Vous êtes sur la page 1sur 17

ASKEP HERNIA

A. Pengertian
Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ dan tempatnya yang
normal melalui sebuah defek kongenital atau yang didapat. (Long, 1996 : 246).
Hernia adalah suatu keadaan menonjolnya isi usus suatu rongga melalui lubang
(Oswari, 2000 : 216).
Hernia adalah penonjolan sebuah organ, jaringan atau struktur melewati dinding
rongga yang secara normal memang berisi bagian-bagian tersebut (Nettina, 2001 : 253).
B. Klasifikasi
Banyak sekali penjelasan mengenai klasifikasi hernia menurut macam, sifat dan
proses terjadinya. Berikut ini penjelasannya :
Macam-macam hernia :
1. Macam-macam hernia ini di dasarkan menurut letaknya,seperti :
a. Inguinalis. Hernia inguinal ini dibagi lagi menjadi :
Indirek / lateralis: Hernia ini terjadi melalui cincin inguinalis dan melewati
korda spermatikus melalui kanalis inguinalis. Ini umumnya terjadi pada pria
dari pada wanita. Insidennya tinggi pada bayi dan anak kecil. Hernia ini
dapat menjadi sangat besar dan sering turun ke skrotum. Umumnya pasien
mengatakan turun berok, burut atau kelingsir atau mengatakan adanya
benjolan di selangkangan/kemaluan. Benjolan tersebut bisa mengecil atau
menghilang pada waktu tidur dan bila menangis, mengejan atau mengangkat
benda berate tau bila posisi pasien berdiri dapat timbul kembali.

Direk / medialis: Hernia ini melewati dinding abdomen di area kelemahan


otot, tidak melalui kanal seperti pada hernia inguinalis dan femoralis indirek.
Ini lebih umum pada lansia. Hernia inguinalis direk secara bertahap terjadi
pada area yang lemah ini karena defisiensi kongenital. Hernia ini disebut
direkta karena langsung menuju anulus inguinalis eksterna sehingga
meskipun anulus inguinalis interna ditekan bila pasien berdiri atau mengejan,
tetap akan timbul benjolan. Bila hernia ini sampai ke skrotum, maka hanya
akan sampai ke bagian atas skrotum, sedangkan testis dan funikulus
spermatikus dapat dipisahkan dari masa hernia. Padapasien terlihat adanya
massa bundar pada annulus inguinalis eksterna yang mudah mengecil bila
pasien tidur. Karena besarnya defek pada dinding posterior maka hernia ini

b.

jarang sekali menjadi ireponibilis.


Femoralis : Hernia femoralis terjadi melalui cincin femoraldan lebih umum pada
wanita dari pada pria. Ini mulai sebagai penyumbat lemak di kanalis femoralis
yang membesar dan secara bertahap menarik peritoneum dan hampir tidak dapat
dihindari kandung kemih masuk kedalam kantung. Ada insiden yang tinggi dari

inkarseratadan strangulasi dengan tipe hernia ini.


c. Umbilikal : Hernia umbilikalis pada orang dewasa lebih umum pada wanita dan
karena peningkatan tekanan abdominal. Ini biasanya terjadi pada klien gemuk
dan wanita multipara. Tipe hernia ini terjadi pada sisi insisi bedah sebelumnya
yang telah sembuh secara tidak adekuat karena masalah pasca operasi seperti
infeksi,nutrisi tidak adekuat, distensi ekstrem atau kegemukan.
d. Incisional : batang usus atau organ lain menonjol melalui jaringan parut yang
lemah.
2. Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas :
a. Hernia bawaan atau kongenital
Patogenesa pada jenis hernia inguinalis lateralis (indirek):Kanalis
inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8 kehamilan,
terjadi desensus testis melalui kanal tersebut. Penurunan testis tersebut akan
menarik peritonium ke daerah skrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum
yang disebut dengan prosesus vaginalisperitonei. Pada bayi yang sudah lahir,
umumnya prosesusini telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga peruttidak
dapat melalui kanalis tersebut. Namun dalam beberapa hal, kanalis ini tidak
menutup. Karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan
lebihsering terbuka. Bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga

terbuka. Dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia
2 bulan. Bila prosesus terbuka terus (karena tidak mengalami obliterasi) akan
timbul hernia inguinalis lateralis kongenital. Pada orang tua kanalis tersebut telah
menutup. Namun karena merupakan lokus minoris resistensie, maka pada
keadaan yang menyebabkan tekanan intra-abdominal meningkat, kanal tersebut
dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis akuisita.
b. Hernia dapatan atau akuisita (acquisitus = didapat): yakni hernia yang timbul
karena berbagai faktor pemicu.
3. Menurut sifatnya, hernia dapat disebut :
a. Hernia reponibel/reducible, yaitu bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar
jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk,
tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.
b. Hernia ireponibel, yaitu bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke
dalam rongga. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peri
tonium kantong hernia. Hernia ini juga disebut hernia akreta (accretus
=perlekatan karena fibrosis). Tidak ada keluhan rasa nyeri ataupun tanda
sumbatan usus.
c. Hernia strangulata atau inkarserata (incarceratio =terperangkap, carcer = penjara),
yaitu bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia. Hernia inkarserata berarti isi
kantong terperangkap, tidak dapat kembali ke dalamr rongga perut disertai
akibatnya yang berupa gangguan pasase atau vaskularisasi. Secara klinis hernia
inkarserata lebih di maksudkan untuk hernia ireponibel dengan gangguan pasase,
sedangkan gangguan vaskularisasi disebut sebagai hernia strangulata. Hernia
strangulata mengakibatkan nekrosis dari isi abdomen di dalamnya karena tidak
mendapat darah akibat pembuluh pemasoknya terjepit. Hernia jenis ini
merupakan keadaan gawat darurat karenanya perlu mendapat pertolongan segera.
C. Etiologi / Penyebab Hernia
Hernia dapat terjadi karena ada sebagian dinding rongga lemah. Lemahnya
dinding ini mungkin merupakan cacat bawaan atau keadaan yang didapat sesudah lahir,
contoh hernia bawaan adalah hermia omphalokel yang terjadi karena sewaktu bayi lahir
tali pusatnya tidak segera berobliterasi (menutup) dan masih terbuka. Demikian pula
hernia diafragmatika. Hernia dapat diawasi pada anggota keluarga misalnya bila ayah
menderita hernia bawaan, sering terjadi pula pada anaknya.
Pada manusia umur lanjut jaringan penyangga makin melemah, manusia umur
lanjut lebih cenderung menderita hernia inguinal direkta. Pekerjaan angkat berat yang

dilakukan dalam jangka lama juga dapat melemahkan dinding perut (Oswari. 2000 :
217).
D. Tanda dan Gejala Hernia
Umumnya penderita mengeluhkan turun berok, burut atau kelingsir atau
menyatakan adanya benjolan di selakanganya/kemaluan, benjolan itu bisa mengecil atau
menghilang, dan bila menangis mengejan waktu defekasi/miksi, mengangkat benda berat
akan timbul kembali. Dapat pula ditemukan rasa nyeri pada benjolan atau gejala muntah
dan mual bila telah ada komplikasi.
1. Tampak benjolan di lipat paha.
2. Bila isinya terjepit akan menimbulkan perasaan sakit di tempat itu disertai perasaan
mual.
3. Bila terjadi hernia inguinalis stragulata perasaan sakit akan bertambah hebat serta
kulit di atasnya menjadi merah dan panas.
4. Hernia femoralis kecil mungkin berisi dinding kandung kencing sehingga
menimbulkan gejala sakit kencing (disuria) disertai hematuria (kencing darah)
disamping benjolan di bawah sela paha.
5. Hernia diafragmatika menimbulkan perasaan sakit di daerah perut disertai sasak
nafas.
6. Bila pasien mengejan atas batuk maka benjolan hernia akan bertambah besar.
7. (Oswari, 2000 : 218)

