Vous êtes sur la page 1sur 21

ARGUMENTUM, VOL. 14 No.

1, Desember 2014

27

PENERAPAN ASAS MANAJEMEN KONFLIK


UNTUK MENGELOLA KONFLIK DI MASYARAKAT
DEMOKRATIS1
Imam Ropii
- Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana Jl. Danau Sentani No. 99 Malang
email: mami_ropii@yahoo.com
ABSTRAK
Konflik sebagai salah satu gejala sosial merupakan kondisi
dan peristiwa yang bersifat laten, yang dapat
muncul/mengemuka setiap saat. Pemunculan konflik akan
lebih mudah jika dipicu oleh faktor-faktor pendukung
terjadinya konflik. Pemahaman terhadap asas-asas atau
prinsip manajemen konflik (pengelolaan konflik) dan
ketrampilan penerapannya merupakan prasyarat penting
untuk dapat mengelola konflik secara lebih baik. Dalam
masyarakat yang demokratis yang diikuti dengan kebebasan
berekpresi, berpendapat, dan berkreatifitas peluang
terjadinya konflik sangat terbuka jika tidak dibarengi dengan
proses dan tindakan harmonisasi dan pemahaman
kesepahaman terhadap sesama yang secara sosial sangat
heterogen ini. Karena itulah pemahaman dan penguasaan
manajemen konflik sebagai sesuatu hal yang sangat penting.
Kata Kunci: Asas-Asas Manajemen Konflik, Pengelolaan
Konflik, Masyarakat Demokratis.
ABSTRACT
Conflict is a social phenomenon is a condition and latent
events, which can occur/arise at any time. The appearance of
a conflict would be easier if triggered by factors supporting
the conflict. Understanding of the principles or principles of
conflict management (conflict management) and application
1

Artikel pernah disampaikan dalam rangka pendidikan dan pelatihan


calon Tenaga Paralegal yang diselenggarakan oleh Badan Kesatuan Bangsa dan
Politik Pemerintah Daerah Kabupaten Malang tanggal 3-4 Desember 2010
bertempat di Kantor Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur.

28

ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 1, Desember 2014


skills is an essential prerequisite to be able to manage conflict
better. In a democratic society, followed by freedom of
expression, thought, and creativity are very open
opportunities for conflict if it is not accompanied by a process
of understanding and action harmonization and
understanding for others who are socially very heterogeneous.
That's why understanding and mastery of conflict
management as something that is very important .
Keywords : Principles Of Conflict Management, Conflict
Management , Democratic Society.

A. Pendahuluan
Menurut kodratnya, manusia yang dilahirkan memiliki
berbagai perbedaan antara manusia yang satu dengan manusia
lainnya, antara etnis yang satu dengan etnis, dan bahkan antara
bangsa-bangsa di dunia ini. Berbagai perbedaan antar manusia
tersebut sekaligus sebagai penanda karakter dari masing-masing
individu dan wujud keunikan dari mahkluk manusia.
Dalam perspektif susunan kodrat, manusia terdiri atas
unsur jiwa dan unsur raga. Unsur jiwa dan unsur raga masingmasing memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi secara seimbang
guna untuk menjamin kesehatan dan kelangsungan kerja dan gerak
kedua unsur tersebut. Sebagai akibatnya dalam diri manusia selalu
ada dorongan untuk memenuhi kebutuhan sejalan dengan
keberadaannya. Kedua unsur ini senantiasa menyatu dalam pribadi
setiap manusia. Pemisahan antara unsur jiwa dan raga berarti
pengakhiran kehidupan di dunia untuk memasuki alam kehidupan
selanjutnya. Sedang dalam perspektif sifat kodrat, dalam diri
manusia terdapat dua sifat, yakni sebagai mahkluk individu dan
mahkluk sosial (zoon politicon). Dua sifat kodrat inilah yang
mendorong manusia untuk melakukan interaksi dengan manusia
lain. Interaksi yang dibangun selain untuk memenuhi kebutuhan
akan kedudukan kodrat juga sifat kodratnya.
Potensi dan berbagai pola interaksi yang dibangun serta
pengetahuan yang dimiliki oleh manusia akan mempengaruhi dan
membentuk kepribadian masing-masing mahkluk manusia. Gillin
dan Gillin (Soerjono, 2002) menegaskan, berbagai perbedaan
pribadi dan juga kelompok yang dalam bentuknya berupa

ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 1, Desember 2014

29

perbedaan badaniah, emosi, kebudayaan, bahasa, pola perilaku,


jenis dan tingkat kebutuhan dan lain-lain memberikan andil dalam
mempertajam perbedaan hingga suatu pertentangan atau
pertikaian (conflict).
Dalam setiap struktur masyarakat (sederhana-moderen) di
dalamnya selalu terjadi peristiwa sosial berupa interaksi dan
interelasi sosial antar individu atau antar kelompok, yangakan
melahirkan berbagai bentuk hubungan, baik yang assosiatif
maupun yang dissosiatif (persatuan atau pertentangan (konflik).
Karena konflik selalu hadir dalam setiap interaksi antar manusia
maka konflik sebenarnya merupakan hal yang alamiah,
lumrah/biasa terjadi di jagad kehidupan manusia dimana saja.
Namun demikian pada awalnya konflik dipandang sebagai gejala
atau fenomena yang tidak wajar/aneh dan membahayakan dan
harus dicegah dan dihindari sejauh mungkinkarena akan berakibat
berakibat pada, perpecahan, dan kehancuran (negatif). Namun,
sejalan dengan kemajuan ilmu manajemen konflik dianggap
sebagai gejala yang wajar yang dapat membawa kemajuan,
penyadaran atau positif tergantung bagaimana cara mengelolanya.
Negara Indonesia sebagai rumah keluarga besar bangsa
yang di dalamnya berhuni berbagai suku dengan segala corak dan
karakternya masing-masing yang multikultural menyimpan
keberagaman yang luar biasa. Kondisi yang demikian secara
sosiologis merupakan sebuah anugerah Tuhan sebagai kekayaan
dan modal sosial yang sangat mahal. Pada sisi lain kondisi itu
sangat rentan terjadinya persaingan, dan bahkan pertentangan
(konflik) jika tidak mampu secara optimal memahami dan
menyadari kondisi yang demikian itu. Kerukunan nasional
diupayakan agar semakin kokoh, yang kedalam harus membangun
masyarakat yang sejahtera, maju, aman, tertib dan damai dan
keluar harus siap bersaing dengan bangsa lain dalam percaturan
dunia yang semakin kompetitif (Tim Sosialisasi Wasbang, 2004).
Kepekaan dan kecermatan serta sikap untuk deteksi dini
atas potensi dan kemungkinan terjadinya gosokan oleh pihak-pihak
yang menginginkan instabilitas sosial dan gesekan sosial diberbagai
komunitas kehidupan harus dicermati dan direspon secara cepat
dan tepat baik oleh warga masyarakat sendiri maupun oleh
pemerintah melalui berbagai instrumennya, misalnya Badan

