Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
A. IDENTITAS
Nama
Tempat tanggal lahir
Umur
Agama
Pekerjaan
Tanggal MRS
Alamat
: Ny. R A
: Jakarta, 07 Januari 1997
: 18 Tahun
: Islam
: Ibu Rumah Tangga
: 07 Januari 2014
: jl. Asrama DKI RT/RW 013/03 Semper Barat, Cilincing, Jakarta
Utara
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Pasien hamil 8 bulan dengan keluhan muntah 2 hari SMRS.
Pasien mengkonsumsi obat paramex dan jamu-jamuan saat usia kehamilan 2 bulan
yang digunakan untuk menggugurkan kehamilan.
Riwayat Alergi :
Obat-obatan disangkal
Makanan disangkal
Cuaca disangkal
Riwayat Psikososial :
Merokok disangkal
Alkohol disangkal
Makan 3x sehari dan minum 8 gelas perhari
Riwayat Operasi :
Operasi disangkal
Riwayat Perkawinan :
Perkawinan pertama, masih kawin, lama kawin 1 tahun
Riwayat Haid :
Haid pertama kali umur 13 tahun
Frekuensi haid : lamanya 7 hari, siklus 28 hari teratur dan tidak sakit.
HPHT
: 20 Juni 2014
TP
: 27 Februari 2015
Riwayat Pemeriksaan Kehamilan :
Riwayat Persalinan:
Gravida (-), Aterm (-), Premature (-), Abortus (-), Anak Hidup (-), SC (-)
No
Tempat
Penolon
bersalin
Tahun
Aterm
Jenis
Anak
persalina
n
Sex
BB
Keadaa
n
Hamil ini
C. PEMERIKSAAN FISIK
KU
: sakit berat
Kesadaran
: Somnolen (GCS: E2 M5 V2 = 9)
Tanda Vital :
Tekanan darah
: 160/120 mmHg
Nadi
: 130 x/menit
Respirasi
: 30 x/menit
Suhu
: 37,2oC
Antropometri :
Berat badan
: 60 Kg
Tinggi badan
: 150 cm
Status generalis
Kepala
: Normocephal, deformitas (-), rambut distribusi merata,
hitam, tidak mudah rontok
Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
(+/+), reflex cahaya (+/+)
Hidung
: Septum deviasi (-), sekret (-/-)
Mulut
: Mukosa oral kering, lidah kotor (+), tremor (+), faring
hiperemis (-)
Leher
: Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Pemeriksaan Thorax
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Batas atas
Pemeriksaan Abdomen
Membesar sesuai kehamilan,striae gravidarum (+), linea nigra (+), TFU 34 cm,
nyeri tekan abdomen bagian bawah (+), bising usus (+) dalam batas normal.
Ekstremitas :
Atas : Udem (-/-), turgor kulit baik, akral hangat, sianosis (-),
CRT < 2 detik
Bawah : Udem (+/+), turgor kulit baik, akral hangat, sianosis (-),
CRT < 2 detik
D. STATUS OBSTETRI
Pemeriksaan luar
TFU
Leopold I
Leopold II
Leopold III
Leopold IV
DJJ
: 30 cm
: Teraba bokong , letak memanjang
: Punggung kiri
: Teraba kepala
: Devergen
: DJJ tidak dilakukan
Pemeriksaan Dalam
Vaginal toucher :
Tidakdilakukan
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
Tanggal 7 Januari 2014
Pemeriksaan
Pembekuan
- Massa perdarahan
- Massa pembekuan
Hasil
Satuan
Nilai normal
220
330
menit
menit
1-3
2-6
Hematologi
Hemoglobin
11,9
g/dl
L=13.8-17,0
Leukosit
14.300
/mm3
35.3
360000
ribu/mm3
P=11.3-15.5
L=4.5-10.8
P=4.3-10.4
L=40.0-54.0
- Hematokrit
Keterangan
- Trombosit
P=38.0-47.0
L=185-402
P=132-440
GDS
N
Ur
K
Ca
Protein Urin
86
149
16
3,1
117
+3
F. RESUME
Ny. Risa Asmara 18 tahun, G1P0A0 datang ke Poli Kebidanan RSIJ Sukapura dengan
keluhan hamil 8 bulan dengan pusing (+), sakit perut(+) demam(+), muntah darah (+),
BAB cair(+) , pasien mengalami kejang sebnyak 6 kali dengan tekanan darah yang tinggi
secara mendadak yaitu 160/120 mmHg.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan :
Tekanan darah
: 160/120 mmHg
Nadi
: 110 x/menit
Respirasi
: 30 x/menit
Suhu
: 37,2oC
1. Status generalisata :
Membesar sesuai kehamilan, striae gravidarum (+), linea nigra (+), TFU 30 cm, nyeri
tekan abdomen bagian bawah (+), bising usus (+) dalam batas normal.
