Vous êtes sur la page 1sur 25

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,


DAN MODEL PENELITIAN

Bab ini terdiri atas beberapa sub-bab yaitu tinjauan pustaka yang mengemukakan tentang penelitian-penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian
yang akan dilakukan. Kedua, merupakan konsep yang mengemukakan acuanacuan yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah. Ketiga, berupa tinjauan
terhadap teori yang ada dan keempat adalah model penelitian yang menjabarkan
pola pikir penelitian.

2.1 Kajian Pustaka


Dalam subbab ini akan dijabarkan beberapa penelitian yang berkaitan dengan
penelitian ini. Serta akan dicari persamaan dan perbedaannya untuk menghindari
adanya penduplikasian penelitian. Penelitian yang pertama berjudul FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Kunjungan Wisatawan Pada Area Wisata Gili
Trawangan. Penelitian ini dilakukan oleh Zul Hakim1, yang bertujuan untuk
mengetahui seberapa besar nilai sumber daya alam dan lingkungan di area wisata
Gili Trawangan dengan menghitung faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah
kunjungan individu di area wisata tersebut. Variabel-variabel yang di teliti beaya
perjalanan, beaya waktu, persepsi pengunjung (responden), karakteristik

Zul Hakim, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kunjungan Wisatawan Pada Area Wisata Gili
Trawangan, (Universitas Mataram. 2007), hal. 53-59

10

substitusi, pendapatan individu, dan tingkat keamanan mempengaruhi jumlah


kunjungan individu ke kawasan area wisata Gili Trawangan. Pada penelitian ini
yang dapat diacu adalah persepsi pengunjung dan tingkat keamanan dalam
mempengaruhi jumlah kunjungan individu. Persamaan usulan penelitian ini
dengan Penelitian Zul Hakim adalah jumlah kunjungan individu di area wisata dan
persepsi pengunjung sedangkan perbedaannya adalah penelitian Zul Hakim
bertujuan untuk mengetahui seberapa besar nilai sumber daya alam dan
lingkungan di area wisata Gili Trawangan, sedangkan usulan penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengelolaan Kawasan Wisata Senggigi dalam aspek
kelembagaan dan partisipasi masyarakat.
Penelitian ke-dua berjudul Kajian Pengembangan Pariwisata di Kecamatan
Banawa Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah (aspek infrastruktur,
peran pemerintah, pemasaran dan promosi) oleh Andi Ritna Lamakarate.2
Penelitian ini mengkaji masalah pengembangan pariwisata di Kabupaten
Donggala dari aspek infrastruktur, peran pemerintah, pemasaran, dan promosi.
Persamaan penelitian oleh Andi Ritna Lamakarate dengan penelitian ini adalah
melihat kenyataan pengembangan pariwisata di lapangan serta peran pemerintah
dalam pengembangan tersebut. Perbedaannya adalah penelitian oleh Andi Ritna
Lamakarate meneliti kegiatan pariwisata di Kecamatan Banawa Kabupaten
Donggala dari aspek infrastruktur untuk penyediaan fasilitas bagi wisatawan.
Namun penelitian ini melihat pengelolaan kawasan wisata dalam aspek
kelembagaan dan pastisipasi masyarakat.
2

http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-herajenggu-30436,
diakses tanggal 10 Desember 2009, pukul 10.00wita

11

Penelitian ke-tiga mempunyai judul Pengembangan Partisipasi Masyarakat


Dalam Pengelolaan Kawasan Gunung Salak: Studi Kasus Masyarakat Sekitar
Kawasan Gunung Salak Bogor, Jawa Barat oleh Harry Kartiwa (Tesis S2,
Universitas Indonesia).3 Penelitian ini melihat pengelolaan kawasan konservasi di
Gunung Salak, Bogor. Hal yang dapat diacu dalam penelitian ini adalah teori
dalam mengelola suatu kawasan. Persamaan penelitian oleh Harry Kartiwa ini
dengan penelitian ini adalah melihat suatu pengelolaan kawasan, yang bertujuan
untuk kelestarian lingkungan dan sosial. Perbedaannya adalah penelitian ini juga
melihat dari aspek kelembagaan dan berlokasi di daerah pesisir.
Penelitian ke-empat berjudul Peranan Dinas Pariwisata Seni dan Budaya
Kabupaten Lombok Barat dalam Penataan dan Pengembangan Objek yang
Berbasis Alam pada Objek Wisata Pantai Senggigi oleh Suras Diani4. Penelitian
ini membahas bagaimana peranan Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten
Lombok Barat dalam menata dan mengembangkan objek wisata Pantai Senggigi.
Persamaan penelitian penulis dengan penelitian Suras Diani adalah bertempat di
Pantai Senggigi, tapi cakupan penelitian penulis lebih luas, karena meneliti
Kawasan Wisata Senggigi. Hal yang membedakan adalah penelitian ini
membahas dari aspek kelembagaan dan partisipasi masyarakat, sedangkan Suras
Diani meneliti peran dari Dinas Pariwisata Seni dan Budaya.

http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=93299, diakses tanggal 27 April


2010, pukul 13.00 wita
4
Diani, Peranan Dinas Peranan Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Lombok Barat
dalam Penataan dan Pengembangan Objek yang Berbasis Alam pada Objek Wisata Pantai
Senggigi, (Universitas Mataram, 2004)

12

2.2 Konsep
Dalam konsep akan dibahas mengenai pengertian dari judul penelitian, yaitu
Aspek Kelembagaan dan Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Kawasan
Wisata Senggigi Nusa Tenggara Barat