30

ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 1, Desember 2014

Kesatuan Bangsa dan Politik, Kepolisian, TNI melalui aparat


teritorialnya dan lain sebagainya. Intinya deteksi dini dan pahami
dini denyut kehidupan masyarakat sangat penting.
Konflik dengan segala bentuk dan sifatnya merupakan
sesuatu yang bisa bersifat laten dan aktual yang berpotensi terjadi
dimana saja dan kapan saja. Bagi kelompok atau golongan tertentu
yang memiliki peran sebagai pengendali atau pemimpin komunitas
sosial, konflik harus dimaknai, dideteksi dan dikelola dengan tepat.
Oleh karena itu bagi orang-orang yang memiliki peran kunci, maka
pengetahuan dan ketrampilan memahami konflik dan mengelola/
manajemen konflik sangat penting untuk dimiliki dan kuasai. Oleh
karena itu pemahaman yang baik terhadap berbagai hal terkait
dengan konflik merupakan suatu kebutuhan terutama bagi mereka
yang memiliki posisi-posisi penting di kelompok/masyarakat.
Tulisan berikut secara terbatas membahas beberapa hal
terkait konflik yang dipaparkan berturut-turut secara pokok-pokok
sebagai berikut: konsep konflik dan manajemen konflik; sumbersumber penyebab konflik; jenis-jenis konflik; bentuk-bentuk
konflik; alternatif model dan langkah penyelesaian konflik.
B. Konsep Konflik dan Manajemen Konflik
Istilah konflik berasal dari Latin configure yang berarti
saling memukul. Kata configure kemudian diadopsi ke dalam
bahasa Inggris menjadi conflict. Conflict dalam bahasa Inggris
kemudian diadopsi ke dalam bahasa Indonesia menjadi konflik.
Daryanto (1997) mengartikan konflik sebagai pertentangan,
percekcokan, perselisihan, ketidaksamaan pendapat/pandangan.
Konflik, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) diartikan
sebagai percekcokan, perselisihan, dan pertentangan. Secara
sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua
orang atau lebih (bisa juga kelompok) yang salah satu pihak
berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya
atau membuatnya tidak berdaya.
Wirawan (2009) mendefinisikan konflik sebagai proses
pertentangan yang diekpresikan oleh dua pihak atau lebih yang
saling tergantung mengenai objek konflik dengan menggunakan
pola perilaku dan interaksi konflik yang menghasilkan keluaran
konflik. Menarik untuk dicermati dari beberapa istilah dan

ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 1, Desember 2014

31

pendapat tentang konflik tersebut yang di dalamnya terkandung


beberapa subtansi sebagai berikut :
a. Adanya perbedaan atau pertentangan. Setiap konflik memiliki
karakteristik sendiri-sendiri terkait dengan masukan, proses,
dan keluarannya.
b. Melibatkan dua pihak atau lebih. Diluar konflik personal,
hampir semua konflik selalu melibatkan lebih dari satu pihak,
baik yang bersifat horisontal maupun vertikal.
c. Adanya objek konflik. Setiap konflik selalu adanya objek yang
dikonflikkan. Objek konflik sekaligus akan memberi warna
pada jenis konflik yang terjadi.
d. Interaksi konflik. Dalam setiap konflik para pihak selalu
melakukan interaksi baik kepada para pihak maupun pada
pihak ketiga. Interaksi konflik bisa sebagai wujud
ketidaknyamanan, emosi, rasa malu dan berbagai bentuk
lainnya sebagai bentuk upaya keluar atau mengakiri konflik.
e. Keluaran konflik. Konflik apapun bentuk dan tingkatannya
akan selalu ingin segera diakhiri oleh para pihak. Pengakhiran
konflik ini akan menghasilkan keluaran konflik baik bisa
diterima ataupun tidak bisa diterima yang terformat kedalam
istilah win-win solution, win and lose solution, lose and lose
solution atau adanya suatu perubahan sosial tertentu.
Menyadari konflik sebagai bagian dari realitas kehidupan,
maka konflik harus dikelola, dikendalikan dan diselesaikan
walaupun hasil keluaran tersebut muncul sebagai konflik baru jika
dipahami dari model Hegel (tesa, antitesa, sintesa-sebagai tesa
baru). Pengendalian dan pengelolaan terhadap konflik tersebut
dikenal dengan manajemen konflik.
Istilah manajemen dalam bahasan Inggris management
yang berarti 1. direksi, pimpinan, 2. ketatalaksanaan, tata
pimpinan, pengelolaan (E. Chols dan Shadilly, 1993). Kata
management kemudian diadopsi ke dalam bahasa Indonesia
manajemen yang berarti proses penggunaan sumber daya secara
efektif untuk mencapai sasaran; pimpinan yang bertanggungjawab
atas jalannya perusahaan dan organisasi. Kata manajemen dalam
kontek penulisan ini di artikan sebagai kegiatan mengelola sesuatu
sesuai dengan karakter objek yang dikelola guna menghasilkan
keluaran yang baik.

