Vous êtes sur la page 1sur 21

USULAN PROPOSAL

Tinjauan Bilangan Peroksida pada Minyak Kelapa Tradisional dan Minyak Kelapa
Curah yang Beredar di Pasar Payangan

Oleh:
Ni Wayan Windy Ferina
P07134012 001

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
DIII JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Minyak goreng adalah salah satu dari sembilan bahan pokok pangan yang digunakan
hampir di seluruh lapisan masyarakat. Perkembangan penduduk yang pesat juga
mengakibatkan meningkatnya kebutuhan pangan di masyarakat. Salah satunya adalah
konsumsi minyak goreng. Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia
sebagai pengolah bahan makanan. Selain itu, minyak berperan penting dalam gizi karena
merupakan sumber energi, citarasa, serta pelarut vitamin A, D, E, dan K (Sudarmadji, 1996).
Tingginya permintaan minyak goreng di pasaran mengakibatkan banyaknya variasi
minyak goreng yang beredar dipasaran, mulai dari minyak goreng kelapa yang diolah secara
tradisional oleh masyarakat, minyak goreng kemasan pabrik, minyak goreng curah, dll. Dari
sekian banyak jenis minyak goreng masyarakat lebih sering menggunakan minyak goreng
kelapa curah yang harganya lebih terjangkau dan minyak goreng kelapa yang diolah secara
tradisional yang diyakni oleh masyarakat kualitasnya lebih bagus.
Namun pada umumnya minyak adalah suatu senyawa yang mudah mengalami
kerusakan karena peristiwa oksidasi dan hidrolitik baik enzimatik maupun non enzimatik.
Diantara kerusakan minyak yang mungkin terjadi ternyata kerusakan karena autooksidasi
yang dapat terjadi karena penyimpanan minyak, proses pengolahan minyak yang kurang baik
dan penggunaan minyak yang berulangkali. Kerusakan akibat autooksidasi minyak ini
merupakan kerusakan yang paling besar pengaruhnya terhadap cita rasa. Hasil yang
diakibatkan dari oksidasi lemak antara lain peroksida, asam lemak, aldehid dan keton. Bau
tengik atau rancid terutama disebabkan oleh aldehid dan keton. Untuk mengetahui tingkat
kerusakan minyak dapat dinyatakan sebagai angka peroksida (Feri, 2010).
Suhu dan cahaya merupakan factor yang menyebabkan terjadinya oksidasi ( Syarif &
Haryadi 1991 dan Paramita 2002) (Edwar et al, 2011). Selama penyimpanan dan distribusi

jika produk yang mengandung lemak terpapar cahaya dan suhu tinggi, maka reaksi oksidadi
akan terjadi dan menyebabkan kenaikan bilangan peroksida, dimana kenaikan bilangan
peroksida akan menyebabkan timbulnya ketengikan.
Pada umumnya senyawa peroksida mengalami dekomposisi oleh panas. Dalam jangka
waktu yang cukup lama peroksida dapat mengakibatkan destruksi beberapa macam vitamin
dalam bahan pangan berlemak. Peroksida mempercepat proses timbulnya bau tengik pada
bahan pangan dan minyak goreng. Apabila jumlah peroksida pada bahan pangan dan minyak
goreng tersebut melebihi standar mutu maka akan bersifat beracun dan tidak dapat
dikonsumsi. Jika minyak dan bahan pangan tersebut dikonsumsi, maka akan timbul gejala
diare, kelambatan pertumbuhan, pembesaran organ, deposit lemak tidak normal, kontrol tidak
sempurna pada pusat syaraf dan mempersingkat umur. Nilai gizi minyak goreng yang telah
teroksidasi lebih rendah dibandingkan dengan minyak goreng yang masih segar, sehingga
dapat mengganggu kesehatan dan pencernaan. Gangguan kesehatan yang terjadi antara lain
gatal pada tenggorokan, iritasi saluran pencernaan, dan kanker (Ketaren, 1986).
Minyak goreng tradisional, adalah minyak goreng yang diolah secara tradisonal
dengan proses pemanasan. Adanya proses pemanasan dengan suhu tinggi dan waktu yang
tidak menentu pada pembuatannya menyebabkan minyak goreng tradisional mengalami
oksidasi yang menyebabkan timbulnya bilangan peroksida. Pada penelitian ( Nur Hidayati &
Nony Puspawati) tentang
Angka Peroksida Pada Minyak Kelapa Hasil Olahan Tradisional Dan Hasil Olahan Dengan
Penambahan Buah Nanas Muda menemukan bahwa minyak goreng tradisional yang dibuat
dengan pemanasan memiliki bilangan peroksida sebesar 0,780 mg Oksigen/100g , dari kadar
maksimal menurut SNI 01-2902-1992 yaitu sebesar 5,0 mg Oksigen/100g.
Sedangkan minyak goreng curah adalah salah satu minyak olahan pabrik yang dijual
secara eceran di masyarakat dengan harga yang terjangkau. Minyak goreng curah selama ini

