Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
1.
2.
3.
4.
5.
HIV AIDS
Hipopise
Diabetes mellitus
Tiroid
Hipersensitivitas
Disusun Oleh :
Yurike Herlina
NIM : 2012.129
A. AIDS- HIV
1. Konsep Dasar Penyakit
a. Pengertian
HIV (Human
Immunodeficiency Virus),
adalah virus
yang
menciptakan
lingkungan
yang
bermusuhan
terhadap
juta/menit.
Umumnya hanya bertahan hidup 2 sampai 3 hari.
Fungsinya memberikan serangan selular gelombang pertama
f.
Respon Inflamsi
Inflamsi adalah proses dimana tubuh memperbaiki jaringan yang rusak dan
mempertahankan dirinya terhadap infeksi.
dikelenjar
limfe,
limpa
dan
sumsum
tulang.
Human
Demam lama
Penurunan berat badan
Batuk
Sariawan dan nyeri menelan
Diare
Sesk nafas
Pembesaran kelenjar limfe
Penurunan kesadaran
Neuropati
Gangguan penglihatan
Enselopati
Untuk menilai apakah seseorang telah terkena HIV maka diadakan uji
antibodi HIV, hasil positif berarti bahwa yang bersangkutan telah terinfeksi HIV
dan berpotensi menularkan virus itu kepada orang lain. Hasil positif biasanya
berarti bebas dari infeksi, namun harus diingat bahwa untuk sampai mempunyai
antibodi diperlukan waktu (sampai beberapa bulan). Jika seseorang diperiksa
terhadap antibodi segera setelah terinfeksi, hasil negatif. Sebaiknya diulangi 3
sampai 6 bulan kemudian.
Infeksi HIV/AIDS berkembang melalui 4 stadium :
Stadium I : HIV
Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diiukti terjadinya perubahan serolosik
ketika antibodi terhadap virus tersebut dari negatif menjadi positif. Rentang
waktu sejak HIV masuk kedalam tubuh sampai tes antibodi terhadap HIV
menjadi positif disebut window period. Lama window period antara satu sampai
4
3 bulan, bahkan ada yang dapat berlangsung sampai 6 bulan. Umumnya pada
penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus. Bila tes antibodi menjadi positif
berarti didalam tubuh terdapat cukup zat antibodi yang dapat melawan virus
tersebut. Kesimpulan tersebut berbeda pada infeksi HIV karena adanya zat anti
didalam tubuh bukan berarti bahwa tubuh dapat melawan infeksi HIV tetapi
sebaliknya menunjukkan bahwa didalam tubuh tersebut terdapat HIV.
Stadium II : Asimtomatik
Asimtomatik berarti bahwa didalam organ tubuh terdapat HIV, tetapi tubuh tidak
menunjukkan gejala-gejala. Keadaan ini dapat berlangsung rata-rata selama 5-10
tahun. Cairan tubuh orang HIV/AIDS yang tampak sehat ini sudah dapat
menularkan HIV kepada orang lain.
Stadium III : Pembesaran Kelenjar Limfe
Fase ini ditandai dengan pembesaran limfe secara menetap dan merata (persintent
generalized limpha derepothy), tidak hanya muncul pada satu tempat dan
berlangsung lebih dari satu bulan.
Stadium IV : AIDS
Keadaan ini disertai adanya bermacam-macam penyakit, antara lain penyakit
konstitusional, penyakit saraf dan penyakit infeksi skunder.
Menurut salah satu penelitian WHO menunujukkan beberapa faktor yang
mempengaruhi cepatnya perkembangan AIDS, yaitu :
1. Semakin tua orang pengidap HIV maka semakin cepat dia akan sampai
ketahap AIDS.
2. Bayi yang terinfeksi HIV akan sampai ketahap AIDS lebih cepat dari pada
orang dewasa yang mengidap HIV.
3. Orang yang telah mempunyai gejala minor pada waktu mulai tertular HIV
(serekor versi) akan menunjukkan gejala AIDS lebih cepat dari pada orang
yang tanpa gejala.
