Vous êtes sur la page 1sur 24

LAPORAN KASUS

Disusun oleh:
Gita Syahputri KW
14710125

Dokter Pembimbing:
dr. Sugeng, Sp.PD

Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya


SMF Ilmu Penyakit Dalam di RSUD dr.Soebandi Jember

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2014

A. Identitas Pasien
Nama
: Tn. A
Umur

: 39 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-Laki

Alamat

: Krajan jatisari 4/1


Jenggawah

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Status

: Menikah

Pekerjaan

: Petani

Tanggal MRS

: 01-12-2014

Tanggal KRS

: 03-12-2014

No. RM

: 055563

B. Anamnesis
Autoanamnesis dan heteroanamnesis dilakukan kepada pasien dan istri
pasien pada tanggal 1 Desember 2014 di Ruang Anturium RSD dr. Subandi
Keluhan Utama
Demam dan nyeri perut
Riwayat Penyakit sekarang
Pasien mengeluhkan demam sejak 7 hari yang lalu, demam berlangsung
mendadak dan langsung tinggi. Dan tidak disertai menggigil. Pasien juga
mengeluhkan nyeri pada perut, pusing, mual namun tidak muntah. Karena
demam tidak langsung turun => dibawa ke mantri => diberi obat =>
demam turun, kemudian saat obat habis demam muncul lagi. Kemudian, 3
hari yang lalu pasien mengeluhkan gusi berdarah hilang timbul, mual dan
nyeri perut masih dirasakan. Pasien mengatakan tidak ada mimisan
(epistaksis), tidak ada bintik-bintik merah yang muncul, lemas (+), nafsu
makan menurun, BAB (+), BAK (+), diare (-).
Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi (-), Diabetes Mellitus (-)

Riwayat demam berdarah disangkal


Riwayat penyakit keluarga
Di keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit yang sama

Riwayat Pengobatan
Obat penurun panas dari mantri

Riwayat Sosial Ekonomi Dan Lingkungan


Pasien adalah seorang petani. Pasien sehari-hari beraktivitas di sawah dan
tempat tinggalnya tidak jauh dari sawah atau kebunnya.
Pasien mempunyai 2 anak, anak pertama berusia 14 tahun dan anak kedua
berusia 9 tahun. penghasilan perbulan tidaklah tetap, namun hanya
berkisar antara 1 1,5 juta rupiah. Rumah pasien berukuran 6x8 meter
dengan 2 kamar tidur , 1 kamar mandi dan 1 dapur. Dinding terbuat dari
tembok dan alas semen.
Kesan : Riwayat sosial lingkungan dan ekonomi kurang
Anamnesis sistem
Sistem serebrospinal: Tidak ada keluhan
Sistem kardiovaskular: Tidak ada keluhan
Sistem pernafasan: Tidak ada keluhan
Sistem Gastrointestinal: Nyeri perut
Sistem Urogenital: Kencing lancar, BAB lancar, dan tidak ada nyeri.
Sistem Integumentum: Tidak ada bengkak pada kedua kaki.
Sistem Muskuloskeletal: Tidak ada keluhan
C. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum : cukup

2. Kesadaran

: komposmentis (GCS = 4-5-6)

3. Tanda vital

: TD

: 130/80 mmHg

: 84 x/mnt

RR

: 22 x/mnt

Tax

: 36,50C

4. Kepala / leher

: a/i/c/d : -/-/-/-,

perdarahan gusi (+)


5. Kulit

: Turgor kulit normal,

elastisitas baik, tidak ada ruam


6. Kelenjar Limfe

: dalam batas normal

7. Otot

: Dalam batas

normal, atrofi (-), spastik (-)


8. Tulang

: Tidak ada

deformitas, krepitasi ataupun false movement


pada tulang tubuh.
9. Kesimpulan : keadaan umum cukup,
kesadaran komposmentis dan pemeriksaan
fisik secara umum dalam batas normal
Pemeriksaan khusus
Kepala
Bentuk

: Lonjong simetris

Rambut

: Hitam bergelombang

Mata

: Sklera ikterik -/odem palpebra-/reflek cahaya +/+

Hidung

: dalam batas normal, epistaksis (-)

Pipi

: dalam batas normal

Telinga

: dalam batas normal

Mulut

: perdarahan gusi (+)