didistribusikan dalam bentuk tanpa kemasan yang berarti bahwa minyak goreng curah
sebelum digunakan banyak terpapar oksigen, hal tersebut sangat memungkinkan terjadinya
reaksi oksidasi (Prasetyawan, 2007; Aminah dan Isworo, 2009). Karena salah satu factor
yang menyebakan terjadinya oksidasi dan hidrolisis pada minyak adalah adanya kontak
oksigen antara produk yang mengandung minyak, sehingga menimbulkan bilangan peroksida
dan ketengikan.
Di daerah kecamatan Payangan, penggunaan minyak goreng kelapa tradisional sangat
digemari oleh masyarakat karena memiliki cita rasa yang lebih gurih dank khas. Masyarakat
gemar mengkonsumsi minyak goreng tradisional karena dianggap memiliki kualitas yang
lebih baik daripada minyak yang diolah pabrik. Selain minyak goreng tradisional masyarakat
Payangan juga gemar mengkonsumsi minyak goreng curah karena harganya murah dan dapat
dibeli eceran.
Dari latar belakang tersebut maka penulis berinisiatif untuk menganalisa kadar
bilangan peroksida pada minyak kelapa tradisional dan pada minyak goreng curah yang
beredar di pasar Payangan apakah sudah memenuhi syarat SNI.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka disusunlah rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah minyak goreng kelapa tradisional yang dijual di pasar Payangan memiliki
bilangan peroksida yang memenuhi standar SNI?
2. Apakah minyak goreng kelapa curah yang dijual di pasar Payangan
bilangan peroksida yang memenuhi standar SNI?

1.3 Tujuan Penelitian

memiliki

1.3.1 Tujuan umum


Untuk mengetahui bilangan peroksida pada minyak goreng kelapa tradisional
dan pada minyak goreng curah yang dijual di pasar Payangan apakah memenuhi
standar SNI.
1.3.2

Tujuan khusus
Mampu menganalisa kadar bilangan peroksida pada minyak goreng kelapa tradisional

dan pada minyak goreng curah yang dijual di pasar payangan.


Untuk membandingkan apakah bilngan peroksida pada minyak goreng tradisional dan
minyak goreng curah memenuhi standar SNI.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan informasi tentang kadar bilangan
peroksida pada minyak goreng tradisional dan pada minyak goreng curah dimana adanya
peroksida pada minyak menunjukan kualitas minyak tersebut.
Manfaat Teoritis

Sebagai masukan bagi ilmu kesehatan dalam bidang makanan dan minuman tentang

kadar bilangan peroksida pada minyak goreng tradisional dan minyak goreng curah.
Sebagai informasi bagi masyarakat tentang adanya bilangan peroksida pada minyak

goreng tradisional dan minyak goreng curah yang dijual di pasar Payaangan.
Diharapkan dapat memberikan informasi dan dapat dijadikan refrensi untuk
penelitian yang terkait.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Minyak Goreng

1. Pengertian Minyak Goreng

Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang
dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya digunakan untuk menggoreng
bahan makanan (Wikipedia, 2009). Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas,
penambah rasa gurih, dan penambah nilai kalori bahan pangan.