2. Status Obstetri
TFU
: 30 cm
Leopold I
: Teraba bokong , letak memanjang
Leopold II
: Punggung kiri
Leopold III : Teraba kepala
Leopold IV : Devergen
HIS
: Negatif
DJJ
: Tidak dilakukan
G. Diagnosa kerja
G1P0A0 Gravida 32-34 minggu dengan eklampsia
Berdasarkan :
Anamnesis :
1. Kejang
2. Nyeri kepala hebat
gram dan panjang 46 cm, lingkar kepala 32 cm, apgar score 5/7, lahir hidup.
Placenta lahir 7 April 2014 lengkap, ukuran 11x12x3 cm, panjang tali pusar 50 cm,
tidak ada kelainan plasenta
Perdarahan kala III dan kala IV 450 CC
Kontrol luka post operasi
Keadaan Ibu Post partum:
o KU tampak sakit berat, takanan darah 170/120 mmHg, nadi 130 x/menit,
pernafasan 30 x/menit, suhu 37,6 0C, TFU 2 jari dibawah umbilicus,
kontraksi baik, perdarahan normal
K. PENGOBATAN/TINDAKAN
Cefotaxim Inj
Tradosik
2 x 1gr
3 x 1 amp
Ondancentron
RL+ Clovedin
Neulin
Metronidazol
1 x 1 amp
50mg
2 x 1000
3x1
L. FOLLOW UP
Tanggal
7/1/2015
S
Pasien masih
belum sadar
KU : TSB
Kes : Somnolen
(E3M6V4)
Tanda Vital :
TD : 120/80
Nadi : 80x/menit
Suhu : 36oC
RR : 20x/menit
Mata : CA -/- , SI -/-,
pupil2/2
Hidung : Masih terpasang
NGT (Coklat)
Abdomen :
Striae gravidarum (+),
linea nigra (+), TFU 2
jari dibawah umbilikus,
timpani, BU (+) normal
P1A0
P
Inf. RL + MgSO4
40% 15cc sampai
24jam
dengan
eklampsia
Post SC
Cyto hari
ke-I
Dopamet 3x250 g
Lab
Hb: 11,9
Leu: 14.300
Ht : 35,3
Tromb: 360000
Protein: +3
Amlodipin 1x10 g
Clobazam 2x1
Cek Lipid
8/1/2015
Pasien masih
belum sadar
KU : TSS
Kes : Somnolen
(E3M6V4)
Tanda Vital :
TD : 130/80
Nadi : 88x/menit
Suhu : 36oC
RR : 20x/menit
P1A0
dengan
Inf. RL + MgSO4
40% 15cc 20 Tpm
eklampsia
Post SC Cyto
hari ke-II
Tradosik 3 x 1 amp
Ondancentron 1 x
1amp
RL+ Clovedin50mg
Neulin 2 x 1000
Metronidazol 3x500mg
Diazepam extra 2 mg
Lasix 1 amp extra
Lab
Chol : 276
Trig : 486
HDL : 30
LDL : 171
Protein : +1
Konsul Interna
Dopamet 3x250 g
Amlodipin 1x10 g
Clobazam 2x1
Simvastatin1x20 mg
Konsul Neuro
Neulin 2x100
Cek Lipid
9/1/2015
Pasien sudah
sadar
mengatakan
kepala masih
pusing, mual
KU : TSS
Kes : CM(E4M6V5)
Tanda Vital :
TD : 150/90
Nadi : 90x/menit
Suhu : 36oC
RR : 20x/menit
Mata : CA -/- , SI -/-,
pupil2/2
Hidung : Masih terpasang
NGT (Coklat)
Abdomen :
Striae gravidarum (+),
linea nigra (+), TFU 2
jari dibawah umbilikus,
P1A0 dengan
Inf. RL 20 Tpm
eklampsia
Post SC
Cyto hari
ke-III
Konsul Interna
Dopamet 3x250 g
Amlodipin 1x10 g
Lab
Belum ada hasil
Clobazam 2x1
Simvastatin1x20 mg
Konsul Neuro
. Jika kejang extra
Phenintoin 100 mg
dalam Nacl
. Jika kejang Dzp
5mg pelan
10/7/201
5
Pasien sudah
sadar
mengatakan
kepala masih
pusing,, nyeri
perut bekas
operasi
KU : TSS
P1A0
Kes : CM(E4M6V5)
dengan
Tanda Vital :
TD : 140/90
Nadi : 90x/menit eklampsia
Suhu : 36oC
RR : 20x/menit
Post SC
Mata : CA -/- , SI -/-,
Cyto hari keHidung : NGT (up)
Abdomen :
IV
Striae gravidarum (+),
linea nigra (+), TFU 2
jari dibawah umbilikus,
timpani, BU (+) normal
Terapi lanjut
11/7/201
5
Pasien sudah
sadar
mengatakan
Lab
Belum ada hasil
KU : TSS
Kes : CM(E4M6V5)
Tanda Vital :
TD : 140/90
Nadi : 90x/menit
P1A0 dengan
eklampsia
Terapi lanjut
kepala masih
pusing,, nyeri
perut bekas
operasi
Suhu : 36oC
RR : 20x/menit
Mata : CA -/- , SI -/-,
Hidung : NGT (up)
Abdomen :