2.2.1 Aspek Kelembagaan


Pengertian dari kata kelembagaan adalah suatu sistem badan sosial atau
organisasi yang melakukan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu.5 Aspek
kata kelembagaan memiliki inti kajian kepada prilaku dengan nilai, norma dan
aturan yang mengikuti dibelakangnya.6
Lembaga dapat dibedakan menjadi dua jenis7, yaitu lembaga formal dan
lembaga non-formal. Kelembagaan lokal dan area aktivitasnya terbagi menjadi
tiga kategori,8 yaitu kategori sektor publik (administrasi lokal dan pemerintah
lokal); kategori sektor sukarela (organisasi keanggotaan dan koperasi); kategori
sektor swasta (organisasi jasa dan bisnis swasta). Bentuk resmi suatu lembaga
yaitu lembaga garis (line organization, military organization); lembaga garis dan
staf (line and staff organization); lembaga fungsi (functional organization).
Jadi pengertian dari kelembagaan adalah suatu sistem sosial yang melakukan
usaha untuk mencapai tujuan tertentu yang memfokuskan pada perilaku dengan
5

Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,1997),
hal:979.
6
Syahyuti, Tinjauan Sosiologis Terhadap Konsep Kelembagaan Dan Upaya Membangun
Rumusan Yang Lebih Operasional, (Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian,
Bogor, 2009) dalam www.kelembagaandas.wordpress.com/pengertian-kelembagaan/syahyuti,
diakses tanggal 23 Oktober 2010, pukul 13.00 wita.
7
http://organisasi.org/pengertian_definisi_dan_arti_organisasi_organisasi_formal_dan_informal_b
elajar_online_lewat_internet_ilmu_manajemen, diakses tanggal 17 Desember 2010.
8

Bulkis, Manajemen Pembangunan, (Universitas Hasanudin, Makasar), hal: 16.

13

nilai, norma dan aturan yang mengikutinya, serta memiliki bentuk dan area
aktivitas tempat berlangsungnya.

2.2.2 Partisipasi Masyarakat


Kata partisipasi berasal dari kata to participate9, yang dapat diartikan ikut
serta. Menurut Tosun10 partisipasi dapat membuat masyarakat, penduduk
melakukan berbagai kegiatan, baik itu berskala lokal maupun nasional. Partisipasi
yang dilakukan masyarakat berbeda-beda tingkatannya, akibat dari perbedaan
skala

kegiatan.11 Partisipasi itu antara lain, partisipasi karena paksaan

(manipulative participation), partisipasi dengan kekuasaan dan ancaman (coercive


participation), partisipasi karena adanya dorongan (indiced participation),
partisipasi yang bersifat pasif (passive participation) dan partisipasi secara
spontan (spontaneous participation). Sedangkan dari segi bentuk, partisipasi
memiliki dua bentuk, yaitu partisipasi horizontal dan partisipasi vertikal
Terdapat kaitan yang erat antara partisipasi dan insentif, tanpa suatu insentif
maka partisipasi tersebut berubah makna dari suatu keinginan manusia untuk ikut
serta secara sukarela dalam suatu kegiatan yang dianggap dapat memperbaiki
harkat hidup masyarakat menjadi suatu tindakan paksaan. Jadi pengertian
partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat atau penduduk dalam
berbagai kegiatan baik yang bersifat lokal maupun nasional, dapat terjadi secara

Wojowasito dalam Madiun, Nusa Dua Model Pengembangan Kawasan Wisata Modern,
(Udayana University Press, Denpasar, 2010), hal: 17
10
Tosun, Expected Nature Of Community Participation In Tourism Development, (School Of
Tourism and Hotel Management, Turkey, 2004), hal:494
11
Tosun, Expected Nature Of Community Participation In Tourism Development, (School Of
Tourism and Hotel Management, Turkey, 2006), hal:494

14

sukarela, paksaan, spontan, adanya dorongan maupun pasif dengan bentuk secara
vertikal atau horizontal.

2.2.3 Pengelolaan
Definisi dan pengertian pengelolaan menggunakan beberapa pemahaman,12
yaitu: Proses mempertimbangkan hubungan timbal balik antara kegiatan
pembangunan yang secara potensial terkena dampak kegiatan-kegiatan tersebut.
Dapat juga diartikan sebagai suatu proses penyusunan dan pengambilan keputusan
secara rasional tentang pemanfaatan segenap sumberdaya alam yang terkandung
didalamnya secara berkelanjutan. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.
26 tahun 2007, pengelolaan berarti suatu proses perencanaan, pemanfaatan dan
pengendalian pemanfaatan.13 Tahapan yang akan dilakukan adalah mengkaji
pengelolaan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Lombok Barat, pihak swasta
dan masyarakat di sekitar kawasan.
Jadi pengelolaan dapat diartikan sebagai suatu proses perencanaan,
pelaksanaan dan pengendalian keputusan tentang pemanfaatan sumber daya alam
yang terkandung di dalamnya secara berkelanjutan.
2.2.4 Kawasan Wisata Senggigi
Pengertian kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau
budidaya.14 Fungsi budidaya dilihat dari adanya fasilitas penunjang pariwisata,
seperti hotel, restoran, dermaga dan lain sebagainya, sedangkan fungsi lindung
terlihat dengan adanya wilayah yang dilindungi keberadaanya, seperti terumbu
12

http://id.wikipedia.org/wiki/Pengelolaan, diakses tanggal 14 april 2010, pukul 13.00 wita.


Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 tahun 2007, Tentang Penataan Ruang.
14
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 26 tahun 2007, pasal 1
13

15

karang, rumput laut, dan lain sebagainya. Selain itu, kawasan juga berarti daerah
yang memiliki ciri khas tertentu atau berdasarkan pengelompokan fungsional
kegiatan tertentu, seperti kawasan industri, kawasan perdagangan, dan kawasan
rekreasi.15 Sementara itu Bryant dan White16 dalam bukunya menyebutkan bahwa
pembangunan harus memperhatikan masalah lingkungan. Banyak sumber daya
alam yang tidak dapat diperbaharui dan harus dipikirkan kelangsungan
kedepannya. Bagi negara berkembang yang sedang memasuki kemajuan modern
dalam dunia industri, tetapi sudah diingatkan agar waspada terhadap kerusakan
lingkungan.
Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut
dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan
daya tarik wisata.17 Dalam pengertian wisata itu mengandung unsur yaitu:
kegiatan perjalanan; dilakukan secara sukarela; bersifat sementara; perjalanan itu
seluruhnya atau sebagian bertujuan untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata.
Menurut Soetomo,18 berdasarkan pada ketentuan WATA (World Association of
Travel Agent), wisata adalah perjalanan keliling selama lebih dari tiga hari, yang
diselenggarakan oleh suatu kantor perjalanan di dalam kota dan acaranya melihat
di berbagai tempat atau kota baik di dalam maupun di luar negeri. Jadi
berdasarkan dari pendapat beberapa orang, wisata dapat diartikan sebagai kegiatan

15

http://id.wikipedia.org/wiki/Kawasan, diakses tanggal 14 april 2010


Bryant dan white, Manajemen Pembangunan untuk Negara Berkembang ( Westview Press Inc.,
1982), hal.25
17
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan Bab I Pasal 1
18
Soetomo dalam http://mangkutak.wordpress.com/2009/01/05/dasar-pengertian-pariwisata/,
diakses tanggal 14 April 2010, pukul 10.00 wita.
16

16

perjalanan keliling yang bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik
di berbagai tempat.
Senggigi adalah salah satu kawasan wisata pantai yang terletak di Provinsi
Nusa Tenggara Barat. Terletak di sebelah Utara dari ibukota Provinsi, yaitu Kota
Mataram. Kawasan Wisata Senggigi merupakan pusat daerah wisata pantai
dengan kemewahan hotel bintang, restoran, dan tempat-tempat hiburan yang
menarik. Pantai senggigi dengan karang lautnya merupakan tempat tinggal
beraneka ragam kehidupan laut dan karangnya yang indah sangat cocok untuk
olah raga air.
Dari keseluruhan kata yaitu Aspek Kelembagaan dan Partisipasi Masyarakat
Dalam Pengelolaan Kawasan Wisata Senggigi, NTB dapat diartikan sistem
kelembagaan dan keikutsertaan masyarakat pada proses perencanaan, pelaksanaan
dan pengendalian keputusan secara kontinu dalam mengimplementasikan suatu
rencana di wilayah Senggigi yang merupakan daerah tujuan wisata pantai dengan
tujuan kegiatan perjalanan keliling dan sementara untuk menikmati objek dan
daya tarik wilayah tersebut.

2.3 Landasan Teori


Dalam landasan teori akan dibahas mengenai teori-teori yang digunakan
dalam menjawab rumusan masalah pada penelitian ini.

17

2.3.1 Teori Pengelolaan Kawasan


Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 tahun 2007, pengelolaan
berarti suatu proses perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan.19
Kawasan adalah wilayah yang mempunyai fungsi utama lindung atau budidaya,
kawasan lindung berarti wilayah yang ditetapkan untuk melindungi kelestarian
lingkungan hidup sedangkan kawasan budidaya berarti wilayah yang ditetapkan
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, manusia
dan buatan. Pengelolaan berkelanjutan adalah pengelolaan yang mampu
memenuhi kebutuhan dan aspirasi masyarakat saat ini, tanpa mengorbankan
potensi kebutuhan dan aspirasi masyarakat di masa mendatang. 20
Pengelolaan kawasan21 dapat diartikan sebagai proses peran serta sumber
daya manusia secara berkesinambungan dan sistematis dalam pengalokasian dan
pemanfaatan sumber daya alam untuk membawa kawasan pada kondisi yang lebih
baik pada masa yang akan datang dan memecahkan masalah kawasan pada saat
ini. Dimensi pengelolaan kawasan yaitu partisipasi masyarakat, kelembagaan,
infrastruktur, keterlibatan swasta, transportasi, sumber daya manusia, peraturan
dan kebijakan, pengelolaan lahan, peluang pekerjaan, kemitraan masyarakat,
pemerintah dan swasta, finansial/keuangan dan manajemen promosi. Dari
keseluruhan dimensi tersebut, akan dibahas dua dimensi saja, yaitu kelembagaan
dan partisipasi masyarakat, karena di awal penelitian terdapat indikasi lemahnya

19

Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 tahun 2007, Tentang Penataan Ruang.


Peraturan Menteri Kebudayaan Dan Pariwisata Nomer: Km.67 / Um.001 /Mkp/ 2004 Tentang
Pedoman Umum Pengembangan Pariwisata Di Pulau-Pulau Kecil
21
Bobi, Definisi dan Cakupan Urban Planning dan Urban Management. (Magister Perencanaan
Kota dan Daerah, UGM: 2002), hal.3
20

18

penegakan aturan, dan pengelolaan kawasan menyangkut stakeholder yang


terlibat.
Pengelolaan terdiri atas dua elemen yang saling terkait, yaitu organisasi
tugas-tugas untuk mencapai tujuan dan mengerahkan orang untuk melaksanakan
tugas tersebut. Berdasarkan pada dua elemen tersebut, ada berbagai tugas
pengelolaan22 sebagai berikut: a) mengidentifikasi proses pelatihan dan
rekrutmen, dukungan lingkungan terhadap proyek, dan kesenjangan informasi; b)
merundingkan tugas-tugas dan hubungan-hubungan para staf, hubungan antara
pendukung di luar organisasi dengan staf, dan prosedur penyelesaian konflik; c)
mengorganisasi pelaksanaan proyek, proses-proses komunikasi, dan proses-proses
untuk menanggulangi kemacetan; d) melakukan penyeliaan prosedur pemantauan,
jadwal dan anggaran; e) belajar dari evaluasi dan umpan balik.
Berdasarkan beberapa teori pengelolaan tersebut, tahapan pengelolaan
dimulai dari survey awal atau mengidentifikasi lokasi, hingga tahapan monitoring
dan evaluasi. Teori pengelolaan ini akan digunakan dalam mengkaji tahapantahapan pengelolaan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Lombok Barat
pada Kawasan Wisata Senggigi.
Daya dukung dan dampak pariwisata dapat dipengaruhi oleh karakteristik
daerah tujuan wisata dan kondisi penduduk lokal. Hal itu meliputi daya tarik dan

22

Bryant dan White, Manajemen Pembangunan Untuk Negara Berkembang, (LP3S, 1989),
hal.167, diterjemahkan oleh Simatupang.