32

ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 1, Desember 2014

Jika dilihat dari aspek kebahasaan yang baik dan benar


sering dijumpai ketidakkonsistenan dalam penulisan kata
manajemen. Sebagai contoh, penulisan managemen oleh
Muchdarsyah Sinungan (1991) dalam bukunya Dasa-Dasar dan
teknik Managemen Kredit. Penulisan istilah tersebut dilakukan
dengan
setengah asing. Bertolak dari perbedaan tersebut
penulisan kata dalam tulisan ini secara konsisten menggunakan
kata manajemen sesuai bunyi ucapan dan ejaannya.
Manajemen konflik merupakan proses dimana para pihak
yang terlibat konflik atau pihak ketiga untuk menyusun strategi
dan menerapkannya untuk mengendalikan konflik agar
menghasilkan resolusi yang diinginkan (Wirawan, 2010). Dengan
demikian inti dari manajemen konflik adalah bagaimana
memanfaatkan konflik dan berbagai aspek terkait lainnya dikelola
untuk menghasilkan resolusi konflik yang diinginkan. Apapun
sumber dan bentuk serta penyebab konflik, konflik harus dapat
dikelola dengan baik. Pengelolaan (manajemen) terhadap konflik
pada akhirnya akan keluar dua opsi, berhasil dengan baik berupa
kerukunan, harmonisasi, dan kepatuhan dan tidak berhasil yang
mengarah pada perpecahan dan permusuhan dan bahkan bisa
saling membunuh diantara para pihak.
Mengelola konflik yang mudah, tepat dan baik tentu
membutuhkan dukungan beberapa perangkat atau sarana. Dalam
mengelola konflik diperlukan sumberdaya manusia yang
mumpuni, pemahaman yang tepat dan benar terhadap sumber
dan penyebab konflik, instrumen hukum (norma hukum, sopan
dan santun, agama, dan kesepakatan dengan kearifan) untuk
penyelesaian konflik yang tepat dan adil. Pengenalan dan
pemahaman terhadap manajemen konflik dan kewaspadaan
nasional akan banyak membantu terwujudnya keharmonisan
dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara (Tim
Sosialisasi Wasbang, 2004).
Dalam perspektif lain dengan adanya konflik, hidup akan
terasa lebih kreatif dan dinamis tidak stagnan, dan sebagai indikasi
bahwa kita hidup dan memiliki kehidupan. Inti manajemen konflik
adalah membangun dan mengembangkan mekanisme penanganan
konfli kdengan tujuan untuk mencegah berkembangnya konflik
menjadi kekerasan, perpecahan(dissosiatif) dan yang secara sosial,

ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 1, Desember 2014

33

ekonomi, dan ekologis destruktif, dan mengubahnya menjadi


hubungan
sosial
yang
konstruktif
dan
kooperatif
(assosiatif).Manajemen konflik merupakan proses, seni dan juga
ilmu, dimana manajemen konflik merupakan bagian pemikiran
yang rasional dan bersifat interaktif, artinya bahwa pendekatan,
model, dan teknik dalam manajemen konflik secara terus menerus
mengalami perkembangan, penyempurnaan menuju model dan
teknik yang representatif dan ideal.
C. Menggali Akar Pendorong Konflik
Penyelesaian secara efektif terhadap
suatu konflik
seringkali menuntut agar sumber dan faktor-faktorpendorong
penyebab terjadinya konflik untuk dipahamai secara benar dan
tepat. Ketidaktepatan pemahaman terhadap sumber penyebab
suatu konflik dapat menyebabkan tidak efektifnya manajemen
atau pengelolaan terhadap konflik dan bahkan justeru bisa
memperlebar dan mempertajam konflik.
Penyebab terjadinya konflik dapat dikelompokkan dalam
tiga kategori, yaitu karateristik individual, kondisi umum yang
muncul diantaraorang-orang dan group, serta desain dan struktur
organisasi itu sendiri (Munthe, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1248/1/manajemen-ritha5.pdf).
1. Karakteristik Individual
Setiap orang memiliki
satu kepribadian khas yang
merupakan pembeda yang mempengaruhi perilakunya. Perbedaan
individual antar orang-orang yang mungkindapat melibatkan
seseorang dalam konflik antara lain terkait dengan :
a. Nilai, sikap dan Kepercayaan (Values, Attitude, and Beliefs)
Perasaan kita tentang apa yang benar dan apa yang salah, dan
predisposisiuntuk bertindak positif maupun negatif terhadap
suatu kejadian, dapat denganmudah menjadi sumber terjadinya
konflik.
Nilai-nilai
yang
dipegang
dapatmenciptakan
ketegangan-ketegangan di antara individual dan group dalam
suatuorganisasi. Sebagai contoh, ketua serikat pekerja
cenderung untuk memiliki nilai- nilaiyang berbeda dengan para
manager.
b. Kebutuhan dan Kepribadian (Needs and Personality)

