Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Bab ini terdiri atas beberapa sub-bab yaitu tinjauan pustaka yang mengemukakan tentang penelitian-penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian
yang akan dilakukan. Kedua, merupakan konsep yang mengemukakan acuanacuan yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah. Ketiga, berupa tinjauan
terhadap teori yang ada dan keempat adalah model penelitian yang menjabarkan
pola pikir penelitian.
Zul Hakim, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kunjungan Wisatawan Pada Area Wisata Gili
Trawangan, (Universitas Mataram. 2007), hal. 53-59
10
http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-herajenggu-30436,
diakses tanggal 10 Desember 2009, pukul 10.00wita
11
12
2.2 Konsep
Dalam konsep akan dibahas mengenai pengertian dari judul penelitian, yaitu
Aspek Kelembagaan dan Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Kawasan
Wisata Senggigi Nusa Tenggara Barat
Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,1997),
hal:979.
6
Syahyuti, Tinjauan Sosiologis Terhadap Konsep Kelembagaan Dan Upaya Membangun
Rumusan Yang Lebih Operasional, (Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian,
Bogor, 2009) dalam www.kelembagaandas.wordpress.com/pengertian-kelembagaan/syahyuti,
diakses tanggal 23 Oktober 2010, pukul 13.00 wita.
7
http://organisasi.org/pengertian_definisi_dan_arti_organisasi_organisasi_formal_dan_informal_b
elajar_online_lewat_internet_ilmu_manajemen, diakses tanggal 17 Desember 2010.
8
13
nilai, norma dan aturan yang mengikutinya, serta memiliki bentuk dan area
aktivitas tempat berlangsungnya.
Wojowasito dalam Madiun, Nusa Dua Model Pengembangan Kawasan Wisata Modern,
(Udayana University Press, Denpasar, 2010), hal: 17
10
Tosun, Expected Nature Of Community Participation In Tourism Development, (School Of
Tourism and Hotel Management, Turkey, 2004), hal:494
11
Tosun, Expected Nature Of Community Participation In Tourism Development, (School Of
Tourism and Hotel Management, Turkey, 2006), hal:494
14
sukarela, paksaan, spontan, adanya dorongan maupun pasif dengan bentuk secara
vertikal atau horizontal.
2.2.3 Pengelolaan
Definisi dan pengertian pengelolaan menggunakan beberapa pemahaman,12
yaitu: Proses mempertimbangkan hubungan timbal balik antara kegiatan
pembangunan yang secara potensial terkena dampak kegiatan-kegiatan tersebut.
Dapat juga diartikan sebagai suatu proses penyusunan dan pengambilan keputusan
secara rasional tentang pemanfaatan segenap sumberdaya alam yang terkandung
didalamnya secara berkelanjutan. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.
26 tahun 2007, pengelolaan berarti suatu proses perencanaan, pemanfaatan dan
pengendalian pemanfaatan.13 Tahapan yang akan dilakukan adalah mengkaji
pengelolaan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Lombok Barat, pihak swasta
dan masyarakat di sekitar kawasan.
Jadi pengelolaan dapat diartikan sebagai suatu proses perencanaan,
pelaksanaan dan pengendalian keputusan tentang pemanfaatan sumber daya alam
yang terkandung di dalamnya secara berkelanjutan.
2.2.4 Kawasan Wisata Senggigi
Pengertian kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau
budidaya.14 Fungsi budidaya dilihat dari adanya fasilitas penunjang pariwisata,
seperti hotel, restoran, dermaga dan lain sebagainya, sedangkan fungsi lindung
terlihat dengan adanya wilayah yang dilindungi keberadaanya, seperti terumbu
12
15
karang, rumput laut, dan lain sebagainya. Selain itu, kawasan juga berarti daerah
yang memiliki ciri khas tertentu atau berdasarkan pengelompokan fungsional
kegiatan tertentu, seperti kawasan industri, kawasan perdagangan, dan kawasan
rekreasi.15 Sementara itu Bryant dan White16 dalam bukunya menyebutkan bahwa
pembangunan harus memperhatikan masalah lingkungan. Banyak sumber daya
alam yang tidak dapat diperbaharui dan harus dipikirkan kelangsungan
kedepannya. Bagi negara berkembang yang sedang memasuki kemajuan modern
dalam dunia industri, tetapi sudah diingatkan agar waspada terhadap kerusakan
lingkungan.
Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut
dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan
daya tarik wisata.17 Dalam pengertian wisata itu mengandung unsur yaitu:
kegiatan perjalanan; dilakukan secara sukarela; bersifat sementara; perjalanan itu
seluruhnya atau sebagian bertujuan untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata.
Menurut Soetomo,18 berdasarkan pada ketentuan WATA (World Association of
Travel Agent), wisata adalah perjalanan keliling selama lebih dari tiga hari, yang
diselenggarakan oleh suatu kantor perjalanan di dalam kota dan acaranya melihat
di berbagai tempat atau kota baik di dalam maupun di luar negeri. Jadi
berdasarkan dari pendapat beberapa orang, wisata dapat diartikan sebagai kegiatan
15
16
perjalanan keliling yang bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik
di berbagai tempat.
Senggigi adalah salah satu kawasan wisata pantai yang terletak di Provinsi
Nusa Tenggara Barat. Terletak di sebelah Utara dari ibukota Provinsi, yaitu Kota
Mataram. Kawasan Wisata Senggigi merupakan pusat daerah wisata pantai
dengan kemewahan hotel bintang, restoran, dan tempat-tempat hiburan yang
menarik. Pantai senggigi dengan karang lautnya merupakan tempat tinggal
beraneka ragam kehidupan laut dan karangnya yang indah sangat cocok untuk
olah raga air.
Dari keseluruhan kata yaitu Aspek Kelembagaan dan Partisipasi Masyarakat
Dalam Pengelolaan Kawasan Wisata Senggigi, NTB dapat diartikan sistem
kelembagaan dan keikutsertaan masyarakat pada proses perencanaan, pelaksanaan
dan pengendalian keputusan secara kontinu dalam mengimplementasikan suatu
rencana di wilayah Senggigi yang merupakan daerah tujuan wisata pantai dengan
tujuan kegiatan perjalanan keliling dan sementara untuk menikmati objek dan
daya tarik wilayah tersebut.
17
19
18
22
Bryant dan White, Manajemen Pembangunan Untuk Negara Berkembang, (LP3S, 1989),
hal.167, diterjemahkan oleh Simatupang.
19
strategis
pengelolaan
wilayah
pesisir
dan
kelautan,
yang
Mathieson dalam Madiun, Nusa Dua Model Pengembangan Kawasan Wisata Modern (Udayana
University Press, Denpasar, 2010), hal. 55
24
Djunaedi, Keragaman Pilihan Corak Perencanaan (Planning Styles) untuk Mendukung
Kebijakan Otonomi Daerah, (Universitas Gadjah Mada. 2002).
25
Goeldner dan Ritchie, Tourism Principles, Practices, Philosophies, (John Willey & Sons, Inc.
2002), hal. 442
26
Op. Cit, hal. 12
20
Daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan
manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam aturan ini dapat diketahui bahwa wilayah pesisir dikelola oleh
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang dilakukan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Adapun pasal 1 juga membahas tentang daerah
peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di
darat dan laut, sumber daya hayati, sumber daya non hayati; sumber daya buatan,
dan jasa-jasa lingkungan; yang berupa keindahan alam, permukaan dasar laut
tempat instalasi bawah air yang terkait dengan kelautan dan perikanan serta energi
gelombang laut yang terdapat di Wilayah Pesisir.