E. Pathways

F. Patofisiologi
Defek pada dinding otot mungkin kongenital karena melemahkan jaringan atau
ruang luas pada ligamen inguinal atau dapat disebabkan oleh trauma. Tekanan intra
abdominal paling umum meningkat sebagai akibat dari kehamilan atau kegemukan.
Mengangkat berat juga menyebabkan peningkatan tekanan, seperti pada batuk dan cidera
traumatik karena tekanan tumpul. Bila dua dari faktor ini ada bersama dengan kelemahan
otot, individu akan mengalami hernia.
Hernia inguinalis indirek, hernia ini terjadi melalui cincin inguinal dan melewati
korda spermatikus melalui kanalis inguinalis. Ini umumya terjadi pada pria dari pada
wanita. Insidennya tinggi pada bayi dan anak kecil. Hernia ini dapat menjadi sangat
besar dan sering turun ke skrotum.
Hernia inguinalis direk, hernia ini melewati dinding abdomen di area kelemahan
otot, tidak melalui kanal seperti pada hernia inguinalis dan femoralis indirek. Ini lebih
umum pada lansia. Hernia inguinalis direk secara bertahap terjadi pada area yang lemah
ini karena defisiensi kongenital.
Hernia femoralis, hernia femoralis terjadi melalui cincin femoral dan lebih umum
pada wanita dari pada pria. Ini mulai sebagai penyumbat lemak di kanalis femoralis yang
membesar dan secara bertahap menarik peritonium dan hampir tidak dapat dihindari
kandung kemih masuk ke dalam kantung. Ada insiden yang tinggi dari inkar serata dan
strangulasi dengan tipe hernia ini
Hernia embilikalis, hernia imbilikalis pada orang dewasa lebih umum pada
wanita dan karena peningkatan tekanan abdominal. Ini biasanya terjadi pada klien gemuk
dan wanita multipara (Ester, 2002 : 53) Hernia umbilicalis terjadi karena kegagalan
orifisium umbilikal untuk menutup (Nettina, 2001 : 253)
Bila tekanan dari cincin hernia (cincin dari jaringan otot yang dilalui oleh protusi
usus) memotong suplai darah ke segmen hernia dari usus, usus menjadi terstrangulasi.
Situasi ini adalah kedaruratan bedah karena kecuali usus terlepas, usus ini cepat menjadi
gangren karena kekurangan suplai darah (Ester, 2002 : 55).

Pembedahan sering dilakukan terhadap hernia yang besar atau terdapat resiko
tinggi untuk terjadi inkarserasi. Suatu tindakan herniorrhaphy terdiri atas tindakan
menjepit defek di dalam fascia. Akibat dan keadaan post operatif seperti peradangan,
edema dan perdarahan, sering terjadi pembengkakan skrotum. Setelah perbaikan hernia
inguinal indirek. Komplikasi ini sangat menimbulkan rasa nyeri dan pergerakan apapun
akan membuat pasien tidak nyaman, kompres es akan membantu mengurangi nyeri
(Long. 1996 : 246).
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diameter anulus inguinalis
Pemeriksaan penunjang
a. Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus/ obstruksi usus.
b. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit), peningkatan sel darah putih dan ketidak seimbangan
elektrolit.

H. Pengkajian Keperawatan pada Hernia


Aktivitas/istirahat
Gejala :
- Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat berat, duduk, mengemudi dan waktu lama
- Membutuhkan papan/matras yang keras saat tidur
- Penurunan rentang gerak dan ekstremitas pada salah satu bagian tubuh
- Tidak mampu melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan.
Tanda : Atrofi otot pada bagian tubuh yang terkena gangguan dalam berjalan

Eliminasi
Gejala : konstipasi dan adanya inkartinensia/retensi urine
Integritas Ego
Gejala : ketakutan akan timbulnya paralisis, ansietas, masalah pekerjaan finansial
keluarga
Tanda : tampak cemas, depresi, menghindar dari keluarga
Neurosensori
Gejala : kesemutan, kekakuan, kelemahan dari tangan/kaki
Tanda : penurunan reflek tendon dalam, kelemahan otot, hipotonia. Nyeri tekan/spasme otot
paravertebralis, penurunan persepsi nyeri
Kenyamanan
Gejala : nyeri seperti tertusuk pisau, yang akan semakin memburuk dengan adanya batuk,
bersin, defekasi, nyeri yang tidak ada hentinya, nyeri yang menjalar ke kaki, bokong,
bahu/lengan, kaku pada leher.
(Doenges, 1999 : 320-321)
Post Operasi
Status Pernapasan
- Frekuensi, irama dan ke dalaman
- Bunyi napas
- Efektifitas upaya batuk
Status Nutrisi