19

proses lingkungan alam, struktur dan pembangunan ekonomi, struktur dan


organisasi sosial, organisasi politik dan tingkat pembangunan masyarakat. 23
Suatu rencana kerja dapat berupa rencana zoning, seperti diterapkan pada
perencanaan

strategis

pengelolaan

wilayah

pesisir

dan

kelautan,

yang

dikembangkan dalam proyek Marine Resource Evaluation and Planning (MREP)


di Depdagri.24 Menurut Goeldner and Brent Ritchie25, perencanaan yang baik
menggambarkan hasil yang ingin dicapai dan cara yang sistematis untuk
mendapatkan hasil yang diinginkan.
Pengelolaan wilayah pesisir adalah suatu pendekatan pengelolaan wilayah
pesisir yang melibatkan dua ekosistem atau lebih, sumber daya dan kegiatan
pemanfaatan pembangunan secara terpadu guna mencapai pembangunan wilayah
pesisir secara berkelanjutan. Mengandung tiga dimensi yaitu sektoral, bidang ilmu
dan keterkaitan ekologis.26 Mengingat bahwa suatu pengelolaan terdiri atas tiga
tahap utama, yaitu perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi, maka
nuansa keterpaduan/ holistik perlu diterapkan mulai dari tahap awal, yaitu
perencanaan hingga evaluasi.
Menurut Undang-Undang No. 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil pasal 1, menyebutkan bahwa :
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses
perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian Sumber Daya
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil antarsektor, antara Pemerintah dan Pemerintah
23

Mathieson dalam Madiun, Nusa Dua Model Pengembangan Kawasan Wisata Modern (Udayana
University Press, Denpasar, 2010), hal. 55
24
Djunaedi, Keragaman Pilihan Corak Perencanaan (Planning Styles) untuk Mendukung
Kebijakan Otonomi Daerah, (Universitas Gadjah Mada. 2002).
25
Goeldner dan Ritchie, Tourism Principles, Practices, Philosophies, (John Willey & Sons, Inc.
2002), hal. 442
26
Op. Cit, hal. 12

20

Daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan
manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam aturan ini dapat diketahui bahwa wilayah pesisir dikelola oleh
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang dilakukan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Adapun pasal 1 juga membahas tentang daerah
peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di
darat dan laut, sumber daya hayati, sumber daya non hayati; sumber daya buatan,
dan jasa-jasa lingkungan; yang berupa keindahan alam, permukaan dasar laut
tempat instalasi bawah air yang terkait dengan kelautan dan perikanan serta energi
gelombang laut yang terdapat di Wilayah Pesisir.
Pengelolaan wilayah pesisir berdasarkan Undang-Undang No.27 tahun 2007,
pasal 3 berasaskan atas keberlanjutan, konsistensi, keterpaduan, kepastian hukum,
kemitraan, pemerataan, peran serta masyarakat, keterbukaan, desentralisasi,
akuntabilitas, dan keadilan. Sedangkan tujuannya pada pasal 4 adalah:
Melindungi, mengkonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan
memperkaya Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta sistem
ekologisnya secara berkelanjutan; Menciptakan keharmonisan dan sinergi
antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan Sumber
Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; Memperkuat peran serta masyarakat
dan lembaga pemerintah serta mendorong inisiatif Masyarakat dalam
pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil agar tercapai
keadilan, keseimbangan, dan keberkelanjutan; dan Meningkatkan nilai
sosial, ekonomi, dan budaya Masyarakat melalui peran serta Masyarakat
dalam pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Dalam mengelola suatu kawasan wisata yang terletak di daerah pesisir harus
melihat beberapa prinsip dasar27, diantaranya yaitu; a) wilayah pesisir adalah

27

Loc. Cit. hal. 157-172

21

suatu sistem sumber daya yang unik, yang memerlukan pendekatan khusus dalam
merencanakan dan mengelola pembangunannya; b) tata ruang daratan dan lautan
harus direncanakan serta dikelola secara terpadu; c) batas suatu wilayah pesisir
harus ditetapkan berdasarkan pada isu dan permasalahan yang hendak dikelola
serta bersifat adaptip; d) fokus utama dari pengelolaan wilayah pesisir adalah
untuk mengkonservasi sumber daya milik bersama; e) semua tingkatan
pemerintahan dalam suatu negara harus diikutsertakan dalam perencanaan dan
pengelolaan wilayah pesisir; f) pendekatan pengelolaan yang disesuaikan dengan
sifat dan dinamika alam adalah tepat dalam pembangunan wilayah pesisir; g)
evaluasi manfaat ekonomi dan sosial dari ekosistem pesisir serta partisipasi
masyarakat dalam program pengelolaan wilayah pesisir; h) pemanfaatan
multiguna merupakan kunci keberhasilan dalam pembangunan wilayah pesisir
secara berkelanjutan; i) pengelolaan sumber daya pesisir secara tradisional harus
dihargai. j) analisis dampak lingkungan sangat penting bagi pengelolaan wilayah
pesisir secara efektif. Beberapa prinsip pengelolaan wilayah pesisir ini dapat
digunakan sebagai pedoman dalam mengkaji pengelolaan yang telah dilakukan di
Kawasan Wisata Senggigi.
Bagi masyarakat pesisir dan laut, sumber daya yang ada tidak hanya berfungsi
sebagai pemenuhan kebutuhan ekonomi dan kehidupan sehari-hari, tetapi mereka
sangat mengenal lingkungan disekitarnya dan tahu bagaimana mempertahankan
kelangsungan