Striae gravidarum (+),
linea nigra (+), TFU 2
jari dibawah umbilikus,
timpani, BU (+) normal
Genitalia : Darah (-) DC
(+)
Ekstremitas:
Akral hangat, CRT < 2
detik, udema -/Lab
Belum ada hasil
Post SC
Cyto hari keV
Pembahasan
Eklampsia
Definisi
Eklampsia dalam bahasa Yunani berarti halilintar, karena serangan kejang timbul
secara tiba- tiba seperti petir.
Eklamsia adalah kejang yang terjadi pada penderita pre-eklampsia dan tidak disebabkan
oleh faktor-faktor lain. Kejang bersifat generalisata dan dapat terjadi sebelum, selama atau
sesudah persalinan.
Etiologi
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang cabang
arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus miometrium
berupa arteri arkuarta yang memberi cabang arteri radialis. Arteri radialis menembus
endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteri spiralis. Pada
hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan
otot arteri spiralis yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi
dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis,
sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis
mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini
memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular
dan
peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin
cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin
pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodeling arteri spiralis. Pada
preeklamsia terjadi invasi sel sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan
matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga
lumen arteri spiralis tidak memungkinkan terjadinya distensi dan vasodilatasi. Akibatnya,
arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi dan terjadilah kegagalan remodeling
arteri spiralis, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan
iskemia plasenta.
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
a. Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/ radikal bebas
Plasenta mengalami iskemia dan hipoksia akan mengalami oksidan (disebut juga
radikal bebas).
Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima elektron atau atom / molekul
yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan.
Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil
yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah.
Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan
memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah
mungkin dahulu dianggap sebagai bahan toksin yang beredar dalam darah, maka dulu
hipertensi dalam kehamilan disebut toxaemia.
Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam lemak
tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membran sel,
juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel.
Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh bersifat toksis, selalu diimbangi dengan
produksi antioksidan.
b. Peroksida lemak sebagai oksidan
khas
pada
sel
endotel
kapiler
gromerulus
(glomerular
endotheliosis).
iv. Peningkatan permeabilitas kapiler.
v. Peningkatan bahan bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO
(vasodilatator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor) meningkat.
vi. Peningkatan faktor koagulasi.