Kesan : pada pemeriksaan khusus pasien di dapatkan perdarahan


pada gusi
Leher
Inspeksi

: simetris, tidak tampak pembesaran KGB leher

Palpasi

: tidak teraba pembesaran KGB leher

Kaku kuduk

: tidak ada

JVP

: tidak meningkat

Kesan : tidak didapatkan kelainan pada leher


Dada
Jantung :
Inspeksi

: Ictus Cordis tak terlihat

Palpasi

: Ictus Cordis tidak teraba

Perkusi

: Batas kanan : redup pada ICS IV PSL D


Batas kiri : redup pada ICS V MCL S

Auskultasi

: S1S2 tunggal

Kesan: tidak didapatkan kelainan pada jantung

Pulmo :

Anterior

Posterior

Simetris, retraksi -/-,

Simetris, retraksi -/-

ketinggalan gerak -/-

Ketinggalan gerak -/-

Fremitus raba +/+ normal

Fremitus raba +/+ normal

Sonor +/+

Sonor +/+

Vesikuler, Rh-/-, Wh -/-

Vesikuler, Rh-/-,Wh -/-

P
P
A

Kesan: tidak didapatkan kelainan pada paru

Abdomen
Inspeksi

: flat, massa (-), lesi (-)

Palpasi

: hepar dan lien tidak teraba, soepel, turgor kulit normal, nyeri
tekan epigastrium (+)

Perkusi

: timpani

Auskultasi : Bising usus (+) 12x/menit


Anogenital : anus (+), genital laki-laki
Ekstremitas : Superior : akral hangat +/+, edema -/Inferior : akral hangat +/+, edema -/Kesan : didapatkan nyeri perut epigastrium di abdomen. Anogenital dan
ekstremitas dalam batas normal
Pemeriksaan khusus
Dilakukan uji torniket pada pasien, hasil (+)
Keterangan : hasil (+) apabila ptechie yang ditemukan >10 dalam
lingkaran diameter pemeriksaan.
Kesan : uji Torniket (rumple leed) (+)

D. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium (1 Desember 2014) sebelum MRS
Jenis pemeriksaan

Hasil

Nilai rujukan

Hemoglobin

13,5

13,2 17,3

Laju endap darah

10/17

0 15 mm/jam

Hematologi

Lekosit

5.540

3800-10.600/uL

Hematokrit

38,6

40-52%

Trombosit
Faal hati

7000

150.000-440.000/uL

Bilirubin direk

0,19

0,2-0,4 mg/dl

Bilirubin total

0,45

3,5-5 mg/dl

SGOT

50

10 35

SGPT

17

9 43

Albumin

4,0

3,4 4,8

Jenis pemeriksaan
Hasil
Nilai rujukan
Faal ginjal
Kreatinin serum
0,9
0,6 1,3
BUN
19
6 - 20
Urea
41
10 50
Asam urat
4,8
3,4 7
Elektrolit
Natrium
137,9
135 155
Kalium
4,26
3,5 5,0
Chloride
105,3
90 110
Calsium
2,23
2,15 2,57
Pemeriksaan laboratorium (2 Desember 2014) H-2 MRS
Jenis pemeriksaan

Hasil

Nilai rujukan

Hemoglobin

12,7

13,5-17,5

Laju endap darah

12/32

0 15 mm/jam

Lekosit

3,7

4,5-11,0

Hitung jenis

11/-/-/22/54/13

0-4/0-1/3-5/

Hematologi

54/62/25-33/3-5
Hematokrit

36,6

41-53%

Trombosit

35

150 450

PPT Penderita
PPT Kontrol

9,5
10,2

Beda dengan kontrol

APPT Penderita
APPT Kontrol

27,5
24,0

<2 detik
Beda dengan kontrol
<7 detik
Kesimpulan :