2. Jenis-Jenis Minyak Goreng


Minyak goreng dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan (Ketaren, 2005)
yaitu :
1. Berdasarkan Sifat Fisiknya, Dapat Diklasifikasikan Sebagai Berikut:
1) Minyak tidak mengering (non drying oil)
a. Tipe minyak zaitun, yaitu minyak zaitun, minyak buah persik, inti peach dan
minyak kacang.
b. Tipe minyak rape, yaitu minyak biji rape, dan minyak biji mustard.
c. Tipe minyak hewani, yaitu minyak babi, minyak ikan paus, salmon, sarden,
menhaden jap, herring, shark, dog fish, ikan lumba-lumba, dan minyak
purpoise.
2) Minyak nabati setengah mengering (semi drying oil)
a. Minyak biji kapas
b. Minyak biji bunga matahari, kapok, gandum, croton, jagung, dan urgen.
3) Minyak nabati mengering (drying oil)
a. Minyak kacang kedelai, biji karet, safflower, argemone, hemp, walnut, biji
poppy, biji karet, perilla, tung, linseed dan candle nut.

2. Berdasarkan Sumbernya Dari Tanaman, Diklasifikasikan Sebagai Berikut :

1) Biji-bijian palawija, yaitu minyak jagung, biji kapas, kacang, rape seed, wijen,
kedelai, dan bunga matahari.
2) Kulit buah tanaman tahunan, yaitu minyak zaitun dan kelapa sawit.
3) Biji-bijian dari tanaman tahunan, yaitu kelapa, cokelat, inti sawit, cohume.

3. Berdasarkan Ada Atau Tidaknya Ikatan Ganda Dalam Struktur Molekulnya,


Yakni :
1) Minyak dengan asam lemak jenuh (saturated fatty acids)
Asam lemak jenuh antara lain terdapat pada air susu ibu (asam laurat) dan
minyak kelapa. Sifatnya stabil dan tidak mudah bereaksi/berubah menjadi asam
lemak jenis lain.
2) Minyak dengan asam lemak tak jenuh tunggal (mono-unsaturated fatty
acids/MUFA) maupun majemuk (poly-unsaturated fatty acids).
Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan atom karbon rangkap yang mudah
terurai dan bereaksi dengan senyawa lain, sampai mendapatkan komposisi yang
stabil berupa asam lemak jenuh. Semakin banyak jumlah ikatan rangkap itu
(poly-unsaturated), semakin mudah bereaksi/berubah minyak tersebut.
3) Minyak dengan asam lemak trans (trans fatty acid)
Asam lemak trans banyak terdapat pada lemak hewan, margarin, mentega,
minyak terhidrogenasi, dan terbentuk dari proses penggorengan. Lemak trans
meningkatkan kadar kolesterol jahat, menurunkan kadar kolesterol baik, dan
menyebabkan bayi-bayi lahir premature.
4) Minyak goreng kelapa tradisional dan minyak goreng curah
Minyak goreng kelapa yang diolah secara konvensional oleh masyarakat
dan dijual dipasaran biasa disebut minyak goreng tradisional. Dimana minyak

goreng kelapa tradisional ini dibuat dari santan kelapa yang dididihkan dengan
api selama 2 jam untuk memisahkan minyak dari bagian steamnya. Minyak
goreng kelapa tradisional ini dibuat tanpa menggunakan bahan pengawet.
Minyak goreng curah adalah minyak kelapa yang diproses secara modern
hanya dengan proses 1 kali penyaringan.