Pengelolaan wilayah pesisir berdasarkan Undang-Undang No.27 tahun 2007,
pasal 3 berasaskan atas keberlanjutan, konsistensi, keterpaduan, kepastian hukum,
kemitraan, pemerataan, peran serta masyarakat, keterbukaan, desentralisasi,
akuntabilitas, dan keadilan. Sedangkan tujuannya pada pasal 4 adalah:
Melindungi, mengkonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan
memperkaya Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta sistem
ekologisnya secara berkelanjutan; Menciptakan keharmonisan dan sinergi
antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan Sumber
Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; Memperkuat peran serta masyarakat
dan lembaga pemerintah serta mendorong inisiatif Masyarakat dalam
pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil agar tercapai
keadilan, keseimbangan, dan keberkelanjutan; dan Meningkatkan nilai
sosial, ekonomi, dan budaya Masyarakat melalui peran serta Masyarakat
dalam pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Dalam mengelola suatu kawasan wisata yang terletak di daerah pesisir harus
melihat beberapa prinsip dasar27, diantaranya yaitu; a) wilayah pesisir adalah
27
21
suatu sistem sumber daya yang unik, yang memerlukan pendekatan khusus dalam
merencanakan dan mengelola pembangunannya; b) tata ruang daratan dan lautan
harus direncanakan serta dikelola secara terpadu; c) batas suatu wilayah pesisir
harus ditetapkan berdasarkan pada isu dan permasalahan yang hendak dikelola
serta bersifat adaptip; d) fokus utama dari pengelolaan wilayah pesisir adalah
untuk mengkonservasi sumber daya milik bersama; e) semua tingkatan
pemerintahan dalam suatu negara harus diikutsertakan dalam perencanaan dan
pengelolaan wilayah pesisir; f) pendekatan pengelolaan yang disesuaikan dengan
sifat dan dinamika alam adalah tepat dalam pembangunan wilayah pesisir; g)
evaluasi manfaat ekonomi dan sosial dari ekosistem pesisir serta partisipasi
masyarakat dalam program pengelolaan wilayah pesisir; h) pemanfaatan
multiguna merupakan kunci keberhasilan dalam pembangunan wilayah pesisir
secara berkelanjutan; i) pengelolaan sumber daya pesisir secara tradisional harus
dihargai. j) analisis dampak lingkungan sangat penting bagi pengelolaan wilayah
pesisir secara efektif. Beberapa prinsip pengelolaan wilayah pesisir ini dapat
digunakan sebagai pedoman dalam mengkaji pengelolaan yang telah dilakukan di
Kawasan Wisata Senggigi.
Bagi masyarakat pesisir dan laut, sumber daya yang ada tidak hanya berfungsi
sebagai pemenuhan kebutuhan ekonomi dan kehidupan sehari-hari, tetapi mereka
sangat mengenal lingkungan disekitarnya dan tahu bagaimana mempertahankan
kelangsungan
hidup
secara
harmonis
sekaligus
dapat
mempertahankan
22
28
Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Naskah Akademik Pengelolaan Wilayah
Pesisir, (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001), hal. IV-16
29
Ibid
23
bentang alam yang sulit diubah, proses pertemuan air tawar dan air laut yang
menghasilkan beberapa ekosistem khas dan lain-lain. Ditinjau dari aspek
kepemilikan, wilayah pesisir dan laut serta sumberdaya yang terkandung di
dalamnya sering tidak mempunyai kepemilikan yang jelas (open access), kecuali
pada beberapa wilayah di Indonesia, seperti Ambon dengan kelembagaan sasi,
Bali dengan kelembagaan tradisional Awig-awig dan Sangihe Talaud dengan
kelembagaan Maneeh.30 Karaktersitik yang khas dan open access tersebut, maka
setiap pembangunan wilayah dan pemanfaatan sumberdaya timbul konflik
kepentingan pemanfaatan ruang dan sumberdaya serta sangat mudah terjadinya
degradasi lingkungan dan problem eksternalitas.
Berdasarkan beberapa teori yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa
pengelolaan kawasan mempunyai dua elemen pendekatan, serta memiliki dimensi
pengelolaan kawasan yaitu kelembagaan, partisipasi masyarakat, infrastruktur,
keterlibatan swasta, transportasi, sumber daya manusia, paraturan dan kebijakan,
pengelolaan lahan, peluang pekerjaan, kemitraan masyarakat, pemerintah dan
swasta, finansial dan manajemen promosi. Dapat diketahui bahwa pengelolaan
wilayah pesisir mencakup dua hal, yaitu wilayah perencanaan dan wilayah
pengaturan. Karena wilayah perencanaan dilakukan aktivitas membangun,
meyebabkan wilayah ini lebih luas dari wilayah pengaturan. Setiap wilayah pesisir
mempunyai karakteristik tertentu sehingga perlu perlakuan yang berbeda di setiap
tempat. Pengelolaan kawasan wisata pesisir menitik beratkan pada proses
keberlangsungan sumber daya alam yang ada. Pengelolaan diharapkan mampu
30
http://coastaleco.wordpress.com/2008/04/26/karakteristik-sosial-ekonomi-masyarakat-pesisir/,
diakses tanggal 1 Maret 2009
24
melindungi lingkungan dari kerusakan tapi disisi lain tetap dapat mengembangkan
daerah pesisir dari segi pariwisata. Pada penelitian ini akan dikhususkan pada
aspek kelembagaan dan partisipasi masyarakat.
bersama, biasanya
31
Tony, dkk., Kelembagaan dan Kebijakan Dalam Pengembangan Agroforestri, (World Forestry
Center: 2003), hal: 12.