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanya hasil konsepsi
yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G (HLAG), yang berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga si ibu tidak menolak
hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA G pada plasenta dapat melindungi trofoblas
janin dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) ibu. Selain itu, adanya HLA G akan
mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu. Jadi HLA G
merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu, di
samping untuk menghadapi sel Natular Killer. Pada plasenta penderita preeklamsia
(eklampsia), terjadi penurunan ekspresi HLA G. Berkurangnya HLA G di desidua
daerah plasenta, menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat
penting agar jaringan desidua menjadi lunak dan gembur sehingga memudahkan
terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA G juga merangsang produksi sitikon, sehingga
memudahkan terjadinya reaksi inflamasi. Kemungkinan terjadi Immune Maladaptation.
4. Teori adaptasi kardiovaskular
Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan bahan vasopresor.
Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopresor atau
dibutuhkan
kadar
vasopresor
yang
lebih
tinggi
untuk
menimbulkan
respon
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe ibu lebih
menentukan terjadinya preeklamsia (eklampsia) secara familial jika dibandingkan dengan
genotipe janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklamsia 26 % anak
perempuannya akan mengalami preeklamsia (eklampsia).
6. Teori defisiensi gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan dalam
terjadinya preeklamsia (eklampsia). Beberapa peneliti menganggap bahwa defisiensi
kalsium pada diet perempuan hamil mengakibatkan risiko terjadinya preeklamsia /
eklamsia. Penelitian di Negara Equador andes dengan metode uji klinik ganda tersamar
dengan membandingkan pemberian kalsium dan plasebo. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi suplemen kalsium cukup, kasus yang
mengalami preeklamsia (eklampsia)adalah 14 % sedang yang diberi glukosa 17 %.
7. Teori Stimulus inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepas debris trofoblas di dalam sirkulasi darah
merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal
plasenta juga melepaskan debris trofoblas sebagai sisa sisa proses apoptosis dan
nekrotik trofoblas, akibat reaksi stres oksidatif. Bahan bahan ini sebagai bahan asing
yang kemudian merangsang timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah
debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi dalam batas normal.
Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklamsia (eklampsia), di mana pada
preeklamsia (eklampsia) terjadi peningkatan stres oksidatif, sehingga produksi debris
apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta,
misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stres oksidatif akan sangat
meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan ini
menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar, dibanding
reaksi inflamasi pada kehamilan normal. Respons inflamasi ini akan mengaktivasi sel
endotel dan sel sel makrofag / granulosit yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi
sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala gejala preeklamsia (eklampsia) pada ibu.
Faktor Risiko
1. Umur < 20 atau > 40 tahun.
2. mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes mellitus, hidrops fetalis, bayi besar.
3. Faktor lingkungan
4. Riwayat keluarga pernah preeklamsia/ eklamsia.
5. Penyakit penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil.
6. Obesitas
Gambaran klinik
Biasanya didahului oleh gejala dan tanda pre-eklampsia berat :
1. Tekanan darah diastol 110 mmHg.
2. Proteinuri 2 g/24 jam atau 2+ dalam pemeriksaan kualitatif (dipstick).
3. Kreatinin serum >1,2mg% disertai oliguri (<400 ml/ 24 jam).
4. Trombosit < 100.000/mm3
5. Angiolisis mikroangiopati (peningkatan kadar LDH)
6. Peninggian kadar enzim hati (SGOT dan SGPT)
7. Sakit kepala yang menetap
8. Pertumbuhan janin terhambat
9. Nyeri epigastrium yang menetap
10. Edema paru disertai sianosis
11. Adanya HELLP Syndrome
Hipertensi
Hipertensi merupakan tanda terpenting guna menegakkan diagnosis hipertensi dalam
kehamilan. Tekanan diastolik menggambarkan resistensi perifer, sedangkan tekanan sistolik
menggambarkan besaran curah jantung.
Pada preeklamsia peningkatan reaktivitas vaskular dimulai umur kehamilan 20 minggu
tetapi hipertensi dideteksi umumnya pada trimester II. Tekanan darah yang tinggi pada
preeklamsia bersifat labil dan mengikuti irama sirkadian normal. Tekanan darah menjadi
normal beberapa hari pascapersalinan, kecuali beberapa kasus preeklamsia berat
kembalinya tekanan darah normal dapat terjadi 2 4 minggu pascapersalinan.
Tekanan darah bergantung terutama pada curah jantung, volume plasma, resistensi
perifer, dan viskositas darah.
