Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. H
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 16 tahun
Alamat
: Pisangan Lama
Suku Bangsa
: Indonesia
Pekerjaan
: pelajar SMP
Tanggal masuk RS : 2 Mei 2013
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Persahabatan pada
tanggal 2 Mei 2013, pukul 11.30 WIB secara autoanamnesis dan alloanamnesis.
Keluhan Utama:
Baal dan bercak kemerahan pada perut dan punggung yang semakin meluas sejak 1
bulan sebelum masuk Rumah Sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengatakan sejak bulan Desember 2012, ia merasakan terdapat bercak
putih pada perut, bercak tersebut dikatakan pasien tidak terasa gatal atau pun nyeri.
Kemudian, sekitar bulan Februari 2013 pasien menyadari bercak tersebut menjadi
meluas dan juga timbul pada punggung. Lama-kelamaan, bercak putih tersebut
disertai kemerahan di sekitarnya dan terasa baal, serta terkadang disertai gatal. Gatal
pada bercak dirasakan pasien muncul dan hilang tiba-tiba secara tidak menentu, tetapi
dengan intensitas ringan. Gatal dirasakan pasien tidak dipengaruhi oleh keluarnya
keringat. Pasien mengatakan tidak terdapat kelemahan pada lengan, tangan, tungkai,
maupun kakinya. Pasien sudah berobat ke Puskesmas, dan diberikan bedak dan obat
tablet, tetapi kelainan kulit yang dialami pasien tidak membaik meskipun sudah
meminum obatnya. Pasien sebelumnya belum pernah mengalami kelainan kulit
seperti ini.
Pasien mengatakan di lingkungan sekitarnya tidak ada yang memiliki keluhan
serupa dengan pasien. Aktivitas sehari-hari pasien adalah sekolah dan bermain bola di
lapangan sekolah yang terbuat dari semen. Pasien dalam sehari mandi 2 kali,
menggunakan sabun, dan setiap kali selesai mandi menggunakan baju bersih. Riwayat
penggunaan alat mandi atau handuk bersama dengan anggota keluarga lainnya tidak
ada. Sehari-hari pasien tidak memelihara binatang atau pun berkontak dengan
binatang. Riwayat bercocok tanam, berkebun, atau bermain di tempat tanah dikatakan
pasien tidak ada.
Refleks fisiologis:
Pemeriksaan saraf perifer:
o Nervus aurikularis magnus : tidak ada pembesaran, tidak ada nyeri
o Nervus ulnaris
: tidak ada pembesaran, tidak ada nyeri
o Nervus poplitea lateralis : tidak ada pembesaran, tidak ada nyeri
o Nervus tibialis posterior : tidak ada pembesaran, tidak ada nyeri
Pemeriksaan sensorik: terdapat hipestesi pada lesi di perut, dada, dan
+2 +2
punggung.
STATUS DERMATOLOGIKUS
Pada regio dada dan abdomen, terdapat plak hipopigmentasi dan eritematosa pada
tepinya, multipel, berukuran numular, bentuk bulat dan oval, berbatas sirkumskrip,
dan persebarannya diskret.
hipopigmentasi
eritematosa,
dengan
multipel,
tepi
berukuran
2013 di
RSCM)
a. Indeks Bakteri
: 11/5
b. Indeks Morfologi : 5/500 x
100% = 1,0%
Diagnosis: MH - BL
RESUME
Pasien laki-laki, 16 tahun, dengan keluhan baal dan kemerahan yang semakin meluas
sejak 1 bulan sebelum masuk Rumah Sakit. Baal dan bercak kemerahan pada perut
dan punggung yang semakin meluas sejak 1 bulan sebelum masuk Rumah Sakit.
Awalnya bercak muncul saat bulan Desember 2012 berupa bercak putih, kemudian
lama-kelamaan bercak putih disertai kemerahan dan sedikit gatal yang sifatnya hilang
timbul tidak menentu. Tidak terdapat kelemahan pada ekstremitas atau bagian tubuh
lainnya. Pasien sudah pernah berobat ke Puskesmas dan diberikan bedak dan obat
tablet, tetapi keluhan tidak membaik. Keluhan belum pernah dialami sebelumnya.