32
Ruttan dan Hayami, Toward a theory of induced institutional innovation, (Journal Of
Development Studies; 1984).
33
North, North DC. Institutions, Institutional Change and Economic Performance. (Cambridge
University Press: 1990).
34
http://organisasi.org/pengertian_definisi_dan_arti_organisasi_organisasi_formal_dan_informal_b
elajar_online_lewat_internet_ilmu_manajemen, diakses tanggal 17 Desember 2010.
25
kumpulan dua orang atau lebih yang mempunyai tujuan bersama dan biasanya
hanya memiliki ketua saja, contohnya arisan ibu-ibu RT, belajar bersama, dan
sebagainya. Lembaga formal memiliki struktur yang menjelaskan hubunganhubungan otoritas, kekuasaan, akuntabilitas dan tanggung jawab serta bagaimana
bentuk saluran komunikasi berlangsung dengan tugas-tugas bagi masing-masing
anggotanya. Lembaga formal bersifat terencana dan tahan lama, karena
ditekankan pada aturan sehingga tidak fleksibel.35 Pada lembaga non-formal,
biasanya sulit untuk menentukan waktu nyata seseorang menjadi anggota
organisasi, bahkan tujuan dari organisasi tidak terspesifikasi dengan jelas,
lembaga non-formal dapat dialihkan menjadi lembaga formal apabila kegiatan dan
hubungan yang terjadi di dalamnya dilakukan secara terstruktur atau memiliki
struktur organisasi yang lengkap dan terumuskan.
Kelembagaan36 adalah suatu pola hubungan dan tatanan antara anggota
masyarakat atau organisasi yang saling mengikat, diwadahi dalam suatu jaringan
atau organisasi, yang dapat menentukan bentuk hubungan antar manusia atau
antara organisasi dengan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan pengikat
berupa norma, kode etik aturan formal dan non-formal untuk bekerjasama demi
mencapai tujuan yang diinginkan. Menurut Bulkis37, kelembagaan berarti
seperangkat aturan yang mengatur tingkah laku masyarakat untuk mendapatkan
35
26
38
Bobi, Modul latihan Pelatihan Pengelolaan Perkotaan Tingkat Dasar: Permasalahan Keuangan,
kelembagaan dan Peraturan. (Magister Perencanaan Kota dan Daerah, UGM: 2002), hal.1
39
Loc. Cit hal. 12
40
Amitai Etzioni, Organisasi-organisasi Modern, (UI Press Pustaka Bradjaguna, Jakarta, 1982),
hal: 7.
41
Op. cit hal 15
42
Bulkis, Manajemen Pembangunan, (Universitas Hasanudin, Makasar), hal: 16.
27
43
44
Phil A., Susanto, Komunikasi Dalam Teori dan Praktek, (Binacipta, Bandung, 1989), hal: 25.
Wiryanto F., Membangun masyarakat, (Alumni, Bandung, 1986), hal: 101
28
diwadahi dalam suatu jaringan atau organisasi, yang dapat menentukan bentuk
hubungan antar manusia atau antara organisasi dengan ditentukan oleh faktorfaktor pembatas dan pengikat berupa norma, kode etik aturan formal dan nonformal untuk bekerjasama demi mencapai tujuan yang diinginkan.
Bobi, Modul latihan Pelatihan Pengelolaan Perkotaan Tingkat Dasar: Permasalahan Keuangan,
kelembagaan dan Peraturan. (Magister Perencanaan Kota dan Daerah, UGM: 2002), hal.5
46
Natori dalam Madiun, Nusa Dua Model Pengembangan Kawasan Wisata Modern, (Udayana
University Press, Denpasar: 2010), hal. 53
47
Tosun, Expected Nature Of Community Participation In Tourism Development, (School Of
Tourism and Hotel Management, Turkey, 2006), hal:494
29
ini
subsistem
memiliki
aspirasi
nilai
budaya
yang
perlu
Loekman, S., Menuju Masayarakat Partisipatif (Kanisius, Yogyakarta, 1995) hal: 206-207.
