Vous êtes sur la page 1sur 46

PENGARUH PIJAT OKSITOSIN TERHADAP INVOLUSI UTERI

PADA IBU POST PARTUM PERVAGINAM


DI RSUD Dr. R. KOESMA TUBAN

PROPOSAL

Oleh:
KHARISMASA HAKIKI
NIM: 10.03.2.149.0231

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NAHDLATUL ULAMA TUBAN
2014

37

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Indikator kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara menurut WHO

(World Health Organization) bisa di lihat dari angka kematian ibu selama masa
perinatal, intranatal, dan postnatal. Hal ini sesuai dengan visi yang di tetapkan
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Pemerintah Indonesia. Visi Indonesia Sehat 2015
mempunyai 8 sasaran MDGs (Millenium Developmental Goals) yang salah
satunya yaitu mengurangi angka kematian ibu. Angka kematian ibu dapat
digunakan sebagai prediktor derajat kesehatan masyarakat dan gambaran kualitas
pelayanan kesehatan di Indonesia. Angka kematian ibu melahirkan di sebabkan
oleh beberapa faktor di antaranya karena perdarahan, eklampsia, dan infeksi.
Namun yang menjadi penyebab utama tingginya AKI (Angka Kematian Ibu)
adalah perdarahan post partum (DepKes RI, 2011).
Data dari laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan
Milenium Indonesia tahun 2012, bahwa perdarahan post partum bertanggung
jawab atas 28 % Angka Kematian Ibu AKI di Indonesia. Sedangkan dari
hasil survey di Jawa Timur, perdarahan post partum bertanggung jawab atas 50%.
Angka Kematian Ibu (AKI). Berdasarkan survey awal yang di lakukan pada Bulan
Januari 2014 di RSUD Dr. R. Koesma Tuban, tahun 2013 terdapat 1162 kelahiran
pervaginam. Pada bulan januari 2014 ada 35 kelahiran pervaginam dan terdapat
sekitar 25 ibu yang mengalami perdarahan post partum. Hasil wawancara dari
petugas kesehatan, terhadap 5 ibu post partum pervaginam, 2 ibu post partum

TFU sudah tidak teraba sebelum hari ke 10 dan 3 ibu post partum TFU masih
teraba pada hari ke 10.
Perdarahan post partum dapat di sebabkan oleh berbagai hal salah satunya
yang paling sering adalah atonia uteri yang menyebabkan kontraksi uterus
menurun sehingga pembuluh darah yang melebar setelah persalinan tidak dapat
menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Perdarahan ini
dapat mengganggu proses involusi uterus dimana kontraksi uterus tidak bisa
maksimal. Involusi uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke
kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram dan uterus normalnya tidak
teraba pada hari ke 10 (dalam Anggraini, 2010). Proses ini di mulai segera setelah
plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus (dalam Ambarwati dan
Wulandari, 2008). Sehingga bila perdarahan ini terjadi secara tidak langsung akan
menyebabkan gangguan pada proses involusi uterus.
Salah satu cara mencegah perdarahan post partum bisa dengan cara
medikamentosa dan non medikamentosa. Cara non medikamentosa yaitu salah
satunya dengan melakukan pijat oksitosin (dalam Mardiyaningsih, 2010). Pijat ini
akan merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang dapat mengakibatkan
terjadinya kontraksi dan retraksi miometrium (otot lapisan tengah dari rahim)
yang bersifat proteolitis (mengerut, hancur sendiri) sehingga akan menekan
pembuluh darah yang berada di antara anyaman otot uterus setelah proses
persalinan (dalam Yersi Aprilia, 2010). Penekanan pembuluh darah tersebut akan
mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus, sehingga dapat membantu
mengurangi terjadinya perdarahan (dalam Varneys, 2003). Bila uterus
berkontraksi maka akan terjadi penurunan atau perubahan ukuran uterus yang

cepat ketika turun keluar dari abdomen dan kembali menjadi organ pelviks.
Segera setelah proses persalinan, puncak fundus kira-kira dua pertiga hingga tiga
perempat dari jalan atas diatara simfisis pubis dan umbilicus. Kemudian naik ke
tingkat umbilicus dalam beberapa jam dan bertahan hingga satu dua hari dan
kemudian secara berangsur-angsur turun ke pelviks yang secara abdominal tidak
dapat terpalpasi di atas simfisis setelah sepuluh hari.
Di RSUD Dr. R. Koesma Tuban, pijat oksitosin tidak di lakukan karena
terlalu rumit padahal pijat oksitosin dapat membantu ibu untuk mempercepat
proses involusi uteri.
Berdasarkan pemaparan di atas, selanjutnya di lakukan penelitian untuk
mengetahui lebih dalam mengenai Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Involusi
Uteri Pada Ibu Post Partum Pervaginam Di RSUD Dr. R. Koesma Tuban.

1.2

Identifikasi Masalah
Visi Indonesia sehat 2015 mempunyai 8 sasaran MDGs (Millenium

Developmental Goals) yang salah satunya yaitu mengurangi Angka Kematian Ibu
(AKI). Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) yang melahirkan di sebabkan oleh
beberapa faktor di antaranya karena perdarahan, eklampsia, dan infeksi. Namun
perdarahan post partum masih menjadi penyebab utama tingginya AKI (DepKes
RI, 2011). Berdasarkan survey awal yang di lakukan pada Bulan Januari 2014 di
RSUD Dr. R. Koesma Tuban, tahun 2013 terdapat 1162 kelahiran pervaginam.
Pada Bulan Januari 2014 ada 35 kelahiran pervaginam dan terdapat sekitar 25 ibu
yang mengalami perdarahan post partum. Hasil wawancara dari petugas

kesehatan, terhadap 5 ibu post partum pervaginam, 2 ibu post partum TFU sudah
tidak teraba sebelum hari ke 10 dan 3 ibu post partum TFU masih teraba pada
hari ke 10. Salah satu cara mempercepat involusi uteri bisa dengan cara non
medikamentosa yaitu salah satunya dengan melakukan pijat oksitosin (dalam
Mardiyaningsih, 2010). Efek fisiologis dari pijat oksitosin ini adalah merangsang
kontraksi otot polos uterus baik pada proses saat persalinan maupun setelah
persalinan (dalam Cuningham, 2006; Indiarti, 2009). Hal ini berarti bahwa involusi

uteri akan berlangsung lebih lambat bila uterus tidak dapat melakukan kontraksi
dan retraksi secara efektif (dalam Johnson, 2004). Involusi uterus merupakan
suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat
sekitar 60 gram dan uterus normalnya tidak teraba pada hari ke 10 (dalam
Anggraini, 2010).
1.3

Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian


dapat di rumuskan sebagai berikut Apakah ada Pengaruh Pijat Oksitosin
Terhadap Involusi Uteri Pada Ibu Post Partum Pervaginam Di RSUD Dr. R.
Koesma Tuban .
1.4

Tujuan Penelitian

1.4.1

Tujuan Umum
Mengetahui adanya Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Involusi Uteri Pada

Ibu Post Partum Pervaginam di RSUD Dr. R. Koesma Tuban

1.4.2

Tujuan Khusus
1) Mengetahui involusi uteri pada ibu post partum pervaginam yang di
lakukan pijat oksitosin.
2) Mengetahui involusi uteri pada ibu post partum pervaginam yang tidak
di lakukan pijat oksitosin.
3) Menganalisis pengaruh pijat oksitosin terhadap involusi uteri pada ibu

1.5

post partum pervaginam di RSUD Dr. R. Koesma Tuban.


Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Peneliti


Hasil penelitian ini di harapkan dapat meningkatkan wawasan dan
pengetahuan, serta dapat meningkatkan cara berfikir ilmiah khususnya penelitian
tentang Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Involusi Uteri Pada Ibu Post Partum
Pervaginam Di RSUD Dr. R. Koesma Tuban.
1.5.2 Bagi Institusi
Merupakan pengembangan ilmu pengetahuan dan di harapkan dapat di
gunakan sebagai masukan untuk membuat karya tulis ilmiah lebih lanjut, terutama
yang berkaitan dengan involusi uteri.

1.5.3 Bagi Masyarakat


Diharapkan hasil penelitian ini mampu menjadi wawasan atau
pengetahuan tentang proses involusi uteri pada ibu postpartum.
1.6

Ruang Lingkup

1.6.1

Ruang Lingkup Waktu


Adapun penelitian Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Involusi Uteri Pada

Ibu Post Partum Pervaginam Di RSUD Dr. R. Koesma Tuban di lakukan pada
Bulan April tahun 2014.

1.6.2

Ruang Lingkup Tempat


Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. R. Koesma Tuban pada tahun 2014.

1.6.3

Ruang Lingkup Materi


Penelitian ini berorientasi pada ilmu keperawatan maternitas.