3. Sifat-sifat Minyak Goreng


Sifat-sifat minyak goreng dibagi ke sifat fisik dan sifat kimia (Ketaren, 2005), yakni:
1. Sifat Fisik
1. Warna, terdiri dari 2 golongan, golongan pertama yaitu zat warna alamiah, yaitu
secara alamiah terdapat dalam bahan yang mengandung minyak dan ikut
terekstrak bersama minyak pada proses ekstrasi. Zat warna tersebut antara lain
dan karoten (berwarna kuning), xantofil,(berwarna kuning kecoklatan), klorofil
(berwarna kehijauan) dan antosyanin(berwarna kemerahan). Golongan kedua
yaitu zat warna dari hasil degradasi zat warna alamiah, yaitu warna gelap
disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E), warna cokelat
disebabkan oleh bahan untuk membuat minyak yang telah busuk atau rusak,
warna kuning umumnya terjadi pada minyak tidak jenuh.
2. Odor dan flavor, terdapat secara alami dalam minyak dan juga terjadi karena
pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek.
3. Kelarutan, minyak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak (castor oil), dan
minyak sedikit larut dalam alcohol,etil eter, karbon disulfide dan pelarut-pelarut
halogen.

4. Titik cair dan polymorphism, minyak tidak mencair dengan tepat pada suatu nilai
temperature tertentu. Polymorphism adalah keadaan dimana terdapat lebih dari
satu bentuk Kristal.
5. Titik didih (boiling point), titik didih akan semakin meningkat dengan bertambah
panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut.
6. Titik lunak (softening point), dimaksudkan untuk identifikasi minyak tersebut.
7. Sliping point, digunakan untuk pengenalan minyak serta pengaruh kehadiran
komponen-komponenya.
8. Shot melting point, yaitu temperature pada saat terjadi tetesan pertama dari
minyak atau lemak.
9. Bobot jenis, biasanya ditentukan pada temperature 250C , dan juga perlu
dilakukan pengukuran pada temperature 400C.
10. Titik asap, titik nyala dan titik api, dapat dilakukan apabila minyak dipanaskan.
Merupakan criteria mutu yang penting dalam hubungannya dengan minyak yang
akan digunakan untuk menggoreng.
11. Titik kekeruhan (turbidity point), ditetapkan dengan cara mendinginkan
campuran minyak dengan pelarut lemak.

2. Sifat Kimia
1. Hidrolisa, dalam reaksi hidrolisa, minyak akan diubah menjadi asam lemak bebas dan
gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat menyebabkan kerusakan minyak atau lemak
terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak tersebut.
2. Oksidasi, proses oksidasi berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen
dengan minyak. Terjadinya reaksi oksidasi akan mengakibatkan bau tengik pada
minyak dan lemak.

3. Hidrogenasi, proses hidrogenasi bertujuan untuk menumbuhkan ikatan rangkap dari


rantai karbon asam lemak pada minyak.
4. Esterifikasi, proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam-asam lemak dari
trigliserida dalam bentuk ester. Dengan menggunakan prinsip reaksi ini hidrokarbon
rantai pendek dalam asam lemak yang menyebabkan bau tidak enak, dapat ditukar
dengan rantai panjang yan bersifat tidak menguap.

4. Penggunaan dan Mutu Minyak Goreng


Setiap minyak goreng tidak boleh berbau dan sebaiknya beraroma netral. Berbeda
dengan lemak yang padat, dalam bentuk cair minyak merupakan penghantar panas yang baik.
Makanan yang digoreng tidak hanya menjadi matang, tetapi menjadi cukup tinggi panasnya
sehingga menjadi cokelat. Suhu penggorengan yang dianjurkan biasanya berkisar antara 1770

C sampai 2010C
Secara umum komponen utama minyak yang sangat menentukan mutu minyak adalah

asam lemaknya karena asam lemak menentukan sifat kimia dan stabilitas minyak. Mutu
minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk
akrolein yang menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Akrolein terbentuk dari hidrasi
gliserol. Titik asap suatu minyak goreng tergantung pada kadar gliserol bebasnya. Menurut
winarno yang dikutip dari Jonarson (2004) makin tinggi kadar gliserol makin rendah titik
asapnya, artinya minyak tersebut makin cepat berasap. Makin tinggi titik asapnya, makin baik
mutu minyak goreng itu.