34

ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 1, Desember 2014

Konflik muncul karena adanya perbedaan yang sangat besar


antarakebutuhan dan kepribadian setiap orang, yang bahkan
dapat berlanjut kepadaperseteruan antar pribadi. Sering
muncul kasus dimana orang-orang yang memilikikebutuhan
kekuasaan dan prestasi yang tinggi cenderung untuk tidak
begitu sukabekerjasama dengan orang lain, karena mereka
menganggap prestasi pribadi lebihpenting, sehingga hat ini
tentu mempengaruhi pihak-pihak lain dalam organisasitersebut.
c. Perbedaan Persepsi (Perception Differences)
Persepsi dan penilaian dapat menjadi penyebab terjadinya
konflik. Misalnyasaja, jika kita menganggap seseorang sebagai
ancaman, kita dapat berubah menjadidefensif terhadap orang
tersebut. Di satu sisi, ia juga menganggap kita tidakbersahabat,
sehingga potensial terjadinya konflik muncul dengan sendirinya.
Konflikjuga dapat timbul jika orang memiliki persepsi yang
salah, misalnya dengan menstereotype(mencap yang jelek)
orang lain atau mengajukan tuduhan fundamental yang salah.
Perbedaanpersepsi sering di dalam situasi yang tidak jelas atau
samar. Kurangnya informasi dan pengetahuanmengenai suatu
situasi mendorong persepsi untuk mengambil alih
dalammemberikan penilaian terhadap situasi tersebut.
2. Faktor Situasi
a. Kesempatan dan Kebutuhan Berinteraksi (Opportunity and Need
to Interaction). Kemungkinan terjadinya konflik akan sangat kecil
jika orang-orang terpisahsecara fisik dan jarang berinteraksi.
Sejalan dengan meningkatnya assosiasi diantara pihak-pihak
yang terlibat, semakin mengikat pula potensi terjadinya konflik.
Dalambentuk interaksi yang aktif dan kompleks seperti
pengambilan keputusan bersama(joint decision-making),
potensi terjadinya koflik bahkan semakin meningkat.
b. Kebutuhan untuk Berkonsensus (Need for Consensus). Sebagai
contoh, ada banyak hal di mana para manager dari departemen
yang berbeda harusmemiliki persetujuan bersama, hal ini akan
menekan konflik tingkat minimum.Tetapi banyak pula hal
dimana
tiap-tiap
bagian/unit
harus
melakukan
consensusbersama. Karena demikian banyak pihak yang terlibat
dalam masalah-masalahseperti ini, proses menuju tercapainya
konsensus seringkali didahului denganmunculnya konflik.

ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 1, Desember 2014

35

c. Ketergantungan satu pihak kepada Pihak lain (Dependency of


One Party toAnother). Dalam kasus seperti ini, jika satu pihak
gagal melaksanakan tugasnya, pihakyang lain juga terkena
akibatnya, sehingga konflik lebih sering muncul.
d. Perbedaan Status (Status Differences). Apabila seseorang
bertindak dalam cara-cara yang tidak kongruen (sebangun)
denganstatusnya, konflik dapat muncul.
e. Rintangan Komunikasi (Communication Barriers). Komunikasi
sebagai media interaksi diantara orang-orang dapat
denganmudah menjadi basis terjadinya konflik. Bisa dikatakan,
komunikasi sebagai pedangbermata dua: tidak adanya
komunikasi dapat menyebabkan terjadinya konflik, tetapidisisi
lain, komunikasi yang terjadi itu sendiri dapat menjadi potensi
terjadinyakonflik.
f. Batas-batas tanggung jawab dan Jurisdiksi yang tidak jelas
(AmbiguousResponsibilites and Jurisdictions). Orang-orang
dengan jabatan dan tanggung jawab yang jelas
dapatmengetahui apa yang dituntut dari dirinya masing-masing.
Ketika terjadiketidakjelasan tanggung jawab dan jurisdiksi,
kemungkinan terjadinya konflik jadisemakin besar.
3. Desain dan Struktur Organisasi
Desain dan struktur organisasi memberikan pengaruh
terhadap terjadinya konflik. Dalam suatu organisasi sistem yang
dibangunn misalnya sentralisasi, penjenjangan, sistem kontrol dan
lain-lain. Pembentukan struktur yang berjenjang yang dilakukan
tidak secara adil dan tranparan dapat mendorong dan sering
menjadi penyebab munculnya konflik.
Soetandyo (2008)
menyatakan, pembentukan kelas sosial atau stratifikasi dalam
masyarakat yang pada akhirnya untuk memperkuat dominasi kelas
juga berperan signifikan untuk melahirkan berbagai konflik. Oleh
karena itu dengan penguasaan melalui kelas sosial akan senantiasa
menjadi sumber yang laten juga aktual untuk dapat melahirkan
konflik jika tidak diikuti sirkulasi yang adil dalam penguasaan dan
perjalanan/sirkulasi kesejahteraan dalam kehidupan.
Konflik merupakan suatu akibat atau jalan keluar yang
ditempuh oleh perorangan atau kelompok jika antara dua pihak
atau lebih tidak menemukan solusi yang dapat diterima para
pihak. Konflik sebagai suatu kondisi dimana para pihak terdapat

36

ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 1, Desember 2014

perbedaan atas suatu keadaan atau kepentingan serta


pertentangan dapat mengemuka sebagai akibat dari beberapa
faktor. Jika dicermati dari uraian di atas, konflik dapat berkembang
karena berbagai sebab sebagai berikut:
1) Batasan pekerjaan yang tidak jelas
2) Hambatan komunikasi
3) Tekanan waktu
4) Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal
5) Pertikaian antar pribadi
6) Perbedaan status
7) Harapan yang tidak terwujud
Koentjaraningrat (1975) antropolog Indonesia mengatakan
bahwa sedikitnya ada 4 jenis sumber konflik dalam masyarakat
majemuk,yakni :
1) Adanya persaingan antara kelompok etnik dalam memperoleh
sumber kehidupan.
2) Ada kelompok etnik yang memaksakan kebudayaan kepada
kelompok etnik lainnya.
3) Ada golongan agama yang memaksakan ajarannya kepada
golongan agama lain.
4) Ada potensi konflik yang sudah mengakar dalam masyarakat.
Jenis sumber konflik yang dikemukanan Koentjaraningrat
tersebut merupakan salah satu dari sekian faktor penyebab
terjadinya konflik dari perspektif/sudut pandang antropologi.
Sumber-sumber konflik yang aktual diberbagai daerah selama ini
senantiasa berkisar empat hal tersebut.
Dalam kenyataan sosial, sumber konflik tidaklah selalu
tunggal, dapat juga adanya keterkaitan (berangkai dan adanya
keterkaitan) yang dapat berakibat berlarut-larutnya penanganan
konflik itu. Dalam situasi yang demikian kadang-kadang masih
diperparah oleh egoisme pribadi dan kelompok karena merasa
sebagai pihak yang memiliki kelebihan dalam beberapa hal dengan
menampilkan perilaku yang mengarah pada show of force. Dalam
kondisi yang demikian diperlukan wawasan tentang berbagai
model alternatif penyelesaian konflik sesuai dengan karakater/
jenis konflik.

ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 1, Desember 2014

37

Konflik sebagai suatu realitas dari hasil dari proses interaksi


antar subjek dapat terjadi apabila :
a) Adanya dua pihak atau lebih yang saling melakukan tindakan
konflik;
b) Ada issue atau alasan yang dipermasalahkan/ dipertentangkan
sebagai alasan terjadinya konflik;
c) Adanya kemauan, kesadaran, dan kemampuan dari para pihak
untuk melakukan tindakan konflik;
d) Adanya peluang yang mendorong para pihak melakukan
tindakan konflik.
D. Jenis dan Pendorong Konflik
Jenis dan pendorong terjadinya konflik yang umum dilihat dari
subjek/pihak yang berkonflik.
1. Konflik dalam diri individu.
Konflik dalam diri seseorang dapat timbul jika terjadi kasus
overload jitudimana ia dibebani dengan tanggung jawab
pekerjaan yang terlalu banyak, dandapat pula terjadi ketika
dihadapkan kepada suatu titik dimana ia harusmembuat
keputusan yang melibatkan pemilihan alternatif yang terbaik.
2. Konflik interpersonal, yang merupakan konflik antara satu
individual denganindividual yang lain.
Konflik interpersonal dapat berbentuk substantive maupun
emotional, bahkanmerupakan kasus utama dari konflik yang
dihadapi oleh para manajer dalam halhubungan interpersonal
sebagai bagian dari tugas manajerial itu sendiri
3. Konflik intergrup
Konflik intergrup merupakan hal yang tidak asing lagi bagi
organisasimanapun, dan konflik ini meyebabkan sulitnya
koordinasi dan integrasi darikegiatan yang berkaitan dengan
tugas-tugas dan pekerjaan. Dalam setiap kasus,hubungan
integrup
harus
dikelola
sebaik
mungkin
untuk
mempertahankankolaborasi
dan
menghindari
semua
konsekuensidisfungsional dari setiap konflikyang mungkin
timbul.
4. Konflik interorganisasi
Konflik ini sering dikaitkan dengan persaingan yang timbul di
antaraperusahaan-perusahaan swasta. Konflik interorganisasi

38

ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 1, Desember 2014

sebenarnya berkaitandengan isu yang lebih besar lagi,


contohnya perselisihan antara serikat buruhdengan perusahaan.
Dalam
setiap
kasus,
potensi
terjadinya
konflik
melibatkanindividual yang mewakili organisasi secara
keseluruhan, bukan hanya subunitinternal atau group.
5. Konflik antar organisasi
Konflik antar organisasi merupakan konflik yang melibatkan dua
pihak atau lebih dengan komponen yang terlibat jauh lebih
besar. Organisasi bisa berupa organisai formal maupun non
formal, misalnya antar geng, antar kelompok penganus agama
aliran tertentu dengan aliran yang lain, antar etnis tertentu
dengan etnis yang lain dan lain sebagainya.
Semakin tinggi intensitas konflik dan semakin banyak kuantitas
pihak yang terlibat semakin sulit untuk dikelola dengan baik
terkecuali dalam organisasi yang terlibat memiliki sistem dan
struktur organisasi yang ketat terhadap para anggotaanggotanya.
Sedangkan beberapa faktor pendorong terjadinya konflik
menurut Tim Sosialisasi Wasbang (2004) antara lain adalah :
a) Kehendak mengaktualisasikan issue potensial yang
dipermasalahkan dan dipertentangkan;
b) Ada peluang kelemahan terhadap norma-norma dan nilainilai etika sosial yang berlaku;
c) Pelanggaran terhadap norma-norma dan etika sosial;
d) Keterlibatan pihak ekternal (provokator, dukungan sepihak,
pransangka kehadiran dan peran);
e) Tiada figur eksternal sebagai musuh atau ancaman bersama;
f) Imbas dan pemanfaatan keadaan;
g) Akumulasi potensi konflik yang tidak tersalurkan;
h) Adanya prasangka akibat kesenjangan;
i) Adanya pertentangan pihak-pihak tertentu;
j) Adanya ambisi atau motif mendapatkan keuntungan
E. Bentuk-bentuk konflik.
Sebagaimana telah dikemukakan pada awal sub
pembahasan dia atas, konflik merupakan sesuatu yang sangat
alamiah dan lumrah. Dengan demikian konflik sebagai kenyataan
sosial tentunya tidak dapat dihilangkan atau dihindari akan tetapi

ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 1, Desember 2014

39

justru harus dikelola sebaik mungkin untuk mendapatkan resolusi


(keluaran) konflik yang positif. Pengelolaan konflik yang baik dan
tepat tentunya harus didasarkan atas hasil analisa dan kajian yang
tepat tentang objek konflik/sumber-sumber konflik, macam atau
bentuk konflik, tujuan pengelolaan konflik serta pihak-pihak yang
terlibat dan yang berkepentingan terhadap konflik.
Dalam pandangan Soekanto (2002) macam atau bentuk
pertentangan/konflik dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Pertentangan pribadi.
2. Pertentangan rasial.
3. Pertentangan antar kelas.
4. Pertentangan politik.
5. Pertentangan internasional.
Bentuk-bentuk konflik yang dikemukakan oleh Soekanto
merupakan bentuk konflik yang umum yang disarkan atas pihak
yang berkonflik yang masih memerlukan penjelasan dari setiap
bentuk. Namun begitu bentuk-bentuk tersebut merupakan realitas
berbagai bentuk konflik yang pernah terjadi selama ini.
Bentuk konflik dalam pandangan Wirawan (2010) dapat
digolongkan ke dalam beberapa kriteria, misalnya berdasarkan
latar terjadinya, parapihak terkait, maupun substansi konflik.
1. Konflik personal dan konflik interpersonal. Konflik ini
didasarkan atas jumlah pihak yang terlibat.
a. Konflik personal : konflik yang terjadi dalam diri seseorang
karena harus memilih dari sejumlah alternatif pilihan yang
ada. Konflik personal juga terjadi terhadap seseorang yang
memiliki kepribadian ganda.
b. Konflik interpersonal : Konflik yang terjadi dalam suatu
organisasi atau suatu lingkup tertentu.
2. Konflik konstruktif dan destruktif.
a. Konflik konstruktif (produktif) yakni konflik yang prosesnya
oleh para pihak mengarah pada pencarian solusi mengenai
substansi konflik. Konflik yang konstruktif ini akan
membangun atau melahirkan sesuatu yang baru yang
mempererat hubungan para pihak dan dengan
memperoleh manfaat dari konflik.
b. Konflik destruktif (kontra produktif), yakni para pihak yang
terlibat konflik tidak fleksibel atau kaku (rigid). Kakunya

40

ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 1, Desember 2014

para pihak ini dikarenakan konflik dipahami secara sempit


yakni untuk mengalahkan satu dengan yang lainnya. Konflik
destruktif akan memperjauh/merenggangkan hubungan
para pihak sehingga substansi konflik tidak dapat
ditemukan titik kesepahamannya.
3. Konflik dalam bidang kehidupan.
Konflik juga dapat dikelompokkan menurut bidang kehidupan
sebagai objek konflik. Dalam realitasnya tidak sendiri suatu
konflik dalam kehidupan itu berdiri sendiri, akan tetapi saling
berhubungan satu dengan lainnya yang ada dalam kehidupan
sehingga sangat sulit dibedakan sebagai konflik tertentu.
Pembagian konflik berikut dilakukan menurut bidang kehidupan
yang lazim dipakai untuk menelaah dan mengkaji kehidupan
bangsa Indonesia: konflik ekonomi; konflik politik; konflik
agama; konflik sosial; konflik budaya; dan konflik ras/etnik.
Konflik apapun
harus dapat ditemukan sumbernya.
Menurut Heidjrachman Ranupandojo dan Suad Husnan (2002) ada
beberapa cara yang bisa dipakai untuk menemukan konflik atau
sumbernya, yaitu :
a. Membuat prosedur penyelesaian konflik (grievance procedure)
Dengan adanya grievance procedure ini memberanikan
anggota untuk mengadu kalau dirasakan adanya ketidak adilan.
Keberanian untuk segera memberitahukan masalah, merupakan
suatu keuntungan bagi organisasi.
b. Observasi langsung
Tidak semua konflik disuarakan oleh karyawan. Oleh karena itu
ketajaman observasi dari pimpinan akan dapat mendeteksi ada
tidaknya suatu (sumber) konflik, sehingga dapat segera
ditangani sebelum mengalami eskalasi.
c. Kotak saran (suggestion box)
Cara semacam ini banyak digunakan oleh perusahaan atau
lembaga-lembaga lain. Cara ini cukup efektif karena para
anggota ataupun para pengadu tidak perlu bertatap muka
dengan ketua. Bahkan bisa merahasiakan identitasnya. Namun,
lembaga juga harus hati-hati karena adanya kemungkinan
fitnah dari kotak saran tersebut.
d. Politik pintu terbuka

ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 1, Desember 2014

41

Politik pintu terbuka memang sering diumumkan, tetapi


hasilnya sering tidak memuaskan. Hal ini sering terjadi karena
pihak pimpinan tidak sungguh-sungguh dalam membuka
pintunya. Paling tidak ini dirasakan oleh karyawan. Juga adanya
keseganan dari pihak karyawan sering menjadi penghalang
terhadap keberhasilan cara semacam ini.
e. Mengangkat konsultan personalia
Konsultan personalia pada umumnya seorang ahli dalam bidang
psikologi dan biasanya merupakan staf dari bagian personalia.
Kadang-kaang karyawan segan pergi menemui atasannya, tetapi
bisa menceritakan kesulitannya pada konsultan psikologi ini.
f. Mengangkat ombudsman
Ombudsman adalah orang yang bertugas membantu
mendengarkan kesulitan-kesulitan yang ada atau dialami oleh
karyawan untuk diberitahukan kepada pimpinan. Ombudsman
biasanya adalah orang yang disegani karena kejujuran dan
keadilannya.
F. Alternatif Model dan Langkah Penyelesaian Konflik.
Dalam perspektif sosiologis, proses sosial dapat berbentuk
proses sosial yang bersifat menggabungkan (associative processes)
dan proses sosial yang menceraikan (dissociative processes). Proses
sosial yang bersifat asosiatif diarahkan pada terwujudnya nilai-nilai
seperti keadilan sosial, cinta kasih, kerukunan, solidaritas,
kebersamaan, keharmonisan dan lain-lain. Sebaliknya proses sosial
yang bersifat dissosiatif mengarah pada terciptanyanilai-nilai
negatif atau asosial, seperti kebencian, permusuhan, egoisme,
kesombongan, pertentangan, perpecahan dan sebagainya. Prosesproses sosial asosiatif dapat dikatakan proses positif(konstruktif)
yakni yang memberikan kemanfaatan. Proses sosial yang dissosiatif
disebut juga sebagai proses negatif (destruktif) yakni yang
mengakibatkan perpecahan, permusuhan, dan perkelahian. Oleh
karena itu maka proses sosial yang asosiatif (positif) dapat
digunakan sebagai resolusi usaha untuk menyelesaikan konflik.
Dalam berbagai kajian bentuk-bentuk model penyelesaian
konflik yang lazim dipakai, yakni konsiliasi, mediasi, arbitrasi, koersi
(paksaan), dan detente. Urutan ini berdasarkan kebiasaan orang
mencari penyelesaian suatu masalah, yakni cara yang tidak formal