Faal koagulasi dalam batas normal

Pemeriksaan laboratorium (3 Desember 2014) H-3 MRS


Jenis pemeriksaan

Hasil

Nilai rujukan

Hemoglobin

11,1

13,5-17,5

Laju endap darah

17/40

0 15 mm/jam

Lekosit

7,9

4,5-11,0

Hitung jenis

14/-/-/27/48/11

0-4/0-1/3-5/

Hematologi

54/62/25-33/3-5
Hematokrit

32,6

41-53%

Trombosit

100

150 450

E. Resume
Pasien laki-laki, usia 44 tahun, pasien mengeluh demam sejak 7 hari
yang lalu disertai menggigil, nyeri perut, mual, pusing namun tidak
muntah. Pasien sempat berobat ke mantri, diberi obat dan demam
turun. Tapi ketika obat habis, demam muncul kembali. 3 hari yang lalu
sebelum MRS di RSD dr. soebandi pasien mengeluhkan gusi berdarah
yang hilang timbul. Pasien mengaku tidak mimisan, tidak muncul

bintik-bintik merah, nafsu makan menurun, lemas, BAB dan BAK


normal. Demam yang dialami adalah demam tipe intermitten
(siklusnya naik turun).
F. Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi (-)
Diabetes Mellitus (-)
G. Diagnosis Kerja
Dengue Hemorragic Fever grade III
H. Penatalaksanaan

Infus Asering 1 flash/1 jam dilanjutkan Asering : Gelafusal = 3:1

Injeksi Vitamin K 3x1 ampul

Injeksi Methylprednisolon 3x50 mg iv

Drip Adona dalam PZ 3x1

p/o Lanzoprazole 2x1 tablet

Follow Up tgl 2 Desember 2014 (H2MRS)

Pemeriksaan

Terapi

S: nyeri perut, pusing, dan belum

Inf. Asering 1 flash/jam lanjut inf.

BAB

Asering : Gelasfusal = 3:1 30 tpm

O:

Inj. Vit K 3x1

KU= cukup

Inj. Methylprednisolon 3x50 mg

Kes= CM

Drip Adona dalam PZ 3x1

TD= 130/90 mmHg RR = 20x/menit P/o Lanzoprazole 2x1 tab


N = 78 x/menit

tax= 36,2 C

Post transfusi 2 kolf

K/l = a/i/c/d = -/-/-/Tho=


C= I= IC tampak
P= IC teraba
P= redup
A= S1S2 tunggal
Abd=
I= flat

Ekstremitas=

+ +

Akral hangat

+ +

P= BU +
P= tympani

Oedem

A= soepel

Nyeri tekan epigastrium


A: DHF grade III

Follow Up tgl 3 Desember 2014 (H3 MRS)

Pemeriksaan

Terapi

S: Pusing, nyeri perut

Inf. Asering 1 flash/jam lanjut inf.

O:

Asering : Gelasfusal = 3:1 30 tpm

KU= cukup

Inj. Vit K 3x1

Kes= CM

Inj. Methylprednisolon 3x50 mg

TD= 120/80 mmHg RR = 18x/menit Drip Adona dalam PZ 3x1


N = 84 x/menit

tax= 36,8 C

K/l = a/i/c/d = -/-/-/-

Post transfusi 2 kolf

Tho=
C= I= IC tampak
P= IC teraba
P= redup
A= S1S2 tunggal
Abd=

Ekstremitas=

I= cembung

+ +

Akral hangat

+ +

P= BU +
P= tympani

P/o Lanzoprazole 2x1 tab

Oedem

A= soepel
Nyeri tekan epigastrium
A: DHF grade III

PEMBAHASAN
Dengue Hemmoragic Fever

A. Definisi
Demam dengue atau dengue fever (DF) dan demam berdarah dengue (DBD)
atau dengue haemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue yang disebarkan oleh nyamuk aedes aegypti dengan manifestasi
klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disertai leucopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik (Suhendro, 2006). Pada
DBD

terjadi

perembesan

plasma

yang

ditandai

oleh

hemokonsentrasi

(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom


renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan/syok.
B. Epidemiologi
Pada tahun 2005, virus dengue dan nyamuk aedes aegypti telah menyebar
di daerah tropis dimana terdapat 2.5 miliar orang berisiko terkena penyakit ini di
daerah endemik (Gubler, 2002).

Secara umum, demam dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian


lebih besar disbanding dengan infeksi arbovirus yang lainnya pada manusia.