7. Komplikasi
Pada penderita HIV/AIDS dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang berupa
infeksi oportunistik, yaitu :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Kandidiasis mulut-esofagus
Tuberculosis
Sito megalovirus
Pneuminia, pneumolystis carinii pneumonia (PCP)
Pneumonia Rekurens
Ensepalitis Toxoplasma
Herpes Simpleks
a. Kontak seksual harus dihindari dengan orang yang diketahui AIDS dan
oarang yang sering menggunakan obat bius secara intra vena.
b. Hubungan seksual dengan orang yang mempunyai teman kencan AIDS,
memberikan kemungkinan lebih besar mendapat AIDS.
c. Orang yang menggunakan intar vena dapat dikurangi dengan cara
memberantas kebiasaan buruk untuk dan melarang penggunaan jarum suntik
bersama.
d. Lingkungan merubah perilaku/megadakan penyuluhan kesehatan.
e. Ibu mengidap HIV dianjurkan tidak menyusui bayinya.
f. Untuk jangka pendek, meningkatkan kewaspadaan sendiri, mungkin dengan
deteksi AIDS dan kondomisasi kelompok mrtesiko tinggi.
10. Konsep Asuhan Keperawatan HIV AIDS
a. Pengkajian
1) Riwayat Penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan
imun. Umur kronologis pasien juga mempengaruhi imunokompetens.
Respon imun sangat tertekan pada orang yang sangat muda karena belum
berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia, atropi kelenjar timus dapat
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak penyakit kronik yang
berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes meilitus,
anemia aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang kronis,
keberadaan penyakit seperti ini harus dianggap sebagai factor penunjang
saat mengkaji status imunokompetens pasien. Berikut bentuk kelainan
hospes dan penyakit serta terapi yang berhubungan dengan kelainan
hospes :
a) Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )
Terapi radiasi, defisiensi nutrisi, penuaan, aplasia timik, limpoma,
kortikosteroid, globulin anti limfosit, disfungsi timik congenital.
b) Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)
Limfositik
leukemia
kronis,
mieloma,
hipogama
globulemia
b) Sirkulasi
Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada
cedera.
Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer,
pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
c) Integritas dan Ego
Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan
penampilan, mengingkari doagnosa, putus asa,dan sebagainya.
Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.
d) Eliminasi
Gejala : Diare intermitten, terus menerus, sering dengan atau tanpa
kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat
dan
sering,
nyeri
tekan
abdominal,
lesi
atau
abses
Pernafasan
Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk,
sesak pada dada.
Keamanan
Gejala
Riwayat
jatuh,
terbakar,pingsan,luka,transfuse
Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian,
adanya trauma AIDS
Tanda : Perubahan interaksi
m) Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala
beresiko
Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
Sel T4 helper
Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau
mendekati normal
Tes PHS
Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin
positif
(2) Budaya
Histologis, pemeriksaan sitologis urine, darah, feces, cairan
spina, luka, sputum, dan sekresi, untuk mengidentifikasi
adanya infeksi : parasit, protozoa, jamur, bakteri, viral.
(3) Neurologis
EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
b) Tes lainnya
(1) Sinar X dada
Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap
lanjut atau adanya komplikasi lain
(2) Tes Fungsi Pulmonal
Deteksi awal pneumonia interstisial
(3) Skan Gallium
Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk
pneumonia lainnya.
(4) Biopsis
Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
10
kemampuan
mendeteksi
antibody
Human
11
12
B. KELENJAR HIPOFISE
1. Definisi Kelenjar Hipofise (Pituitari)
Kelenjar Hipofise adalah suatu kelenjar yang terletak di dasar
tengkorak dibawah Hypothalamus yang memegang peranan penting dalam
sekresi hormon dari semua organ-organ endokrin. Hormon yang
diproduksi sebagai Stimulator dan provokator organ organ lain sehingga
mampu aktif. Kemampuan hipofise dalam mempengaruhi atau mengontrol
langsung aktivitas kelenjar endokrin lain menjadikan hipofise dijuluki
master of gland.
2. Anatomi Kelenjar Hipofise (Pituitari)
Hipofise terletak di sella tursika, lekukan os spenoidalis basis
cranii. Berbentuk oval dengan diameter kira-kira 1 cm dan dibagi atas dua
lobus anterior. merupakan bagian terbesar dari hipofise kira-kira 2/3
bagian dari hipofis. Lobus anterior ini juga disebut adenohipofise. Lobus
posterior, menipakan 1/3 bagian hipofise dan terdiri dari jaringan saraf
sehingga disebut juga neurohipofise. Hipofise stalk adalah struktur yang
menghubungkan lobus posterior hipofise dengan hipotalamus. Struktur ini
merupakan jaringan saraf.