- Status bising usus, mual, muntah


Status Eliminasi
- Distensi abdomen pola BAK/BAB
Kenyamanan
- Tempat pembedahan, jalur invasif, nyeri, flatus
Kondisi Luka
- Keadaan/kebersihan balutan
- Tanda-tanda peradangan
- drainage
Aktifitas
- Tingkat kemandirian dan respon terhadap aktivitas
Penatalaksanaan Hernia
- Pada hernia inguinalis lateralis reponibilis maka dilakukan tindakan bedah efektif karena
ditakutkan terjadi komplikasi.
- Pada yang ireponibilis, maka diusahakan agar isi hernia dapat dimasukkan kembali. Pasien
istirahat baring dan dipuasakan atau mendapat diit halus. Dilakukan tekanan yang kontinyu
pada benjolan misalnya dengan bantal pasir. Baik juga dilakukan kompres es untuk
mengurangi pembengkakan. Lakukan usaha ini berulang-ulang sehingga isi hernia masuk
untuk kemudian dilakukan bedah efektif di kemudian hari atau menjadi inkarserasi.
- Pada inkerserasi dan strangulasi maka perlu dilakukan bedah darurat.
Tindakan bedah pada hernia ini disebut herniotomi (memotong hernia dan herniorafi
(menjahit kantong hernia). Pada bedah efektif manalis dibuka, isi hernia dimasukkan,kantong
diikat dan dilakukan bassin plasty untuk memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.

Pada bedah darurat, maka prinsipnya seperti bedah efektif. Cincin hernia langsung dicari dan
dipotong. Usus dilihat apakah vital/tidak. Bila tidak dikembalikan ke rongga perut dan bila
tidak dilakukan reseksi usus dan anastomois end to end.
a. Hernia yang terstrangulasi atau inkarserata dapat secara mekanis berkurang. Suatu
penokong dapat digunakan untuk mempertahankan hernia berkurang. Penyokong ini adalah
bantalan yang diikatkan ditempatnya dengan sabuk. Bantalan ditempatkan di atas hernia
setelah hernia dikurangi dan dibiarkan ditempatnya untuk mencegah hernia dan kekambuhan.
Klien harus secara cermat memperhatikan kulit di bawah penyokong untuk memanifestasikan
kerusakan (Long, 1996 : 246)
b. Perbaikan hernia dilakukan dengan menggunakan insisi kecil secara langsung di atas area
yang lemah. Usus ini kemudian dikembalikan ke rongga perintal, kantung hernia dibuang dan
otot ditutup dengan kencang di atas area tersebut. Hernia diregion inguinal biasanya
diperbaikan hernia saat ini dilakukan sebagai prosedur rawat jalan. (Ester,
2002 : 54).
Diagnosa Keperawatan pada Klien Hernia
1.Nyeri (khususnya dengan mengedan) yang berhubungan dengan kondisi hernia atau
intervensi pembedahan.
Hasil yang diperkirakan : dalam 1 jam intervensi, persepsi subjektif klien tentang
ketidaknyamanan menurun seperti ditunjukkan skala nyeri.
Indikator objektif seperti meringis tidak ada/menurun.
a.Kaji dan catat nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 10) dan faktor
pemberat/penghilang
b.Beritahu pasien untuk menghindari mengejan, meregang, batuk dan mengangkat benda
yang berat.
c.Ajarkan pasien pemasangan penyokong skrotum/kompres es yang sering diprogramkan
untuk membatasi edema dan mengendalikan nyeri.