42

ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 1, Desember 2014

lebih dahulu, kemudian cara yang formal, jika cara pertama tidak
membawa hasil dan cara yang paling ekstrim yakni cara paksaan.
Satjipto (2010) mengilustrasikan cara informal merupakan cara
penyelesaian yang mengedepankan kebajikan para pihak
berdasarkan nilai-nilai keadilan yang telah ada yang dibangun oleh
masyarakat. Cara ini lebih mengedepankan pada upaya
menemukan keadilan berdasarkan prinsip kesetaraan dan
kepatutan dan mencegah upaya pemaksaan. Mereka diberi
kebebasan untuk menemukan cara berhukum sendiri yang selama
ini telah membentuk keharmonisan dan keadilan.
Berikut uraian beberapa model penyelesaian konflik.
a. Konsiliasi
Konsiliasi berasal dari kata Latin conciliatio atau perdamaian yaitu
suatu cara untuk mempertemukan pihak-pihak yang berselisih
guna mencapai persetujuan bersama untuk berdamai. Dalam
proses ini pihak-pihak yang berkepentingan dapat meminta
bantuan pihak ke tiga. Namun dalam hal ini pihak ketiga tidak
bertugas secara menyeluruh dan tuntas. Ia hanya memberikan
pertimbangan-pertimbangan yang dianggapnya baik kepada
kedua pihak yang berselisih untuk menghentikan sengketanya.
b. Mediasi
Mediasi berasal dari kata Latin mediatio, yaitu suatu cara
menyelesaikan
pertikaian
denganmenggunakan
seorang
pengantara (mediator). Dalam hal ini fungsi seorang mediator
hampir samadengan seorang konsiliator. Seorang mediator juga
tidak mempunyai wewenang untuk memberikankeputusan yang
mengikat; keputusannya hanya bersifat konsultatif. Pihak-pihak
yang bersengketasendirilah yang harus mengambil keputusan
untuk menghentikan perselisihan. Mediator bertindak secara
proaktif untuk mengkomunikasikan kedua pihak dan memberikan
pandangan terbaik jika para pihak dapat menyelesaikan
persoalannya. Mediator sebaiknya mampu menggiring kedua
pihak pada suatu resolusi yang memuaskan (legowo) atas
perbedaan atau pertentangan kedua pihak.
c. Arbitrasi
Arbitrasi berasal dari kata Latin arbitrium, artinya melalui
pengadilan, dengan seorang hakim (arbiter)sebagai pengambil
keputusan. Arbitrasi berbeda dengan konsilidasi dan mediasi.

ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 1, Desember 2014

43

Seorang arbiterdapat memberi keputusan yang mengikat kedua


pihak yang bersengketa, artinya keputusan seorang hakim
(arbiter)harus ditaati. Apabila salah satu pihak tidak menerima
keputusan itu, ia dapat naik banding kepadapengadilan yang
lebih tinggi sampai instansi pengadilan nasional yang tertinggi.
Orang-orang yang bersengketa tidak selalu perlu mencari
keputusan secara formal melalui pengadilan.
Dalam masalah biasa dan pada lingkup yang sempit pihak-pihak
yang bersengketa mencari seseorangatau suatu instansi swasta
sebagai arbiter. Cara yang tidak formal itu sering diambil dalam
perlombaandan pertandingan. Dalam hal ini yang bertindak
sebagai arbiter adalah wasit.
d. Koersif/Paksaan
Koersi ialah suatu cara menyelesaikan konflik pertikaian dengan
menggunakan paksaan fisik atau punpsikologis. Bila paksaan
psikologis tidak berhasil, dipakailah paksaan fisik. Pihak yang
biasamenggunakan paksaan adalah pihak yang kuat, pihak yang
merasa yakin menang, bahkan sanggupmenghancurkan pihak
lawan /musuh. Pihak inilah yang menentukan syarat-syarat untuk
menyerah danberdamai yang harus diterima pihak yang lemah.
e. Detente/Pengendoran Ketegangan
Detente berasal dari kata Perancis yang berarti mengendorkan.
Pengertian yang diambil dari duniadiplomasi ini berarti
mengurangi hubungan tegang antara dua pihak yang bertikai.
Cara ini hanyamerupakan persiapan untuk mengadakan
pendekatan dalam rangka pembicaraan tentang langkahlangkahmencapai perdamaian. Jadi hal ini belum ada
penyelesaian definitif, belum ada pihak yangdinyatakan kalah
atau menang. Dalam praktek, detente sering dipakai sebagai
peluang untukmemperkuat diri masing-masing; perang fisik
diganti dengan perang saraf. Lama masa "istirahat" itutidak
tertentu; jika masing-masing pihak merasa diri lebih kuat,
biasanya mereka tidak melangkah kemeja perundingan,
melainkan ke medan perang lagi.
G. Langkah-langkah manajemen untuk menangani Konflik.
a. Menerima dan mengidentifikasi pokok masalah yang
menimbulkanperbedaan atau ketidakpuasan. Langkah ini sangat

