Vous êtes sur la page 1sur 35

LAPORAN KASUS

SEORANG LAKI-LAKI 58 TAHUN DENGAN KELUHAN SESAK

1. Identitas Pasien
Nama
: Tn. S
Umur
: 58 tahun
Alamat
: Depok indah RT 6/RW 3, Semarang Timur
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pensiunan PT. KAI
Status
: Menikah
Tanggal masuk
: 28 Januari 2015
Tanggal diperiksa
: 28 Januari 2015
2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan di IGD RS Muhammadiyah ROEMANI tanggal 28
Januari 2015 pukul 08.50 WIB secara autoanamnesis dan alloanamnesis.
a) Keluhan utama : Sesak
b) Riwayat Penyakit Sekarang :
1 hari SMRS pasien merasakan sesak nafas. Sesak terus terusan, sesak
tidak hilang walaupun dengan istirahat. Sesak nafas sangat mengganggu aktivitas.
Nyeri dada tidak dirasakan pasien. Sesak tidak dipengaruhi emosi, cuaca, ataupun
makan-makanan tertentu. Sesak dirasakan sepanjang hari. Keringat dingin (-),
Nyeri tengkuk (-), sakit kepala (-), batuk (+) berdahak warna putih, BAB seperti
biasa, BAK normal frekuensi lancar seperti biasa. Pasien mengeluh berat badan
turun, sering haus, sering BAK malam hari, sering lapar. Karena keluhan dirasa
makin berat akhirnya keluarga membawa pasien ke IGD RS
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sesak
: diakui
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
1

Riwayat kencing manis


: diakui (3 tahun yang lalu)
Riwayat Sakit Ginjal
: disangkal
Alergi makanan
: disangkal
Alergi obat
: disangkal
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat sesak
: disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat kencing manis
: disangkal
Penyakit jantung
: disangkal
e) Riwayat Pribadi:
Kebiasaan olahraga
: jarang
Kebiasaan merokok
: disangkal
Kebiasaan minum alkohol
: disangkal
Kebiasaan makan goreng-gorengan : disangkal
Kebiasaan makan makanan asin
: disangkal
Kebiasaan makan makanan manis : diakui
f) Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien adalah seorang pensiunan PT. KAI. Pensiun pada tahun 2012. Biaya
pengobatan menggunakan BPJS
Kesan ekonomi : cukup
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 28 Januari 2015
a) Keadaan umum
: sesak
b) Kesadaran
: compos mentis
c) Status gizi
Kesan
: cukup
d) Vital sign
TD
: 98/53 mmHg
Nadi
: 120 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR
: 26x/menit
Suhu
: 36,50C (axiller)
e) Status Internus
- Kepala : kesan mesocephal
- Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor 3mm (+/+),
-

reflek pupil (+/+)


Hidung : napas cuping hidung (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), Sekret (-),

septum deviasi (-), konka: hiperemis (-) dan deformitas (-)


Mulut : sianosis (-), bibir kering (-), Pursed lips-breathing (-), lidah kotor (-),
kandidiasis (-), uvula simetris (+), tonsil (T1/T1), hiperemis(-), kripte melebar(-),

gigi karies (-)


Telinga : Sekret (-/-), Serumen (+/+), Laserasi (-/-)
Leher : nyeri tekan trakea(-), pembesaran limfonodi (-/-), Pembesaran tiroid(-/-),

Pergerakan otot bantu pernafasan (-), peningkatan JVP (-)


Thorax
2

Cor :
Inspeksi
: ictus cordis tidak tampak, ICS melebar (-)
Palpasi
: ictus cordis teraba, kuat angkat (-), ICS melebar (-)
Perkusi
: batas jantung
kiri bawah
: ICS VI 2 cm lateral linea midclavicula sinistra
batas kiri atas
: ICS II linea sternal sinistra
batas kanan atas : ICS II linea sternal dextra
pinggang jantung : ICS IV linea parasternal sinistra
Kesan : Kardiomegali
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler.
Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-)
Pulmo
PULMO

DEXTRA

Depan
1. Inspeksi
Bentuk dada
Hemitorak

Datar
Simetris

Warna

SINISTRA

Datar
statis Simetris

statis

dinamis
dinamis
Sama dengan kulit Sama dengan kulit
sekitar

sekitar

2. Palpasi
Nyeri tekan
Stem fremitus
3. Perkusi

(-)
(-)
(+) normal,Kanan = (+) normal, Kanan =
kiri
redup di basal paru

kiri
sonor seluruh lapang
paru

4. Auskultasi
Suara dasar
Suara tambahan
- Wheezing
- Ronki kasar
- RBH
- Stridor
Belakang
1. Inspeksi
Warna

Vesikuler

Vesikuler

+
-

Sama dengan kulit Sama dengan kulit


sekitar

sekitar

2. Palpasi
Nyeri tekan
Stem Fremitus

(-)
(-)
Tidak ada pengerasan Tidak ada pengerasan
dan pelemahan

dan pelemahan
3

3.

Perkusi
Lapang paru

redup di basal paru

sonor seluruh lapang


paru

4.

Auskultasi
Suara dasar
Suara tambahan
- Wheezing
- Ronki kasar
- RBH
- Stridor

Vesikuler

Vesikuler

+
-

Kesan : RBH (+) pada basal paru dextra


-

Abdomen
Inspeksi :

Bentuk : datar
Warna : sama dengan warna kulit sekitar
Venektasi : (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal 15x/menit
Palpasi :
Supel (+), Nyeri tekan epigastrium (-)
Defance muscular : (-)
Hepar
: normal
Lien: normal
Ginjal : normal, tidak teraba
Perkusi:

Timphani di seluruh kuadran


Pekak hati (+)
Pekak sisi (+) normal
Ekstremitas
Akral dingin

Superior
-/-

Inferior
-/-

Oedem

-/-

-/-

Sianosis

-/-

-/-

Gerak

Dalam batas normal

Dalam batas normal

5/5

5/5

5/5

5/5

-/-

-/-

Tremor

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
- Darah Rutin (28-01-2015)

Pemeriksaan
Lekosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
RDW
Eosinofil absolute
Basofil absolute

Hasil
36.400
36.400
16.00
47.20
84.70
28.70
33.90
204
14.50
H 0.63
0.02

Satuan
103/uL
103/uL
g/dL
%
fL
Pg
%
103/uL
%
103/uL
103/uL

Nilai Normal
3.8 10.6
4.4 5.9
13,2 17,3
40 52
80 100
26 34
32 36
150 440
11.5 14.5
0.045 0.44
0 0.02