1.7

Keaslian Penelitian
Proposal skripsi ini adalah hasil karya asli dari penulis, yang diperoleh dari

berbagai sumber yang berkaitan dengan judul yang akan penulis teliti dan dari
penelitian yang terdahulu yang judulnya hampir sama.

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Involusi


Uteri Pada Ibu Post Partum Pervaginam Di RSUD Dr.R.Koesma
Tuban
Analisa
Hasil
Data
1. Efektivitas Antara Independen: Data berskala
T test Tidak ada
Pijat Oksitosin Dan Efektivitas
nominal dan
independ perbedaan yang
Breast Care
Antara Pijat nominal Jenis
ent.
signifikan antara
Terhadap Produksi Oksitosin
penelitian yang
pijat oksitosin
Asi Pada Ibu Post
Dan Breast digunakan adalah
dan breast care
Partum Dengan
Care
desain quasy
terhadap produksi
Sectio Caesarea Di Dependen:
eksperimental
ASI pada ibu
RSUD Banyumas
Produksi Asi dengan rancangan
post partum
tahun 2013
Pada Ibu
non randomized
dengan sectio
Rithza Rinintya.
Post Partum posttest tanpa
caesarea di
Dengan
control group
RSUD
Sectio
design.
Banyumas.
Caesarea.
2. Pengaruh pijat
Independen: Data berskala
Uji
Pijat
oksitosin terhadap
nominal dan
statistik
Oksitosin
involusi uteri
nominal. Jenis
Mc
Dependen:
pada ibu post
penelitian adalah Nemar
Involusi
partum
quasy
uteri
pervaginam di
eksperimental
RSUD Dr. R.
dengan control
Koesma Tuban
group design
Kharismasa
Hakiki, 2014

No

Judul

Variabel

MetPen

Keterangan:
Rithza Rinintya melakukan penelitian tentang Efektivitas Antara Pijat
Oksitosin Dan Breast Care Terhadap Produksi Asi Pada Ibu Post Partum Dengan
Sectio Caesarea Di RSUD Banyumas tahun 2013. Data berskala nominal dan

nominal Jenis penelitian yang digunakan adalah desain quasy eksperimental dengan
rancangan non randomized posttest tanpa control group design.
Sampel berjumlah 50 orang ibu post partum yang dibagi dalam 2 kelompok, yaitu 25
treatment pijat oksitosin dan 25 treatment breast care. Analisis statistik yang
digunakan pada penelitian ini adalah analisa statistik t test independent. Hasil
menunjukkan usia rata-rata ibu 20-35 tahun (84%), lulusan SMP (30%), IRT (82%),
multipara (27%) dan pertama SC (88%). Berdasarkan hasil analisis dengan uji
statistik t test independent didapatkan bahwa nilai t hitung 0.241 < t tabel 2.01
dengan demikian Ho diterima dan Ha ditolak yang menunjukkan tidak ada
perbedaan yang signifikan antara pijat oksitosin dan breast care terhadap produksi
ASI pada ibu post partum dengan sectio caesarea di RSUD Banyumas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Nifas
2.1.1

Pengertian Masa Nifas


Masa nifas (postpartum/puerperium) berasal dari bahasa latin yaitu dari

kata puer yang artinya bayi dan parous yang berarti melahirkan. Yaitu masa
pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali
seperti pra hamil. Lama pada masa ini berkisar 6-8 minggu (dalam Sujiyatini,
2010).
Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6 minggu (dalam Sitti Saleha, 2009).
Masa nifas atau post partum adalah masa waktu antara kelahiran plasenta
dan membran yang menandai berakhirnya periode intrapartum sampai waktu

10

menuju kembalinya sistem reproduksi wanita tersebut ke kondisi tidak hamil


(dalam Vervney, 2007).
Ciri masa nifas ini adalah perubahan-perubahan yang di anggap normal
dan harus terjadi untuk memenuhi sebagian dari fungsi masa nifas yaitu
mengembalikan keadaan seperti sebelum hamil. Perubahan-perubahan yang di
anggap normal dan harus terjadi adalah involusi uterus, involusi tempat plasenta,
perubahan ligamen, perubahan pada serviks, lochia, perubahan pada vulva, vagina
dan perineum (dalam Sukarni, 2013).
Involusi adalah perubahan yang merupakan proses kembalinya alat
kandungan atau uterus dan jalan lahir setelah bayi di lahirkan sehingga mencapai
keadaan sebelum hamil. Proses involusi tersebut terjadi karena autolysis, efek
oksitosin dan ischemia miometrium (dalam Sukarni, 2013).
2.1.2 Pembagian Masa Nifas
Masa nifas di bagi menjadi 3 tahap:
1) Puerperium Dini (immediate puerperium) adalah waktu 0-24 jam post
partum. Kepulihan dimana ibu telah di perbolehkan berdiri dan berjalanjalan. Dalam agama Islam di anggap telah bersih dan boleh bekerja setelah
40 hari
2) Puerperium intermedial (early puerperium) adalah waktu 1-7 hari post
partum. Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8
minggu.
3) Remote puerperium (later puerperium) adalah waktu 1-6 minggu post
partum. Waktu yang di perlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama
bila selama hamil dan waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu
untuk sehat bisa berminggu-minggu, bulan atau tahun (dalam Anggraini,
2010).

11

2.1.3

Perubahan Fisiologi Masa Nifas


Pada masa nifas terjadi perubahan fisiologis, perubahan-perubahan yang

terjadi antara lain sebagai berikut:


1) Perubahan fisik
Ibu post partum banyak mengalami perubahan dalam tubuhnya, di
antaranya perut menjadi lembek dan dinding luar vagina membentuk
lorong lunak. Penurunan berat badan yang nyata dalam minggu pertama
yang disebabkan kehilangan cairan terutama melalui urinaria. Selain itu,
sebagai akibat pengosongan isi uterus dan kehilangan darah normal.
2) Lochea
Dengan adanya involusi uterus, maka lapisan luar dari decidua yang
mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Decidua yang mati akan
keluar bersama dengan sisa cairan. Campuran antara darah dan decidua
tersebut di namakan lochea yang biasanya berwarna merah muda atau
putih pucat.
Lochea adalah sekresi cairan rahim selama masa nifas dan
mempunyai

reaksi

basa/alkalis

yang

dapat

membuat

organisme

berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina
normal. Lochea mempunyai bau yang amis meskipun tidak terlalu
menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Lochea
terdiri dari eritrosit, peluruhan decidua, sel epitel dan bakteri. Lochea
mengalami perubahan karena proses involusi. Pengeluaran lochea dapat di
bagi berdasarkan waktu dan warnanya yaitu:
(1) Lochea rubra/merah (hari 1-3): warnanya biasanya merah berisi
darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, set-set decidua, verniks
caseosa, lanugo, dan mekoneum.

12

(2) Lochea sanguilenta (hari 3-7): berwarna merah kuning berisi darah
dan lendir.
(3) Lochea serosa (hari 7-14): adalah lokia berikutnya. Di mulai dengan
versi yang lebih pucat dari lokia rubra. Lokia ini berbentuk serum
dan berwarna merah jambu kemudian menjadi kuning atau
kecoklatan. Lochia ini terdiri dari lebih sedikit darah dan lebih
banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan laserasi
plasenta.
(4) Lochea alba (setelah 2 minggu): warnanya lebih pucat, putih
kekuningan dan lebih banyak mengandung leukosit, selaput lendir
serviks dan serabut jaringan yang mati. Makin lama akan semakin
sedikit hingga sama sekali berhenti sampai satu atau dua minggu
berikutnya.
(5) Lochea purulenta: terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau
busuk
(6) Lochea statis: lochea tidak lancar keluarnya
3) Laktasi atau pengeluaran Air Susu Ibu (ASI)
Pembentukan Air Susu Ibu (ASI) di pengaruhihormon prolaktin.
Selama

terbentukhormon

estrogen

maka

pembentukan

prolaktin

terhambat. Dengan berhentinya pengaruh estrogen setelah persalinan maka


produksi prolaktin meningkat yang menyebabkan kelenjar-kelenjar buah
dada mengeluarkan ASI. Pada hari pertama dan kedua, ASI belum di
bentuk dan pada hari ke 3-4 setelah persalinan pembentukan ASI baru di
mulai. Hormon oksitosin memegang peranan penting dalam mekanisme
pengeluaran ASI.
4) Endometrium