5. Komposisi Minyak Goreng


Semua minyak tersusun atas unit-unit asam lemak. Jumlah asam lemak alami yang
telah diketahui ada dua puluh jenis asam lemak yang berbeda. Tidak ada satu pun minyak

atau lemak tersusun atas satu jenis asam lemak, jadi selalu dalam bentuk campurandari
banyak asam lemak. Proporsi campuran perbedaan asam-asam lemak tersebut menyebabkan
lemak dapat berbentuk cair atau padat, bersifat sehat atau membahayakan kesehatan, tahan
simpan, atau mudah tengik.
6. Faktor-faktor Pemanasan yang Dapat Menyebabkan Kerusakan minyak
1. Lamanya Minyak Kontak Dengan Panas
Berdasarkan penelitian terhadap minyak jagung, pada pemanasan 10-12 jam pertama,
bilangan iod berkurang dengan kecepatan konstan, sedangkan jumlah oksigen dalam lemak
bertambah dan selanjutnya menurun setelah pemanasan 4 jam kedua berikutnya. Kandungan
persenyawaan karbonil bertambah dalamminyak selama prose pemanasan, kemudian
berkurang sesuai dengan berkurangnya jumlah oksigen.

2. Suhu
Pengaruh suhu terhadap keruskan minyak telah diselidiki dengan menggunakan minyak
jagung yang dipanaskan selama 24 jam pada suhu 1200, 1600 dan 2000 derajat celcius.
Minyak dialiri udara pada 15 0ml/menit/kilo. Minyak yang dipanaskan pada suhu 1600 dan
2000 deajat celcius menghasilkan bilangan peroksida lebih rendah dibandingkan dengan
pemanasan pada suhu 12000C. Hal ini merupakan indikasi bahwa persenyawan peroksida
bersifat tidak stabil terhadap panas. Kenaikan nilai kekentalan dan indek bias paling besar
pada suhu 20000C, karena pada suhu tersebut jumlah senyawa polimer yang terbentuk
relative cukup besar.

3. Akselerator Oksidasi
Kecepatan aerasi juga memengang peranan penting dalam menentukan perubahanperubahan selama oksidasi thermal. Nilai kekentalan naik secara proporsional dengan

kecepatan aerasi, sedangkan bilangan iod semakin menurun dengan bertambahnya kecepatan
aerasi. Konsentrasi persenyawaan karbonil akan bertambahn dengan penurunan kecepatan
aerasi. Senyawa karbonil dalam lemak-lemak yang telah dipanaskan dapat berfungsi sebagai
pro-oksidan atau sebagai akselerator pada proses oksidasi.

B. Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang telah mengalami
oksidasi Angka peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak.
Minyak yang mengandung asam- asam lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen
yang menghasilkan suatu senyawa peroksida. Cara yang sering digunakan untuk
menentukan angka peroksida adalah dengan metoda titrasi iodometri. Penentuan besarnya
angka peroksida dilakukan dengan titrasi iodometri
Salah satu parameter penurunan mutu minyak goreng adalah bilangan peroksida
Pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah mengukur kadar peroksida dan
hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi lemak. Bilangan peroksida
yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah mengalami oksidasi, namun pada
angka yang lebih rendah bukan selalu berarti menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini.
Angka peroksida rendah bisa disebabkan laju pembentukan peroksida baru lebih kecil
dibandingkan dengan laju degradasinya menjadi senyawa lain, mengingat kadar peroksida
cepat mengalami degradasi dan bereaksi dengan zat lain Oksidasi lemak oleh oksigen terjadi
secara spontan jika bahan berlemak dibiarkan kontak dengan udara, sedangkan kecepatan
proses oksidasinya tergantung pada tipe lemak dan kondisi penyimpanan. Minyak curah
terdistribusi tanpa kemasan, paparan oksigen dan cahaya pada minyak curah lebih besar
dibanding dengan minyak kemasan. Paparan oksigen, cahaya, dan suhu tinggi merupakan
beberapa faktor yang mempengaruhi oksidasi. Penggunaan suhu tinggi selama penggorengan

