Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Disusun Oleh:
Anggoro Susan Anggraeni
220110130021
Intan Madulara
220110130041
Tanti Agustiningsih
220110130043
220110130056
Rizki Mufidah
220110130067
Puji Rahayu
220110130080
Gita Septyana
220110130086
220110130097
220110130100
220110130107
Yuanita Wulansari
220110130135
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronik dengan karakteristik berupa
plak eritematosa berbatas tegas, skuama kasar, berlapis, dan berwarna putih keperakan
terutama pada siku, lutut, scalp, punggung, umbilikus dan lumbal. (Gudjonsson dan Elder,
2012)
Psoriasis adalah suatu dermatosis kronis residif dengan gambaran klinis yang
khas, yaitu adanya macula eritematosa yang berbentuk bulat / lonjong, diatasnya ada
skuama yang tebal, berlapis-lapis dan berwarna putih transparan seperti mika.
(sastrawijaya, 1993)
Psoriasis adalah penyakit kulit inflamantoris kronik, tidak menular yang ditandai
dengan papul kemerahan (elevasi padat) dan plak yang dilapisi sisik seperti perak. Sel-sel
kulit psoriatik memiliki waktu maturasi memendek ketika bermigrasi dari membran
basalis ke permukaan atau stratum korneum, akibatnya pada stratum korneum tidak
terdapat plak perak bersisik dan tebal yang merupakan tanda utama psoriasis.
Psoriasis adalah suatu penyakit peradangan kulit, bersifat kronik residif, khas
ditandai adanya bagian kulit yang menebal, eritematus, dan berbatas tegas. Bagian atasnya
tertutup skuama putih seperti perak, sering terdapat pada daerah tubuh yang sering terkena
trauma kulit, yaitu kepala, bagian ekstensor dari ekstremitas, dan region sakralis. Luas
kelainan kulit sangat bervariasi dari lesi yang lokalisata dan terpisah sampai tersebar
mengenai seluruh kulit.
Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan
residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang
kasar, berlapis-lapis dan transparan; disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner.
Psoriasis juga disebut psoriasis vulgaris berarti psoriasis yang biasa, karena ada psoriasis
lain, misalnya psoriasis pustulosa.
Psoriasis adalah penyakit inflamasi non infeksius yang kronik pada kulit dimana
produksi sel-sel epidermis terjadi dengan kecepatan 6-9 x lebih besar daripada
kecepatan sel normal.(Smeltzer, Suzanne)
2.2 Etiologi
Ada 4 faktor penyebab psoriasis:
1.
2.
3.
4.
Faktor Genetik
Sistem Imun
Faktor Lingkungan
Faktor Hormonal
Psoriasis diakibatkan oleh faktor genetik, penyebab sebenar-benarnya masih
misteri, kemungkinan dipicu oleh proses pencernaan protein yang tidak lengkap, fungsi
hati yang tidak normal, kelebihan konsumsi alkohol, kelebihan konsumsi lemak, dan
stress.
Faktor Predisposisi :
1. Herediter/ genetik
Pada banyak kasus ada pengaruh yang kuat dari faktor genetic, terutama bila penyakit
mulai diderita sejak remaja atau dewasa muda.
2. Imunologi
Defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari tiga jenis sel, yakni
limposit T, sel penyaji antigen (dermal), atau keratinosit. Keratinosit psoriasis
membutuhkan stimuli untuk aktivasinya. Lesi psoriasis matang umumnya penuh dengan
sebukan limfosit T pada dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan sedikit
sebukan limfositik dengan epidermis. Sedangkan pada lesi baru umumnya lebih banyak
didominasi oleh limfosit T CD8. Pada lesi psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang
produksinya bertambah. Sel langerhans juga berperan pada imunopatogenesi psoriasis.
Terjadinya ploriferasi epidermis diawali dengan adanya pergerakan antigen, baik eksogan,
maupun endogen oleh sel langerhans. Pada psoriasis pembentukan epidermis (turn over
time) lebih cepat, hanya 3-4 hari, sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari. Nickoloff
(1998) berkesimpulan bahwa psoriasis merupakan penyakit autoimun. Lebih 90% kasus
dapat mengalami remisi setelah diobati dengan imunosupresif.
3. Obesitas
Obesitas merupakan keadaan tersering dikaitkan dengan psoriasis, menurut Liendegard
yang menerangkan pertama kali pada tahun 1986 kaitannya psoriasis dengan obesitas.