13

Perubahan yang terdapat pada endometrium adalah trombosis,


degenerasi dan nekrosis di tempat implantasi plasenta. Pada hari pertama
masa nifas, endometrium yang kira-kira 2-5 mm itu mempunyai
permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin. Setelah
3 hari permukaan endometrium mulai rata akibat lepasnya sel-sel yang
mengalami degenerasi. Sebagian besar endometrium terlepas, regenerasi
endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis yang memakan
waktu 2-3 minggu.
5) Involusi tempat plasenta
Setelah persalinan, tempat plasenta merupakan tempat dengan
permukaan kasar, tidak rata dan kira-kira sebesar telapak tangan. Dengan
cepat luka ini mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan
pada akhir nifas 1-2 cm. Penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali.
Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah
besar yang tersumbat oleh thrombus. Biasanya luka yang demikian
sembuh dengan menjadi parut, tetapi luka bekas plasenta tidak
meninggalkan parut. Hal ini di sebabkan karena luka ini sembuh dengan
cara di lepaskan dari dasarnya tetapi di ikuti pertumbuhan endometrium
baru di bawah permukaan luka. Endometrium ini tumbuh dari pinggir luka
dan juga dari sisa-sisa kelenjar pada dasar luka.
Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta
selama sekitar 6 minggu. Epitelium berproliferasi meluas ke dalam dari
sisi tempat ini dan dari lapisan sekitar uterus serta di bawah tempat
implantasi plasenta dari sisa-sisa kelenjar basilar endometrial di dalam

14

deciduas basalis. Pertumbuhan kelenjar ini pada hakekatnya mengikis


pembuluh darah yang membeku pada tempat implantasi plasenta yang
menyebabkannya menjadi terkelupas dan tak dipakai lagi pada
pembuangan lochea.
6) Pengerutan rahim (Involusi uteri)
Merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi sebelum
hamil. Dengan involusi uterus ini, lapisan luar dari desidua yang
mengelilingi situs plasenta akan menjadi neurotic (layu atau mati) (dalam
Sulistyawati, 2009). Involusi uterus

melibatkan reorganisasi dan

penanggalan decidua/endometrium dan pengelupasan lapisan pada tempat


implantasi plasenta sebagai tanda penurunan ukuran dan berat serta
perubahan tempat uterus, warna dan jumlah lochea.
Bila uterus tidak mengalami atau terjadi kegagalan dalam proses
involusio disebut dengan subinvolusio. Subinvolusio dapat di sebabkan
oleh infeksi dan tertinggalnya sisa plasenta atau postpartum haemorrhage
(dalam Anggraini, 2010). Fundus yang lembek atau kendur dapat
menunjukkan

atonia

atau

subinvolusi.Untuk

itu,

penting

sekali

mempertahankan kontraksi uterus selama masa awal nifas.Maka biasanya


suntikan oksitosin secara intravena atau intravaskular di berikan segera
setelah plasenta lahir (dalam Bobak, 2005). Inisiasi Menyusui Dini (IMD)
dimana membiarkan bayi di payudara ibu segera setelah lahir dalam masa
ini penting juga di lakukan, karena isapan bayi dapat merangsang
pelepasan oksitosin (dalam Maryunani, 2009).
7) Perubahan ligamen

15

Ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang sewaktu


kehamilan dan partus, setelah janin lahir berangsur-angsur menciut
kembali seperti semula. Tidak jarang ligamen rotundum menjadi kendor
yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi. Sebagian wanita
mengeluh kandungannya turun setelah melahirkan oleh karena ligamen
fasia dan jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak kendor.
8) Perubahan pada serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Perubahanperubahan yang terdapat pada serviks postpartum adalah bentuk serviks
yang akan menganga seperti corong. Bentuk ini di sebabkan oleh corpus
uteri

yangdapat

mengadakan

kontraksi

sedangkan

serviks

tidak

berkontraksi sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan


serviks uteri terbentuk semacam cincin. Warna serviks sendiri merah
kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah. Beberapa hari setelah
persalinan, ostium externum dapat dilalui oleh 2 jari dan pinggirpinggirnya tidak rata tetapi retak-retak karena robekan dalam persalinan.
Pada akhir minggu pertama hanya dapat di lalui oleh 1 jari saja dan
lingkaran retraksi berhubungan dengan bagian atas dari canalis cervikalis.
Pada serviks terbentuk sel-sel otot baru yang mengakibatkan serviks
memanjang seperti celah. Walaupun begitu, setelah involusi selesai ostium
externum tidak serupa dengan keadaannya sebelum hamil. Pada umumnya
ostium externum lebih besar, tetap ada retak-retak dan robekan-robekan
pada pinggirnya terutama pada pinggir sampingnya. Oleh karena robekan
ke samping ini, terbentuk bibir depan dan bibir belakang pada serviks.

16

Tabel 2.1 Perubahan Pada Servik


Bobot
Diameter
Waktu
Uterus
uterus
Pada
900-1000 gram 12,5 cm
akhirpersalinan
Akhir minggu
450-500 gram
7,5 cm
ke-1

Palpasi
Serviks
Lembut/lunak
2 cm

Akhir minggu ke-2

200 gram

5,0 cm

1 cm

Akhir minggu ke-6

60 gram

2,5 cm

Menyempit

TFU
Setinggi
pusat

sympisis
pusat
Tidak
teraba
Normal

9) Perubahan pada vulva, vagina dan perineum


Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang
sangat besar selama proses melahirkan bayi dan dalam beberapa hari
pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam
keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali kepada
keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan
muncul kembali sementara labia menjadi lebih menonjol.
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena
sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada
post natal hari ke-5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar
tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dari pada keadaan sebelum
melahirkan.
Ukuran vagina akan selalu lebih besar di bandingkan keadaan saat
sebelum persalinan pertama. Meskipun demikian, latihan otot perineum
dapat mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan vagina
hingga tingkat tertentu. Hal ini dapat di lakukan pada akhir puerperium
dengan latihan harian (dalam Sukarni, 2013).

17

10) Perubahan sistem pencernaan


Perubahan kadar hormon

dan

gerak

tubuh

yang

kurang

menyebabkan penurunan fungsi usus, sehingga ibu tidak merasa ingin atau
sulit BAB. Terkadang muncul wasir atau ambein pada ibu setelah
melahirkan, ini kemungkinan karena kesalahan cara mengejan saat
bersalin. Dengan memperbanyak asupan serat (buah atau sayur) dan senam
nifas akan mengurangi bahkan menghilangkan keluhan ambein ini.
Kerapkali di perlukan waktu 3-4 hari sebelum faal usus kembali normal.
Meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan namun asupan
makanan juga mengalami penurunan selama satu atau dua hari, gerak
tubuh berkurang dan usus bagian bawah sering kosong jika sebelum
melahirkan di berikan enema. Rasa sakit daerah perineum dapat
menghalangi keinginan ke belakang.
11) Perubahan sistem perkemihan
Hari pertama biasanya ibu mengalami kesulitan BAK, selain
khawatir nyeri jahitan juga karena penyempitan saluran kencing akibat
penekanan kepala bayi saat proses melahirkan. Urine dalam jumlah yang
besar akan di hasilkan dalam waktu 12-36 jam sesudah melahirkan.
Setelah plasenta di lahirkan, kadar hormon estrogen yang bersifat menahan
air akan mengalami penurunan yang mencolok. Kedaan ini menyebabkan
diuresis, ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6
minggu.
12) Perubahan sistem muskuluskeletal
Ambulasi pada umumnya di mulai 4-8 jam post partum. Ambulasi
dini sangat membantu untuk mencegah komplikasi dan mempercepat

18

proses involusi. Adaptasi sistem muskuluskeletal ibu yang terjadi selama


masa hamil berlangsung secara terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi
ini mencakup hal-hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi
dan perubahan pusat gravitasi ibu akibat pembesaran rahim. Stabilisasi
sendi lengkap pada minggu ke-6 sampai minggu ke-8 setelah wanita
melahirkan. Walaupun semua sendi lain kembali normal sebelum hamil,
kaki wanita tidak mengalami perubahan setelah melahirkan sehingga
wanita perlu sepatu berukuran lebih.
13) Perubahan endokrin
Kadar estrogen menurun 10% dalam waktu sekitar 3 jam post
partum. Progesteron turun pada hari ke 3 post partum. Kadar prolaktin
dalam darah berangsur-angsur hilang.
(1) Hormon plasenta
Selama periode pasca partum terjadi perubahan hormone yang
besar. Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan
hormon-hormon yang di produksi oleh plasenta. Hormon plasenta
menurun dengan cepat setelah persalinan. Human Chorionic
Gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan menetap sampai
10% dalam 3 jam hingga hari ke-7 postpartum dan sebagai onset
pemenuhan mamae pada hari ke-3 postpartum.
(2) Hormon oksitosin
Oksitosin di keluarkan dari kelenjar bawah otak bagian
belakang (posterior), bekerja terhadap otot uterus dan jaringan
payudara. Selama tahap ketiga persalinan, oksitosin menyebabkan
pemisahan plasenta. Kemudian seterusnya bertindak atas otot yang
menahan kontraksi, mengurangi tempat plasenta dan mencegah