Neutrofil absolute

4.64

103/uL

1.8 8

Limfosit absolute

1.51

103/uL

0.9 5.2

Monosit absolute

0.61

103/uL

0.16 1

Eosinofil
Basofil

H 6.80
0.30

%
%

24
01

Neutrofil

58.40

50 70

Limfosit

L 22.30

25 40

Monosit

2.20

28

K
Kimia klinik (28-01-2015)
Pemeriksaan
Glukosa sewaktu
Cholesterol total

Hasil
H 181
190

Satuan
mg/dL
mg/dL

Nilai normal
< 125
<200 : desirable
5

200-239 : High
240 : Very High
Trigliserida

108

mg/dL

Cholesterol HDL

L 24

mg/dL

Cholesterol LDL

H 171

mg/dL

Ureum
34
mg/dL
Creatinin
H 1.20
mg/dL
Kalium
4.9
mmol/L
Natrium
140
mmol/L
Albumin
4.0
g/dL
GFR = (140-umur) x BBx1 : (72xcreatinin)
= (140-49)x 95: (72x1,20)x1,0
= 100,05 (N)
b. EKG (28-01-2015)

>150 : Borderline High


200-499 : High
40 : low (kurang baik)
60 : high (baik)
< 100 : optimal
100-129 : near optimal
139-159 : borderline high
160-189 : high
>190 : very high
10,0 50,0
0,70 1,10
3,5 - 5,0
135 145
3,5 5,2

Irama :
o Ireguler
Irama Jantung :
o Junctional
Frekuensi :
6

o 100 bpm
Gelombang P (Lead II) :
o Tidak ada
Interval PR (Lead II) :
o Hilang
Kompleks QRS (Lead II) :
o Panjang : 2 x 0,04 = 0,08 s
o Tinggi : 5 x 0,1 = 0,5 mV
Segmen ST :
o Tidak bisa dinilai
Gelombang T (Lead II) :
o Tidak bisa dinilai
Axis :
o Normal
Zona transisi :
o V5
Kesan :
o Atrial Fibrilation

c. Pemeriksaan Radiologi :
X-foto Thorax AP/ Lateral (22-01-2015)
Cor
: Apek cordis bergeser ke latero caudal
Pulmo
: Corakan vaskular kasar
Kesuraman kedua parahiler
Diaphragma kanan
Sinus costophrenicus
Kesan

Cephalisasi
: terdapat gambaran Scalloping
: lancip
: Cor : Kardiomegali
Pulmo: Oedem Pulmo
TINJAUAN PUSTAKA

KETOASIDOSIS DIABETIKUM (KAD)

A.

PENGERTIAN
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi metabolik yang
ditandai oleh hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin
absolut atau relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang
serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD biasanya
mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan syok. Ketoasidosis
diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang ditandai dengan dehidrasi,
7

kehilangan elektrolit dan asidosis. Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari defisiensi
berat insulin dan disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini
merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes ketergantungan insulin.
KAD adalah keadaan yan g ditandai dengan asidosis met abolik akibat
pembentukan keton yang berlebihan, sedangk an SHH ditandai dengan hiperos molalitas
berat dengan kadar glukosa serum yang biasanya lebih tinggi dari KAD murni (American
Diabetes Association, 2004)
B.

ETIOLOGI KETOASIDOSIS DIABETIKUM (KAD)


Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk pertama kali.
Pada pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor
pencetus. Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam pengobatan dan pencegahan
ketoasidosis berulang. Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata,

1.
2.
3.

yang dapat disebabkan oleh :


Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
Keadaan sakit atau infeksi
Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati
Beberapa penyebab terjadinya KAD adalah:

Infeksi : pneumonia, infeksi traktus urinarius, dan sepsis. diketahui bahwa jumlah sel

darah putih mungkin meningkat tanpa indikasi yang mendasari infeksi.


Ketidakpatuhan: karena ketidakpatuhan dalam dosis
Pengobatan: onset baru diabetes atau dosis insulin tidak adekuat
Kardiovaskuler : infark miokardium
Penyebab lain : hipertiroidisme, pankreatitis, kehamilan, pengobatan kortikosteroid and
adrenergik.
(Samijean Nordmark,2008)

C.

FAKTOR PENCETUS
Krisis hiperglikemia pada diab etes tipe 2 biasanya terjadi karena ada keadaan

1.

yang mencetuskannya. Faktor pencetus krisis hiperglikemia ini antara lain :


Infeksi : meliputi 20 55% dari kasus krisis hiperglikemia dicetuskan oleh Infeksi.

2.

Infeksinya dapat berupa : Pneumonia, Infeksi traktus urinarius, Abses, Sepsis, Lain-lain.
Penyakit vaskular akut: Penyakit serebrovaskuler, Infark miokard akut, Emboli paru,

3.
4.
5.
6.

Thrombosis V.Mesenterika
Trauma, luka bakar, hematom subdural.
Heat stroke
Kelainan gastrointestinal: Pankreatitis akut, Kholesistitis akut, Obstruksi intestinal
Obat-obatan : Diuretika, Steroid, Lain-lain
8

Pada diabetes tipe 1, krisis h iperglikemia sering terjadi karena yang


bersangkutan menghentikan suntikan insulin ataupun pengobatannya tidak ad ekuat.
Keadaan ini terjadi pada 20-40% kasus KAD. Pada pasien muda dengan DM tipe 1,
permasalahan psikologi yang diperumit dengan gangguan makan berperan sebesar 20%
da ri seluruh faktor yang mencetuskan ketoasidosis. Faktor yang bisa mendorong
penghen tian suntikan insulin pada pasien muda meliputi ketakutan akan naiknya berat
badan pada keadaan kontrol metabolisme yang baik, ketakut an akan jatuh dalam
hypoglikem ia, pemberontakan terhadap otoritas, dan stres akibat penyakit kronis (Gaglia
dkk, 2004)
D.

TANDA DAN GEJALA


Gejala klinis biasanya berlangsung cepat dalam waktu kurang dari 24 jam. Poliuri,
polidipsi dan penurunan berat badan yang nyata biasanya terjadi beberapa hari menjelang
KAD, dan sering disertai mual-muntah dan nyeri perut. Nyeri perut sering disalah-artikan
sebagai 'akut abdomen'. Asidosis metabolik diduga menjadi penyebab utama gejala nyeri
abdomen, gejala ini akan menghilang dengan sendirinya setelah asidosisnya teratasi.
Sering dijumpai penurunan kesadaran, bahkan koma (10% kasus), dehidrasi dan
syok hipovolemia (kulit/mukosa kering dan penurunan turgor, hipotensi dan takikardi). Tanda
lain adalah napas cepat dan dalam (Kussmaul) yang merupakan kompensasi hiperventilasi

akibat asidosis metabolik, disertai bau aseton pada napasnya.