Tidak terdapat orang lain dengan keluhan serupa. Tidak ada riwayat kontak dengan
hewan atau berkontak dengan tanah.
DIAGNOSIS
Morbus Hansen Borderline Lepromatosa
DIAGNOSIS BANDING
Tinea korporis
PEMERIKSAAN ANJURAN
Kerokan kulit KOH
PENGOBATAN/TATALAKSANA:
-
Non-medikamentosa
o Edukasi mengenai penyakit dan rencana pengobatan bekepanjangan
o Teratur meminum obat dan kontrol setiap bulan
o Menjaga hygiene sepeti mengganti baju dan mandi setiap kali
berkeringat
o Menjaga kontak dengan orang lingkungan sekitar untuk mencegah
penularan
o Menjaga kebersihan lesi dari luka atau kotoran, dengan melakukan
pengecekan setiap hari
o Tanggap akan efek samping obat dan reaksi obat dan segera berobat ke
dokter.
Medikamentosa
o MDT-MB program WHO (12-18 bulan)
Hari ke-1 (dari 28 hari)
Rifampisin 1x 600 mg/hari
DDS 1x100mg/hari
Klofazimin 1x300mg/hari
Hari ke-2 sampai 28 (dari 28 hari)
DDS 1x100 mg/hari
Klofazimin 1x50mg/hari
PROGNOSIS
Ad vitam
Ad sanationam
Ad fungsionam
: Bonam
: Dubia ad Bonam
: Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
MORBUS HANSEN
Mobus hansen (lepra/ kusta) adalah suatu penyakit akibat infeksi kronik oleh
Mycobacterium leprae yang menyerang saraf perifer, kulit, mukosa traktus
respiratorius, serta organ lainnya kecuali sistem saraf pusat. Mycobacterium leprae
merupakan bakteri berbentuk basil gram-positif, tahan asam dan alkohol, bersifat
intraselular obligat. Sampai saat ini M. leprae belum dapat dibiakkan di medium
artifisial sehingga sulit untuk mempelajari tentang kuman ini.1,2
a. Patogenesis
Seseorang yang terinfeksi M. leprae belum tentu akan menderita penyakit
kusta. Bakteri harus memenuhi jumlah minimum agar dapat tumbuh dan
menimbulkan manifestasi klinis. Manifestasi klinis yang ditimbulkan-pun
tergantung dari sistem imunitas seluler yang dimiliki host. Pada dasarnya, M.
leprae memiliki patogenitas dan daya invasi rendah karena penderita yang
terinfeksi lebih banyak kuman belum tentu menimbulkan manifestasi klinis yang
lebih parah. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa derajat penyakit lebih
dipengaruhi oleh reaksi imunitas host dibandingkan derajat infeksinya. 1,3,4,5
dengan lesi berbentuk makula saja / makula yang dibatasi infiltrat dengan
permukaan kering bersisik, anestesia jelas, berjumlah 1-5, tersebar asimetris,
kerusakan saraf biasanya terlokalisasi sesuai letak lesinya. Di sisi lain, semakin
mengarah ke tipe lepromatosa, lesi akan lebih polimorfik (makula, infiltrat difus,
papul, nodus) dengan permukaan yang halus berkilat, anestesia tidak ada sampai
tidak jelas, berjumlah banyak (>5 lesi), dan biasanya tersebar simetris, kerusakan
saraf biasanya lebih luas. 1,3
Lesi Kulit
(makula datar,
papul yang meninggi,
nodus)
Kerusakan Saraf
Multibasilar (MB)
- Jumlah : 1-5 lesi
- Distribusi : simetris
- Anestesia : kurang jelas
- Banyak cabang saraf
sehingga lepra dijuluki sebagai the greatest imitator. Ada tidaknya baal yang dapat
diketahui melalui tes sensitivitas cukup membantu penyingkiran diagnosis banding.