hidup

secara

harmonis

sekaligus

dapat

mempertahankan

22

keberlanjutan dan kestabilan lingkungan di sekitarnya.28 Hak dan kewajiban yang


dimiliki masyarakat adat dalam mengelola wilayah laut dan pesisir juga
mempunyai kekuatan eksternal yang mampu melindungi wilayah tersebut dari
ancaman orang luar, termasuk negara.
Untuk kepentingan pengelolaan,29 batas ke arah darat suatu wilayah pesisir
ditetapkan dalam dua macam, yaitu wilayah perencanaan (planning zone) dan
batas untuk wilayah pengaturan (regulation zone) atau pengelolaan keseharian
(day-to-day management). Batas wilayah perencanaan sebaiknya meliputi seluruh
daerah daratan dimana terdapat kegiatan manusia (pembangunan) yang dapat
menimbulkan dampak secara nyata terhadap lingkungan dan sumberdaya di
wilayah pesisir dan lautan, sehingga batas wilayah perencanaan lebih luas dari
wilayah pengaturan. Dalam day-to-day management, pemerintah atau pihak
pengelola memiliki kewenangan penuh untuk mengeluarkan atau menolak izin
kegiatan pembangunan. Sementara itu, bila kewenangan semacam ini berada di
luar batas wilayah pengaturan (regulation zone), maka akan menjadi tanggung
jawab bersama antara instansi pengelola wilayah pesisir dalam regulation zone
dengan instansi/ lembaga yang mengelola daerah hulu atau laut lepas.
Ditinjau dari aspek biofisik wilayah, ruang pesisir dan laut serta sumberdaya
yang terkandung di dalamnya bersifat khas sehingga adanya intervensi manusia
pada wilayah tersebut dapat mengakibatkan perubahan yang signifikan, seperti

28

Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Naskah Akademik Pengelolaan Wilayah
Pesisir, (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001), hal. IV-16
29
Ibid

23

bentang alam yang sulit diubah, proses pertemuan air tawar dan air laut yang
menghasilkan beberapa ekosistem khas dan lain-lain. Ditinjau dari aspek
kepemilikan, wilayah pesisir dan laut serta sumberdaya yang terkandung di
dalamnya sering tidak mempunyai kepemilikan yang jelas (open access), kecuali
pada beberapa wilayah di Indonesia, seperti Ambon dengan kelembagaan sasi,
Bali dengan kelembagaan tradisional Awig-awig dan Sangihe Talaud dengan
kelembagaan Maneeh.30 Karaktersitik yang khas dan open access tersebut, maka
setiap pembangunan wilayah dan pemanfaatan sumberdaya timbul konflik
kepentingan pemanfaatan ruang dan sumberdaya serta sangat mudah terjadinya
degradasi lingkungan dan problem eksternalitas.
Berdasarkan beberapa teori yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa
pengelolaan kawasan mempunyai dua elemen pendekatan, serta memiliki dimensi
pengelolaan kawasan yaitu kelembagaan, partisipasi masyarakat, infrastruktur,
keterlibatan swasta, transportasi, sumber daya manusia, paraturan dan kebijakan,
pengelolaan lahan, peluang pekerjaan, kemitraan masyarakat, pemerintah dan
swasta, finansial dan manajemen promosi. Dapat diketahui bahwa pengelolaan
wilayah pesisir mencakup dua hal, yaitu wilayah perencanaan dan wilayah
pengaturan. Karena wilayah perencanaan dilakukan aktivitas membangun,
meyebabkan wilayah ini lebih luas dari wilayah pengaturan. Setiap wilayah pesisir
mempunyai karakteristik tertentu sehingga perlu perlakuan yang berbeda di setiap
tempat. Pengelolaan kawasan wisata pesisir menitik beratkan pada proses
keberlangsungan sumber daya alam yang ada. Pengelolaan diharapkan mampu
30

http://coastaleco.wordpress.com/2008/04/26/karakteristik-sosial-ekonomi-masyarakat-pesisir/,
diakses tanggal 1 Maret 2009

24

melindungi lingkungan dari kerusakan tapi disisi lain tetap dapat mengembangkan
daerah pesisir dari segi pariwisata. Pada penelitian ini akan dikhususkan pada
aspek kelembagaan dan partisipasi masyarakat.

2.3.2 Teori Kelembagaan


Kelembagaan, atau institusi, pada umumnya lebih diarahkan kepada
organisasi, wadah atau pranata. Organisasi berfungsi sebagai wadah atau tempat,
sedangkan pengertian lembaga mencakup juga aturan main, etika, kode etik, sikap
dan tingkah laku seseorang atau suatu organisasi atau suatu sistem.31
Kelembagaan berasal dari kata lembaga, yang berarti aturan dalam organisasi
atau kelompok masyarakat untuk membantu anggotanya agar dapat berinteraksi
satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan yang diinginkan.32 Selain itu
lembaga juga dapat diartikan sebagai aturan dalam sebuah kelompok sosial yang
sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, politik dan ekonomi. 33
Lembaga dapat dibedakan menjadi dua jenis34, yaitu lembaga formal dan
lembaga non-formal. Lembaga formal adalah kumpulan dua orang atau lebih yang
memiliki hubungan kerja rasional dan mempunyai tujuan

bersama, biasanya

mempunyai struktur organisasi yang jelas, contohnya perseroan terbatas, sekolah,


partai politik, badan pemerintah, dan sebagainya. Lembaga non-formal adalah

31

Tony, dkk., Kelembagaan dan Kebijakan Dalam Pengembangan Agroforestri, (World Forestry
Center: 2003), hal: 12.
32
Ruttan dan Hayami, Toward a theory of induced institutional innovation, (Journal Of
Development Studies; 1984).
33
North, North DC. Institutions, Institutional Change and Economic Performance. (Cambridge
University Press: 1990).
34
http://organisasi.org/pengertian_definisi_dan_arti_organisasi_organisasi_formal_dan_informal_b
elajar_online_lewat_internet_ilmu_manajemen, diakses tanggal 17 Desember 2010.