Sekitar 80% pasien DM ( komplikasi akut )
Pernafasan cepat dan dalam ( Kussmaul )
Dehidrasi ( tekanan turgor kulit menurun, lidah dan bibir kering )
Kadang-kadang hipovolemi dan syok
Bau aseton dan hawa napas tidak terlalu tercium
Didahului oleh poliuria, polidipsi.
Riwayat berhenti menyuntik insulin
Demam, infeksi, muntah, dan nyeri perut
(Dr. MHD. Syahputra. Diabetic ketosidosis. http://www.library.usu.ac.id )

E.

PATOFISIOLOGI
Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya jaringan
lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton. Bila hal ini dibiarkan
terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan tubuh akan rusak dan bisa
menderita koma. Hal ini biasanya terjadi karena tidak mematuhi perencanaan makan,
menghentikan sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes mellitus,

mendapat infeksi atau penyakit berat lainnya seperti kematian otot jantung, stroke, dan
sebagainya.
Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan ketoasidosis diabetik
(KAD) adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin. Semua
gangguan gangguan metabolik yang ditemukan pada ketoasidosis diabetik (KAD) adalah
tergolong konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin.
Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan menimbulkan
hiperglikemia yang meningkatkan glukosuria. Meningkatnya lipolisis akan menyebabkan
kelebihan produksi asam asam lemak, yang sebagian diantaranya akan dikonversi (diubah)
menjadi keton, menimbulkan ketonaemia, asidosis metabolik dan ketonuria. Glikosuria akan
menyebabkan diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan elektrolit seperti
sodium, potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrsi terjadi bila terjadi
secara hebat, akan menimbulkan uremia pra renal dan dapat menimbulkan syok hipovolemik.
Asidodis metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh peningkatan derajad
ventilasi (peranfasan Kussmaul).
Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan air
dan elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD adalah merupakan rangkaian dari siklus
interlocking vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu pemulihan
metabolisme karbohidrat dan lipid normal.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang juga . Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua
faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang
berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan
elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang
berlebihan (poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita
ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga
500 mEq natrium, kalium serta klorida selama periode waktu 24 jam.Akibat defisiensi insulin
yang lain adlah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol.
Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik
terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang
secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan
bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan menimbulkan asidosis metabolik
KETOASIDOSIS DIABETIKUM (KAD)

10

Pathophysiology of DKA adapted from Urden: Thelans Critical Care Nursing:


Diagnosis and Management. 5th ed.Cited in Nursing Consult. www.nursingconsult.com
Pada keadaan normal kurang lebih 50 % glukosa yang dimakan mengalami
metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10 % menjadi glikogen dan 20 % sampai 40 %
11

diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena
terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya
terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi
darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat
kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula
darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini,
karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi
maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah.
Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan
bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air
hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intraselluler, hal
ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus
sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke
sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein
menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien
akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu
banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang
menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila
terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya
bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini
apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price, 1995).
Pathway KETOASIDOSIS DIABETIKUM (KAD)

12

F.
a.
1.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Glukosa.
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien mungkin
memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin memiliki
kadar sampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih yang biasanya bergantung pada derajat
dehidrasi. Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar
glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa yang
berkisar dari 100 200 mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak memperlihatkan

2.

ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dl.


Natrium.
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler. Untuk setiap 100 mg /
dL glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat natrium serum diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq /

3.

L. Bila kadar glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah yang sesuai.
Kalium.
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan perawatan. EKG dapat

4.

digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di tingkat potasium.


Bikarbonat.
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang rendah (6,8-7,3).
Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik
(pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang
mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin.

13

Gunakan tingkat ini dalam hubungannya dengan kesenjangan anion untuk menilai derajat
5.

asidosis.
Sel darah lengkap (CBC).
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau ditandai pergeseran kiri

6.

mungkin menyarankan mendasari infeksi.


Gas darah arteri (ABG).
pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH measurements. Brandenburg
dan Dire menemukan bahwa pH pada tingkat gas darah vena pada pasien dengan KAD
adalah lebih rendah dari pH 0,03 pada ABG. Karena perbedaan ini relatif dapat diandalkan
dan bukan dari signifikansi klinis, hampir tidak ada alasan untuk melakukan lebih
menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang surut telah dilaporkan sebagai cara untuk menilai

7.

asidosis juga.
Keton.
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu, ketonuria dapat

8.

berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang mendasarinya.


-hidroksibutirat.
Serum atau hidroksibutirat kapiler dapat digunakan untuk mengikuti respons terhadap
pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol / L dianggap normal, dan tingkat dari 3

9.

mmol / L berkorelasi dengan kebutuhan untuk ketoasidosis diabetik (KAD).


Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi infeksi saluran kencing

yang mendasari.
10. Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN (mg / dL) / 2.8. Pasien
dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam keadaan koma biasanya memiliki osmolalitis
> 330 mOsm / kg H2O. Jika osmolalitas kurang dari > 330 mOsm / kg H 2O ini, maka pasien
jatuh pada kondisi koma.
11. Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk, alkoholisme kronis), maka
tingkat fosfor serum harus ditentukan.
12. Tingkat BUN meningkat.
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.
13. Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga dapat terjadi pada dehirasi.
Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar kreatinin dan BUN serum yang terus
berlanjut akan dijumpai pada pasien yang mengalami insufisiensi renal.
Tabel Sifat-sifat penting dari tiga bentuk dekompensasi (peruraian)
metabolik pada diabetes.

14

Diabetic
ketoacidosis
(KAD)

Sifat-sifat
Glukosa

Hyperosmolar
non ketoticcoma
(HONK)

Asidosis laktat

Tinggi

Sangat tinggi

Bervariasi

Ketone

Ada

Tidak ada

Bervariasi

Asidosis

Sedang/hebat

Tidak ada

Hebat

Dehidrasi

Dominan

Dominan

Bervariasi

Tidak ada

Ada

plasma

Hiperventilasi Ada
b.
1.

Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik untuk ketoasidosis diabetik dapat dilakukan dengan cara:
Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl). Biasanya tes ini

2.
3.
4.
5.

dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
Gula darah puasa normal atau diatas normal.
Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan ketidakadekuatan

6.
7.
8.
9.
10.

kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis.