Lobus intermediate (pars intermediate) adalah area diantara lobus
anterior dan posterior, fungsinya belum diketahui secara pasti, namun
beberapa referensi yang ada mengatakan lobus ini mungkin menghasilkan
melanosit stimulating hormon (MSH). Secara histologis, sel-sel kelenjar
hipofise dikelompokan berdasarkan jenis hormon yang disekresi yaitu:
a. Sel-sel somatotrof bentuknya besar, mengandung granula sekretori,
berdiameter 350-500 nm dan terletak di sayap lateral hipofise. Sel-sel
inilah yang menghasilkan hormon somatotropin atau hormon
pertumbuhan.
b. Sel-sel iactotroph juga mengandung granula sekretori, dengan diameter
27-350 nm, menghasilkan prolaktin atau laktogen.
c. Sel-sel Tirotroph berbentuk polihadral, mengar.-'ung granula sekretori
dengan diameter 50-100 nm, menghasilkan TSH.
d. Sel-sel gonadotrof diameter sel kira-kira 275-375 nm, mengandung
granula sekretori, menghasilakan FSH dan LH.
13
Prolaktin(LTH)/Lituitropik hormone
Merangsang pertumbuhan jaringan payudara dan laktasi
Pada wanita hamil ekskresinya meningkat
Merangsang kelenjar tiroid
Merangsang pertumbuhan kelenjar gondok
Thyrotropic hormone (TSH)
Berperan dalam sintesis protein
Dlm darah berikatan dgn gama globulin
Mempengaruhi pertumbuhan, maturitas, dan fungsi organ seks
14
15
nasal
atau
jalur
transkranial
(pembedahan)
Kolaborasi pemberian obat obatan seperti bromokriptin
(parlodel)
Observasi efek samping pemberian bromokriptin
Kolaborasi pemberian terapi radiasi
Awal efek samping terapi radiasi. (Nelson, 2000 : 227)
b. Klien dengan Hipofungsi Hipofise
Pengkajian keperawatan pada klien dengan kelainan ini antara lain
mencakup:
1) Riwayat penyakit masa lalu. Adakah penyakit atau trauma pada
kepala yang pernah diderita klien, serta riwayat radiasi pada
kepala.
2) Sejak kapan keluhan dirasakan. Dampa c defisiensi GH mulai
tampak pada masa balita sedang defisiensi gonadotropin nyata
pada masa praremaja.
3) Apakah keluhan terjadi sejak lahir. Tubuh kecil dan kerdil sejak
lahir terdapat pada klien kretinisme.
4) Berat dan tinggi badan saat lanir.
5) Keluhan utama klien:
Pertumbuhan lambat
Ukuran otot dan tulang kecil
Tanda-tanda seks sekunder tidak berkembang; tick ado rambut
pubis dan axilla, payudara tidak tumbuh, penis tidak tumbuh,
tidak mendapat haid, dll.
Infertilitas
Impotensia
Libido menurun
16
17
Klasifikasi
a. Diabetes Melitus Tipe 1 (DM Tipe 1)
Kekerapan DM Tipe 1 di negara barat + 10% dari DM Tipe 2. Di
negara
tropik
jauh
lebih
sedikit
lagi.
Gambaran
kliniknya
Patofisiologi
18
19
4.
kelamin.
Biasanya
kaum
laki-laki
menjadi
penderita
5.
Gambaran Klinik
20
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis DM umumnya akan dipikirkan dengan adanya gejala
khas DM berupa poliuria, polidipsia, lemas,dan berat badan turun. Gejala
lain yang mungkin dikemukakan oleh pasien adalah kesemutan, gatal,
mata kabur dan impotensia pada pasien pria,serta pruritus dan vulvae pada
pasien wanita. Jika keluhan dan gejala khas, ditemukannya pemeriksaan
glukosa darah sewaktu yang >200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis DM. Umumnya hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu yang
baru satu kali saja abnormal belum cukup untuk diagnosis klinis DM.
Kalau hasil pemeriksaan glukosa darah meragukan, pemeriksaan
TTGO diperlukan untuk konfirmasi diagnosis DM. Untuk diagnosis DM
dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam
setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa
pernah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM, baik pada 2
pemeriksaan yang berbeda ataupun adanya 2 hasil abnormal pada saat
pemeriksaan yang sama.
Cara pemeriksaan TTGO
o
o
o
o
o
7.
dan
infuse
glukosa.
Diabetisi
yang
mengalami
reaksi
22
Walaupun tidak berarti bahwa satu sama lain saling terpisah dan tidak
terjadi sekaligus bersamaan.
