Vous êtes sur la page 1sur 10

ANALISA SINTESA TINDAKAN KEPERAWATAN

ANALISA GAS DARAH


DI INTENSIVE CARE UNIT RSUD BANYUMAS

Oleh:
Rizka Rahmaharyanti, S.Kep
G4D014001

KEMENTERIAN RISET DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
POGRAM PROFESI NERS
PURWOKERTO
2015
ANALISA GAS DARAH (AGD)
I. Definisi
Gas darah arteri memungkinkan untuk pengukuran pH (dan juga keseimbangan asam
basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi oksigen, dan
kelebihan atau kekurangan basa. Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas
digunakan sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang

akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai
tindakan penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa
hanya dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus
menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium
lainnya.
Pada dasarnya pH atau derajat keasaman darah tergantung pada konsentrasi ion H +
dan dapat dipertahankan dalam batas normal melalui 3 faktor, yaitu:
a. Mekanisme dapur kimia
Terdapat 4 macam dapar kimia dalam tubuh, yaitu:
1. Sistem dapar bikarbonat-asam karbonat
2. Sistem dapar fosfat
3. Sistem dapar protein
4. Sistem dapar hemoglobin
b. Mekanisme pernafasan
c. Mekanisme ginjal
Mekanismenya terdiri dari:
1. Reabsorpsi ion HCO32. Asidifikasi dari garam-garam dapur
3. ekresi ammonia
II. Langkah-langkah untuk menilai gas darah
a. Pertama-tama perhatikan pH (jika menurun klien mengalami asidemia, dengan dua
sebab asidosis metabolik atau asidosis respiratorik; jika meningkat klien mengalami
alkalemia dengan dua sebab alkalosis metabolik atau alkalosis respiratorik; ingatlah
bahwa kompensasi ginjal dan pernafasan jarang memulihkan pH kembali normal,
sehingga jika ditemukan pH yang normal meskipun ada perubahan dalam PaCO 2 dan
HCO3 mungkin ada gangguan campuran)
b. Perhatikan variable pernafasan (PaCO2 ) dan metabolik (HCO3) yang berhubungan
dengan pH untuk mencoba mengetahui apakah gangguan primer bersifat respiratorik,
metabolik atau campuran (PaCO2 normal, meningkat atau menurun; HCO3 normal,
meningkat atau menurun; pada gangguan asam basa sederhana, PaCO 2 dan HCO3
selalu berubah dalam arah yang sama; penyimpangan dari HCO 3 dan PaCO2 dalam
arah yang berlawanan menunjukkan adanya gangguan asam basa campuran)

c. Langkah berikutnya mencakup menentukan apakah kompensasi telah terjadi (hal ini
dilakukan dengan melihat nilai selain gangguan primer, jika nilai bergerak yang sama
dengan nilai primer, kompensasi sedang berjalan).
d. Buat penafsiran tahap akhir (gangguan asam basa sederhana, gangguan asam basa
campuran)
III.

Rentang nilai normal


a. Ph

: 7, 35-7, 45

b. PCO2

: 35-45 mmHg

c. PO2

: 80-100 mmHg

d. HCO3

: 22-26 mEq/L

e. TCO2

: 23-27 mmol/L

f. BE

: 0 2 mEq/L

g. Saturasi O2
IV.

: 95 % atau lebih

Tabel gangguan asam basa:


Jenis gangguan asam basa

PH

Total CO2

PCO2

Asidosis respiratorik tidak terkonpensasi

Rendah

Tinggi

Tinggi

Alkalosis respiratorik tidak terkonfensasi

Tinggi

Rendah

Rendah

Asidosis metabolic tidak terkonfensasi

Rendah

Rendah

Normal

Alkalosis metabolic tidak terkonfensasi

Tinggi

Tinggi

Rendah

Asidosis respiratorik kompensasi alkalosis metabolic

Normal

Tinggi

Normal

Alkalosis respiratorik kompensasi asidosis metabolic

Normal

Rendah

Normal

Asidosis metabolic kompensasi alkalosis respiratorik

Normal

Rendah

Rendah

Alkalosis metabolic kompensasi asidosis respiratorik

Normal

Tinggi

Tinggi

V. Klasifikasi gangguan asam basa primer dan terkompensasi:


a. Normal bila tekanan CO2 40 mmHg dan pH 7,4. Jumlah CO2 yang diproduksi dapat
dikeluarkan melalui ventilasi.
b. Alkalosis respiratorik. Bila tekanan CO2 kurang dari 30 mmHg dan perubahan pH,
seluruhnya tergantung pada penurunan tekanan CO2 di mana mekanisme
kompensasi ginjal belum terlibat, dan perubahan ventilasi baru terjadi. Bikarbonat
dan base excess dalam batas normal karena ginjal belum cukup waktu untuk