Aseton plasma: Positif secara mencolok
As. Lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meninggkat
Elektrolit: Na normal/menurun; K normal/meningkat semu; F turun
Hemoglobin glikosilat: Meningkat 2-4 kali normal
Gas Darah Arteri: pH rendah, penurunan HCO3 (asidosismetabolik) dengan kompensasi

alkalosis respiratorik
11. Trombosit darah: Ht mungkin meningkat, leukositosis, hemokonsentrasi
12. Ureum/creatinin: meningkat/normal
13. Amilase darah: meningkat mengindikasikan pancreatitis akut
G.

DIAGNOSIS KETOASIDOSIS DIABETIKUM (KAD)


Didasarkan atas adanya "trias biokimia" yakni : hiperglikemia, ketonemia, dan asidosis.
Kriteria diagnosisnya adalah sebagai berikut :

Hiperglikemia, bila kadar glukosa darah > 11 mmol/L (> 200 mg/dL).

Asidosis, bila pH darah < 7,3.

kadar bikarbonat < 15 mmol/L).


Derajat berat-ringannya asidosis diklasifikasikan sebagai berikut :
15

Ringan: bila pH darah 7,25-7,3, bikarbonat 10-15 mmol/L.

Sedang: bila pH darah 7,1-7,24, bikarbonat 5-10 mmol/L.

Berat: bila pH darah < 7,1, bikarbonat < 5 mmol/L.

H.

DIAGNOSIS BANDING KETOASIDOSIS DIABETIKUM (KAD)


KAD juga harus dibedakan dengan penyebab asidosis, sesak, dan koma yang lain termasuk :
hipoglikemia, uremia, gastroenteritis dengan asidosis metabolik, asidosis laktat, intoksikasi
salisilat, bronkopneumonia, ensefalitis, dan lesi intrakranial.

I.

KOMPLIKASI KETOASIDOSIS DIABETIKUM (KAD)


Komplikasi dari ketoasidoisis diabetikum dapat berupa:

1.

Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik )


Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila penderita mencapai
stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya terdapat protein. Dengan menurunnya
fungsi ginjal akan disertai naiknya tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama penderita
nefropati diabetik akan berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah. Selain

2.

itu nefropati diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongesif.


Kebutaan ( Retinopati Diabetik )
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa mata. Penglihatan

3.

menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan.


Syaraf ( Neuropati Diabetik )
Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf. Penderita bisa stres, perasaan

4.

berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat dirasakan (mati rasa).
Kelainan Jantung.
Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya aterosklerosis pada pembuluh
darah jantung. Bila diabetesi mempunyai komplikasi jantung koroner dan mendapat serangan
kematian otot jantung akut, maka serangan tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini merupakan

5.

penyebab kematian mendadak.


Hipoglikemia.
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila penurunan kadar glukosa
darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera. Keterlambatan dapat menyebabkan

6.

kematian. Gejala yang timbul mulai dari rasa gelisah sampai berupa koma dan kejang-kejang.
Hipertensi.
16

Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni, ginjal penderita diabetes
harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan darah pada diabetisi juga lebih tinggi.
Ditambah dengan kerusakan-kerusakan pembuluh kapiler serta penyempitan yang terjadi,
secara otomatis syaraf akan mengirimkan signal ke otak untuk menambah takanan darah.

J.

PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan penatalaksanaan :

1.

Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi),

2.

Menghentikan ketogenesis (insulin),

3.

Koreksi gangguan elektrolit,

4.

Mencegah komplikasi,

5.

Mengenali dan menghilangkan faktor pencetus.

Airway dan Breathing


Oksigenasi / ventilasi
Jalan napas dan pernapasan tetap prioritas utama. Jika pasien dengan kesadaran / koma (GCS
<8) mempertimbangkan intubasi dan ventilasi. Pada pasien tsb sementara saluran napas dapat
dipertahankan oleh penyisipan Guedel's saluran napas. Pasang oksigen melalui masker
Hudson atau non-rebreather masker jika ditunjukkan. Masukkan tabung nasogastrik dan
biarkan drainase jika pasien muntah atau jika pasien telah muntah berulang. Airway,
pernafasan dan tingkat kesadaran harus dimonitor di semua treatment DKA.
Circulation
Penggantian cairan
Sirkulasi adalah prioritas kedua. DKA pada pasien yang menderita dehidrasi berat bisa
berlanjut pada shock hipovolemik. Oleh sebab itu, cairan pengganti harus dimulai
17

segera. Cairan resusitasi bertujuan untuk mengurangi hiperglikemia, hyperosmolality, dan


counterregulatory hormon, terutama dalam beberapa jam pertama, sehingga mengurangi
resistensi terhadap insulin. Terapi Insulin paling efektif jika didahului dengan cairan awal dan
penggantian elektrolit. Defisit cairan tubuh 10% dari berat badan total maka lebih dari 6 liter
cairan mungkin harus diganti. Resusitasi cairan segera bertujuan untuk mengembalikan
volume intravaskular dan memperbaiki perfusi ginjal dengan solusi kristaloid, koloid dan bisa
digunakan jika pasien dalam syok hipovolemik. Normal saline (NaCl 0,9%) yang paling
sesuai. Idealnya 50% dari
total defisit air tubuh harus diganti dalam 8 jam pertama dan 50% lain dalam 24 jam
berikutnya. Hati-hati pemantauan status hemodinamik secara teliti (pada pasien yang tidak
stabil setiap 15 menit), fungsi ginjal, status mental dan keseimbangan cairan diperlukan untuk
menghindari overload cairan.
(Elisabeth Eva Oakes, RN. 2007. Diabetic Ketoacidosis DKA)

GAGAL JANTUNG KONGESTIF


A. Definisi
Gagal jantung adalah keadaan (kelainan) patofisiologi berupa sindroma klinik.
Diakibatkan oleh ketidakmampuan jantung untuk memenuhi cardiac output/ CO yang
cukup untuk melayani kebutuhan jaringan tubuh akan 0 2 dan nutrisi lain meskipun
tekanan pengisian (filling pressure atau volume diastolik) telah meningkat
Dalam keadaan normal jantung dapat memenuhi CO yang cukup stiap waktu,
pada gagal jantung ringan keluhan baru timbul pada beban fisik yang meningkat, pada
gagal jantung berat keluhan sudah timbul pada keadaan istirahat.
Jantung mengalami kegagalan (dekompensatio) apabila berbagai mekanisme
sudah berlebihan (yaitu retensi garam dan air, meningkatnya resistensi perifer,
hipertrofi miokard, dilatasi ventrikel, meningkatnya tekanan atria, meningkatnya
kekuatan kontraksi) tetapi jantung tidak mempertahankan fungsinya dengan cukup.