19

perdarahan. Pada wanita yang memilih menyusui bayinya, isapan sang


bayi merangsang keluarnya oksitosin lagi dan ini membantu uterus
kembali ke bentuk normal dan pengeluaran air susu.
(3) Hormon pituitary
Prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak
menyusui menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH meningkat
pada fase konsentrasi folikuler pada minggu ke-3 dan LH tetap rendah
hingga ovulasi terjadi.
(4) Hypotalamik pituitary ovarium
Lamanya seorang wanita mendapat menstruasi juga di
pengaruhi oleh faktor menyusui. Seringkali menstruasi pertama ini
bersifat anovulasi karena rendahnya kadar estrogen dan progesteron.
14) Perubahan sistem kardiovaskuler dan hematologi
Setelah terjadi diuresis yang mencolok akibat penurunan kadar
estrogen, volume darah kembali kepada keadaan tidak hamil. Jumlah sel
darah merah dan hemoglobin kembali normal pada hari ke-5. Pada
persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar 300-400 cc. Bila kelahiran
melalui seksio sesarea, maka kehilangan darah dapat dua kali lipat.
Leukositosis yang meningkat dimana jumlah sel darah putih dapat
mencapai 15.000 selama persalinan akan tetap tinggi dalam beberapa hari
pertama dari masa postpartum. Jumlah sel darah putih tersebut masih bisa
naik lagi sampai 25.000 atau 30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika
wanita tersebut mengalami persalinan lama (dalam Anggraini, 2010).

16) Perubahan Psikologis


(1) Fase Taking

20

Terjadi pada hari 1-2 post partum, perhatikan ibu terhadap


kebutuhan dirinya, pasif dan tergantung. Ibu kontak dengan bayinya
bukan berarti tidak memperhatikan. Dalam fase ini yang diperlukan
ibu adalah informasi tentang bayinya, bukan cara merawat bayi.
(2) Fase Taking Hold
Fase ini berlangsung sampai kira-kira 10. Ibu berusaha
mandiri dan berinisiatif, perhatian terhadap dirinya mengatasi
tubuhnya, misalnya kelancaran miksi dan defikasi, melakukan
aktifitas duduk, jalan, belajar tentang perawatan dirinya, timbul
kurang percaya diri sehingga mudah mengatakan tidak mampu
melakukan perawatan. Pada saat ini sangat dibutuhkan sistem
pendukung terutama bagi ibu muda atau primipara karena pada fase
ini seiring dengan terjadinya post partum blues.
(3) Fase Letting Go
Dimulai sekarang minggu ke 5-6 pasca kelahiran. Tubuh
ibu telah sembuh, secara fisik ibu maupun menerima tanggung jawab
normal dan tidak lagi menerima peran sakit (dalam Saleha, 2009).
2.2 Konsep Dasar Involusi Uteri
2.2.1

Pengertian Involusi Uteri


Involusio atau pengerutan involusi uterus merupakan suatu proses di mana

uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini
di mulai setelah plasenta lahir akibat otot-otot uterus (dalam Anggraini, 2010).
Tabel 2.2 Involusi Uteri
Involusi uterus
Tinggi fundus uteri
Setelah bayi lahir
Setinggi pusat
Pada akhir kala III
Pertengahan sympisis pusat
1-2 hari
1 jari di bawah pusat
3-4 hari
2 jari di bawah pusat

21

5-6 hari
Pertengahan sympisis pusat
7-8 hari
2-3 jari di atas sympisis
9 hari
1 jari di atas sympisis
10 hari
Tidak teraba
(Anggraini, 2010).
2.2.2 Proses Involusi Uteri
Pada akhir kala III persalinan, uterus berada di garis tengah kirakira2 cm di bawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium
sakralis. Pada saat besar uterus kira-kira sama dengan besar uterus sewaktu usia
kehamilan 16 minggu dengan berat 1.000 gram (dalam Anggraini, 2010).
Peningkatan kadar estrogen dan progesteron bertanggung jawab untuk
pertumbuhan masif uterus selama masa hamil. Pertumbuhan uterus pada masa
prenatal tergantung pada hiperflasia, peningkatan jumlah sel-sel otot dan
hipertropi yaitu pembesaran sel-sel yang sudah ada. Pada masa post partum
penurunan kadar hormon-hormon ini menyebabkan terjadinya proses autolysis
(dalam Anggraini, 2010).
Kontraksi dan retraksi menyebabkan uterus berbentuk globuler, ukuran
menyusut dengan cepat. Hal ini di refleksikan dengan perubahan lokasi uterus dan
abdomen kembali ke organ panggul (dalam Anggraini, 2010).
Perubahan ini dapat di ketahui dengan melakukan pemeriksaan palpasi
untuk meraba di mana TFU nya (Tinggi Fundus Uteri). Pada saat bayi lahir, TFU
setinggi pusat, kemudian plasenta lahir TFU pertengahan sympisis pusat, 1 hari
TFU 1 jari di bawah pusat, 2 hari TFU 2 jari di bawah pusat, 3 hari TFU 3 jari di
bawah pusat, 4-5 TFU pertengahan sympisis pusat, 6-7 hari TFU 3 jari di atas
sympisis, 8 hari TFU 2 jari di atas sympisis, 9 hari TFU 1 jari di atas sympisis dan
10 hari tidak teraba (dalam Anggraini, 2010).

22

Gambar 2.1 Involusi Uteri


Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:
1) Iskemia Miometrium
Disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari
uterus setelah pengeluaran plasenta membuat uterus relative anemi dan
menyebabkan serat otot atrofi.
2) Autolysis
Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi
di dalam otot uterine. Enzime proteolitik akan memendekkan jaringan otot
yang telah sempat mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan
lima kali lebih lebar dari semula selama kehamilan atau dapat juga di
katakan sebagai pengerusakan secara langsung jaringan hipertropi yang
berlebihan, hal ini di sebabkan karena penurunan hormon astrogen dan
progesteron.
3) Efek Oksitosin
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah
bayi lahir. Hal tersebut di duga terjadi sebagai respon terhadap penurunan
volume intrauterine yang sangat besar. Hormon oksitosin yang di lepas
dari kelenjar hypofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus,

23

mengompresi pembuluh darah dan membantu proses homeostasis.


Kontraksi dan retraksi otot uterin akan mengurangi suplai darah ke uterus.
Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi
plasenta serta mengurangi perdarahan.Luka bekas perlekatan plasenta
memerlukan waktu 8 minggu untuk sembuh total (dalam Ari Sulistyawati,
2009).
Selama 1-2 jam pertama post partum intensitas kontraksi uterus bisa
berkurang dan menjadi teratur. Karena itu penting sekali menjaga dan
mempertahankan kontraksi uterus pada masa ini. Suntikan oksitosin
biasanya di berikan secara intravena atau intramuskuler segera setelah
kepala bayi lahir dan pemberian ASI segera setelah bayi lahir akan
merangsang pelepasan oksitosin karena isapan bayi pada payudara atau
yang di sebut reflek let-down (dalam Anggraini, 2010 dan Sulistyawati,
2009).
Reflek let-down ini dapat menyebabkan ibu merasakan kram atau
kontraksi pada rahim (uterus) karena hormon dalam reflek let-down berupa
oksitosin, selain menstimulasi aliran ASI juga menyebabkan kontraksi
otot-otot rahim. Untuk itu, proses menyusui membantu rahim untuk
kembali ke ukuran awal sebelum melahirkan. Proses kram ini merupakan
proses normal dan salah satu tanda berhasilnya proses menyusui. Keluhan
ini akan hilang dalam satu minggu atau selanjutnya (dalam Siti Saleha,
2009).
Penurunan ukuran uterus yang cepat itu di cerminkan oleh perubahan lokasi
uterus ketika turun keluar dari abdomen dan kembali menjadi organ pelviks.