e. Pantau tanda-tanda vital


f. Berikan tindakan kenyamanan, misal gosokan punggung, pembebatan insisi selama
perubahan posisi, lingkungan tenang.
g.Berikan analgesik sesuai program.
Rasional :
a. Nyeri insisi bermakna pada pasca operasi awal, diperberat oleh pergerakan, batuk, distensi
abdomen, mual.
b. Intervensi diri pada kontrol nyeri memudahkan pemulihan otot/jaringan dengan
menurunkan tegangan otot dan memperbaiki sirkulasi
c. Perdarahan pada jaringan, bengkak, inflamasi lokal atau terjadinya infeksi dapat
menyebabkan peningkatan nyeri insisi.
d. Respon autonemik meliputi perubahan pada TD, nadi dan pernapasan yang berhubungan
dengan keluhan/penghilang nyeri. Abnormalitas tanda vital terus menerus memerlukan
evaluasi lanjut.
e. Memberikan dukungan relaksasi, memfokuskan ulang perhatian, meningkatkan rasa
kontrol dan kemampuan koping.
f. Mengontrol/mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat dan meningkatkan kerjasama
dengan aturan terapeutik
2.Retensi urine (resiko terhadap hal yang sama) yang berhubungan dengan nyeri, trauma dan
penggunaan anestetik selama pembedahan abdomen. Hasil yang diperkirakan : dalam 8-10
jam pembedahan, pasien berkemih tanpa kesulitan. Haluaran urine 100 ml selama setiap
berkemih dan adekuat (kira-kira 1000-1500 ml) selama periode 24 jam.
a.Kaji dan catat distensi suprapubik atau keluhan pasien tidak dapat berkemih.
b.Pantau haluarna urine. Catat dan laporkan berkemih yang sering < 100 ml dalam suatu
waktu.

c.Permudah berkemih dengan mengimplementasikan : pada posisi normal untuk berkemih


rangsang pasien dengan mendengar air mengalir/tempatkan pada baskom hangat.
3.Kurang pengetahuan : potensial komplikasi GI yang berkenaan dengan adanya hernia dan
tindakan yang dapat mencegah kekambuhan mereka. Hasil yang diperkirakan : setelah
instruksi, pasien mengungkapkan pengetahuan tentang tanda dan gejala komplikasi GI dan
menjalankan tindakan yang diprogramkan oleh pencegahan.
a.Ajarkan pasien untuk waspada dan melaporkan nyeri berat, menetap, mual dan muntah,
demam dan distensi abdomen, yang dapat memperberat awitan inkarserasi/strangulasi usus.
b.Dorong pasien untuk mengikuti regumen medis : penggunaan dekker atau penyokong
lainnya dan menghindari mengejan meregang, konstipasi dan mengangkat benda yang berat.
c.Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi diit tinggi residu atau menggunakan suplement diet
serat untuk mencegah konstipasi, anjurkan masukan cairan sedikitnya 2-3 l/hari untuk
meningkatkan konsistensi feses lunak.
d.Beritahu pasien mekanika tubuh yang tepat untuk bergerak dan mengangkat.
2. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan hemoragi
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan peningkatan nadi, perubahan TD
postural, takipnea, dan ketakutan. Periksa balutan dan luka dengan sering selama 24 jam
terhadap tanda-tanda darah merah terang atau bengkak insisi berlebihan
b. Palpasi nadi perifer. Evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit, dan status membran
mukosa.
c. Perhatikan adanya edema
d. Pantau masukan dan haluaran (mencakup semua sumber : misal emesis, selang, diare),

perhatikan haluaran urine


e. Pantau suhu
f. Tinjau ulang penyebab pembedahan dan kemungkinan efek samping pada
keseimbangan cairan.
g. Berikan cairan, darah, albumin, elektrolit sesuai indikasi.
Rasional :
a. Tanda-tanda awal hemorasi usus dan/ atau pembentukan hematoma yang dapat
menyebabkan syok hipovotemik
b. Memberikan informasi tentang volume sirkulasi umum dan tingkat dehidrasi
c. Edema dapat terjadi karena pemindahan cairan berkenaan dengan penurunan kadar
albumen serum/protein.
d. Indikator langsung dari hidrasi/perjusi organ dan fungsi. Memberikan pedoman untuk
penggantian cairan
e. Demam rendah umum terjadi selama 24 48 jam pertama dan dapat menambah
kehilangan cairan
f. Mengeksaserbasi cairan dan kehilangan elektrolit
g. Mempertahankan volume sirkulasi dan keseimbangan elektrolit.
3. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer
Intervensi :
a. Pantau tnda-tanda vital, perhatikan peningkatan suhu.