25

kumpulan dua orang atau lebih yang mempunyai tujuan bersama dan biasanya
hanya memiliki ketua saja, contohnya arisan ibu-ibu RT, belajar bersama, dan
sebagainya. Lembaga formal memiliki struktur yang menjelaskan hubunganhubungan otoritas, kekuasaan, akuntabilitas dan tanggung jawab serta bagaimana
bentuk saluran komunikasi berlangsung dengan tugas-tugas bagi masing-masing
anggotanya. Lembaga formal bersifat terencana dan tahan lama, karena
ditekankan pada aturan sehingga tidak fleksibel.35 Pada lembaga non-formal,
biasanya sulit untuk menentukan waktu nyata seseorang menjadi anggota
organisasi, bahkan tujuan dari organisasi tidak terspesifikasi dengan jelas,
lembaga non-formal dapat dialihkan menjadi lembaga formal apabila kegiatan dan
hubungan yang terjadi di dalamnya dilakukan secara terstruktur atau memiliki
struktur organisasi yang lengkap dan terumuskan.
Kelembagaan36 adalah suatu pola hubungan dan tatanan antara anggota
masyarakat atau organisasi yang saling mengikat, diwadahi dalam suatu jaringan
atau organisasi, yang dapat menentukan bentuk hubungan antar manusia atau
antara organisasi dengan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan pengikat
berupa norma, kode etik aturan formal dan non-formal untuk bekerjasama demi
mencapai tujuan yang diinginkan. Menurut Bulkis37, kelembagaan berarti
seperangkat aturan yang mengatur tingkah laku masyarakat untuk mendapatkan

35

Winardi, 2003, http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_sosial, diakses tanggal 17 Desember


2010, pukul 15.00 wita.
36
North, North DC. Institutions, Institutional Change and Economic Performance. (Cambridge
University Press: 1990). hal: 14.
37
Bulkis, Manajemen Pembangunan, (Universitas Hasanudin, Makasar), hal: 9

26

tujuan hidup mereka. Kelembagaan38 berisi sekelompok orang yang bekerjasama


dengan pembagian tugas tertentu untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan.
Tujuan peserta kelompok dapat berbeda, tapi dalam organisasi menjadi suatu
kesatuan. Kelembagaan lebih ditekankan pada aturan main (the rules) dan
kegiatan kolektif (collective action) untuk mewujudkan kepentingan umum atau
bersama.39 Kelembagaan menurut beberapa ahli, sebagian dilihat dari kode etik
dan aturan main, sedangkan sebagian lagi dilihat pada organisasi dengan struktur,
fungsi dan manajemennya. Saat ini kelembagaan biasanya dipadukan antara
organisasi dan aturan main. Kelembagaan merupakan suatu unit sosial yang
berusaha untuk mencapai tujuan tertentu dan menyebabkan lembaga tunduk pada
kebutuhan tersebut.40
Beberapa unsur41 penting dari kelembagaan adalah institusi, yang merupakan
landasan untuk membangun tingkah laku sosial masyarakat; norma tingkah laku
yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat dan telah diterima untuk
mencapai tujuan tertentu; peraturan dan penegakan aturan; aturan dalam
masyarakat yang memberikan wadah koordinasi dan kerjasama dengan dukungan
hak dan kewajiban serta tingkah laku anggota; kode etik; kontrak; pasar; hak
milik; organisasi; insentif. Kelembagaan lokal dan area aktivitasnya terbagi
menjadi tiga kategori,42 yaitu kategori sektor publik (administrasi lokal dan

38

Bobi, Modul latihan Pelatihan Pengelolaan Perkotaan Tingkat Dasar: Permasalahan Keuangan,
kelembagaan dan Peraturan. (Magister Perencanaan Kota dan Daerah, UGM: 2002), hal.1
39
Loc. Cit hal. 12
40
Amitai Etzioni, Organisasi-organisasi Modern, (UI Press Pustaka Bradjaguna, Jakarta, 1982),
hal: 7.
41
Op. cit hal 15
42
Bulkis, Manajemen Pembangunan, (Universitas Hasanudin, Makasar), hal: 16.

27

pemerintah lokal); kategori sektor sukarela (organisasi keanggotaan dan koperasi);


kategori sektor swasta (organisasi jasa dan bisnis swasta).
Bentuk resmi suatu lembaga yaitu lembaga garis (line organization, military
organization); lembaga garis dan staf (line and staff organization); lembaga
fungsi (functional organization). Lembaga garis bertanggung jawab pada satu
atasan dan bertanggung jawab penuh pada tugasnya. Lembaga garis dan staf wajib
melaporkan laporan kegiatan pada satu atasan, pemberian nasehat dari beberapa
atasan kepada satu atasan yang lebih tinggi, dan lembaga fungsi bertanggung
jawab kepada lebih dari satu atasan yang sesuai dengan spesialisasi masingmasing.43
Tiga jenis dasar44 dari lembaga yaitu: Lembaga Sistem Otoriter, terdapat dua
tingkatan kedudukan, atasan dan bawahan. Atasan bertugas untuk membina dan
menguasai yang lain, suka maupun tidak suka, biasanya ditentukan oleh
keturunan, kekayaan, umur, pendidikan, kedudukan/kemampuan, hal ini
menyebabkan atasan memutuskan segala sesuatu sendiri; Lembaga Sistem
Demokrasi, semua anggota memiliki hak dan kewajiban yang sama dan seimbang,
pemimpin berfungsi sebagai yang satu dari yang sama; Lembaga Sistem Biarkan
Saja (claissez faire) semua anggota sama tingkat kedudukan dan fungsi sehingga
menyebabkan pemimpin tidak memiliki arti dan tidak mempunyai fungsi.
Berdasarkan beberapa teori diatas dapat diketahui pengertian kelembagaan
adalah suatu pola hubungan antara anggota masyarakat yang saling mengikat,