melakukan kompensasi. Kesakitan dan kelelahan merupakan penyebab terbanyak


terjadinya alkalosis respiratorik pada anak sakit kritis.
c. Asidosis respiratorik. Peningkatan tekanan CO2 lebih dari normal akibat hipoventilasi
dan dikatakan akut bila peninggian tekanan CO2 disertai penurunan pH. Misalnya,
pada intoksikasi obat, blokade neuromuskuler, atau gangguan SSP. Dikatakan kronis
bila ventilasi yang tidak adekuat disertai dengan nilai pH dalam batas normal, seperti
pada bronkopulmonari displasia, penyakit neuromuskuler, dan gangguan elektrolit
berat.
d. Asidosis metabolik yang tak terkompensasi. Tekanan CO2 dalam batas normal dan
pH di bawah 7,30. Merupakan keadaan kritis yang memerlukan intervensi dengan
perbaikan ventilasi dan koreksi dengan bikarbonat.
e. Asidosis metabolik terkompensasi. Tekanan CO2 < 30 mmHg dan pH 7,30--7,40.
Asidosis metabolik telah terkompensasi dengan perbaikan ventilasi.
f. Alkalosis metabolik tak terkompensasi. Sistem ventilasi gagal melakukan kompensasi
terhadap alkalosis metabolik ditandai dengan tekanan CO2 dalam batas normal dan
pH lebih dari 7,50 misalnya pasien stenosis pilorik dengan muntah lama.
g. Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian. Ventilasi yang tidak adekuat serta pH
lebih dari 7,50.
h. Hipoksemia yang tidak terkoreksi. Tekanan oksigen kurang dari 60 mmHg walau
telah diberikan oksigen yang adekuat
i. Hipoksemia terkoreksi. Pemberian O2 dapat mengoreksi hipoksemia yang ada
sehingga normal.
j. Hipoksemia dengan koreksi berlebihan. Jika pemberian oksigen dapat meningkatkan
tekanan oksigen melebihi normal. Keadaan ini berbahaya pada bayi karena dapat
menimbulkan retinopati of prematurity, peningkatan aliran darah paru, atau
keracunan oksigen. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan yang lain seperti
konsumsi dan distribusi oksigen.
VI.

Tujuan Analisis Gas Darah


a. Menilai tingkat keseimbangan asam dan basa
b. Mengetahui kondisi fungsi pernafasan dan kardiovaskuler
c. Menilai kondisi fungsi metabolisme tubuh

VII.

Indikasi

a. Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik


b. Pasien deangan edema pulmo
c. Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)
d. Infark miokard
e. Pneumonia
f. Klien syok
g. Post pembedahan coronary arteri baypass
h. Resusitasi cardiac arrest
i. Klien dengan perubahan status respiratori
j. Anestesi yang terlalu lama
VIII.

Lokasi pungsi arteri


a. Arteri radialis dan arteri ulnaris (sebelumnya dilakukan allens test)
b. Arteri brakialis
c. Arteri femoralis
d. Arteri tibialis posterior
e. Arteri dorsalis pedis
Arteri femoralis atau brakialis sebaiknya tidak digunakan jika masih ada alternatif
lain, karena tidak mempunyai sirkulasi kolateral yang cukup untuk mengatasi bila terjadi
spasme atau trombosis. Sedangkan arteri temporalis atau axillaris sebaiknya tidak
digunakan karena adanya risiko emboli otak.
Cara allens test:
Minta klien untuk mengepalkan tangan dengan kuat, berikan tekanan langsung pada
arteri radialis dan ulnaris, minta klien untuk membuka tangannya, lepaskan tekanan pada
arteri, observasi warna jari-jari, ibu jari dan tangan. Jari-jari dan tangan harus memerah
dalam 15 detik, warna merah menunjukkan test allens positif. Apabila tekanan dilepas,
tangan tetap pucat, menunjukkan test allens negatif. Jika pemeriksaan negatif, hindarkan
tangan tersebut dan periksa tangan yang lain.
IX.

Komplikasi
a. Apabila jarum sampai menebus periosteum tulang akan menimbulkan nyeri
b. Perdarahan
c. Cidera syaraf
d. Spasme arteri

X.

Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan AGD


a.Gelembung udara
Tekanan oksigen udara adalah 158 mmHg. Jika terdapat udara dalam sampel darah
maka ia cenderung menyamakan tekanan sehingga bila tekanan oksigen sampel
darah kurang dari 158 mmHg, maka hasilnya akan meningkat.
b.

Antikoagulan
Antikoagulan dapat mendilusi konsentrasi gas darah dalam tabung. Pemberian
heparin yang berlebihan akan menurunkan tekanan CO2, sedangkan pH tidak
terpengaruh karena efek penurunan CO2 terhadap pH dihambat oleh keasaman
heparin.

c.Metabolisme
Sampel darah masih merupakan jaringan yang hidup. Sebagai jaringan hidup, ia
membutuhkan oksigen dan menghasilkan CO2. Oleh karena itu, sebaiknya sampel
diperiksa dalam 20 menit setelah pengambilan. Jika sampel tidak langsung
diperiksa, dapat disimpan dalam kamar pendingin beberapa jam.
d.

Suhu
Ada hubungan langsung antara suhu dan tekanan yang menyebabkan tingginya PO 2
dan PCO2. Nilai pH akan mengikuti perubahan PCO2.
Nilai pH darah yang abnormal disebut asidosis atau alkalosis sedangkan nilai PCO 2
yang abnormal terjadi pada keadaan hipo atau hiperventilasi. Hubungan antara
tekanan dan saturasi oksigen merupakan faktor yang penting pada nilai oksigenasi
darah

XI.