18

Gagal jantung merupakan akhir dari suatu continuum, proses yang


berkesinambungan, dimulai dari terdapatnya penyakit jantung tanpa kelainan
hemodinamik, kemudian berlanjut dengan fase preklinik dimana sudah didapati
keluhan dan tanda-tanda gagal jantung (symptomand sign).
B. Etiologi
Penyebab reversible dari gagal jantung antara lain: aritmia (misalnya: atrial
fibrillation), emboli paru-paru (pulmonary embolism), hipertensi maligna atau
accelerated, penyakit tiroid (hipotiroidisme atau hipertiroidisme), valvular heart
disease, unstable angina, high output failure, gagal ginjal, permasalahan yang
ditimbulkan oleh pengobatan (medication-induced problems), intake (asupan) garam
yang tinggi, dan anemia berat.
Menurut penyebabnya gagal jantung dibagi berdasarkan :
1. Myocardial damage
a. Ischemic Heart Disease (IHD) difus atau region
b. Miokarditis : viral, demam rematik, bakterial, fungal
c. Kardiomiopati : kardiomiopati iskemik, kardiomiopati diabetik, kardiomiopati
periapartal, kardiomiopati hipertensi (HHD), idiopathic hypertrophic subortic
stenosis.
2. Beban ventrikel yang bertambah
a. Beban tekanan / pressure overload
-

hipertensi sistemik

koarktasio aorta

aorta stenosis

pulmonal stenosis

hipertensi pulmonal pada PPOK atau hipertensi pulmonal primer


19

b. Beban volume / volume overload


-

Mitral regurgitasi

Aorta regurgitasi

Ventricular septal defect (VSD)

Atrial septal defect (ASD)

Patent ductus arteriosus (PDA)

c. Restriksi dan obstruksi pengisisan ventrikel


-

Mitral stenosis

Triskupid stenosis

Tamponade jantung

Atrial miksoma

Kardiomiopati restriktif

Perikarditis kontriktif

d. Kor pulmonal
e. Kelainan metabolik
-

Beri-beri

Anemia kronik

Penyakit tiroid

f. Kardiomiopati toksik
-

Emetin

20

Alkohol

Vincristin

Bir, kokain

g. Trauma
-

Miokardial fibrosis

Perikardial kontriktif

h. Kegananasan
-

Limfoma

Rabdomiosarkoma

C. Faktor Predisposisi dan Faktor Pencetus


1. Faktor Predisposisi
Yang merupakan faktor predisposisi gagal jantung antara lain: hipertensi,
penyakit arteri koroner, kardiomiopati, penyakit pembuluh darah, penyakit
jantung kongenital, stenosis mitral, dan penyakit perikardial.
2. Faktor Pencetus
Yang merupakan faktor pencetus gagal jantung antara lain: meningkatnya
asupan (intake) garam, ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal
jantung, infak miokard akut, hipertensi, aritmia akut, infeksi, demam, emboli
paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan, dan endokarditis infektif.
D. Patofisiologi
Ada beberapa mekanisme gagal jantung:
1. Aktivasi sistem RAA (Renin Angiotensinogen Angiotensin)

21

Akibat cardiac output yang menurun pada gagal jantung terjadi


peningkatan seksresi renin yang merangsang pembentukan angiotensin II.
Aktivasi sistem RAA dimaksudkan mempertahankan cairan, keseimbangan/
balance elektrolit dan tekanan darah cukup. Renin adalah enzim yang
dikeluarkan oleh aparatus juxta glomerular yang mengubah angiotensinogen
menjadi angiotensin-I kemudian menjadi angiotensin-II oleh angiotensin
converting enzyme. ACE juga mengubah bradikinine suatu vasodilator
menjadi peptide yang tidak aktif.
Pengaruh angiotensin II :
a. Vasokonstriktor kuat
b. Merangsang neuron simpatis dengan akibat pengeluaran adrenalin
bertambah
c. Merangsang terjadinya hipertropi vaskular yang berakibat menambah
resistensi perifer meningkat yang berati afterload meningkat
d. Merangsang terjadinya hipertropi miokard
e. Merangsang pengeluaran aldosteron dari korteks adrenal dengan akibat
reasorpsi garam dan air pada tubulus proksimal ginjal meningkat.
2. Aktivasi sistem saraf simpatis
Meningkatnya pengeluaran katekolamin oleh adrenergic cardiac nerve
dan medula adrenalis memperkuat kontraktilitas miokard, bersama sistem
RAA dan neurohormonal lain dimaksudkan untuk mempertahankan tekanan
arteri dan perfusi pada organ vital. Sistem saraf otonomik adalah sangat
penting dalam pengaturan heart rate (HR), kontraksi miokard, capacitance
dan resistance vascular bed pada setiap saat, dengan demikian mengontrol
CO, distribusi aliran darah dan tekanan arterial. Pengaturan neural ini
memungkinkan perubahan-perubahan fungsi kardiovaskuler yang diperlukan
secara cepat, dalam beberapa detik, sebelum mekanisme yang lebih lambat

22

yaitu stimulus metabolik, katekolamin dalam sirkulasi dan sistem RAA


bekerja.
Pada permulaan gagal jantung, aktivitas sistem adrenergik dapat
mempertahankan CO dengan cara kontraktilitas yang meningkat dan kenaikan
heart rate, pada gagal jantung yang lebih berat terjadi vasokonstriksi akibat
sistem simpatis dan pengaruh angiotensin II dengan maksud mempertahankan
dan redistribusi CO, pada gagal jantung yang lebih berat (NYHA klas IV)
terjadi peningkatan afterload yang berlebihan akibat vasokontriksi dengan
akibat penurunan stroke volume dan cardiac output.
3. Mekanisme Frank Starling
Pada semua otot bergaris termasuk miokard, kekuatan kontraksi
tergantung pada panjangnya serabut otot miofibril, makin panjang kontraksi
makin kuat.
Pada panjang sarkomer 2,2 um, miofibril peka terhadap Ca ++ sehingga
mengahasilkan aktivasi sistem kontraksi yang maksimal, apabila sarkomer
bertambah panjang mencapai 3,65 um kepekaan terhadap Ca ++ berkurang,
kontraksi juga berkurang. Pengertian tersebut merupakan dasar dari Starling
law of the heartI yang menyatakan bahwa dalam batas panjang miofibril
tertentu, kekuatan kontraksi ditentukan oleh volume pada akhir diastole yaitu
preload
4. Kontraksi miokard
Hipertropi miokard disertai atau tidak disertai dilatasi ruang-ruang
jantung merupakan upaya untuk menambah kontraksi ventrikel pada
afterload dan preload yang meningkat
5. Redistribusi CO yang subnormal
Redistribusi dengan maksud mempertahankan oksigenasi kepada
organ-organ vital yaitu jantung dan otak, darah yang mrngalir ke organ yang
kurang vital seperti kulit, otot skletal, ginjal berkurang. Redistribusi cairan
23