Setiap tahun diperkirakan terdapat 50-100 juta kejadian infeksi dengue yang mana
ratusan ribu kasus demam berdarah dengue terjadi, tergantung dari aktifitas
epidemiknya (WHO, 2000).
Depkes RI melaporkan bahwa pada tahun 2010 di Indonesia tercatat 14.875
orang terkena DBD dengan kematian 167 penderita. Daerah yang perlu
diwaspadai adalah DKI Jakarta, Bali,dan NTB.
C. Etiologi
Demam dengue dan DHF disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk
dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul
4x106 (Suhendro, 2006). Virus ini termasuk genus flavivirus dari family
Flaviviridae. Ada 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Serotipe
DEN-3 merupakan jenis yang sering dihubungkan dengan kasus-kasus parah.
Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan kekebalan seumur
hidup tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain. Sehingga
seseorang yang hidup di daerah endemis DHF dapat mengalami infeksi sebanyak
4 kali seumur hidupnya.
Dengue adalah penyakit daerah tropis dan ditularkan oleh nyamuk Aedes
aegypti. Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari.
Faktor risiko penting pada DHF adalah serotipe virus, dan faktor penderita seperti
umur, status imunitas, dan predisposisi genetis. Vektor utama penyakit DBD
adalah nyamuk Aedes aegypti (diderah perkotaan) dan Aedes albopictus (didaerah
pedesaan). Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti adalah :

Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih


Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi,
WC, tempayan, drum, dan barang-barang yang menampung air seperti

kaleng, pot tanaman, tempat minum burung, dan lain lain.


Jarak terbang 100 meter
Nyamuk betina bersifat multiple biters (mengigit beberapa orang karena

sebelum nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat)


Tahan dalam suhu panas dan kelembapan tinggi

D.

Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue sampai saat ini masih

diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa
mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue
dan sindrom renjatan dengue (Suhendro, 2006).
Virus dengue (Aedes aegypti), setelah memasuki tubuh akan melekat pada
monosit dan masuk ke dalam monosit. Kemudian terbentuk mekanisme aferen
(penempelan beberapa segmen dari sehingga terbentuk reseptor Fc). Monosit yang
mengandung virus menyebar ke hati, limpa, usus, sumsum tulang, dan terjadi
viremia (mekanisme eferen). Pada saat yang bersamaan sel monosit yang telah
terinfeksi akan mengadakan interaksi dengan berbagai system humoral, seperti
system komplemen, yang akan mengeluarkan substansi inflamasi, pengeluaran
sitokin, dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan
mengaktifasi faktor koagulasi. Mekanisme ini disebut mekanisme efektor.
Selain itu masuknya virus dengue akan membangkitakn respons imun
melalui system pertahanan alamiah (innate immune system), pada system ini
komplemen memegang peran utama. Aktifitas komplemen tersebut dapat memalui
monnosa-binding protein, maupun melaui antibody. Komponen berperan sebagai
opsonin yang meningkatkan fagositosis, dekstruksi dan lisis virus dengue.
Untuk menghambat laju intervensi virus dengue, interferon dan interferon
berusaha mencegah replikasi virus dengue di intraselular. Pada sisi lain limfosit
B, sel plasma akan merespons melalui pembentukan antibodi. Limfosit T
mengalami ekpresi oleh indikator berbagai molekul yang berperan sebagai
regulator dan efektor.
Limfosit T yang teraktivasi mengakibatkan ekspresi protein permukaan
yang disebut ligan CD40, yang kemudian mengikat CD40 pada limfosit B,
makrofag, sel dendritik, sel endotel serta mengaktivasi berbagai tersebut. CD40L
merupakan mediator penting terhadap berbagai fungsi efektor sel T helper,
termasuk menstimulasi sel B memproduksi antibodi dan aktivasi makrofag untuk
menghancurkan virus dengue.

Infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis


kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag.
Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper
dan T sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon
gamma akn mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator radang
seperti TNF-, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6 dan histamin yang
menyebabkan terjadinya disfungsi endotel dan terjadi kebocoran plasma.
Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi kompleks virus-antibodi yang
dapat mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.
E.

Gambaran Klinis
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik, atau

dapat berupa demam yang tidak khas, demam, demam berdarah dengue, atau
syndrome syok dengue (SSD).
Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti
oleh fase kritis selam 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam,
akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat
pengobatan yang adekuat (Suhendro, 2006). Bintik-bintik perdarahan di kulit
sering terjadi, kadang disertai bintik-bintik perdarahan di farings dan konjungtiva.
Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di
tulang rusuk kanan dan nyeri seluruh perut.
DHF adalah komplikasi serius dengue yang dapat mengancam jiwa
penderitanya, ditandai oleh :

Gejala pada penyakit DBD diawali dengan demam mendadak dengan


facial flushing dan gejala-gejala konstitusional non spesifik yang lain
seperti anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare, sakit kepala
(retroorbital pain), nyeri otot, tulang dan sendi. Beberapa pasien
mengeluh sakit tenggorokan, tapi rinitis dan batuk jarang terjadi. Suhu
biasanya tinggi (>39C) dan tetap seperti itu selama 2-7 hari. Kadangkadang suhu dapat mencapai 40-41C yang dapat menyebabkan kejang
demam pada bayi.