Hal-hal yang perlu diperhatikan


a. Tindakan pungsi arteri harus dilakukan oleh perawat yang sudah terlatih
b. Spuit yang digunakan untuk mengambil darah sebelumnya diberi heparin untuk
mencegah darah membeku
c. Kaji ambang nyeri klien, apabila klien tidak mampu menoleransi nyeri, berikan
anestesi lokal
d. Bila menggunakan arteri radialis, lakukan test allent untuk mengetahui
kepatenan arteri
e. Untuk memastikan apakah yang keluar darah vena atau darah arteri, lihat darah
yang keluar, apabila keluar sendiri tanpa kita tarik berarti darah arteri

f. Apabila darah sudah berhasil diambil, goyangkan spuit sehingga darah


tercampur rata dan tidak membeku
g. Lakukan penekanan yang lama pada bekas area insersi (aliran arteri lebih deras
daripada vena)
h. Keluarkan udara dari spuit jika sudah berhasil mengambil darah dan tutup
ujung jarum dengan karet atau gabus
i. Ukur tanda vital (terutama suhu) sebelum darah diambil
j. Segera kirim ke laboratorium ( sito )
XII.

Persiapan pasien
a. Jelaskan prosedur dan tujuan dari tindakan yang dilakukan
b. Jelaskan bahwa dalam prosedur pengambilan akan menimbulkan rasa sakit
c. Jelaskan komplikasi yang mungkin timbul
d. Jelaskan tentang allens test

XIII.

Persiapan alat
a. Spuit 2 ml atau 3ml dengan jarum ukuran 22 atau 25 (untuk anak-anak) dan
nomor 20 atau 21 untuk dewasa
b. Heparin
c. Yodium-povidin
d. Penutup jarum (gabus atau karet)
e. Kasa steril
f. Kapas alkohol
g. Plester dan gunting
h. Pengalas
i. Handuk kecil
j. Sarung tangan sekali pakai
k. Obat anestesi lokal jika dibutuhkan
l. Wadah berisi es
m. Kertas label untuk nama
n. Thermometer
o. Bengkok

XIV.

Prosedur kerja

Baca status dan data klien untuk memastikan pengambilan AGD


Cek alat-alat yang akan digunakan
Cuci tangan
Beri salam dan panggil klien sesuai dengan namanya
Perkenalkan nama perawat
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien
Jelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
Tanyakan keluhan klien saat ini
Jaga privasi klien
Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur klien
Posisikan klien dengan nyaman
Pakai sarung tangan sekali pakai
Palpasi arteri radialis
Lakukan allens test
Hiperekstensikan pergelangan tangan klien di atas gulungan handuk
Raba kembali arteri radialis dan palpasi pulsasi yang paling keras dengan
menggunakan jari telunjuk dan jari tengah
Desinfeksi area yang akan dipungsi menggunakan yodium-povidin, kemudian
diusap dengan kapas alkohol
Berikan anestesi lokal jika perlu
Bilas spuit ukuran 3 ml dengan sedikit heparin 1000 U/ml dan kemudian
kosongkan spuit, biarkan heparin berada dalam jarum dan spuit
Sambil mempalpasi arteri, masukkan jarum dengan sudut 45 sambil
menstabilkan arteri klien dengan tangan yang lain
Observasi adanya pulsasi (denyutan) aliran darah masuk spuit (apabila darah
tidak bisa naik sendiri, kemungkinan pungsi mengenai vena)
Ambil darah 1 sampai 2 ml
Tarik spuit dari arteri, tekan bekas pungsi dengan menggunakan kasa 5-10 menit
Buang udara yang berada dalam spuit, sumbat spuit dengan gabus atau karet

Putar-putar spuit sehingga darah bercampur dengan heparin


Tempatkan spuit di antara es yang sudah dipecah
Ukur suhu dan pernafasan klien
Beri label pada spesimen yang berisi nama, suhu, konsentrasi oksigen yang
digunakan klien jika kilen menggunakan terapi oksigen
Kirim segera darah ke laboratorium
Beri plester dan kasa jika area bekas tusukan sudah tidak mengeluarkan darah
(untuk klien yang mendapat terapi antikoagulan, penekanan membutuhkan
waktu yang lama)
Bereskan alat yang telah digunakan, lepas sarung tangan
Cuci tangan
Kaji respon klien setelah pengambilan AGD
Berikan reinforcement positif pada klien
Buat kontrak untuk pertemuan selanjutnya
Akhiri kegiatan dan ucapkan salam
Dokumentasikan di dalam catatan keperawatan waktu pemeriksaan AGD, dari
sebelah mana darah diambil dan respon klien

DAFTAR PUSTAKA
Price, A & Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit (Vol 2).
Jakarta: EGC.

Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2002). Buku ajar keperawatan medical bedah (8 ed)(Vol 2).
Jakarta: EGC.

Vous aimerez peut-être aussi