(darah) terjadi pada penderita gagal jantung yang mengalami aktivitas fisik,
pada gagal jantung yang lanjut redistribusi terjadi meskipun pada istirahat.
Mekanismenya melalui deregulasi saraf simpatis bersam parasimpatis dengan
akibat vasodilataso ke organ vital dan vasokontriksi pada organ yang kurang
vital untuk mempetahankan kelangsungan hidup.
6. Metabolisme anaerobik
Perfusi ke jaringan yang menurun pada gagal jantung, terjadi
metabolisme anaerobik. Banyak jaringan terutam otot skeletal mengalami
metabolisme anaerobik sebagai cadagan untuk menghasilkan energi. Pada
individu normal dalam latihan sedang terjadi metabolisme anaerobik
menghasilkan 5% energi yang diperlukan. Penderita dengan gagal jantung
menghasilkan 30%.
7. Arginin Vasopresin (AVP)
AVP merupakan vasokonstriktor kuat. Pada penderita gagal jantung
level AVP meningkat 2 kali dibandingkan orang normal.
8. Atrial Natriuretic Peptide (ANP)
Suatu tekanan atrial yang meningkat menghasilkan ANP. Hormon
memilik efek vasokonstriktor, retensi Na dan air, hormon adrenergik. Oleh
karena itu ANP melindungi sirkulasi dan volume dan pressure overload, ANP
juga menyebabkan

Sebenarnya

jantung

yang

mulai

lemah

akan

memberikan

mekanismekompensasi untuk meningkatkan curah jantung, yaitu :


1. Meningkatkan aktivitas simpatik
Baroreseptor merasakan penurunan tekanan darah dan memacu
aktfitasreseptor -adrenergic dalam jantung. Hal ini menimbulkan kecepatan
jantung danpeningkatan kontraksi dari otot-otot jantung yang lebih
24

besar.Selain itu,vasokonstriksi diperantarai

-1 memacu venous return dan

meningkatkan preloadjantung.Respons kompensasi ini meningkatkan kerja


jantung dan karena itu dapat menyebabkan penurunan selanjutnya dalam
fungsi jantung.
2. Retensi cairan.
Penurunan curah jantung akan memperlambat aliran darah ke
ginjal,menyebabkan lepasnya renin, dengan hasil peningkatan sintesis
angiotensin II danaldosteron. Hal ini meningkatkan resistensi perifer dan
retensi natrium dan air.Volume darah meningkat dan semakin banyak darah
kembali ke jantung.Jikajantung tidak dapat memompa volume ekstra ini,
tekanan vena meningkat dan edemaperifer dan edema paru-paru terjadi.
Respons kompensasi ini meningkatkan kerjajantung dan karena itu,
selanjutnya menyebabkan penurunan fungsi jantung
3. Hipertrofi miokard
Jantung membesar dan ruangannya melebar. Pertama peregangan ototototjantung menyebabkan kontraksi jantung lebih kuat, tetapi perpanjangan
yangberlebihan dari serat tersebut akan menyebabkan kontraksi semakin
lemah. Jeniskegagalan ini disebut gagal sistolik dan diakibatkan oleh ventrikel
yang tidak dapatmemompa secara efektif.Jarang pasien gagal jantung
kongestif dapat mempunyaidisfungsi diastolik, yaitu suatu istilah yang
diberikan jika kemampuan ventrikelrelaksasi dan menerima darah terganggu
karena perubahan struktural, sepertihipertrofi.Penebalan dinding ventrikel dan
penurunan volume ventrikel dapatmenurunkan kemampuan otot jantung
untuk relaksasi. Hal ini mengakibatkan ventrikel tidak terisi cukup, dan curah
jantung yang tidak cukup disebut sebagaigagal jantung
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gagal jantung kanan (decompensatio dextra) antara lain: JVP
meningkat, batas jantung kanan melebar (terdapat RVH dan pulsasi epigastrium),
pembesaran hati (hepatomegali), pembesaran limpa (splenomegali), cairan di rongga

25

perut (ascites), bengkak (oedem) pada tungkai. Sedangkan manifestasi klinis gagal
jantung kiri (decompensatio sinistra) antara lain: sesak nafas (dispneu, orthopneu,
paroxismal nocturnal dispneu), batas jantung kiri melebar (terdapat LVH), nafas
cheyne stokes, kebiruan (cyanosis), Right Bundle Branch (RBB), dan suara S3
(gallop).
F. Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis gagal jantung dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
EKG, foto thorax, ekokardigrafi-doppler dan kateterisasi.Berdasar keluhan (symptom)
terdapat klasifikasi fungsional dari New York Heart Association ( NYHA) :
1

NYHA klas I :
Penderita

dengan

kelainan

jantung

tanpa

pembatasan

aktivitas

fisik.Aktivitas fisik sehari-hari tidak menyebabkan kelelahan, palpitasi,


dispnoe atau angina.
2

NYHA klas II :
Penderita dengan kelainan jantung yang berakibat pembatasan ringan
aktivitas fisik.Merasa enak pada istirahat.Aktivitas fisik sehari-hari
(ordinary physical activity) menyebabkan kelelahan, palpitasi, dispnoe atau
angina.

NYHA kelas III :


Penderita dengan kelainan jantung yang berakibat pembatasan berat
aktivitas fisik.Merasa enak pada istirahat.Aktivitas yang kurang dari
aktivitas sehari-hari menimbulkan kelelahan, palpitasi, dispnoe atau angina.

NYHA KELAS IV :
Penderita dengan kelainan jantung dengan akibat tidak mampu melakukan
aktivitas fisik apapun. Keluhan timbul maupun dalam keadaan istirahat.

26

Dibawah ini adalah kriterian diagnosis CHF kiri dan kanan dari Framingham
Kriteria mayor:
1.