Tes sensitivitas dilakukan menggunakan kapas (untuk rangsang raba), jarum (untuk
rangsang nyeri), dan tabung reaksi berisi air panas dan hinggin (untuk rangsang
suhu).1,2
Tidak hanya komponen sensorik, komponen motorik dan otonom saraf perifer
harus diperiksa pada pasien dengan memiliki lesi kulit yang dicurigai kusta. Fungsi
otonom dapat dinilai dengan memperhatikan ada atau tidaknya dehidrasi pada lesi
atau diperiksa dengan bantuan tinta gunawan. Adanya pembesaran saraf perifer
yang diketahui dengan cara palpasi bisanya mengindikasikan adanya kelainan
fungsi saraf yang bersangkutan. Untuk itu perlu untuk melakukan voluntary muscle
test. Saraf perifer yang diperiksa antara lain : n. fasialis, n. aurikularis magnus, n.
radialis, n. ulnaris, n. medianus, n. poplitea lateralis, dan n. tibialis posterior.1
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan bakterioskopik (slit skin smear)
Sediaan diperoleh dari kerokan kulit yang diwarnai dengan pewarnaan ziehlneelsen. Untuk pemeriksaan rutin, diambil sediaan dari 4-6 tempat yang lesinya
paling aktif. Dua tempat wajib untuk pengambilan sediaan adalah cuping telinga
kiri dan kanan, sementara 2-4 sediaan lainnya diperoleh dari lesi yang paling
aktif. Irisan yang dibuat harus sampai di lapisan dermis, melampaui
subepidermal clear zone yang mengandung sel virchow.
M. leprae tergolong basil tahan asam yang akan tampak berwarna merah saat
pemeriksaan mikroskopik. Perlu dihitung indeks bakteri (IB) dan indeks
morfologi (IM) dari pemeriksaan ini. Indeks bakteri merupakan jumlah
keseluruhan basil tahan asam yang ditemukan dari pemeriksaan mikroskopis,
nilainya bergradasi dari 0 hingga 6+. Sedangkan indeks morfologi merupakan
persentase bentuk basil yang solid dibandingkan dengan jumlah keseluruhan
b. Obat alternatif:1
1. Ofloksasin
Berdasarkan in vitro merupakan kuinolon yang paling efektif terhadap M.
leprae. Dosis tunggal dalam 22 dosis akan membunuh hingga 99,99%. Efek
samping adalah mual, diare, gangguan saluran cerna, gangguan saraf pusat
(insomnia, nyeri kepala, dizziness, nervousness dan halusinasi). Penggunaan
pada anak dan ibu hamil dapat menyebabkan artropati.
2. Minosiklin
Termasuk dalam kelompok tetrasiklin. Efek bakterisidal lebih tinggi
daripada klaritromisin tapi lebih rendah daripada rifampisin. Dosis 100 mg.
Efek samping antara lain hiperpigmentasi, simtom saluran cerna dan SSP.
3. Klaritromisin
Kelompok antibiotik makrolid dan mempunyai aktivitas bakterisidal M.
leprae. Dosis harian selama 28 hari dapat membunuh 99% dan selama 56 hari
sebesar 99,99%. Efek sampingnya adalah nausea, vomitus, dan diare.
c. Prinsip penatalaksanaan dengan MDT6 :
1. Vaksinasi BCG
Vaksin BCG dipercaya memiliki faktor pengaruh menurunnya insidens
kusta pada populasi. BCG dikontraindikasikan terhadap ODHA.
