :
Suhu tubuh normal/terkontrol.
Kriteria hasil :
1. Pasien melaporkan peningkatan suhu tubuh.
2. Mencari pertolongan untuk pencegahan peningkatan suhu tubuh.
3. Turgor kulit membaik.
Intervensi :
1) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan
suhu tubuh.
Rasional:
Agar klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan

membantu mengurangi kecemasan yang timbul.


2) Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat
Rasional :
Untuk menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian tipis akan membantu
mengurangi penguapan tubuh.
3) Batasi pengunjung
Rasional :
Agar klien merasa tenang dan udara di dalam ruangan tidak terasa panas.
4) Observasi TTV tiap 4 jam sekali
Rasional :
Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum
pasien2,5 liter / 24 jam
5) Anjurkan pasien untuk banyak minum

Rasional :
Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat
sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
6) Memberikan kompres hangat
Rasional :
Untuk membantu menurunkan suhu tubuh
7) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik dan
antipiretik.
Rasional :
Antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik untuk mengurangi
panas.
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan anoreksia.
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat.
Kriteria hasil :
1) Nafsu makan meningkat
2) Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang
diberikan.
Intervensi :
1) Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi.
Rasional :
Untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga motivasi
untuk makan meningkat.
2) Timbang berat badan klien setiap 2 hari.
Rasional :
Untuk mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan.
3) Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak
merangsang, maupun menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat
masih hangat.
Rasional :

Untuk meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.


4) Beri makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
Rasional :
Untuk menghindari mual dan muntah.
5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan nutrisi
parenteral.
Rasional :
Antasida mengurangi rasa mual dan muntah..
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bed rest.
Tujuan : pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS)
optimal.
Kriteria hasil :
1) Kebutuhan personal terpenuhi
2) Dapat melakukan gerakkan yang bermanfaat bagi tubuh memenuhi
AKS dengan teknik penghematan energi.
Intervensi :
1) Beri motivasi pada pasien dan kelurga untuk melakukan mobilisasi
sebatas kemampuan (misalnya : Miring kanan, miring kiri).
Rasional :
Agar pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mobilisasi bagi
pasien yang bedrest.
2) Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan, minum).
Rasional :
Untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang terjadi.
3) Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya.
Rasional :
Untuk mempermudah pasien dalam melakukan aktivitas.
4) Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang.
Rasional ;
Untuk menghindari kekakuan sendi dan mencegah adanya
dekubitus.
d. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan
dengan cairan yang berlebihan (diare/muntah).
Tujuan : tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan
Kriteria hasil :

1) Turgor kulit meningkat.


2) Wajah tidak nampak pucat.
Intervensi :
1) Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada
pasien dan keluarga.
Rasional :
Untuk mempermudah pemberian cairan (minum) pada pasien.
2) Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan.
Rasional :
Untuk mengetahui keseimbangan cairan 2,5 liter / 24 jam.
3) Anjurkan pasien untuk banyak minum.
Rasional :
Untuk pemenuhan kebutuhan cairan.
4) Observasi kelancaran tetesan infuse.
Rasional :
Untuk pemenuhan kebutuhan cairan dan mencegah adanya odem.
5) Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral).
Rasional :
Untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi (secara
parenteral).
4. Evaluasi (Doenges, 2002):
Dari hasil intervensi diatas, evaluasi yang diharapkan :
a.
b.
c.
d.

Suhu tubuh normal (36 0C) atau terkontrol.


Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat.
Pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari optimal.
Kebutuhan cairan terpenuhi

DAFTAR PUSTAKA
Arif mansjoer, dkk. 2000. Kapita selekta kedokteran. Penerbit media
aesculapius.Jakarta : fkui
Donna l.wong, dkk. 2002 .buku ajar leperawatan pediatrik ed 6. Jakarta : egc
Herdman t. Heather. 2010. Diagnosis keperawatan. Jakarta : egc
Wong, dona l. 2008. Buku ajar keperawatan pediatrik. Jakarta : egc
Brunner dan Suddart.2002.Buku Ajar Ilmu Keperawatan Medikal Bedah,Edisi
8.EGC.Jakarta.
Doenges,Marylin,E.2000.Rencana Asuhan Keperawatan.Penerbit EGC.Jakarta.
Markel E.K,Vaye M.1981.Medikal Parasitologi.Citra Aditya Bakti.

Vous aimerez peut-être aussi