memacu terjadinya oksidasi minyak. Kecepatan oksidasi lemak akan bertambah dengan
kenaikan suhu dan berkurang pada suhu rendah.
Peroksida terbentuk pada tahap inisiasi oksidasi, pada tahap ini hidrogen diambil dari
senyawa oleofin menghasikan radikal bebas. Keberadaan cahaya dan logam berperan dalam
proses pengambilan hidrogen tersebut. Radikal bebas yang terbentuk bereaksi dengan
oksigen membentuk radikal peroksi, selanjutnya dapat mengambil hidrogen dari molekul tak
jenuh lain menghasilkan peroksida dan radikal bebas yang baru.
Peroksida dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak
dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida lebih dari 100 meq peroksid/kg
minyak akan bersifat sangat beracun dan mempunyai bau yang tidak enak. Kenaikan bilangan
peroksida merupakan indikator bahwa minyak akan berbau
tengik

BAB III
KERANGKA KONSEP

Sumber minyak goreng


Oksidasi
Cara Pengolahan minyak goreng

Hidrolisis

Mutu Minyak Goreng

Dekomposisi

Penyimpanan

Bilangan peroksida
Angka Asam

Bau
Warna

: Diteliti
: Tidak diteliti

Kualitas atau mutu minyak goreng dipengaruhi oleh faktor penyimpanan, proses
pengolahan, dan sumber minyak. Dimana kualitas atau mutu suatu minyak goreng ini
diindikasikan dengan bilangan peroksida, angka asam, bau, dan warna dari minyak. Bilangan
peroksida dapat dihitung kadarnya dengan cara titrasi iodometri. Proses pengolahan minyak
goreng ada dua yaitu secara tradisional dan modern.

Variabel
1. Variabel penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Variable bebas

Variable bebas adalah variable yang mempengaruhi variable terikat


(Notoatmojo, 2010), dalam tulisan ini yang termasuk variable bebas adalah

minyak goreng tradisional, dan minyak goreng curah.


Variabel terikat
Variable terikat adalah variable yang dipengaruhi atau menjadi akibat dari
variable bebas (Notoatmojo, 2010), dalam tulisan ini yang termasuk variable

terikat adalah Bilangan Peroksida.


Variable control/kendali
Variable control/kendali adalah variable yang dapat dikendalikan sehingga
tidak akan mempengaruhi hasil dalam penelitian, contoh variable kendali

adalah alat, bahan, dan metode pemeriksaan.


Variable pengganggu
Variable penggangu adalah variable yang dapat mempengruhi hasil
pemeriksaan tetapi tidak dikontrol oleh peneliti contohnya adalah factor
penyimpanan dan suhu.

Definisi Operasional
variable

Definisi

Cara

Minyak Goreng

Minyak kelapa yang diolah

pengamatan
Pengamatan

Tradisional

secara tradisional dengan cara

dari ciri- ciri

pemanasan, dimana santan dari

fisik minyak

kelapa dipanaskan sampai

dan

bagian minyak mulai terlihat

minyak

terpisah. Lalu kemudian


diambil bagian minyak tersebut
lalu dipanaskan lagi sampai

tekstur

Skala data
ordinal

yang didapat hanya minyakMinyak Goreng

minyaknya saja.
Minyak goreng kelapa yang

Pengamatan

Curah

diolah dengan cara modern

dari ciri- ciri

hanya dengan satu kali

fisik minyak

penyaringan. Kemudian dijual

dan

tidak dalam bentuk kemasan.

minyak

Angka Peroksida

Ordinal

tekstur

Banyaknya miliequivalen

Titrasi

oksigen yang terdapat dalam

iodometri

Ordinal

1000 gram minyak atau lemak.

BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Rancangan Penelitian
Jenis rancangan penelitian pada Tinjauan Bilangan Peroksida pada Minyak Kelapa
Tradisional dan Pada Minyak Kelapa Curah yang Beredar di Pasar Payangan adalah cross
sectional. Jenis penelitian ini berusaha mempelajari dinamika hubungan atau korelasi antara
faktor-faktor risiko dengan dampak atau efeknya. Faktor risiko dan dampak atau efeknya
diobservasi pada saat yang sama, artinya setiap subyek penelitian diobservasi hanya satu kali
saja dan faktor risiko serta dampak diukur menurut keadaan atau status pada saat observasi.
Penelitian cross-sectional adalah penelitian yang dilakukan pada satu waktu dan satu kali,
tidak ada follow up, untuk mencari hubungan antara variabel independen (faktor resiko)
dengan variabel dependen (efek).