8.
Penatalaksanaan
Berupa:
a. Obat Hipoglikemik Oral
1) Pemicu sekresi insulin:
Sulfonilurea
Glinid
2) Penambah sensitivitas terhadap insulin:
Biguanid
Tiazolidindion
Penghambat glukosidase alfa
b. Insulin
c. Pencegahan komplikasi
Berhenti merokok
Mengoptimalkan kadar kolesterol
Menjaga berat tubuh yang stabil
Mengontrol tekanan darah tinggi
Olahraga teratur dapat bermanfaat :
Mengendalikan kadar glukosa darah
Menurunkan kelebihan berat badan (mencegah kegemukan)
Membantu mengurangi stres
Memperkuat otot dan jantung
Meningkatkan kadar kolesterol baik (HDL)
Membantu menurunkan tekanan darah
9.
Manajemen Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan
secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).
Pengkajian pasien dengan Diabetes mellitus (Doenges, 1999),
meliputi:
23
1) Aktivitas / Istirahat
Gejala : lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot
menurun.
Tanda : penurunan kekuatan otot.
2) Sirkulasi
Gejala : ulkus pada kaki, penyembuhan lama, kesemutan/kebas
pada ekstremitas.
Tanda : kulit panas, kering dan kemerahan.
3) Integritas Ego
Gejala : tergantung pada orang lain.
Tanda : ansietas, peka rangsang.
4) Eleminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria), nakturia
Tanda : urine encer, pucat kering, poliurine.
5) Makanan/cairan
Gejala : hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mengikuti diet,
penurunan berat badan.
Tanda : kulit kering/bersisik, turgor jelek.
6) Nyeri/ kenyamanan
Gejala : nyeri pada luka ulkus
Tanda : wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat hati-hati.
7) Keamanan
Gejala : kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda : demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ulserasi
8) Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : faktor risiko keluarga DM, penyakit jantung, stroke,
hipertensi, penyembuhan yang lamba. Penggunaan obatseperti
steroid, diuretik (tiazid) : diantin dan fenobarbital (dapat
meningkatkan kadar glukosa darah).
b. Diagnosa Keperawatan
24
dari
kebutuhan
tubuh
perubahan
kimia
darah,
insufisiensi
insulin,
25
Hasil :
perbaikan
26
27
28
29
30
energy
Mengatur kecepatan metabolism tubuh dan reaksi mnetabolik
Menambah sintesis asam ribunukleat (RNA), metabolism
meningkat
Keseimbangan nitrogen negative dan sintesis protein menurun
Menambah produksi panas dan menyimpan energy
Absorpsi intestinal terhadap glukosa, toleransi glukosa yang
abnormal sering ditemukan pada hipertiroidisme
31
2. Etiologi
Banyak penyebab Gondok walau sebagian besar kasus tidak diketahui
secara pasti, namun yang paling umum karena kekurangan asupan Yodium
dalam makanan sehari-hari. Membesarnya tiroid dapat juga disebabkan
pengaruh endemisitas daerah tersebut, genetik, infeksi, peradangan,
pubertas, kehamilan, laktasi, menopause, menstruasi, atau stress, kejadian
autoimun dan penyakit Graves. Pada masa-masa tersebut dapat ditemui
hiperplasi
dan
involusi
kelenjar
tiroid.
Penambahan
ini
dapat
berlanjut
dengan
berkurangnya
aliran
darah
di
daerah
imunoglobulin
(TSI).
32
Seperti
dengan
TSH,
TSI
gondok.
3) Multinodular Gondok
Individu dengan gangguan ini memiliki satu atau lebih nodul di dalam
kelenjar tiroid yang menyebabkan pembesaran. Hal ini sering
terdeteksi sebagai nodular pada kelenjar perasaan pemeriksaan fisik.
Pasien dapat hadir dengan nodul tunggal yang besar dengan nodul
kecil di kelenjar, atau mungkin tampil sebagai nodul beberapa ketika
pertama kali terdeteksi.
4) Kanker Tiroid
Thyroid dapat ditemukan dalam nodul tiroid meskipun kurang dari 5
persen dari nodul adalah kanker. Sebuah gondok tanpa nodul bukan
merupakan resiko terhadap kanker.
5) Kehamilan
Sebuah hormon yang disekresi selama kehamilan Chorionic manusia
(gonadotropin) dapat menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.