Op. Cit. hal 208
30
masyarakat sendiri dapat terlibat secara langsung dan nyata dalam proses
pembangunan.50
Dalam partisipasi terdapat beberapa hambatan yang harus disadari. Hambatan
itu berasal dari rakyat dan dari pemerintah. Hambatan dari rakyat adalah adanya
budaya diam atau enggan berpendapat, lemahnya kemauan untuk berpartisipasi
karena ada banyak peraturan atau perundang-undangan yang meredam keinginan
rakyat untuk berpartisipasi, contohnya UU No. 5 tahun 1979 mengenai kekuasaan
Kepala Desa/Pemerintah yang sangat kuat, dan lebih patuh pada perintah atasan
dari pada sebagai pengayom masyarakat.51
Terdapat kaitan yang erat antara partisipasi dan insentif, tanpa suatu insentif
maka partisipasi tersebut berubah makna dari suatu keinginan manusia untuk ikut
serta secara sukarela dalam suatu kegiatan yang dianggap dapat memperbaiki
harkat hidup masyarakat menjadi suatu tindakan paksaan, dan hal ini yang
menyebabkan terjadinya mobilisasi. Usulan yang datang dari dinas (pemerintah)
yang biasanya lolos dalam proses seleksi dan dianggap sebagai proyek
pembangunan. Usul-usul dari masyarakat akan ditampung untuk memperkecil
makna dari partisipasi dan kebiasaan aparat pemerintah untuk curiga terhadap
setiap usul dari masyarakat karena merasa ada pihak lain yang menggerakan.52
Partisipasi memiliki dua bentuk, yaitu partsipasi horizontal dan partisipasi
vertikal. Dimaksud dengan partsipasi horizontal adalah masyarakat mempunyai
kemampuan untuk berprakarsa, dimana setiap anggota masyarakat dapat
50
31
berpartisipasi secara sejajar satu dengan yang lain, baik dalam melakukan usaha
bersama ataupun dalam rangka melakukan kegiatan dengan pihak lain. Sedangkan
partisipasi vertikal adalah masyarakat terlibat atau mengambil suatu bagian dalam
suatu program dari pihak lain, dimana masyarakat berada pada posisi sebagai
bawahan, klien dan pengikut.53
Beberapa tahapan dalam partisipasi yaitu: partisipasi dalam atau melalui
kontak sebagai suatu awal perubahan dengan pihak lain; partisipasi dalam
memperhatikan dan memberi tanggapan terhadap informasi baik dalam arti
menerima maupun menolak; partisipasi dalam perencanaan pembangunan,
termasuk pengambilan keputusan. Perasaan yang terlibat dalam perencanaan perlu
ditumbuhkan sedini mungkin dalam masyarakat; partisipasi dalam pelaksanaan
operasional pembangunan; Partisipasi dalam menerima, memelihara dan
mengembangkan hasil pembangunan; dan partisipasi dalam menilai pembangunan
yaitu keterlibatan masyarakat dalam menilai pelaksanaan pembangunan sesuai
dengan perencanaan dan sejauh mana dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.54
Beberapa
cara
dalam
menggerakkan
partisipasi
masyarakat
dalam
dijadikan
motivasi
terhadap
masyarakat
yang
berfungsi
53
32
pelaksanaan
pembangunan,
penerimaan
kembali
hasil
melaksanakan,
melestarikan
dan
mengembangkan
hasil
33
Pelaksanaan
Pengelolaan
Bagaimanakah
kelembagaan dan
partisipasi masyarakat
dalam perencanaan
Kawasan Wisata
Senggigi ?
Bagaimanakah
kelembagaan dan
partisipasi masyarakat
dalam pelaksanaan
dari perencanaan
Kawasan Wisata
Senggigi?
Bagaimanakah
kelembagaan dan
partisipasi masyarakat
dalam pengendalian
terhadap pelaksanaan
dari perencanaan
Kawasan Wisata
Senggigi?