Variabel independen pada penelitian ini adalah minyak kelapa, khususnya minyak
kelapa yang diolah secara tradisional dan minyak kelapa curah yang diolah secara modern.
Sementara variable dependennya adalah bilangan peroksida pada minyak kelapa yang diolah
secara tradisional dan minyak kelapa yang diolah secara modern dengan metode titrasi
iodometri.

B. Tempat dan Waktu


1. Tempat penelitian
Penelitian ini bertempat di laboratorium Analisis Pangan fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Udayana. Pemilihan tempat didasarkan pada pertimbangan bahwa lokasi
yang dimaksud merupakan laboratorium yang memiliki sarana dan prasarana
memadai untuk melakukan pengukuran bilangan peroksida pada minyak goreng
tradisional dan minyak goreng curah.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Januari 2014 Juni 2014
C. Sampel Penelitian
1. Unit Analisis
Unit analisis dalam penelitian ini adalah minyak goreng tradisional dan
minyak goreng curah. Dalam penelitian ini terdapat dua perlakuan dan satu
control dengan masing-masing perlakuan dilakukan replikasi sebanyak dua kali
dan pengulangan sebanyak tiga kali. Untuk setiap perlakuan sampel minyak yang
diambil adalah sebanyak 200 ml dan ditampung dalam botol cokelat yang bersih
dengan tutup ulir yang dapat ditutup rapat dan disimpan dalam lemari es sampai
waktu dilakukan pemeriksaan laboratorium.

D. Alat dan Bahan, serta Cara Kerja


1. Alat dan Bahan

a. Alat
Gelas ukur, Erlenmeyer, timbangan analitik, buret,
statif, beaker glass, pipet ukur, stopwatch, pipet volume.
b. Bahan
Sampel minyak goreng tradisional, sampel minyak
goreng curah, larutan kalium iodide (KI) jenuh, asam
asetat glacial, kloroform, larutan natrium thiosulfat
0,01N, aquadest dan larutan kanji 1%.
2. Car Kerja
Prosedur pemeriksaan bilangan peroksida pada minyak goreng tradisional dan
curah dengan metode iodometri sebagai berikut:
a. Persiapan larutan
1). Larutan asam asetat kloroform
Dibuat campuran asam asetat glacial dan kloroform dengan
perbandingan 3:2 (v/v).
2). Larutan kalium iodide jenuh (KI jenuh)
Kalium iodide dilarutkan dalam air suling yang baru mendidih hingga
kondisi jenuh (adanya Kristal kalium iodide yang tidak larut).
3). Indikator larutan kanji 1%
1 gram serbuk kanji dididihkan dengan 100 ml air suling dalam gelas
beker.
4). Larutan standar natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N
Bubuk Na2S2O3.5H2O ditimbang sebanyak 25 gram kemudian
dilarutkan dengan aquadest dalam gelas beaker, dimasukan kedalam labu ukur
1L. ditambahkan 0,3gram Na2CO3 kemudian diencerkan sampai tanda batas.
Ditetapkan normalitas larutan tersebut.
5). Penetapan larutan standar natrium tiosulfat 0,1 N
Kalium iodat kering ditimbang 0,001 gram (KIO 3 BM = 214, 016,
berat equivalen 35,67) dalam 25 ml aquadest ditambahkan 2 ml H2SO4 20% dan 1 ml
KI 20%. Dibuat dalam dua kali ulangan. Larutan dititrasi dengan Na 2S2O3 hingga

warna kuning pucat, ditambahkan 1-2 mL indicator kanji (biru) dan titrasi dilanjutkan
sampai warna biru hilang. Dihitung normalitas Na2S2O3
Normaloitas natrium tiosulfat dihitung dengan menggunakan rumus:
Normalitas larutan Na2S2O3 =

gram KIO3
0,003567 x mL Na2S2O3

6). Larutan standar natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,01 N