6) Tiroiditis
Peradangan dari kelenjar tiroid sendiri dapat mengakibatkan
pembesaran kelenjar tiroid. Hal ini dapat mengikuti penyakit virus atau
kehamilan
7) Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah
yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium,
8)
tyroid.
9) Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam
kol, lobak, kacang kedelai).
10) Penghambatan sintesa hormon
oleh
obat-obatan
(misalnya
33
34
obat-obatan
anti
tiroid,
anomali,
peradangan
dan
tumor/neoplasma.
Sedangkan secara fisiologis, menurut Benhard (1991) kelenjar tiroid
dapat membesar sebagai akibat peningkatan aktifitas kelenjar tiroid
sebagai upaya mengimbangi kebutuhan tubuh yang meningkat pada masa
pertumbuhan dan masa kehamilan.
Berdasarkan kejadiannya atau penyebarannya ada yang di sebut
Struma Endemis dan Sporadis. Secara sporadis dimana kasus-kasus struma
ini di jumpai menyebar diberbagai tempat atau daerah. Bila di hubungkan
dengan penyebab maka struma sporadis banyak disebabkan oleh faktor
goitrogenik, anomali dan penggunaan obat-obatan anti tiroid, peradangan
dan neoplasma. Secara endemis, dimana kasus-kasus struma ini dijumpai
pada sekelompok orang di suatu daerah tertentu, dihubungkan dengan
penyebab defisiensi jodium.
4. Manifestasi Klinis
Gejala utama :
a. Pembengkakan, mulai dari ukuran sebuah nodul kecil untuk sebuah
benjolan besar, di bagian depan leher tepat di bawah Adams apple.
b. Perasaan sesak di daerah tenggorokan.
c. Kesulitan bernapas (sesak napas), batuk, mengi (karena kompresi
d.
e.
f.
g.
h.
batang tenggorokan).
Kesulitan menelan (karena kompresi dari esofagus).
Suara serak.
Distensi vena leher.
Pusing ketika lengan dibangkitkan di atas kepala
Kelainan fisik (asimetris leher)
36
37
kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan makin
banyak tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan
pemeriksaan kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid.
Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid,
sebelum pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan
akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena
jaringan tiroid yang tersisa mungkin tidak cukup memproduksi hormon
dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan laboratorium untuk
menentukan
struma
dilakukan
3-4
minggu
setelah
tindakan
pembedahan.
b. Yodium Radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada
kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang
tidak mau dioperasi maka pemberian yodium radioaktif dapat
mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut
berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran
terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko
kanker, leukimia, atau kelainan genetic. Yodium radioaktif diberikan
dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit,
obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum
pemberian obat tiroksin.
c. Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid
Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini
diyakini bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon
TSH. Oleh karena itu untuk menekan TSH serendah mungkin
diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk mengatasi
hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar
tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah
propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol
8. Pencegahan
Ada 3 cara pencegahan yaitu dengan cara pencegahan primer, sekunder
dan tertier, antara lain :
1. Pencegahan Primer
38
yodium
dengan
cara
memberikan
garam
daerah
endemik
berat
dan
endemik
sedang.
Sasaran
pemberiannya adalah semua pria berusia 0-20 tahun dan wanita 035 tahun, termasuk wanita hamil dan menyusui yang tinggal di
daerah endemis berat dan endemis sedang. Dosis pemberiannya
bervariasi sesuai umur dan kelamin.
f) Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%)
diberikan 3 tahun sekali dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak
di atas 6 tahun 1 cc dan untuk anak kurang dari 6 tahun 0,2-0,8 cc.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mendeteksi secara dini suatu
penyakit, mengupayakan orang yang telah sakit agar sembuh,
menghambat progresifitas penyakit yang dilakukan melalui beberapa
cara yaitu :
a. Inspeksi
Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita
yang berada pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau
leher sedikit terbuka. Jika terdapat pembengkakan atau nodul, perlu
diperhatikan beberapa komponen yaitu lokasi, ukuran, jumlah
39
nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan pada saat pasien
diminta
untuk
menelan
dan
pulpasi
pada
permukaan
pembengkakan.
b. Palpasi
Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk
duduk, leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang
pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan ibu jari kedua
tangan pada tengkuk penderita.
c. Tes Fungsi Hormon
Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara
tes-tes fungsi tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya
kadar total tiroksin dan triyodotiroin serum diukur dengan
radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin
dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif. Kadar TSH plasma
dapat diukur dengan assay radioimunometrik.
Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator
fungsi tiroid. Kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya
kadar akan berada di bawah normal pada pasien peningkatan
autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal
penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan
yodium radioaktif (RAI) digunakan untuk mengukur kemampuan
kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida.
d. Foto Rontgen leher
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan
atau menyumbat trakea (jalan nafas).
e. Ultrasonografi (USG)
Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok
akan tampak di layar TV. USG dapat memperlihatkan ukuran
gondok dan kemungkinan adanya kista/nodul yang mungkin tidak
terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang dapat
didiagnosis dengan USG antara lain kista, adenoma, dan
kemungkinan karsinoma.
f. Sidikan (Scan) tiroid
Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif
bernama technetium-99m dan yodium125/yodium131 ke dalam
pembuluh darah. Setengah jam kemudian berbaring di bawah suatu
40
bahaya
penyebaran
sel-sel
ganas.
Kerugian
41
42
II.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama yang dijumpai pada klien dengan goiter
nontoksik antara lain :
1. Pola napas yang tidak efektif yang berhubungan dengan penekanan
kelenjar tiroid terhadap trachea.
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan asupan yang kurang akibat disfagia.
3. Perubahan citra diri yang berhubungan dengan perubahan bentuk
leher.
4. Ansietas yang berhubungan dengan kurang informasi tentang
penyakit dan pengobatannya, atau persepsi yang salah tentang
penyakit yang diderita.
III.
43
yang
dapat
dilakukan
klien
untuk
44
45
keluarga,
E. REAKSI HIPERSENSITIVITAS
1. Pengertian Hipersensitivitas
Pada dasarnya tubuh kita memiliki imunitas alamiah yang bersifat nonspesifik dan imunitas spesifik ialah sistem imunitas humoral yang secara aktif
diperankan oleh sel limfosit B, yang memproduksi 5 macam imunoglobulin
(IgG, IgA, IgM, IgD dan IgE) dan sistem imunitas seluler yang dihantarkan
oleh sel limfosit T, yang bila mana ketemu dengan antigen lalu mengadakan
diferensiasi dan menghasilkan zat limfokin, yang mengatur sel-sel lain untuk
menghancurkan antigen tersebut.
Bilamana suatu alergen masuk ke tubuh, maka tubuh akan mengadakan
respon. Bilamana alergen tersebut hancur, maka ini merupakan hal yang
menguntungkan, sehingga yang terjadi ialah keadaan imun. Tetapi, bilamana
merugikan,
jaringan
tubuh
menjadi
rusak,
maka
terjadilah
reaksi
melindungi
tubuh
terhadap
pengaruh
biologis
luar
dengan
47
(penyakit
yang
menyebabkan
kemampuan
fagosit
untuk
Reaksi anafilaksi
Reaksi sitotoksik
Reaksi imun kompleks
Reaksi toep lambat
Penyakit Imun
Kadang-kadang, akibat defisiensi Sel B atau Sel T, sistem imun
gagal mempertahankan tubuh dari serangan, masing-masing infeksi bakteri
atau virus, sebaliknya, pada beberapa keadaan sistem imun bereaksi
berkelebihan. Seperti pada penyakit otoimun.
Penyakit defisiensi imun muncul ketika sistem imun kurang aktif
daripada biasanya, menyebabkan munculnya infeksi. Defisiensi imun
merupakan penyebab dari penyakit genetika, seperti severe combined
immunodeficiency, atau diproduksi oleh farmaseutikal atau infeksi, seperti
sindrom defisiensi imun dapatan (AIDS) yang disebabkan oleh retrovirus
HIV. Penyakit autoimun menyebabkan sistem imun yang hiperaktif
menyerang jaringan normal seperti jaringan tersebut merupakan benda
asing. Penyakit autoimun yang umum termasuk rheumatoid arthritis,
diabetes melitus tipe 1 dan lupus erythematosus.
Respon Imun
Respon Imun Terbagi menjadi 2 yaitu :
48
atau
terluka.
Eikosanoid
termasuk
prostaglandin
yang
49
fungsi
tubuh yang
berhubungan
dengan
makin
meningkatnya usia
Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif
Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila : a)
Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang
lain),
b)
Mengisolasi
diri
atau
menarik
diri
dari
kegiatan
membawa
gangguan
lansia
kearah
keseimbangan
kerusakan
50
51
DAFTAR PUSTAKA
52