b. Observasi penyatuan luka, karakter drainase, adanya inflamasi


c. Observasi terhadap tanda/gejala peritonitas, misal : demam, peningkatan nyeri, distensi
abdomen
d. Pertahankan perawatan luka aseptik, pertahankan balutan kering
e. Berikan obat-obatan sesuai indikasi :
Antibiotik, misal : cefazdine (Ancel)
Rasional :
a. Suhu malam hari memuncak yang kembali ke normal pada pagi hari adalah
karakteristik infeksi.
b. Perkembangan infeksi dapat memperlambat pemulihan
c. Meskipun persiapan usus dilakukan sebelum pembedahan elektif, peritonitas dapat
terjadi bila susu terganggu. Misal : ruptur pra operasi, kebocoran anastromosis (pasca
operasi) atau bila pembedahan adalah darurat/akibat dari luka kecelakaan
d. Melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggantian balutan. Balutan basah
sebagai sumbu retrogad, menyerap kontaminasi eksternal.
e. Diberikan secara profilaktik dan untuk mengatasi infeksi.
4. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna/makan-makanan
Intervensi :
a. Tinjau faktor-faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk
mencerna/makan makanan, misal : status puasa, mual.

b. Aukultasi bising usus palpasi abdomen. Catat pasase flatus.


c. Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diet dari pasien. Anjurkan pilihan makanan tinggi
protein dan vitamin C
d. Berikan cairan IU, misal : albumin. Lipid, elektrolit
Rasional :
a. Mempengaruhi pilihan intervensi
b. Menentukan kembalinya peristaltik (biasanya dalam 2 4 hari)
c. Meningkatkan kerjasama pasien dengan aturan diet, protein/vitamin C adalah
kontributor utama untuk pemeliharaan jaringan dan perbaikan. Malnutrisi adalah faktor
dalam menurunkan pertahanan terhadap infeksi
d. Memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit. Inflamasi usus, erosi mukosa,
infeksi.
5. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Intervensi :
a. Awasi respon fisiologis, misal : takipnea, palpitasi, pusing, sakit kepala, sensasi
kesemutan.
b. Dorong pernyataan takut dan ansietas : berikan umpan balik.
c. Berikan informasi akurat, nyata tentang apa yang dilakukan, misal : sensasi yang
diharapkan, prosedur biasa
d. Dorong orang terdekat tinggal dengan pasien, berespon terhadap tanda panggilan dengan
cepat. Gunakan sentuhan dan kontak mata dengan cepat

e. Tunjukkan teknik relaksasi, contoh : visualisasi, latihan napas dalam, bimbingan imajinasi
f. Berikan obat sesuai dengan indikasi, misal : Diazepam (valium), klurazepat
(Tranxene), alprazolan (Xanax)
Rasional :
a. Dapat menjadi indikatif derajat takut yang dialami pasien tetapi dapat juga
berhubungan dengan kondisi fisik/status syok
b. Membuat hubungan terapeutik. Membantu pasien menerima perasaan dan memberikan
kesempatan untuk memperjelas kesalahan konsep
c. Melibatkan pasien dalam rencana asuhan dan menurunkan ansietas yang tak perlu tentang
ketidaktahuan.
d. Membantu menurunkan takut melalui pengalaman menakutkan menjadi seorang diri.
e. Belajar cara untuk rileks dapat menurunkan takut dan ansietas
f. Sedatif/transquilizer dapat digunakan kadang-kadang untuk menurunkan ensietas dan
meningkatkan istirahat, khususnya pada pasien ulkus.
Daftar Pustaka
Kapita Selekta Kedokteran. Edisi II. Medica Aesculaplus FK UI. 1998.
Keperawatan Medikal Bedah. Swearingen. Edisi II. EGC. 2001.
Keperawatan Medikal Bedah. Charlene J. Reeves, Bayle Roux, Robin Lockhart. Penerjemah
Joko Setyono. Penerbit Salemba Media. Edisi I. 2002.
Brunner & Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol. 1, EGC, Jakarta.
Barbara C. Lag, 1996, Keperawatan Medikal Bedah Bagian I dan 3, Yayasan TAPK
Pengajaraan, Bandung.

Mansjoer, Arif dkk., 2001, Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid I, Medica Aesculapius
FKUI, Jakarta.
R. Syamsuhidayat & Wim de Jong, 2001, Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi, EGC, Jakarta.
Patrick, et all. Medical Surgical Nursing (Pathophysiological Concepts). Second Edition, J.B.
Lippincott Company. Spokane Washington. 1991. Page 1644.
Sandra M. Nettina. The Lippincott (Manual of Nursing Practice) Sixth Edition, Lippincott.
Philadelphia New York. 1996. Part II page 506 507, 524 525.

Vous aimerez peut-être aussi