Dilakukan pengenceran larutan standar natrium tiosulfat 0,1 N untuk
mendpatkan konsentrasi 0,01 N.
Rumus: V1 x N1 = V2 x N2
b. Pemeriksaan Bilangan Peroksida
1) Sampel minyak ditimbang sebanyak 5 gram
2) Ditambahkan 30 mL campuran asam asetat glacial dan kloroform (3:2)
larutan digoyangkan sampai sampel terlarut.
3) Setelah sampel larut, ditambahkan kalium iodide jenuh 0,5 ml dengan
pipet ukur, sambil dikocok.
4) Didiamkan selama satu menit kemudian ditambahkan 30 ml aquadest.
5) Kelebihan iod dititrasi dengan Na2S2O3 0,01 N hingga warna kuning
hampir hilang.
6) Kemudian tambahkan indicator kanji 1 % sebanyak 1 ml dan titrasi
dilanjutkan, kocok dengan kuat untuk melepaskan semua iod dari
lapisan pelarut hingga warna biru hilang.
7) Bilangan peroksida dinyatakan dalam miliequivalen dari peroksida
dalam 1000 gram sampel minyak atau lemak.

Bilangan peroksida =

mL Na2S2O3 x N Na2S2O3 x 100


Berat sampel minyak (gram)

E. Jenis, Cara, dan Instrumen Pengumpulan Data


1. Jenis data yang dikumpulkan
Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer yaitu hasil observasi secara fisik
kualitas minyak dan hasil pemeriksaan laboratorium bilangan peroksida minyak
goreng kelapa dan minyak goreng curah.
2. Cara pengumpulan data
Cara pengumpulan data dengan cara observasi dan pemeriksaan laboratorium.
Penelitian diawali dengan observasi kualitas fisik minyak goreng curah dan
tradisional yang selanjutnya dilakukan pemeriksaan bilangan peroksida dengan
menggunakan metode iodometri.
3. Instrumen pengumpulan data
Table observasi untuk mengamati kualitas fisik minyak, table hasil pengukuran
untuk mencatat hasil titrasi yang didapat serta perhitungan bilangan peroksida,
alat tulis untuk mencatat hasil pengukuran, kalkulator untuk menghitung bilangan
peroksida, stopwatch dan kamera untuk dokumentasi.
F. Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan berupa volume titrasi,
kemudian dimasukkan kedalam rumus dan dilakukan perhitungan sehingga
diperoleh kadar bilangan peroksida pada minyak goreng. Untuk setiap
perlakuannya dilakukan tiga kali ulangan dan dua kali replikasi dan
selanjutnya semua data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk table dan
narasi.

Daftar Pustaka

Aminah, S., 2010, Bilangan Peroksida Minyak Goreng Curah Dan Sifat
Organoleptik Tempe Pada Pengulangan Penggorengan, Jurnal Pangan dan Gizi
Vol. 01 tahun 2010. Available: (http: //jurnal. Unimus. Ac.id), (4 Desember
2013).
Ketaren, S., 2008, Penghantar teknologi Minyak dan Lemak Pangan, Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press)
Nur Hidayati; Nony Puspawati. 2010. Angka Peroksida Pada Minyak Kelapa
Hasil Olahan Tradisional Dan Hasil Olahan Dengan Penambahan Buah Nanas
Muda. Available: (http://www.e-jurnal.com/2014/11/angka-peroksida-padaminyak-kelapa.html)
Sintya. 2013. Perbedaan Nilai Bilangan Peroksida Pada Minyak Goreng
Berdasarkan Frekuensi Penggunaan Minyak Goreng. Karya Tulis Ilmiah
Analis Kesehatan Poltekkes Denpasar
Sudarmadji, dkk, 2003, Analisa untuk bahan Pangan dan Pertanian.
Ogyakarta: Lberty.
Winarno, F.G., 2004, Kimia Pangan dan Gizi, Jakarta: Gramedia Putaka
Utama.

Vous aimerez peut-être aussi