Fenomena perdarahan yang paling umum adalah uji torniquet positif,


petekie, ekimosis, dan purpura. Epistaksis dan perdarahan gingiva
jarang terjadi, perdarahan gastrointestinal dapat dialami selama periode
demam.

hepatomegali/pembesaran hati kadang-kadang terjadi syok manifestasi


perdarahan pada DHF dimulai dari tes torniquet positif dan bintikbintik perdarahan di kulit (ptechiae). Ptechiae ini bisa terlihat di
seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi, juga bisa terjadi
perdarahan hidung, perdarahan gusi, perdarahan dari saluran cerna dan
perdarahan dalam urin. epatomegali (pembesaran hati). Hepar biasanya
dapat dipalpasi pertama kali pada fase demam dan ukurannya
bermacam-macam yaitu 2-4 cm dibawah batas kosta. Walaupun ukuran
hepar tidak berkorelasi dengan berat penyakit, pembesaran hepar
ditemukan lebih sering pada kasus syok dari pada non syok.
Limfadenopati pada DBD bersifat generalisata.

Tahap kritis dari rangkaian penyakit didapatkan pada akhir fase


demam. Setelah 2-7 hari demam, penurunan cepat suhu sering diikuti
tanda-tanda gangguan sirkulasi. Pasien tampak berkeringat, menjadi
gelisah, ekstremitasnya dingin, dan menunjukkan perubahan pada
frekuensi denyut nadi dan tekanan darah. Pada kasus yang kurang
berat, perubahan ini minimal dan sementara. Sebagian pasien sembuh
spontan, atau setelah periode singkat terapi cairan dan elektrolit. Pada
kasus lebih berat, ketika kehilangan banyak melampaui batas kritis
maka syok pun terjadi dan berkembang kearah kematian bila tidak
ditangani dengan cepat.

Sindroma syok dengue didiagnosa bila memenuhi semua dari empat


kriteria untuk DBD ditambah bukti kegagalan sirkulasi ditandai
dengan nadi lemah dan cepat dan tekanan darah menurun menjadi <20

mmHg, hipotensi, kulit lembab dan dingin, gelisah serta perubahan


status mental.

F.

Langkah Diagnostik
Diagnosis dari infeksi dengue dapat ditegakkan melalui tes laboratorium

dengan cara mengisolasi virus, mendeteksi sequence RNA-spesifik virus dengue


dengan tes amplifikasi nukleotida, atau dengan mendeteksi antibody pada serum
pasien (Guzman, 2004).
Langkah diagnostik demam dengue dapat dilakukan melalui:
a.

Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka

demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit,


jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis
relative disertai gambaran limfosit plasma biru.
Diangnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse
Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih
rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap
dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG lebih banyak.
Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain :
Leukosit
Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemukan limfositosis
relative (>45% dari leukosit) disertai adanya lifosit plasma biru (LPB) > 15%
dari jumlah total leukosit pada fase syok akan meningkat.
Trombosit
Umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
Hematokrit
Kebocoran plasma dibuktikan peningkatan hematokrin 20% dari hematokrin
awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam
Hemostasis

Dilakukan pemeriksaan AP, APTT, Fibrinogen, D- Dimer atau FDP pada


keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
Protein/albumin
Dapat terjadi hipoalbuminemia akibat kebocoran plasma
Elektrolit
Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
Serelogi
Dilakukan pemeriksaan serologi IgM dan IgG terhadap dengue, yaitu:
-

IgM muncul pada hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3, menghilang

setelah 60-90 hari


IgG terdeteksi mulai hari ke 14 (infeksi primer), hari ke 2 (infeksi

sekunder).
NS1
Antigen NS1 dapat terdeteksi pada awal demam hari pertama sampai hari
kedelapan. Sensitivitas sama tingginya dengan spesitifitas gold standart kultur
virus. Hasil negatif antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus
dengue.
b.

Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didpatkan efusi pleura, terutama pada hematoraks kanan

tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai kedua
hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral
dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi
pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.
Masa inkubasi dalam tubuh mausia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari),
timbuk gejala prodormal yag tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri tulang,
belakang dan perasaan lelah.
G.

Diagnosis
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari),

timbul gejala prodormal yang tidak khas, seperti nyeri kepala, nyeri tulang
belakang dan perasaan lelah.

Klasifikasi derajat penyakit Infeksi Virus Dengue, dapat dilihat pada table
berikut:
DD/DBD

Derajat

DD

Gejala

Lab

Demam disertasi
2 atau lebih

Leukopenia
Trombositopenia,

tanda : sakit

tdk ada kebocoran

kepala, nyeri

plasma

Serologi
dengue
(+)

retro-orbital,
DBD

mialgia, artralgia
Gejala diatas,
Trombositopenia
ditambah dgn uji (<100.000), bukti

II

III

bendung (+)

ada kebocoran

Gejala diatas,

plasma
Trombositopenia

ditambah dgn

(<100.000), bukti

perdarahan

ada kebocoran

spontan
Gejala diatas

plasma
Trombositopenia

ditambah

(<100.000), bukti

dengan

ada kebocoran

kegagalan

plasma

sirkulasi (kulit
dingin dan
lembab, serta
IV

gelisah)
Syok berat

Trombositopenia

disertai dengan

(<100.000), bukti

tekanan darah

ada kebocoran

dan nadi tidak

plasma

terukur
Sementara untuk diagnosis Sindrom Syok Dengue (SSD) adalah
ditemukannya semua kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi

dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (20 mmHg),
hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.
H.

Tata Laksana
Protokol dibagi dalam 5 kategori :

1. Protokol 1: Penanganan Tersangka (Probable) DBD Dewasa tanpa Syok


Protokol ini digunakan sebagai petunjuk dalam pemberian pertolongan pertama
pada penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat dan
juga dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.
Seseorang yang tersangka menderita DBD Unit Gawat Darurat dilakukan
pemeriksaan hemonglonin (Hb), hematokrin (Ht), dan trombosit, bila :
Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien
dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke Poliklinik
dalam waktu 24 jam berikutnya (dilakukan pemriksaan Hb, Ht, leukosit dan
trombosit tiap 24 jam) atau bila keadaan penderita memburuk segera
kembali ke Unit Gawat Darurat.
Hb, Ht normal tetapi trombosit , 100.000 dianjurkan untuk dirawat
Hb, Ht meningkat dan tombosit normal atau turun juga dianjurka untuk
dirawat
2.

Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruanag


Rawat
Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masih dan tanpa
syok maka di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah
seperti rumus berikut ini :
Volume cairan kristaloid / hari yang diperkukan, sesuai rumus berikut :
1500+ (20 x (BB dalam kg 20 )
Setelah pemberian cairan dilakukan dilakukan pemberian Hb, Ht tiap 24
jam:

Bila Hb, Ht meningkan 10-20% dan tombosit < 100.000 jumlah


pemberian cairan tetap seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb, Ht,

trombo dilakukan tiap 12 jam.


Bila Hb, Ht meningkat > 20% dan trombosit <100.000 maka pemberian
cairan

sesuai

dengan

protocol

penatalaksanaan

DBD

dengan

peningkatan Ht >20%.
3.

Protokol 3. Penatalaksaan DBD dengan Peningkatan Ht > 20%


Meningkatnya Ht > 20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit
cairan sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah
dengan memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien
kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi
perbaikkan perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda hematokrin turun,
frekuensi nadi turun tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka
jumlah cairan infuse dikurangimenjadi 5 ml/KgBB/jam. Dua jam kemudian
dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan tetap menunjukkan
perbaikkan maka jumlah cairan infuse dikurangi 3ml/KgBB/jam. Bila dalam
pemantauan keadaan tetap membaik cairan dapat dihentikan24-48 jam
kemudian.
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/KgBB/jam dalam tapi
keadaan tetap tidak membaik, yang ditndai dengan Ht dan nadi meningkat,
tekanan nadi menurun < 20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus
menaikkan

jumlah cairan infuse menjadi 10 ml/kgBB/jam. Dua jam

kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan menunjukkan


perbaikkan maka jumlah cairan dikuarangi menjadi 5 ml/KgBB/jam tetapi
bila keadaan tidak menunjukkan perbaikkan maka jumlaah cairan infuse
dinaikkan 15ml/KgBB/jam dan bila dalam perkembangannya kondisi
menjadi memburuk dan didapatkn tanda-tanda syok maka pasien
ditananganisesuai protocol tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa.
Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi
pemberian cairan

4.