Paroxismal Nocturnal Dispneu

2.

distensi vena leher

3.

ronkhi paru

4.

kardiomegali

5.

edema paru akut

6.

gallop S3

7.

peninggian tekanan vena jugularis

8.

refluks hepatojugular

Kriteria minor:
1.

edema ekstremitas

2.

batuk malam hari

3.

dispneu de effort

4.

hepatomegali

5.

efusi pleura

6.

takikardi

7.

penurunan kapasitas vital sepertiga dari normal

Kriteria mayor atau minor


Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari setelah terapi

27

Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 1 kriteria minor
harus ada pada saat yang bersamaan.
Penyakit jantung koroner merupakan etiologi gagal jantung akut pada 60-70% pasien,
terutama pada usia lanjut. Contoh klasik gagal jantung akut adalah robekan daun
katup secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma atau infark miocard luas. Curah
jantung yang menurun tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah disertai
edema perifer.
G. Penatalaksanaan
Tujuan terapi untuk gagal jantung kongestif adalah meningkatkan curahjantung.
Golongan obat gagal jantung yang digunakan adalah:
1. Vasodilator
Gangguan fungsi kontraksi jantung pada gagal jantung kongestif, diperberatoleh
peningkatan kompensasi pada preload (volume darah yang mengisi ventrikel
selama diastole) dan afterload (tekanan yang harus diatasi jantung ketika
memompadarah ke sistem arteriol). Vasodilatasi berguna untuk mengurangi
preload

danafterload

yang

berlebihan,

dilatasi

pembuluh

darah

vena

menyebabkanberkurangnya preload jantung dengan meningkatkan kapasitas


vena, dilator arterialmenurunkan resistensi arteriol sistemik dan menurunkan
afterload.Obat-obat yangberfungsi sebagai vasodilator antara lain captopril,
isosorbid dinitrat, hidralazin
a. Inhibitor enzim pengkonversi angiotensin (Inhibitor ACE)
Obat-obat ini menghambat enzim yang berasal dari angiotensin I
membentukvasokonstriktor kuat angiotensin II. Inhibitor ACE mengurangi
kadar angiotensin II dalam sirkulasi dan juga mengurangi sekresi aldosteron,
sehingga menyebabkanpenurunan sekresi natrium dan air. Inhibitor ACE dapat
menyebabkan

penurunanretensi

vaskuler

vena

dan

tekanan

darah,

menyebabkan peningkatan curah jantung.


Pengobatan ini sangat menurunkan morbiditas dan mortalitas.
Penggunaan inhibitor ACE awal diutamakan untuk mengobati pasien gagal
ventrikel kiri untuksemua tingkatan, dengan atau tanpa gejala dan terapi harus
dimulai segera setelahinfark miokard. Terapi dengan obat golongan ini
memerlukan monitoring yang telitikarena berpotensi hipotensi simptomatik.
28

Inhibitor ACE ini tidak boleh digunakanpada wanita hamil. Obat-obat yang
termasuk dalam golongan inhibitor enzimpengkonversi angiotensin ini adalah
kaptopril, enalapril, lisinopril, dan quinapril
b. Angiotensin II receptor Antagonists
Pasien yang mengalami batuk pada

penggunaan

ACE

Inhibitor,

dapatdigunakan angiotensin II receptor Antagonists seperti losartan dosis 2550 mg/harisebagai alternatif. Losartan efektif menurunkan mortalitas dan
menghilangkan gejalapada pasien dengan gagal jantung
c. Relaksan otot polos langsung
Dilatasi pembuluh vena langsung meyebabakan

penurunan

preload

jantungdengan meningkatkan kapasitas vena, dilator arterial mengurangi


resistensi sistemarteriol dan menurunkan afterload. Obat-obat yang termasuk
golongan ini adalahhidralazin, isosorbid, minoksidil, dan natrium nitropusid
d. Antagonis Reseptoris - Adrenergik
Antagonis reseptor -adrenergik yang paling umum adalah metoprolol,
suatuantagonis reseptor yang selektif terhadap 1- adrenergik mampu
memperbaikigejala, toleransi kerja fisik serta beberapa fungsi ventrikel selama
beberapa bulanpada pasien gagal jantung karena pembesaran kardiomiopati
idiopati
2. Diuretik
Diuretik akan mengurangi kongesti pulmonal dan edema perifer. Obat-obatini
berguna mengurangi gejala volume berlebihan, termasuk ortopnea dan
dispneanoktural

paroksimal.Diuretik

menurunkan

volume

plasma

dan

selanjutnyamenurunkan preload jantung.Ini mengurangi beban kerja jantung dan


kebutuhanoksigen.Diuretik juga menurunkan afterload dengan mengurangi
volume plasmasehingga menurunkan tekanan darah. Obat-obat yang termasuk
golongan ini adalahdiuretik tiazid dan loop
3. Antagonis Aldosteron
Penggunaan spironolakton sebagai antagonis aldosteron menunjukkan
penurunan mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat.
Aldosteron berhubungan dengan retensi air dan natrium, aktivasi simpatetik,
danpenghambatan parasimpatetik.Hal tersebut merupakan efek yang merugikan
padapasien dengan gagal jatung. Spironolakton meniadakan efek tersebut
denganpenghambatan langsung aktifitas aldosterone
4. Obat-obat inotropik
Obat-obat inotropik positif meningkatkan kontraksi

otot

jantung

danmeningkatkan curah jantung. Meskipun obat-obat ini bekerja melalui

29

mekanismeyang berbeda dalam tiap kasus kerja inotropik adalah akibat


peningkatan konsentrasikalsium sitoplasma yang memacu kontraksi otot jantung
a. Digitalis
Obat-obat golongan digitalis ini memiliki berbagai mekanisme
kerjadiantaranya

pengaturan

konsentrasi

kalsium

sitosol.

Hal

ini

menyebabkan terjadinyahambatan pada aktivasi pompa proton yang dapat


menimbulkan

peningkatan

konsentrasi

natrium

intrasel,

sehingga

menyebabkan terjadinya transport kalsium kedalam sel melalui mekanisme


pertukaran kalsium-natrium.Kadar kalsium intrasel yang meningkat itu
menyebabkan peningkatan kekuatan kontraksi sistolik. Mekanisme lainnya
yaitu peningkatan kontraktilitas otot jantung, Pemberian glikosida digitalis
menngkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan penurunan
volume distribusi aksi, jadi meningkatkan efisiensi kontraksi.
Terapi digoxin merupakan indikasi pada pasien dengan

disfungsi

sistolikventrikel kiri yang hebat setelah terapi diuretik dan vasodilator.Obat


yang termasukdalam golongan glikosida jantung adalah digoxin dan
digitoxin. Glikosida jantungmempengaruhi semua jaringan yang dapat
dirangsang, termasuk otot polos dan susunan saraf pusat. Mekanisme efek ini
belum diselidiki secara menyeluruh tetapi mungkin melibatkan hambatan
Na+K+ - ATPase didalam jaringan ini.
Hipokalemia dapat menyebabkan aritmia hebat. Penurunan kadar
kaliumdalam serum sering ditemukan pada pasien-pasien yang mendapatkan
thiazid atauloop diuretik dan biasanya dapat dicegah dengan diuretik hemat
kalium atausuplemen kalium karbonat. Hiperkalsemia dan hipomagnesemia
juga

menjadipredisposisi

terhadap

toksisitas

digitalis.