44

ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 1, Desember 2014

penting karena kekeliruan dalam mengetahui masalah yang


sebenarnya akan menimbulkan kekeliruan pula dalam
merumuskan cara pemecahannya.
b. Mengumpulkan keterangan/fakta
Fakta yang dikumpulkan haruslah lengkap dan akurat, tetapi
juga harus dihindari tercampurnya dengan opini atau pendapat.
Opini atau pendapat sudah dimasuki unsur subyektif. Oleh
karena itu pengumpulan fakta haruslah dilakukan dengan
cermat dan hati-hati
c. Menganalisis dan memutuskan
Dengan diketahuinya masalah dan terkumpulnya data,
manajemen haruslah mulai melakukan evaluasi terhadap
keadaan. Sering kali dari hasil analisa bisa mendapatkan
berbagai alternatif pemecahan.
d. Memberikan jawaban
Meskipun manajemen kemudian sudah memutuskan,
keputusan ini haruslah diberitahukan kepada para pihak.
f. Tindak lanjut. Langkah ini diperlukan untuk mengawasi akibat
dari keputusan yang telah diperbuat.
H. Pokok-Pokok Strategi Pengelolaan Konflik
Konflik dapat dicegah atau dikelola. Berikut pengelolaan
dan strategi terhadap konflik .
1. Disiplin: Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk
mengelola dan mencegah konflik. Mengetahui dan memahami
peraturan-peraturan yang ada dalam organisasi. Jika belum
jelas, mereka harus mencari bantuan untuk memahaminya.
2. Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan: Konflik
dapat dikelola dengan mendukung untuk mencapai tujuan
sesuai dengan pengalaman dan tahapan hidupnya. Misalnya;
Perawat junior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk
mengikuti pendidikan kejenjang yang lebih tinggi, sedangkan
bagi perawat senior yang berprestasi dapat dipromosikan
untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi.
3. Komunikasi: Suatu Komunikasi yang baik akan menciptakan
lingkungan yang kondusif. Suatu upaya yang dapat dilakukan
manajer untuk
menghindari konflik adalah dengan

ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 1, Desember 2014

45

menerapkan komunikasi yang efektif dalam kegitan sehari-hari


yang akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara hidup.
4. Mendengarkan secara aktif: Mendengarkan secara aktif
merupakan hal penting untuk mengelola konflik. Untuk
memastikan bahwa telah memiliki pemahaman yang benar,
mereka dapat merumuskan kembali permasalahan para
pegawai sebagai tanda bahwa mereka telah mendengarkan.
Adapun strategi dalam mengelola konflik secara singkat
sebagai berikut :
1. Menghindar
Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang
memicu konflik tidak terlalu penting atau jika potensi
konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan
ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang
memungkinkan
pihak-pihak
yang
berkonflik
untuk
menenangkan diri.
2. Mengakomodasi
Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi
pemecahan masalah, khususnya apabila isu tersebut penting
bagi orang lain. Hal ini memungkinkan timbulnya kerjasama
dengan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat
keputusan. Para pihak yang menjadi bagian dalam konflik
dapat mengakomodasikan pihak lain dengan menempatkan
kebutuhan pihak lain di tempat yang pertama.
3. Kompetisi
Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki
lebih banyak informasi dan keahlian yang lebih dibanding yang
lainnya atau ketika anda tidak ingin mengkompromikan nilainilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik tetapi bisa
jadi merupakan metode yang penting untuk alasan-alasan
keamanan.
4. Kompromi atau Negosiasi
Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada
waktu yang bersamaan, saling memberi dan menerima, serta
meminimalkan kekurangan semua pihak yang dapat
menguntungkan semua pihak.
I. Penutup

46

ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 1, Desember 2014

1. Konflik dalam pandangan moderen merupakan suatu yang


lumrah atau biasa terjadi dalam kehidupan manusia sebagai
ekses dari adanya interaksi dan struktur sosial. Dengan konflik
hidup dan kehidupan menjadi dinamis,oleh karena itu konflik
harus dikelola/manajemen dengan baik dan tepat untuk
menghasilkan resolusi konflik yang positif, assosiatif, integratif,
dan membawa perubahan.
2. Penyebab konflik meliputi: ketidakjelasan uraian tugas,
gangguan komunikasi, tekanan waktu, standar, kebijakan yang
tidak jelas, perbedaan status, dan harapan yang tidak tercapai.
Konflik dapat dicegah atau diatur dengan menerapkan disiplin,
komunikasi efektif, dan saling pengertian antara sesama rekan
kerja.
3. Pendekatan dalam resolusi konflik tergantung pada: a. Konflik
itu sendiri; b. Karakteristik orang-orang yang terlibat di
dalamnya; c. Keahlian individu yang terlibat dalam
penyelesaian konflik; d. Pentingnya isu yang menimbulkan
konflik; e. Ketersediaan waktu dan tenaga.
4. Berbagai model alternatif dalam mengakiri konflik: a. Konsiliasi;
b. Mediasi; c. Arbitrasi; d. Koersi; e. Detente
----DAFTAR KEPUSTAKAAN
Dalimunthe, F Ritha, Peranan Manajemen Konflik pada Suatu
Oranisasi. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/
1248/1/manajemen-ritha5.pdf
Daryanto, 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Kosa Kata Baru
Bahasa Indonesia, EYD dan Pengetahuan Umum). Apllo,
Surabaya.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia,
2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balaipustaka, Jakarta.
Heidjrachman R & Suad Husnan. 2002. Manajamen
Personalia,BPFE, Yogyakarta.
John M. Echols dan Hassan Shadily. 1993, Kamus Inggris
Indonesia (An Engglish Indonesian Dictionary). PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Koentjaraningrat, 1975. (Penyunting), Manusia dan Kebudayaan
Indonesia, Djambatan, Jakarta.

ARGUMENTUM, VOL. 14 No. 1, Desember 2014

47

Satjipto Rahardjo, 2010. Penegakan Hukum Progresif. PT. Kompas


Media Nusantara, Jakarta.
Soetandyo Wignjosubroto, 2008. Hukum Dalam Masyarakat
(Perkembangan dan Masalah, sebuah pengantar ke Arah
Kajian Sosiologi Hukum). Bayumedia Publishing, Malang.
Soerjono Soekanto, 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Cetakan ke
33, Radjawali Press, Jakarta.
Tim Sosialisasi Wawasan Kebangsaan Sekretariat Wakil Presiden
Republik Indonesia, 2004. Himpunan Modul Sosialisasi
Wawasan Kebangsaan, Jakarta.
Wirawan, 2010. Konflik dan Manajemen Konflik (Teori, Aplikasi,
dan Penelitian). Salemba Humanika, Jakarta.

Vous aimerez peut-être aussi