24

Segera setelah proses persalinan, puncak fundus kira-kira dua pertiga hingga tiga
perempat dari jalan atas di antara simfisis pubis dan umbilicus. Kemudian naik ke
tingkat umbilicus dalam beberapa jam dan bertahan hingga satu atau dua hari
setelah itu berangsur-angsur turun ke pelvik yang secara abdominal tidak dapat
terpalpasi di atas simfisis setelah sepuluh hari. Perubahan uterus ini berhubungan
erat dengan perubahan-perubahan pada miometrium. Pada miometrium terjadi
perubahan-perubahan yang bersifat proteolisis. Hasil dari proses ini di alirkan
melalui pembuluh getah bening.
Decidua tertinggal dalam uterus setelah separasi dan ekspulsiplasenta,
membrane yang terdiri dari lapisan zona basalis dan suatu bagian zona spongiosa
pada decidua basalis (tempat implantasi plasenta) dan decidua parietalis (lapisan
sisa uterus). Decidua yang tersisa ini menyusun kembali menjadi dua lapisan
sebagai hasil invasi leukosit yaitu:
1) Suatu degenerasi nekrosis lapisan superficial yang akan terpakai lagi sebagai
bagian dari pembuangan lochia dan lapisan dalam dekat miometrium.
2) Lapisan yang terdiri dari sisa-sisa endometrium di lapisan basalis.
Endometrium akan di perbaharui oleh proliferasi epithelium endometrium.
Regenerasi endometrium diselesaikan selama pertengahan atau akhir dari post
partum minggu ke tiga kecuali di tempat implantasi plasenta.
Dengan involusi uterus ini, maka lapisan luar dari decidua yang mengelilingi situs
plasenta akan menjadi nekrotik. Decidua yang mati akan keluar bersama dengan
sisa cairan(suatu campuran darah yang di namakan lochea) yang biasanya
berwarna merah muda atau putih pucat. Pengeluaran lochea ini biasanya berakhir
dalam waktu 3 sampai 6 minggu (dalam Sujiyatini, 2010).
2.2.3 Bagian Bekas Implantasi Plasenta

25

Pada permulaan nifas, bekas pelepasan plasenta mengandung banyak


pembuluh darah besar yang tersumbat oleh trombus. Luka bekas implantasi
plasenta tidak meninggalkan parut karena di lepaskan dari dasarnya dengan
pertumbuhan endometrium baru di bawah permukaan luka. Perubahan pembuluh
darah rahim dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh darah yang
besar tetapi karena setelah persalinan tidak di perlukan lagi peredaran darah yang
banyak maka arteri harus mengecil lagi dalam masa nifas. Perubahan pada serviks
dan vagina adalah setelah persalinan ostium eksternum dapat di lalui 2 jari, pada
akhir minggu pertama dapat di lalui oleh 1 jari saja. Karena hiperplasi ini dan
karena retraksi dari servik jadi sembuh. Vagina yang sangat regang waktu
persalinan, lambat laun mencapai ukuran yang normal. Pada minggu ke-3 post
partum ruggae mulai tampak kembali (dalam Anggraini, 2010).
Adapun di tempat plasenta akan terjadi:
1) Bekas implantasi plasenta segera setelah plasenta lahir seluas 12x5 cm,
permukaan kasar di mana pembuluh darah besar bermuara.
2) Pada pembuluh darah terjadi pembentukan trombosis di samping
pembuluh darah tertutup karena kontraksi otot rahim.
3) Bekas luka implantasi dengan cepat mengecil pada minggu ke-2 sebesar
6-8 cm dan pada akhir masa nifas sebesar 2 cm.
4) Lapisan endometrium di lepaskan dalam bentuk jaringan nekrosis
bersama lochea
5) Luka bekas implantasi akan sembuh karena pertumbuhan endometrium
yang berasal dari tepi luka dan lapisan basalis endometrium.
6) Luka sembuh sempurna pada minggu 6-8 minggu post partum (dalam
Anggraini, 2010).
2.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Involusi Uteri.
1) Status gizi

26

Gizi yang di konsumsi lewat alat pencernaan di serap melalui


dinding usus dan masuk ke dalam darah di edarkan keseluruh tubuh.
Fungsi gizi secara umum adalah sebagai sumber tenga, menyokong
pertumbuhan sel, mengatur metabolisme dan berbagai keseimbangan
tubuh serta berperan sebagai mekanisme pertahanan terhadap penyakit. Ibu
yang mengalami status gizi kurang maka fungsi nutrisi seperti di sebutkan
di atas tidak dapat terpenuhi. Apabila pada ibu pasca partum yang mana
akan mengalami proses pemulihan alat-alat kandungan serta persiapan
untuk laktasi sehingga di butuhkan tambahan energi. Bila status gizinya
kurang, maka zat nutrisi yang terdapat pada ASI juga berkurang dan proses
pertumbuhan serta pemeliharaan jaringan terutama untuk mengganti
kerusakan sel-sel pada genetalia interna dan eksterna akibat proses
kehamilan maupun persalinan juga mengalami gangguan, sehingga
pengembalian alat-alat kandungan menjadi terlambat. Status gizi yang
kurang pada ibu pasca bersalin, maka pertahanan tubuh akan berkurang
atau tidak ada sama sekali sehingga system pertahanan pada dasar
ligament latum yang terdiri atas kelompok infiltrasi sel bulat yang
bermanfaat untuk mengadakan pertahanan terhadap penyerbuan kumankuman serta menghilangkan jaringan-jaringan nekrosis tidak berfungsi
optimal. Keadaan ini memudahkan infeksi nifas dan menghambat involusi
uterus.
Status gizi adekuat akan mempercepat pemulihan kesehatan ibu
pasca bersalin dan pengembalian kekuatan otot-ototnya menjadi lebih

27

cepat serta akan meningkatkan kualitas maupun kuantitas ASInya. Di


samping itu juga ibu pasca bersalin akan lebih mampu menghadapi
serangan kuman-kuman sehingga tidak terjadi infeksi dalam masa nifas
(dalam Prabowo, 2002).
2) Usia
Ibu yang usianya lebih tua banyak di pengaruhi oleh proses penuaan
aka terjadi perubahan metabolisme yaitu terjadi peningkatan jumlah
lemak, penurunan elastisitas otot dan penurunan penyerapan lemak,
protein dan karbohidrat. Dengan adanya penurunan regangan otot akan
mempengaruhi

pengecilan

otot

rahim

setelah

melahirkan

serta

membutuhkan waktu yang lama di bandingkan dengan ibu yang


mempunyai kekuatan dan regangan otot yang lebih baik. Involusi uteri
terjadi oleh karena proses autolysis dimana zat protein dinding rahim di
pecah, di serap dan kemudian di buang bersama air kencing. Bila proses
ini di hubungkan dengan penurunan penyerapan protein pada proses
penuaan maka hal ini akan menghambat involusi uterus. Selain itu juga
adanya penurunan regangan otot dan peningkatan jumlah lemak akan
menjadikan semakin lambat proses involusi uterus (dalam Kuliah bidan,
2008).
3) Menyusui
Setelah persalinan, pengaruh penekanan pada estrogen dan
progesterone terhadap hipofise hilang. Timbul pengaruh hormon-hormon
hipofise kembali antara lain prolaktin. Payudara yang telah di persiapkan
pada masa hamil terpenuhi dengan akibat kelenjarnya berisi air susu,
isapan bayi, dan air susu di keluarkan. Prosesnya adalah waktu bayi

28

menghisap otot-otot polos pada puting susu terangsang, rangsangan oleh


syaraf di teruskan ke otak. Kemudian otak memerintahkan kelenjar
hipofise bagian belakang mengeluarkan hormone oksitosin yang di bawa
ke otot-otot polos pada buah dada sehingga otot-otot polos pada buah dada
berkontraksi dengan berkontraksinya otot-otot ini, ASI di keluarkan
sehingga dalam sel terjadi produksi ASI lagi. Hormone oksitosin tersebut
bukan saja mempengaruhi otot-otot polos buah dada tetapi juga otot-otot
polos pada uterus yang akan berkontraksi lebih baik lagi, dengan demikian
involusi uteri lebih cepat dan pengeluaran lochea lebih lancar. Itulah
sebabnya pada ibu yang menyusui involusi uterinya berlangsung lebih
cepat daripada tidak menyusui (dalam Prawirohardjo, 2002).
4) Mobilisasi Dini
Mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin
membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya
selekas mungkin untuk berjalan (dalam Soelaiman dalam Fefendi, 2008).
Berikut ini tahap-tahap dalam melakukan mobilisasi, yaitu hendaknya:
(1) Dilakukan secara bertahap
(2) Di mulai dari miring ke kanan dank e kiri lalu menggerakkan kaki
(3) Selanjutnya cobalah untuk duduk di tepi tempat tidur kemudian ibu
bias turun dari ranjang dan berdiri
(4) Setelah itu ibu bias pergi ke kamar mandi, dengan begitu sirkulasi
darah di tubuh akan berjalan dengan baik.
5) Senam Nifas
Senam nifas berupa gerakan-gerakan yang berguna untuk membantu
proses involusi uterus. Waktu memulai senam nifas tergantung keadaan ibu
dan nasehat dokter. Bila ibu dalam keadaan normal, setelah beberapa jam
boleh di lakukan senam nifas mulai dengan gerakan-gerakan yang amat