43
44

Phil A., Susanto, Komunikasi Dalam Teori dan Praktek, (Binacipta, Bandung, 1989), hal: 25.
Wiryanto F., Membangun masyarakat, (Alumni, Bandung, 1986), hal: 101

28

diwadahi dalam suatu jaringan atau organisasi, yang dapat menentukan bentuk
hubungan antar manusia atau antara organisasi dengan ditentukan oleh faktorfaktor pembatas dan pengikat berupa norma, kode etik aturan formal dan nonformal untuk bekerjasama demi mencapai tujuan yang diinginkan.

2.3.3 Teori Partisipasi Masyarakat


Partisipasi masyarakat45 yaitu melibatkan seluruh warga dalam pengelolaan,
seperti adanya institusi partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan
(forum dengar pendapat, survey masyarakat) dan adanya lembaga-lembaga
masyarakat yang memiliki hak dan kemampuan untuk memberikan pendapat pada
pemerintah (asosiasi, perkumpulan, lingkungan, RT/RW). Masyarakat harus aktif
dalam institusi dan lembaga untuk mempengaruhi keputusan publik. Keuntungan
dari pembangunan pariwisata berbasis masyarakat, yakni membantu menciptakan
peluang baru bagi pengembangan kehidupan bermasyarakat, pengembangan
regional untuk menpelajari masa lampau, dan mampu mempromosikan
keseimbangan lingkungan alam, benda cagar budaya, tempat tinggal yang nyaman
dan local genius. 46
Partisipasi yang dilakukan masyarakat berbeda-beda tingkatannya, akibat dari
perbedaan skala kegiatan.47 Partisipasi itu antara lain, partisipasi karena paksaan
(manipulative participation), partisipasi dengan kekuasaan dan ancaman (coercive
45

Bobi, Modul latihan Pelatihan Pengelolaan Perkotaan Tingkat Dasar: Permasalahan Keuangan,
kelembagaan dan Peraturan. (Magister Perencanaan Kota dan Daerah, UGM: 2002), hal.5
46
Natori dalam Madiun, Nusa Dua Model Pengembangan Kawasan Wisata Modern, (Udayana
University Press, Denpasar: 2010), hal. 53
47
Tosun, Expected Nature Of Community Participation In Tourism Development, (School Of
Tourism and Hotel Management, Turkey, 2006), hal:494

29

participation), partisipasi karena adanya dorongan (indiced participation),


partisipasi yang bersifat pasif (passive participation) dan partisipasi secara
spontan (spontaneous participation).
Definisi partisipasi menurut kalangan di lingkungan aparat perencana dan
pelaksana pembangunan adalah kemauan rakyat untuk mendukung programprogram pemerintah yang dirancang dan ditentukan tujuannya secara mutlak.
Pengertian ini mengasumsikan adanya subordinasi subsistem oleh suprasistem dan
subsistem adalah suatu bagian yang pasif dari sistem pembangunan nasional.
Dalam melakukan pembangunan pada suatu kawasan, perencana dan pelaksana
menggunakan konsep hierarkis dalam menyeleksi proyek pembangunan tersebut.
Proyek pembangunan yang berasal dari pemerintah dianggap sebagai proyek
pembangunan untuk rakyat dan menjadi prioritas utama sedangkan proyek
pembangunan yang diusulkan oleh masyarakat diistilahkan sebagai suatu
keinginan dan menjadi prioritas rendah.48
Pengertian lain dari partisipasi adalah kerjasama antara rakyat dan pemerintah
dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil
pembangunan. Karena partisipasi merupakan suatu kerjasama, maka dalam
pengertian

ini

subsistem

memiliki

aspirasi

nilai

budaya

yang

perlu

direkomendasikan dalam proses perencanaan dan pelaksanaan suatu program


pembangunan.49
Partisipasi masyarakat juga dapat diartikan sebagai kerjasama yang bersifat
langsung dengan sedemikian rupa sehingga setiap kelompok masyarakat ataupun
48
49

Loekman, S., Menuju Masayarakat Partisipatif (Kanisius, Yogyakarta, 1995) hal: 206-207.
Op. Cit. hal 208

30

masyarakat sendiri dapat terlibat secara langsung dan nyata dalam proses
pembangunan.50
Dalam partisipasi terdapat beberapa hambatan yang harus disadari. Hambatan
itu berasal dari rakyat dan dari pemerintah. Hambatan dari rakyat adalah adanya
budaya diam atau enggan berpendapat, lemahnya kemauan untuk berpartisipasi
karena ada banyak peraturan atau perundang-undangan yang meredam keinginan
rakyat untuk berpartisipasi, contohnya UU No. 5 tahun 1979 mengenai kekuasaan
Kepala Desa/Pemerintah yang sangat kuat, dan lebih patuh pada perintah atasan
dari pada sebagai pengayom masyarakat.51
Terdapat kaitan yang erat antara partisipasi dan insentif, tanpa suatu insentif
maka partisipasi tersebut berubah makna dari suatu keinginan manusia untuk ikut
serta secara sukarela dalam suatu kegiatan yang dianggap dapat memperbaiki
harkat hidup masyarakat menjadi suatu tindakan paksaan, dan hal ini yang
menyebabkan terjadinya mobilisasi. Usulan yang datang dari dinas (pemerintah)
yang biasanya lolos dalam proses seleksi dan dianggap sebagai proyek
pembangunan. Usul-usul dari masyarakat akan ditampung untuk memperkecil
makna dari partisipasi dan kebiasaan aparat pemerintah untuk curiga terhadap
setiap usul dari masyarakat karena merasa ada pihak lain yang menggerakan.52
Partisipasi memiliki dua bentuk, yaitu partsipasi horizontal dan partisipasi
vertikal. Dimaksud dengan partsipasi horizontal adalah masyarakat mempunyai
kemampuan untuk berprakarsa, dimana setiap anggota masyarakat dapat
50

