Vous êtes sur la page 1sur 2

2.

1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Disolusi
Proses melarutnya suatu obat disebut disolusi (Ansel, 1989). Uji disolusi yaitu uji pelarutan invitro
mengukur laju dan jumlah pelarutan obat dalam suatu media aqueous dengan adanya satu atau lebih
bahan tambahan yang terkandung dalam produk obat. Pelarutan obat merupakan bagian penting
sebelum kondisi absorbsi sistemik (Shargel dan Andrew, 1988).
2.1.2. faktor yang mempengaruhi disolusi
Faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi dibagi atas 3 kategori yaitu (Shargel dan Andrew, 1988):
a. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sifat fisikokimia obat, meliputi:
i. Efek kelarutan obat. Kelarutan obat dalam air merupakan faktor utama dalam menentukan
laju disolusi. Kelarutan yang besar menghasilkan laju disolusi yang cepat.
ii. Efek ukuran partikel. Ukuran partikel berkurang dapat memperbesar luas permukaan obat
yang berhubungan dengan medium, sehingga laju disolusi meningkat.
b. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sediaan obat, meliputi:
i. Efek formulasi. Laju disolusi suatu bahan obat dapat dipengaruhi bila dicampur dengan
bahan tambahan. Bahan pengisi, pengikat dan penghancur yang bersifat hidrofil dapat
memberikan sifat hidrofil pada bahan obat yang hidrofob, oleh karena itu disolusi
bertambah, sedangkan bahan tambahan yang hidrofob dapat mengurangi laju disolusi.
ii. Efek faktor pembuatan sediaan. Metode granulasi dapat mempercepat laju disolusi obat-obat
yang kurang larut. Penggunaan bahan pengisi yang bersifat hidrofil seperti laktosa dapat
menambah hidrofilisitas bahan aktif dan menambah laju disolusi.
c. Faktor-faktor yang berhubungan dengan uji disolusi, meliputi :
i. Tegangan permukaan medium disolusi. Tegangan permukaan mempunyai pengaruh nyata
terhadap laju disolusi bahan obat. Surfaktan dapat menurunkan sudut kontak, oleh karena
itu dapat meningkatkan proses penetrasi medium disolusi ke matriks. Formulasi tablet dan
kapsul konvensional juga menunjukkan penambahan laju disolusi obat-obat yang sukar
larut dengan penambahan surfaktan kedalam medium disolusi.
ii. Viskositas medium. Semakin tinggi viskositas medium, semakin kecil laju disolusi bahan
obat.
iii. pH medium disolusi. Larutan asam cenderung memecah tablet sedikit lebih cepat
dibandingkan dengan air, oleh karena itu mempercepat laju disolusi. Obat-obat asam
lemah disolusinya kecil dalam medium asam, karena bersifat nonionik, tetapi disolusinya
besar pada medium basa karena terionisasi dan pembentukan garam yang larut (Gennaro,
2000).
2.1.3 Metode Uji Disolusi
Ada beberapa metode resmi untuk melaksanakan uji pelarutan yaitu:
a. Metode Keranjang (Basket )

Metode keranjang terdiri atas keranjang silindrik yang ditahan oleh tangkai motor. Keranjang
menahan cuplikan dan berputar dalam suatu labu bulat yang berisi media pelarutan. Keseluruhan
labu tercelup dalam suatu bak yang bersuhu konstan 37 oC. Kecepatan berputar dan posisi keranjang
harus memenuhi rangkaian syarat khusus dalam USP yang terakhir beredar. Tersedia standar kalibrasi
pelarutan untuk meyakinkan bahwa syarat secara mekanik dan syarat operasi telah dipenuhi.
b. Metode Dayung (Paddle)
Metode dayung terdiri atas suatu dayung yang dilapisi khusus, yang berfungsi memperkecil
turbulensi yang disebabkan oleh pengadukan. Dayung diikat secara vertikal ke suatu motor yang
berputar dengan suatu kecepatan yang terkendali. Tablet atau kapsul diletakkan dalam labu pelarutan
yang beralas bulat yang juga berfungsi untuk memperkecil turbulensi dari media pelarutan. Alat
ditempatkan dalam suatu bak air yang bersuhu konstan, seperti pada metode basket dipertahankan
pada 37
c. Metode Disintegrasi yang Dimodifikasi
Metode ini dasarnya memakai disintegrasi USP basket and rack dirakit untuk uji pelarutan. Bila
alat ini dipakai untuk pelarutan maka cakram dihilangkan. Saringan keranjang juga diubah sehingga
selama pelarutan partikel tidak akan jatuh melalui saringan. Metode ini jarang digunakan dan
dimasukkan dalam USP untuk suatu formulasi obat lama. Jumlah pengadukan dan getaran membuat
metode ini kurang sesuai untuk uji pelarutan yang tepat (Shargel dan Andrew, 1988).

[1] Ansel,H.C. Pengatar Bentuk sediaan Farmasi. Edisi 4. Jakarta: UI Press. 1989.
[2] Leon Shargel, Andrew B.C.YU. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. edisi
2. Surabaya: Airlangga University Press. 1988.
[3] Issa, Michele G. and Humberto G. Ferraz. Intrinsic Dissolution as a Tool for
Evaluating Drug Solubility in Accordance with the Biopharmaceutics Classification
System. Dissolution Technologies. 2011. 18(2) : 6 - 13.
[4] Naher, Kamrun dkk. Quality evaluation of Ketoprofen Solid Dosage Forms Available
in the Pharma-Market of Bangladesh. American Journal of Applied Sciences. 2010.
7(10) : 1317 1320. ISSN 1546-9239
Gennaro, A. R. Remington: The Science and Practice of Pharmacy. 20th ed. Vol. II.
Pennsylvania: Mack Publishing Company. 2000.

Vous aimerez peut-être aussi