2. Pemendekan masa pengobatan MDT (dibandingkan dengan guideline
sebelumnya)
3. Pengobatan MDT yang fleksibel
Karena daerah endemik kusta merupakan daerah-daerah yang kurang
berkembang dan memiliki fasilitas kesehatan yang kurang baik, maka
konsumsi 1 blister pack MDT lebih dari 1 bulan dapat dilakukan, namun
pasien harus diinformasikan mengenai pentingnya penggunaan obat terkait
dosis, frekuensi, dan durasi dari regimen tersebut. Pasien juga harus
diinformasikan untuk kontrol apabila ada gejala yang muncul, atau gejala yang
tidak membaik
d. MDT untuk Multibasilar
Minggu pemberian
1-2
3-4
5-6
7-8
9-10
11-12
Tingkat 2
BAB III
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
PEMBAHASAN
a. Diagnosis
Berdasarkan anamnesis, keluhan utama pasien adalah bercak kemerahan dan
baal pada perut dan punggung yang semakin meluas sejak 1 bulan sebelum masuk
rumah sakit. Bercak kemerahan yang berada di perut dan punggung, dapat memiliki
berbagai macam diagnosis banding, contohnya adalah tinea korporis, kandidosis,
erisipelas, pitiriasis rosea, utrikaria dan Morbus Hansen (MH).
Berdasarkan lesi yang terlihat pada badan dan tubuh pasien, didapatkan
efloresensi berupa:
Pada regio dada dan abdomen, terdapat plak hipopigmentasi dan eritematosa pada
tepinya, multipel, berukuran numular, bentuk bulat dan oval, berbatas sirkumskrip,
dan persebarannya diskret.
Pada regio punggung kiri, terdapat plak hipopigmentasi dengan pinggiran
eritematosa, multipel, berukuran lentikular dan numular, bentuk bulat dan oval,
berbatas sirkumskrip, dan persebarannya diskret.
Maka dapat disingkirkan beberapa diagnosis yaitu:
pasien, lesi berada di punggung, perut dan dada, dan juga tidak didapatkan lesi
satelit.
Erisipelas, merupakan penyakit infeksi akut, dengan lesi merah cerah berbatas
tegas, dan pinggir-pinggirnya meninggi dengan tanda-tanda radang akut.1 Pada
lesi yang terdapat pada tubuh pasien tidak didapatkan tanda-tanda radang akut
yaitu panas, ataupun nyeri dan pada pasien terdapat lesi hipopigmentasi yang
kekuatan motorik dan pemeriksaan sensorik. Dari hasil yang didapatkan, tidak
terdapat adanya pembesaran saraf-saraf perifer, dan kelemahan kekuaran motorik
pada pasien, akan tetapi terdapat hipestesia pada lesi di punggung dan perut yang
dilakuan dengan pemeriksaan rangsang raba dan nyeri. Penemuan klinis ini mengarah
pada diagnosis morbus hansen.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis, maka didapatkan bahwa
diagnosis kerja untuk pasien ini adalah morbus hansen dengan diagnosis banding
tinea korporis yang belum dapat disingkirkan. Pemeriksaan penunjang lain yang arus
dilakukan adalah pemeriksaan slit skin smear untuk memastikan diagnosis kerja
morbus hansen dan pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH untuk dapat memastikan
atau menyingkirkan diagnosis banding Tinea korporis.
Pada MH, didapatkan klasifikasi Ridley-Joping, dan World Heatlh
Organization (WHO). Menurut klasifikasi Ridley-Joping,1,10 pada pasien terdapat ciri
lesi mengarah ke lepromatosa dengan lesi polimorfik, berupa plak hipopigmentasi
yang dikelilingi eritematosa, dengan jumlah lesi kurang lebih dari 5, dengan
penampakan yang terlihat sedikit madidans. Akan tetapi terdapat juga lesi yang
mengarah kearah tuberkoloid berupa lesi dengan distribus asimetris, batas jelasm dan
anestesi yang jelas. Sehingga pada pasien klasifikasi Ridley-Joping menurut
penampakan lesi berada pada klasifikasi borderline. Sedangkan menurut Klasifikasi
WHO,1,10 dari penampakannya, pasien lebih mengarah pada pausibasiler, akan tetapi
untuk kepentingan pengobatan pada tahun 1987, telah terjadi perubahan bahwa yang
dimaksud MH-MB adalah semua lesi MH dengan uji Basil Tahan Asam (BTA)
positif. Sehingga perlu dilakukan pemeriksaan BTA terlebih dahulu untuk dapat
menentukan diagnosis ini.