Ndraha, T., Pembangunan Masyarakat Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas, (Bina


Aksara, Jakarta, 1987), hal: 94
51
Op. Cit. hal 212
52
Op. Cit. hal 214-215

31

berpartisipasi secara sejajar satu dengan yang lain, baik dalam melakukan usaha
bersama ataupun dalam rangka melakukan kegiatan dengan pihak lain. Sedangkan
partisipasi vertikal adalah masyarakat terlibat atau mengambil suatu bagian dalam
suatu program dari pihak lain, dimana masyarakat berada pada posisi sebagai
bawahan, klien dan pengikut.53
Beberapa tahapan dalam partisipasi yaitu: partisipasi dalam atau melalui
kontak sebagai suatu awal perubahan dengan pihak lain; partisipasi dalam
memperhatikan dan memberi tanggapan terhadap informasi baik dalam arti
menerima maupun menolak; partisipasi dalam perencanaan pembangunan,
termasuk pengambilan keputusan. Perasaan yang terlibat dalam perencanaan perlu
ditumbuhkan sedini mungkin dalam masyarakat; partisipasi dalam pelaksanaan
operasional pembangunan; Partisipasi dalam menerima, memelihara dan
mengembangkan hasil pembangunan; dan partisipasi dalam menilai pembangunan
yaitu keterlibatan masyarakat dalam menilai pelaksanaan pembangunan sesuai
dengan perencanaan dan sejauh mana dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.54
Beberapa

cara

dalam

menggerakkan

partisipasi

masyarakat

dalam

pembangunan adalah disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat; dijadikan


stimulus dalam masyarakat agar dapat mendorong timbulnya jawaban yang
diinginkan;

dijadikan

motivasi

terhadap

masyarakat

yang

berfungsi

membangkitkan tingkah laku yang diinginkan secara berlanjut. 55

53

Taliziduhu N., Pembangunan Masyarakat, Mempersiapkan masyarakat tinggal landas, (Bina


Aksara, Jakarta, 1987), hal: 102.
54
Op. Cit. hal 104
55
Ibid

32

Menurut Goldsmith dan Blustain56 masyarakat akan tergerak untuk


berpartisipasi jika: Partisipasi itu dilakukan melalui lembaga yang sudah diketahui
secara umum atau yang sudah ada ditengah-tengah masyarakat; Partisipasi itu
memberikan manfaat secara langsung; Manfaat yang diperoleh melalui partsipasi
itu dapat memenuhi kebutuhan masyarakat; dan dalam proses partisipasi terdapat
kontrol yang ditentukan oleh masyarakat.
Dalam proses pembangunan, partisipasi berfungsi sebagai masukan dan
keluaran. Sebagai masukan berfungsi dalam enam fase proses pembangunan, yaitu
fase penerimaan informasi, pemberian tanggapan terhadap informasi, perencanaan
pembangunan,

pelaksanaan

pembangunan,

penerimaan

kembali

hasil

pembangunan dan penilaian pembangunan. Berfungsi menumbuhkan kemampuan


masyarakat untuk berkembang secara mandiri. Sebagai keluaran berfungsi sebagai
keluaran proses stimulasi atau motivasi melalui berbagai upaya, seperti Inpres
Bantuan Desa, Lomba Desa, LKMD, KUD, dan sebagainya. 57
Dari beberapa teori yang telah dikemukakan dapat diartikan partisipasi
masyarakat adalah kerjasama antara masyarakat dengan pemerintah dalam
merencanakan,

melaksanakan,

melestarikan

dan

mengembangkan

hasil

pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Partisipasi memiliki dua


bentuk, yaitu partisipasi vertikal dan horizontal. Adanya budaya diam pada
masyarakat dapat menimbulkan partisipasi pasif, sehingga perlu dilakukan caracara untuk menarik minat masyarakat, salah satunya dengan memberikan insentif
dalam setiap kegiatan.
56
57

Op. Cit. hal 105


Op. Cit. hal 122

33

2.4 Model Penelitian


Dalam sub bab ini akan dibahas mengenai proses penelitian dari pengumpulan data
sampai menghasilkan kesimpulan.
Diagram 2.1 Model Penelitian
Perencanaan

Pelaksanaan

Pengelolaan

Bagaimanakah
kelembagaan dan
partisipasi masyarakat
dalam perencanaan
Kawasan Wisata
Senggigi ?

Bagaimanakah
kelembagaan dan
partisipasi masyarakat
dalam pelaksanaan
dari perencanaan
Kawasan Wisata
Senggigi?

Bagaimanakah
kelembagaan dan
partisipasi masyarakat
dalam pengendalian
terhadap pelaksanaan
dari perencanaan
Kawasan Wisata
Senggigi?

Pengelolaan Kawasan Wisata Senggigi yang berkelanjutan,


-Perencanaan pengelolaan kawasan dilihat dari aspek kelembagaan
dan partisipasi masyarakat.
-Pelaksanaan pengelolaan kawasan dilihat dari aspek kelembagaan
dan partisipasi masyarakat.
-Pengendalian pelaksanaan pengelolaan kawasan dilihat dari aspek
kelembagaan dan partisipasi masyarakat.

Simpulan & Rekomendasi


Untuk Pemerintah Daerah Lombok
Barat, pihak swasta dan
masyarakat Kawasan Wisata
Senggigi dalam Pengelolaan
Kawasan Wisata Senggigi

Vous aimerez peut-être aussi