Protokol 4. Penatalaksaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa


Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah :
perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan
tampon hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau
hematoskesia), perdarahan saluran kencing ( hematuria, perdarahan otak
atau perdarahan sembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5
ml/KgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian
cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok. Pemeriksaan TD, nadi,
pernapasan, dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin dengan
kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.
Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris
didapatkan tanda-tanda koagulasi intravaskuler diseminata (KID). Taranfusi
komponen darah diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan
defisiensi factor-faktor pembekuan darah (PT dan aPTT) yang memanjang),
PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl. Transfusi trombosit hanya
diberikan pada pasien DBD yang perdarahan spontan dan massif dengan
jumlah tromboit <100.000/mm3 disertai atau tanpa KID

5.

Protokol 5. Tatalaksanaan Sindrom Syok Dengue pada Dewasa


Bila berhadapan dengan SSD maka hal pertama yang harus diingat adalah
renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan
dilakukan intravaskuler yang hilang harus segera dilakukan. Angka
kematian SSD 10 kali lipat dibandingakan dengan penderita DBD tanpa
renjatan. Dan renjatan dapat terjadi karena kerelambatan penderita DBD
mendapat pertolongan.
Pada kasus SSD cairan kritaloid adalah pilihan utama yang diberikan.
Penderita juga diberikan O2 2-4 liter/menit. Pemeriksaan yang harus
dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL), hemostalisi,
analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan
kreatinin.

Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20ml/kgBB dan


evaluasi 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi ( ditandai dengan TD
sistolik 100mmHg dan tekanan nadi > 20mmHg, frekuensi nadi <100
x/menit dengan volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak
pucat srta dieresis 0,5-1 ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi 7
ml/kgBB/jam. Biala dalam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil
pemberian cairan menjadi 5ml/kgBB/jam. Bila dam waktu 60-120 menit
keadaan tetap stabil pemberian cairan dikurangi 3 ml/kgBB/jam. Bila 23-48
jam setelag renjatan teratasi tanda-tanda vital, hematokrin tetap stabil srta
dieresis cukup maka pemberian cairan perinfus dihentikan.
Pengawan dini tetap dilakukan tertama dalam 24 jam pertama sejak terjadi
renjatan. Oleh karena itu untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi
dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vital, pembesaran hati, nyeri
tekan didaerah hipokondrium kana dan epigastrium serta jumlah dieresis
(diusahakan 2ml/kgBB/jam). Pemantauan DPL dipergunakan untuk
pemantauan perjalanan penyakit.
Bila fase awal pemberian ternyata renjatan belum teratasi, maka pemberan
cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30ml/kgBB, dan kemudian
dievaluasi setelah 20-30 menit.
Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai Ht.

Bila Ht meningkat berarti perembesan plasma masih berlangsung maka


pemberian cairan koloid merupakan pilihan.
- Pemberian koloid mula-mula diberikan

10-20ml.kgBB

dan

dievaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi


maka pemantaun cairan dilakukan pemasangan kateter vena sentral,
dan pmberian dapat ditambah hingga jumlah maksimum 30ml/kgBB
( maksimal 1-1,5/hari) dengan sasaran tekanan vena sentral 1518cmH2O

Bila keadaan belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan


koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia,

anemia, KID, infeksi sekunder.


Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapu
renjatan tetap belum teratasi maka dapat diberikan obat inotropik /

vasopresor.
Bila Ht menurun, berarti terjadi perdarahan (internal bleeding) maka
pada penderita diberikan transfuse darah segar 10ml/kgBB dan dapat
diulang sesuai kebutuhan.

I. Prognosis
Pada DBD yang ditangani dengan cepat, prognosisnya akan baik. Namun
jika terlambat dan sudah mengalami syok serta perdarahan hebat, maka akan
menjadi buruk.

Vous aimerez peut-être aussi