Pemeriksaan yang telah dilakukan adalah pemeriksaan slit skin smear dengan
hasil yaitu Indeks Bakteri (IB) pada pasien adalah 11/5 dengan Indeks Morfologi (IM)
1%. Dengan adanya pemeriksaan ini, maka diagnosis MH dapat ditegakkan dengan
klasifikasi Borderline Lepromatous.
Pemeriksaan lainnya, yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan kerokan kulit
KOH untuk dapat menyingkirkan diagnosis banding tinea korporis.
b. Terapi
Terapi, pada pasien ini untuk terapi nonmedikamentosa adalah dengan
mengedukasi pasien mengenai penyakit dan rencana pengobatannya yang relatif
memakan waktu lama dan memerlukan kerjasama dari pasien untuk teratur minum
obat dan kontrol setiap bulannya. Selain itu pasien juga harus menjaga hygiene dan
ketahanan tubuhnya karena manifestasi dari MH sangat tergantung dari sistem imun
tubuh. Pasien juga harus mencegah penularan kepada orang sekitar. Tanggap akan
keadaan lesi yang terdapat pada tubuh merupakan salah satu cara untuk mencegah
kecacatan karena akibat sensibilitas yang hilang pasien kehilangan rasa nyeri ketika
ada luka ataupun kotoran. Pasien harus tanggap tentang efek samping obat dari ringan
hingga berat dan segera kembali ke dokter tempat ia kontrol agar segera dapat
ditangani, begitu juga dengan reaksi kusta baik reaksi tipe 1 maupun tipe 2.
Menurut program WHO yaitu dilakukan dengan pengobatan MH-MB dengan
menggunakan blister, yaitu, hari pertama dengan dapson 100 mg, rifampisin 600 mg,
dan klofazimin 300 mg. Untuk obat pada hari pertama ini, pasien harus meminum
obat langsung didepan petugas kesehatannya. Sedangkan pada hari lainnya, diberikan
klofazimin 50 mg, dan dapson 100 mg, setiap hari dari hari ke-2 hingga hari ke 28,
diminum sekali sehari pada waktu dan jam yang sama. Pasien harus datang untuk
mengambil obat baru setiap hari ke-29 dan mendapatkan paket blister yang sama.
Pengobatan ini harus terus diulang hingga 12 bulan minimal dan maksimal 18 bulan.
Setiap hari pertama untuk tiap bulannya, pasien terus dilakukan pemeriksaan
neurologis ulang, disamping itu juga dilakukan pemeriksaan mata, pemeriksaan efek
samping obat dan resistensi obat serta pemeriksaan reaksi kusta. Selain itu dilakukan
pemeriksaan bakterioskopis setiap 3 bulan sampai selesai pengobatan dengan
memperhatikan indeks bakteri dan indeks morfologis untuk mengetahui kemungkinan
resistensi. Setelah selesai dari pengobatan dilanjutkan masa Release From Treatment
(RFT) selama 5 tahun dengan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan pengobatan setiap
tahun. Sebagai dokter umum juga harus sigap jika menemukan indikasi rujukan
yaitu:10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
lainnya
10 Pasien kusta yang memerlukan terapi okupasi
11 Pasien kusta yang membutuhkan terapi okupasi
12 Luka besar dan dalam (ulkus/neuropati pada anggota gerak)
KESIMPULAN
Pada pria berumur 18 tahun dengan lesi pada punggung, dada dan perut, sesuai
dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat diagnosis
sebagai Morbus Hansen tipe Borderline Lepromatosa. Pasien mendapatkan terapi
non-medikamentosa dan medikamentosa berupa MDT-MB.