Timbulnya hipertensi adalah akibat vasospasme menyeluruh dengan ukuran tekanan
darah 140 / 90 mmHg selang 6 jam. Tekanan diastolik ditentukan pada hilangnya suara
korotkoffs phase V. Dipilihnya tekanan diastolik 90 mmHg sebagai batas hipertensi, karena
batas tekanan diastolik 90 mmHg yang disertai proteinuria, mempunyai korelasi dengan
kematian perinatal tinggi. Mengingat proteinuria berkorelasi dengan nilai absolut tekanan
darah diastolik, maka kenaikan (perbedaan) tekanan darah tidak dipakai sebagai kriteria
diagnosis hipertensi, hanya sebagai tanda waspada.
Proteinuria
o Bila proteinuria timbul :
- Sebelum hipertensi, umumnya merupakan gejala penyakit ginjal.
- Tanpa hipertensi, maka dapat dipertimbangkan sebagai penyulit kehamilan.
- Tanpa kenaikan tekanan darah diastolik 90 mmHg, umumnya ditemukan
pada infeksi saluran kencing atau anemia. Jarang ditemukan proteinuria pada
tekanan diastolik < 90 mmHg.
o Proteinuria merupakan syarat untuk diagnosis preeklamsia, tetapi proteinuria umumnya
timbul jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai preeklamsia tanpa
proteinuria, karena janin sudah lahir lebih dulu.
o Pengukuran proteinuria, dapat dilakukan dengan (a) urin dipstik : 100 mg/l atau + 1,
sekurang kurangnya diperiksa 2 kali urin acak selang 6 jam dan (b) pengumpulan
proteinuria dalam 24 jam. Dianggap patologis bila besaran proteinuria 300 mg/24
jam.
Kreatinin
Sama halnya dengan kadar asam urat serum, kadar kreatinin plasma pada preeklamsia
juga meningkat. Hal ini disebabkan oleh hipovolemia, maka aliran darah ginjal menurun,
mengakibatkan menurunnya filtrasi glomerulus, sehingga menurunnya sekresi kreatinin,
disertai peningkatan kreatinin plasma. Dapat mencapai kadar kreatinin plasma 1 mg/cc
dan biasanya terjadi pada preeklamsia berat dengan penyulit pada ginjal.
Edema
Dapat terjadi pada kehamilan normal, edema yang terjadi pada kehamilan
mempunyai banyak interpretasi, misalnya 40 % edema dijumpai pada hamil normal,
60 % edema dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi dan 80 % edema dijumpai pada
kehamilan dengan hipertensi dan proteinuria.
Edema terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapilar. Edema yang
patologik adalah edema yang nondependen pada muka dan tangan atau edema
generalisata dan biasanya disertai dengan kenaikan berat badan yang cepat.
Hematokrit
Perubahan hematokrit disebabkan hipovolemia akibat vasospasme, hipoalbuminemia
hemolisis mikroangiopatik akibat spasme arteriole dan hemolisis akibat kerusakan
endotel arteriole. Perubahan tersebut dapat berupa peningkatan hematokrit akibat
terjadinya eklamsia.
Dapat timbul kejang eklamptik. Penyebab kejang eklamptik belum diketahui dengan
jelas. Faktor faktor yang menimbulkan kejang eklamptik ialah edema serebri,
Penatalaksanaan
Rawat bersama dengan bagian yang terkait (Penyakit Dalam, Penyakit Saraf, Mata, Anestesi,
dll).
1. Obat anti kejang :
a. Pemebrian MgSO4 sesuai dengan pengelolaan preeclampsia berat
Pemberian melalui intravena secara kontinyu (dengan menggunakan infusion pump) :
o Dosis awal :
4 gram (20 cc MgSO4 20 %) dilarutkan kedalam 100 cc ringer laktat,
diberikan selama 15 20 menit.
o Dosis pemeliharaan :
10 gram (50 cc MgSO4 20 %) dalam 500 cc cairan RL, diberikan dengan
kecepatan 1 2 gram / jam (20 30 tetes per menit).