29

ringan.Selain itu senam nifas juga membantu memperbaiki sirkulasi darah,


memperbaiki sikap tubuh dan punggung setelah melahirkan serta
peregangan otot abdomen atau di sebut juga perut pasca hamil dan juga
memperkuat otot panggul (dalam Prabowo, 2002). Program senam nifas
dimulai dari tahap yang paling sederhana hingga yang sulit. Dimulai
dengan mengulang tiap 5 gerakan. Setiap hari ditingkatkan sampai 10 kali.
Adapun gerakan-gerakannya sebagai berikut:
(1) Hari pertama, ambil nafas dalam-dalam, perut dikembungkan,
kemudian napas dikeluarkan melalui mulut. Ini dilakukan dalam posisi
tidur terlentang.
(2) Hari kedua, tidur terlentang, kaki lurus, tangan direntangkan kemudian
ditepukkan ke muka badan dengan sikap tangan lurus, dan kembali ke
samping.
(3) Hari ketiga, berbaring dengan posisi tangan di samping badan, angkat
lutut dan pantat kemudian diturunkan kembali.
(4) Hari keempat, tidur terlentang, lutut ditekuk, kepala diangkat sambil
mengangkat pantat.
(5) Hari kelima, tidur terlentang, kaki lurus, bersama-sama dengan
mengangkat kepala, tangan kanan, menjangkau lutut kiri yang ditekuk,
diulang sebaliknya.
(6) Hari keenam, tidur terlentang, kaki lurus, kemudian lutut ditekuk ke
arah perut 90 secara bergantian antara kaki kiri dan kaki kanan.
(7) Hari ketujuh, tidur terlentang kaki lurus kemudian kaki dibuka sambil
diputar ke arah luar secara bergantian.
(8) Hari 8, 9, 10, tidur terlentang kaki lurus, kedua telapak tangan
diletakkan di tengkuk kemudian bangun untuk duduk (sit up).
6) Komplikasi Persalinan

30

Persalinan berlangsung lama sampai terjadi persalinan terlantar,


tindakan operasi persalinan, tertinggalnya plasenta, selaput ketuban dan
bekuan darah (dalam Prabowo, 2010).
7) Anestesi
Penurunan tonus dan motilitas otot uterus akan berlangsung tetap
selama beberapa waktu setelah bayi lahir dan anestesi bias memperlambat
pengembalian tonus dan motilitas otot ke keadaan normal (dalam
Prabowo, 2010).
8) Lamanya persalinan
Persalinan yang lama memberikan dampak pada kelelahan pada ibu
yang akhirnya akan mengakibatkan otot-otot kehilangan energi (dalam
Prabowo, 2010).
9) Paritas
Faktor paritas juga memiliki peranan cukup penting. Ibu primipara
proses involusi uterus berlangsung lebih cepat. Sedangkan semakin banyak
jumlah anak maka proses peregangan otot dan tingkat elastisitasnya akan
berkurang (dalam Prabowo, 2010).
10) Pekerjaan
Pekerjaan erat hubungannya dengan kemampuan memberikan ASI
eksklusif, dimana ibu tidak memberikan ASI secara eksklusif karena ibu
harus bekerja. Tidak di berikannya ASI secara eksklusif juga akan
mempengaruhi sekresi dari hormone oksitosin sehingga akan memberikan
dampak semakin lamanya proses involusi uterus (dalam Prabowo, 2010).
2.3 Konsep Dasar Pijat Oksitosin
2.3.1
Definisi Oksitosin
Oksitosin di gunakan secara luas untuk induksi dan penguatan persalinan
pada manusia. Produksi oksitosin endogen dapat di rangsang misalnya oleh

31

stimulasi puting payudara dan pijat oksitosin. Kadar oksitosin ibu sangat rendah
dan tidak banyak berubah sebelum persalinan. Produksi hormon oksitosin oleh
hipofisis ibu secara drastis meningkat pada kala satu persalinan. Oksitosin juga di
sintesis oleh desidua dan mungkin bekerja secara lokal. Pada persalinan spontan,
sekresi oksitosin oleh janin tinggi dan di pindahkan menembus plasenta dengan
kadar yang setara dengan yang di gunakan untuk menginduksi aktivitas uterus
(dalam Huslein, 1985). Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Jordan (2004)
bahwasanya oksitosin merupakan suatu hormon yang dapat memperbanyak
masuknya ion kalsium kedalam intrasel . Keluarnya hormon oksitosin akan
memperkuat ikatan aktin dan myosin sehingga kontraksi uterus semakin kuat dan
proses involusi uterus semakin bagus.
Jordan (2004) mengungkapkan bahwa oksitosin yang dihasilkan dari
hipofise posterior pada nucleus paraventrikel dan nucleus supra optic. Saraf ini
berjalan menuju neuro hipofise melalui tangkai hipofisis, dimana bagian akhir
dari tangkai ini merupakan suatu bulatan yang mengandung banyak granula
sekretrotik dan berada pada permukaan hipofise posterior dan bila ada rangsangan
akan mensekresikan oksitosin. Sementara oksitosin akan bekerja menimbulkan
kontraksi bila pada uterus telah ada reseptor oksitosin. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Hamranani (2010) yang menyimpulkan bahwa oksitosin
digunakan untuk memperbaiki kontraksi uterus setelah melahirkan sebagai salah
satu tindakan untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum.
2.3.2
Pijat Oksitosin
Pijat oksitosin adalah pijat yang di lakukan pada daerah punggung
sepanjang kedua sisi tulang belakang sehingga akan mempercepat kerja saraf

32

parasimpatis yang akan merangsang hipofise posterior untuk menyampaikan


perintah ke otak bagian belakang sehingga oksitosin keluar (dalam Suherni, 2008:
Suradi, 2006; Hamranani 2010). Efek fisiologis dari pijat oksitosin ini adalah
merangsang kontraksi otot polos uterus baik pada proses saat persalinan maupun
setelah persalinan sehingga bisa mempercepat proses involusi uterus (dalam
Cuningham, 2006; Indiarti 2009). Di harapkan dengan di lakukan pemijatan ini,
ibu akan merasa rileks dan kelelahan setelah melahirkan akan hilang. Jika ibu
rileks dan tidak kelelahan dapat membantu merangsang pengeluaran hormon
oksitosin. Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterin
sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya
suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat
implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan. Hal ini dapat membantu uterus
berinvolusi seperti keadaan sebelum hamil (dalam Mardiyaningsih, 2010).
2.3.3
Gerakan Pijat Oksitosin
1) Ibu duduk dengan bersandar ke depan
2) Lipat lengan di atas meja yang ada di depannya dan letakkan kepala ibu
di atas lengannya
3) Payudara tergantung lepas tanpa pakaian
4) Memijat sepanjang kedua sisi tulang

belakang

ibu

dengan

menggunakan dua kepalan tangan dengan ibu jari menunjuk ke depan


5) Menekan kuat-kuat kedua sisi tulang belakang membentuk gerakangerakan melingkar kecil-kecil dengan kedua ibu jari.
6) Pada sat bersamaan, pijat ke arah bawah pada kedua sisi tulang
belakang dari leher ke arah tulang belikat selama dua atau tiga menit.

33

DepKes RI, 2007


Gambar 2.2 Pijat Oksitosin
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1

Kerangka Konseptual
Ibu hamil

Cara mencegah sub


involusi :
Pijatfarmakologis
Oksitosin
1. Non
2.

Melahirkan
Perubahan fisiologi masa
nifas:
Perubahan fisik
Involusi Uteri

Lochea
Pengeluaran ASI
Tindakan IMD
Endometrium
(reflek let-down)
Involusi tempat plasenta
3. Farmakologis
Perubahan ligamen dan
kerja
parasimpatis
saraf
Pemberian
serviks
injeksi oksitosin
Pengeluaran
oksitosin
Perubahan vulva, vagina
Uterus normal
dan perineum
(Anggraini, 2010 ;Mardiyaningsih,
2010 ;Maryunani,
Perubahan
sistem 2009)
pencernaan, perkemihan
Keterangan:
dan muskuluskeletal
Perubahan endokrin
Perubahan sistem
kardiovaskuler dan
hematologi

Hormon oksitosin
Faktor-faktor yang
mempengaruhi involusi
uteri:
Status gizi
Usia
Menyusui
Mobilisasi dini
Senam nifas
Komplikasi
persalinan
Anestesi
Lamanya persalinan
Paritas
pekerjaan

34

: area yang di teliti


: area yang tidak di teliti
Gambar 3.1 Kerangka konseptual Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap
Involusi Uteri
Setelah melahirkan, hormon oksitosin akan berperan untuk proses involusi
uteri. Involusi uteri merupakan perubahan yang fisiologis pada masa nifas atau
post partum. Involusi uteri adalah kembalinya ukuran uterus seperti sebelum
hamil.Involusi uteri ada dua macam yaitu involusi uteri dan sub involusi uteri.
Untuk mencegah terjadinya sub involusi salah satunya dengan pemberian
tindakan pijat oksitosin.
3.2

Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara dari suatu

penelitian patokan duga atau dalil sementara yang kebenarannya akan di buktikan
dalam penelitian tersebut (dalam Notoatmodjo, 2010).
Dalam penelitian ini H1: Ada Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Involusi
Uteri Pada Ibu Post Partum Pervaginam Di RSUD Dr. R. Koesma Tuban.

BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran ilmu
pengetahuan dan pemecahan suatu masalah yang pada dasarnya menggunakan
metode ilmiah (dalam Notoatmodjo, 2010).

36

Pada BAB ini akan di bahas secara rinci tentang desain penelitian,
kerangka kerja, populasi, sampel, besar sampel, sampling, variabel, definisi
operasional, alat atau instrumen, lokasi dan waktu penelitian, prosedur

atau

pengolahan data, cara analisa data, serta etika penelitian.


4.1.

Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan suatu strategi untuk mencapai tujuan

penelitian yang telah di tetapkan dan berperan sebagai pedoman peneliti pada
seluruh proses penelitian (dalam Nursalam, 2008).
Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen semu (Quasy
Experiment). Penelitian ini ini berupaya untuk mengungkapkan hubungan sebab
akibat dengan cara melibatkan kelompok kontrol di samping kelompok
eksperimental. Tapi pemilihan kedua kelompok ini tidak menggunakan teknik
acak.
Dalam penelitian ini menggunakan rancangan Equivalent Time Sample
Design yaitu dengan cara sampel A di berikan perlakuan X dan sampel B tidak di
berikan perlakuan, keduanya kemudian di observasi dan dilakukan secara
berulang-ulang. (dalam Aziz A., 2007).
Subyek
K-A
K-B

Pra
O
O
Time 1

Perlakuan
I
Time 2

Pasca
O1-A
O1-B
Time 3

Keterangan :
K-A
: subyek (Ibu post partum pervaginam di RSUD Dr. R. Koesma
Tuban) perlakuan

37

K-B

: subyek (Ibu post partum pervaginam di RSUD Dr. R. Koesma

Tuban) kontrol
: tidak diberi perlakuan
: observasi involusi uteri sebelum diberikan pijat oksitosin (kelompok

perlakuan)
I
: intervensi (pijat oksitosin)
O1 (A+B) : observasi involusi uteri sesudah diberikan pijat oksitosin (kelompok
perlakuan dan kontrol) (dalam Nursalam, 2010).
4.2.

Pendekatan waktu pengumpulan data


Pendekatan waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

longitudinal. Longitudinal merupakan rancangan penelitian yang pengukurannya


atau pengamatannya di lakukan pada variable independen terlebih dahulu
kemudian subjek di ikuti sampai waktu tertentu untuk melihat terjadinya pengaruh
pada variable dependen ( dalam Nursalam, 2011).

4.3.

Kerangka kerja (Frame Work)


Kerangka kerja merupakan bagan kerja rancangan kegiatan penelitian yang

dilakukan (dalam Aziz Alimul, 2007).


Kerangka kerja penelitian ini digambarkan pada gambar 4.1 di bawah ini.
Populasi penelitian
Semua ibu post partum pervaginam dari hari 1 sampai 7 yang di
rawat di RSUD Dr. R. Koesma Tuban yang berjumlah 23 orang
Teknik Sampling
Penelitian ini menggunakan tekning sampling berupa purposive sampling
Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini berjumlah 22 orang
Pre test
Kelompok Eksperimen
Kelompok Kontrol
Tinggi Fundus Uteri ibu dengan
lembar
observasi
Di beriMengukur
pijat oksitosin
Tidak
diberi
pijat oksitosin

Pengolahan data
Editing ,coding, scoring, dan tabulasi
Post test
Mengukur Tinggi Fundus Uteri Ibu dengan lembar observasi

38

Analisa data
Menggunakan uji Mc Nemar
HasilPijat Oksitosin Terhadap Involusi
Gambar 4.1 Kerangka Kerja Pengaruh
Ada
pengaruh
atauPervaginam
tidak
Uteri Pada Ibu Post Partum
Di RSUD Dr. R.
Koesma Tuban.
4.4.

Identifikasi Variabel
Variabel adalah karakteristik yang dimiliki oleh subjek (orang, benda,

situasi) yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok tersebut (dalam
Nursalam, 2008).
4.4.1 Variabel Independen
Variabel independen adalah variable yang nilainya menentukan variabel
lain (dalam Nursalam, 2008). Variabel independen dalam penelitian ini adalah
pijat oksitosin.
4.4.2 Variabel Dependen
Variabel dependen merupakan variabel yang nilainya di tentukan oleh
variabel lain (dalam Nursalam, 2008). Variabel dependen dalam penelitian ini
adalah involusi uteri.
4.5.

Definisi operasional
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional

berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk melakukan


observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena.
Definisi operasional berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam
penelitian (dalam Aziz Alimul, 2010).

39

4.6 Definisi Operasional Variable


Tabel 4.1

Variabel

Definisi Operasional Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap


Involusi Uteri Pada Ibu Post Partum Pervaginam Di RSUD Dr.
R. Koesma Tuban

Definisi
operasional
Variabel
Serangkaian
Independen: tindakan yang
Pijat
terdiri dari
Oksitosin
memijat kedua
sisi tulang
belakang
dengan
menggunakan
dua kepalan
tangan dengan
ibu jari
menunjuk ke
depan.
Memijat dari
leher sampai
tulang belikat
selama 2-3
menit yang
dilakukan
pada ibu post
partum
pervaginam
selama 7 hari.

Indikator
Kegiatan yang di lakukan
setiap hari dari hari
pertama sampai hari ke
tujuh.

Alat Ukur

Skala

Kode

Observasi Nominal1.Di berikan


checklist
perlakuan
2.Tidak di
berikan
perlakuan

40

Variabel
Dependen:
Involusi
Uteri

Kembalinya
Ukuran TFU :
fundus uterus 1 hari : 1 jari di bawah
pusat
pada ibu post
2 hari : 2 jari di bawah
partum
pusat
pervaginam
3 hari : 3 jari di bawah
yang di ukur
pusat
sampai jangka
waktu 7 hari. 4-5 hari : pertengahan
.
sympisis-pusat
6-7 hari : 3 jari di atas
sympisis

Observasi Nominal 1. Sesuai


2. tidak sesuai

4.7. SamplingDesain
4.7.1 Populasi penelitian
Populasi adalah subyek (misal manusia, klien) yang memenuhi kriteria
yang telah di tetapkan (dalam Nursalam, 2008). Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh ibu post partum pervaginam dari hari 1 sampai hari 7 yang di rawat
di RSUD Dr. R. Koesma Tuban berjumlah 23 orang.
4.7.2 Sampel penelitian
Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat di pergunakan
sebagai subyek penelitian melalui sampling (dalam Nursalam, 2008). Sampel
dalam penelitian ini adalah ibu post partum pervaginamdi RSUD Dr. R. Koesma
Tuban sejumlah 22 orang.
Kriteria dari sampel itu sendiri adalah:
Kriteria Inklusi
Adalah karakteristik umum subyektif penelitian dari suatu populasi target
dan terjangkau yang akan di teliti (dalam Nursalam, 2008). Kriteria inklusi dalam
penelitian ini adalah:
1) Ibu post partum yang di rawat di RSUD Dr. R. Koesma Tuban yang
bersedia menjadi responden

41

2) Ibu yang tidak mengalami perdarahan post partum


3) Ibu post partum pervaginam
4.7.3 Teknik Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat
mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang di tempuh dalam
pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan
keseluruhan subyek penelitian (dalam Nursalam, 2008).
Dalam penelitian ini menggunakan teknik sampling nonprobability
sampling dengan Purposive sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel
dengan cara memilih sampel di antara populasi sesuai dengan yang di kehendaki
peneliti (tujuan atau masalah dalam penelitian) sehingga sampel tersebut dapat
mewakili karakteristik populasi yang telah di kenal sebelumnya (dalam Nursalam,
2008).
4.8.

Teknik pengumpulan dan analisa data


4.8.1 Instrumen atau alat ukur
Instrument penelitian adalah alat bantu yang di pilih dan di gunakan oleh
peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi
sistematis dan lebih mudah (dalam Nursalam, 2008)
Instrumen yang di gunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan

4.8.2

instrumen observasi dan checklist untuk mendapatkan data.


Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan
proses pengumpulan karakteristik subjek yang di kumpulkan dalam suatu
penelitian (dalam Nursalam, 2008).
Pengumpulan data di awali dari perizinan institusi STIKES NU Tuban
kemudian di lanjutkan permintaan izin dari pihak RSUD Dr. R. Koesma Tuban,
peneliti mengadakan pendekatan kepada beberapa ibu post partum untuk
mendapatkan persetujuan sebagai responden peneliti. Dimana peneliti menemui

42

calon responden dan melakukan informed consent, kemudian meminta calon


responden untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan menjadi
responden, setelah responden menyetujui selanjutnya peneliti mengukur involusi
dengan cara mengukur TFU kemudian di tulis pada lembar observasi, peneliti
membagi 2 sampel yang berjumlah 22 responden yang di bagi menjadi kelompok
eksperimen 11 responden dan kelompok kontrol 11 responden. Pada hari pertama
kelompok eksperimen di berikan pijat oksitosin, kelompok kontrol tidak di
berikan pijat oksitosin kemudian pada hari ke dua untuk kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol di observasi TFU setelah itu hari kedua

kelompok

eksperimen di berikan pijat oksitosin dan kelompok kontrol tidak di berikan pijat
oksitosin kemudian hari ke tiga untuk kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol di observasi TFU, kemudian hari ketiga kelompok eksperimen di berikan
pijat oksitosin dan kelompok kontrol tidak di berikan pijat oksitosin kemudian
hari ke empat untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol di observasi
TFU begitu seterusnya sampai hari ke tujuh. Setelah itu hasil observasi dari hari
pertamasampai hari ke tujuh di bandingkan antara kelompok eksperimen dan
4.8.3

kelompok kontrol.
Analisa data
Langkah-langkah analisis dalam penelitian ini yaitu :
1) Editing
Memeriksa data (menjumlah dan melakukan koreksi) yang telah
dikumpulkan baik berupa daftar pertanyaan, lembar observasi, kartu atau
buku register.
2) Coding

43

Mengubah dari berbentuk kalimat atau huruf menjadi angka atau


bilangan. Dalam penelitian ini coding yang diberikan untuk variabel
independen (pijat oksitosin) adalah
(1) kode 1 : diberikan perlakuan
(2) kode 2 : tidak diberikan perlakuan
Sedangkan variabel dependent (involusi uteri) diberikan coding yakni
(1) kode 1 : sesuai
(2) kode 2 : tidak sesuai
3) Scoring.
Menentukan skor atau nilai untuk item pertanyaan dan menentukan
nilai terendah dan tertinggi.
4) Tabulating
Tabulasi data merupakan langkah memasukkan data berdasarkan
hasil penggalian data di lapangan (dalam Slamet, 2009). Hal ini di lakukan
setelah editing, coding dan skoring selesai di lakukan. Data akan di
kelompokkan ke dalam tabel frekuensi untuk mempermudah dalam
menganalisa.
5) Uji statistik
Dalam penelitian ini menggunakan uji komparasi untuk mengetahui
ada pengaruh atau tidak dari kedua variabel tersebut. Skala data yang
digunakan untuk variabel independen dan variabel dependen adalah skala
nominal, sehingga uji statistik yang digunakan adalah uji Mc Nemar yang
mensyaratkan adanya skala pengukuran data nominal atau kategori binary
(seperti 1 untuk tidak dan 0 untuk ya dan contoh lainnya). Biasanya
digunakan untuk menguji perbedaan antara pre dan post data kategorik.
Uji Mc Nemar disajikan dalam bentuk tabel kontingensi 2x2 atau 2 baris
dan 2 kolom (dalam Sopiyudin M, 2009).

44

Langkah-langkah melakukan uji tersebut adalah sebagai berikut :


(1) File tetap file McNemar
(2) lakukan langkah sebagai berikut
(3) Analyze

Descriptives Statistics

Crosstabs

(4) masukkan variabel pre ke dalam Rows


(5) masukkan variabel post_1 ke dalam Columns
(6) aktifkan kontak Statistics, lalu pilih Mc Namer pada kanan bawah
kotak, lalu klik Continue.
(7) klik OK
6) Cara penarikan kesimpulan
Adapun ketentuan pengambilan keputusan apakah hipotesis
diterima atau ditolak dengan melihat signifikasi. Apabila signifikasi <
0,05 maka H1 diterima dan H0 ditolak, yang berarti ada pengaruh pijat
oksitosin terhadap involusi uteri pada ibu post partum pervaginam di
RSUD Dr. R. Koesma Tuban.
7) Perangkat yang digunakan untuk menganalisa
Alat yang digunakan untuk menganalisis data adalah dengan
menggunakan software SPSS for windows 16.0

4.9.
Etika penelitian
4.9.1 Informed Consent (Lembar Persetujuan)
Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan responden penelitian
dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut di berikan

45

sebelum penelitian di lakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk


menjadi responden (dalam Aziz A, 2007).
Sebelum penelitian di lakukan harus ada persetujuan dulu dari responden
jika responden setuju maka penelitian dapat di lakukan jika responden tidak setuju
maka penelitian tidak di lakukan kepada responden tersebut.
4.9.2 Anonimity (Tanpa Nama)
Masalah etika keperawatan merupakan yang memberikan jaminan dalam
penggunaan subyek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan
nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menulis kode pada lembar
pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan di sajikan (dalam Aziz A,
2007).
4.9.3 Confidentiality (Kerahasiaan)
Merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil
penelitian, baik informasi maupun masalh-masalah lainnya. Semua informasi yng
di kumpulkan di jamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data
tertentu yang akan di laporkan pada hasil riset (dalam Aziz A, 2007)
Untuk menjaga kerahasiaan peneliti hanya mengambil data-data yang
perlu dan penting saja, tidak perlu menampilkan suatu data yang bersifat pribadi
dan tidak layak untuk di ambil karena privasi dari responden.
4.10.

Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan dan dilaksanakan pada Bulan

April tahun 2014 di RSUD Dr. R. Koesma Tuban.

48

DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, Retna. 2009. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia
Anggraini, Yetti. 2010. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta: Pustaka
Rihama
Bobak IM, Lowdermilk DL, Jensen MD. 1995. Buku Ajar Keperawatan
Maternitas (Maternity Nursing) Edisi 4, Maria A Wijayarti dan Peter
Anugerah (penterjemah). 2005. Jakarta: EGC.
Cuningham. 2006. Obsietri Williams. Edisi 21.Volume 1. Jakarta: EGC.
Hamranani, S. 2010, Pengaruh pijat oksitosin terhadap involusi uterus pada ibu
post partum yang mengalami persalinan lama di rumah sakit wilayah
Kabupaten Klaten. Tesis UI: tidak dipublikasikan.
Hidayat, A.A. (2007). Riset keperawatan dan teknik penulisan ilmiah. Jakarta:
Salemba Medika.
Jordan. S. 2004. Obat yang Meningkatkan Kontraksilitas Uterus atau Oksitosin.
Dalam Ester. M. (Ed) Farmakologi Kebidanan. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Khairani, Leli. 2012. Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Involusi Uterus Pada
Ibu Post Partum Di Ruang Post Partum Kelas Iii RSHS
Bandung.Sumedang:Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran
Ladewig, Patricia. 2006. Buku Saku Asuhan Ibu dan Bayi Baru Lahir. Jakarta:
EGC
Mardiyaningsih, Eko. 2010. Efektifitas Kombinasi Teknik Marmet dan Pijat
Oksitosin Terhadap Produksi ASI Ibu Post Seksio Sesarea Di Rumah Sakit
Wilayah Jawa Tengah.Tesis. Depok: FK UI
Maryunani, Anik. 2009. Asuhan Pada Ibu Dalam Masa Nifas (Postpartum).
Jakarta: Trans Info Media
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta
Nursalam, (2008). Metodologi Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Rinintya, Rithza. 2013. Efektivitas Antara Pijat Oksitosin Dan Breast Care
Terhadap Produksi Asi Pada Ibu Post Partum Dengan Sectio Caesarea Di
RSUD Banyumas. Skripsi. Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto

49

Saleha, Sitti. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba
Medika
Sopiyudin M. 2009. Statistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Ed 4. Jakarta:
Salemba Medika
Suhermi, Dkk. 2008 . Perawatan Masa Nifas.Yogyakarta: Fitramaya.
Sujiyatini, DKK. 2010. Catatan Kuliah Asuhan Ibu Nifas ASKEB III. Yogyakarta:
Cyrillus Publisher
Sukarni, Icemi. 2013. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Nuha
Medika
Sulistyawati, A. 2009.Buku
Nifas.Yogyakarta :ANDI

Ajar

Asuhan

Kebidanan

Pada

Ibu

Vous aimerez peut-être aussi