Tanda

dan

gejalatoksisitas glikosida jantung yaitu anoreksia, mual, muntah, sakit


abdomen,penglihatan

kabur,

mengigau,

kelelahan,

bingung,

pusing,

meningkatnya responsventilasi terhadap hipoksia, aritmia ektopik atrium dan


ventrikel, dan gangguankonduksi nodus sinoatrial dan atrioventrikel
b. Agonis -adrenergic
Stimulan - adrenergic memperbaiki kemampuan jantung

dengan

efekinotropik spesifik dalam fase dilatasi. Hal ini menyebabkan masuknya ion
kalsiumkedalam sel miokard meningkat,sehingga dapat meningkatkan
kontraksi. Dobutaminadalah obat inotropik yang paling banyak digunakan
selain digitalis
c. Inhibitor fosfodiesterase
30

Inhibitor

fosfodiesterase

memacu

koonsentrasi

intrasel

siklik-

AMP.Inimenyebabkan peningkatan kalsium intrasel dan kontraktilitas


jantung.Obat yangtermasuk dalam golongan inhibitor fosfodiesterase adalah
amrinon dan milrino.

H. Diagnosis Banding
Beberapa penyakit yang dapat didiagnosis banding dengan gagal jantung antara lain:
31

1.

CAD (angina atau MI)

2.

Hipertensi kronis

3.

Idiopathic dilated cardiomyopathy

4.

Valvular heart disease (misalnya, mitral regurgitation, aortic stenosis)

5.

Cardiomyopathy lainnya (misalnya, sarcoidosis)

6.

Arrhythmia (misalnya, atrial fibrillation)

7.

Anemia

8.

Overload volume cairan yang disebabkan oleh kondisi noncardiac

9.

Penyakit thyroid (hypothyroidism atau hyperthyroidism)

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiogram (EKG)
Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran abnormal pada hampir
seluruh penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran normal dapat
dijumpai pada 10% kasus. Gambaran yang sering didapatkan antara lain
gelombang Q, abnormalitas ST T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch
block dan fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada keduanya
menunjukkan gambaran yang normal, kemungkinan gagal jantung sebagai
penyebab dispneu pada pasien sangat kecil kemungkinannya.
2. Scan jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding .
3. Sonogram (ekocardiogram, ekokardiogram doppler)
Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan

dalam

fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontraktili tas ventrikular.


Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna pada
gagal jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif
mengenai struktur dan fungsi jantung. Penderita yang perlu dilakukan
ekokardiografi adalah : semua pasien dengan tanda gagal jantung,susah
bernafas yang berhubungan dengan murmur,sesak yang berhubungan dengan

32

fibrilasi atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi ventrikel kiri (infark
miokard anterior, hipertensi tak terkontrol,atau aritmia). Ekokardiografi dapat
mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik, mengetahui adanya
gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli.
4. Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal
jantung kanan dan gagal jantung kiri dan stenosis katup atau insufisiensi.
5. Rongent dada
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi
atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal. Pada
pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya pembesaran siluet jantung
(cardio thoraxic ratio > 50%), gambaran kongesti vena pulmonalis terutama di
zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20mmHg
dapat timbul gambaran cairan pada fisura horizontal dan garis Kerley B pada
sudut kostofrenikus. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg didapatkan
gambaran batwingpada lapangan paru yang menunjukkan adanya udema paru
bermakna. Dapat pula tampak gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila
unilateral, yang lebih banyak terkena adalah bagian kanan.
6. Enzim hepar
Meningkat dalam gagal/kongesti hepar.
7. Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal, terapi
diuretik.
8. Analisa gas darah (AGD)
Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkaliosis respiratori ringan (dini) atau
hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).
9. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin
Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN
dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.
10. Pemeriksaan tiroid
Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid sebagai pre
pencetus gagal jantung kongestif.
J. Komplikasi
1. Efusi Pleura
Merupakan akibat dari peningkatan tekanan dikapiler pleura, transudasi dari
kapiler ini memasuki rongga pleura. Efusi pleura ini biasanya terjadi pada
lobus sebelah kanan bawah.
2. Arrhytmia

33

Pasien dengan gagal jantung kongestif memiliki resiko tinggi mengalami


aritmia, hampir setengah kejadian kematian jantung mendadak disebabkan
oleh ventrikuler arrhytmia
3. Trombus pada ventrikel kiri
Pada kejadian gagal jantung kongestif akut ataupun kronik, dimana terjadinya
pembesaran dari ventrikel kiri dan penurunan cardiac output hal ini akan
meningkatkan

kemungkinan

sehingga American

college

pembentukan
of

thrombus

diventrikel

kiri,

cardiology dan AHA merekomendasikan

pemberian antikoagulan pada pasien dengan gagal jantung kongestif dan atrial
fibrilasi atau fungsi penurunan ventrikel kiri (Cth: ejection fraction kurang dari
20%). Sekali terbentuk thrombus, hal ini bisa menyebabkan penurunan
kontraksi ventrikel kiri, penurunan cardiac output dan kerusakan perfusi pasien
akan menjadi lebih parah. Pembentukan emboli dari thrombus juga mungkin
mengakibatkan terjadinya cerebrovaskular accident (CVA).

34

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, Aru W, et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Rani A.A., Soegondo S., Uyainah A.,Wijaya I.P., Nafrialdi., Manjoer A., 2006. Gagal
Jantung Kronik dalam Panduan Pelayanan Medik. Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia. Hal: 54.
3. Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : EGC.
4. Yundini, Faktor Risiko Hipertensi. Jakarta: Warta Pengendalian Penyakit Tidak
Menular, 2006; Tue, 29 Aug 2006 10:27:42-0700.
5. Mansjoer,A., Suprohaita, Wardhani. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

35

Vous aimerez peut-être aussi