Syarat syarat pemberian MgSO4
4. Lain lain
c. Bila timbul kejang kejang ulangan maka diberikan 2 gr MgSO4 20 5 i.v selama
2 menit, sekurang- kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Dosis
tambahan 2 gr hanya diberikan sekali saja. Bila setelah diberi dosis tambahan
masih tetap kejang maka diberikan amobarbital 3 5 mg/KgBB/i.v pelan pelan.
Perawatan pasien dengan serangan kejang :
d. Dirawat di kamar isolasi yang cukup terang.
e. Masukkan sudip lidah ke dalam mulut pasien.
f. Kepala direndahkan, daerah orofaring dihisap.
g. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendur guna menghindari fraktur.
h. Pasien yang mengalami kejang kejang secraa berturutan (status konvulsi),
diberikan pengobatan sebagai berikut :
i. Suntikkan Benzodiazepin 1 ampul (10 mg) i.v perlahan lahan.
ii. Bila pasien masih tetap kejang, diberikan suntikan ulang.
iii. Benzodiazepin i.v setiap jam sampai 3 kali berturut turut.
iv. Selain Benzodiazepin, diberikan Phenitoin (untuk mencegah kejang
ulangan) dengan dosis 3 x 300 mg (3 kapsul) hari pertama, 3 x 200 mg (2
kapsul) pada hari kedua dan 3 x 100 mg (1 kapsul) pada hari ketiga dan
seterusnya.
v. Apabila setelah pemberian tetes valium (Diazepam 50 mg/5 ampul di
dalam 250 cc NaCl 0,9% ) dengan kecepatan 20 25 tetes/menit selama
2 hari.
2. Perawatan pasien dengan koma :
a. Rawat bersama dengan bagian saraf :
i. Diberiakn infuse cairan Manitol 20 % dengan cara : 200 cc (diguyur),
6jam kemudian diberikan 150 cc (diguyur).
ii. Dapat juga diberikan cairan Gliserol 10 % dengan kecepatan 30
tetes/menit selama 5 hari.
iii. Dapat juga diberikan Dexamethason i.v 4 x 8 mg sehari, yang kemudian di
tapering off.
b. Monitoring kesadaran dan dalamnya koma dengan memakai Glasgow Pittsburgh
Coma Scale.
c. Pada perawatan koma perlu diperhatikan pencegahan dekubitus.
d. Pada koma yang lama, pemberian nutrisi melalui NGT (Naso Gastric Tube).
3. Pengobatan Obstetrik :
Sikap terhadap kehamilan
a. Sikap dasar :
Daftar Pustaka
Boutiller PL, Mallet V. HLA G in Pregnancy, Review of Reproduction, 1997; 2: 7 13
Brown MA. Diagnosis and Classification of preeclampsia and Other Hypertensive Disorders of
Pregnancy in Belfort MA, Thornton S, Saade GR. Hypertension in Pregnancy, Marcel
Dekker, Inc. New York, 2003, page 1 14
Cunningham FG,Gant N, et al. Williams Obstetrics 22 nd ed. McGraw Hill, Medical Publishing
Division, 2005; 761 808
Deeker GA. Risk Factor for Preeclampsia. Clinical Obstetrics and Gynecology, 1999, 42:
422 - 35
Higgins JR, M de Swiet. Blood Pressure measurement and classification in pregnancy. Lancer,
2001; 357: 131 5
Hubel CA. Lipid peroxidation in pregnancy : New perspectives on preeclampsia, Am J Obstetric
Gynecol,1989; 161 : 1025 - 34
Mochtar, Prof. Dr. Rustam. Sinopsis Obstetri : Obstetric Fisiologi dan Obstetri Patologi / Rustam
Mochtar; editor, Delfi Lutan, ED. 2 Jakarta : EGC, 1998.
Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi RS Dr. Hasan Sadikin. Bagian pertama
Report of the National High Blood Pressure Education Program Working Group on High
BloodPressure in Pregnancy, 2001, Am Fam Physician, 64: 263 70
Walker JJ. Preeclampsia. Lancet 200; 356: 1260- 5
Yie Shang mian, Liang Hong Li, Yue mei Li, Librach C. HLA G protein concentration in
maternal, serum and placental tissue are decreased in preeclampsia, Am J Obstet Gynecol,
2004; 191 : 525 9