Lingkar pinggang dan body mass index pasien psoriasis lebih tinggi secara bermakna pada
pasien psoriasis dibandingkan dengan kontrol. Pengertian obesitas sebagai keadaan
proinflamasi dengan keterlibatan jaringan lemak sebagai organ imun dan endokrin yang
menjelaskan obesitas sebagai faktor predisposisi psoriasis. Penurunan berat badan
memperbaiki psoriasis, terbukti pada berkurangnya keparahan psoriasis pada populasi
kurang gizi di penjara kala perang dunia ke dua yang dipublikasi Simon RD pada sebuah
jurnal ilmiah terkemuka di tahun 1949.
4. Penyakit metabolis seperti diabetes militus yang laten
5. Faktor endokrin
Insiden tertinggi pada masa pubertas dan menopause. Psoriasis cenderung membaik
selama
kehamilan
dan
kambuh
serta
resisten
terhadap
pengobatan
setelah
melahirkan. Kadang-kadang psoriasis pustulosa generalisata timbul pada waktu hamil dan
setelah pengobatan progesteron dosis tinggi.
Faktor Presipitasi:
1. Trauma
Psoriasis pertama kali timbul pada tempat-tempat yang terkena trauma, garukan, luka
bekas operasi, bekas vaksinasi, dan sebagainya. Kemungkinan hal ini merupakan
mekanisme fenomena Koebner.Khas pada psoriasis timbul setelah 7-14 hari terjadinya
trauma.
2. Infeksi
Pada anak-anak terutama infeksi Streptokokus hemolitikus sering menyebabkan psoriasis
gutata. Psoriasis juga timbul setelah infeksi kuman lain dan infeksi virus tertentu, namun
menghilang setelah infeksinya sembuh
3. Iklim
Beberapa kasus cenderung menyembuh pada musim panas, sedangkan pada musim
penghujan akan kambuh.
4. Sinar matahari
Walaupun umumnya sinar matahari bermanfaat bagi penderita psoriasis namun pada
beberapa
penderita
sinar
matahari
yang
kuat
dapat
merangsang
timbulnya
yang baik.4,6,16 kelainan klinis lain telah dijelaskan tergantung dari morfologi lesi,
sebagian besar terdapat hiperkeratosis. Patogenesisnya tidak begitu diketahui tetapi
mungkin muncul dari inhibisi sintesis prostaglandin.16 Pada anak terdapat bentuk papul
folikular berkelompok dan bentuk linear mengikuti garis Blaschko.
2. Psoriasis Gutata
Bentuk ini sering timbul pada anak dan dewasa muda, biasanya timbul mendadak,
seringkali setelah infeksi streptokokus. Lesi papular, bulat, atau oval, berdiameter 0.51cm, di atasnya terdapat skuama putih, tersebar simetris di badan dan ekstremitas
proksimal,kadang di muka, telinga, dan skalp, jarang di telapak tangan dan kaki. Lesi
biasanya bertahan selama 3-4 bulan dan dapat hilang spontan, tetapi kadang dapat sampai
lebih dari setahun. Sebagian besar dapat kambuh dalam 3-5 tahun. Bentuk ini
berhubungan erat dengan HLA-Cw6.Pasien dengan riwayatpsoriasis plakat dapat timbul
lesi gutata dengan atau tanpa memburuknya lesi plakat.4,15-17 Lesi plakat kecil dapat
menyerupai psoriasis gutata, tetapi biasanya awitannya pada usia lanjut, kronik dan lebih
tebal dengan skuama lebih banyak daripada psoriasis gutata.
3. Psoriasis Inversa
Prosiasis tersebut mempunyai tempat predileksi pada daerah fleksor sesuai dengan
namanya (pada kulit kepala, axilla, region genitocruralis, dan leher). Lesi eritema
berbentuk tajam, dan sering terletak daerah kontak.
4. Psoriasis Eksudativa
Bentuk tersebut sangat jarang. Biasanya kelainan psoriasis kering, tetapi pada bentuk ini
kelainannya eksudatif seperti dermatits akut.
5. Psoriasis Seboroik
Gambaran klinis psoriasis seboroik merupakan gabungan antara psoriasis dan dermatitis
seboroik, skuama yang biasanya kering menjadi agak berminyak dan agak lunak. Selain
berlokasi pada tempat yang lazim, juga terdapat pada tempat seboroik. Lesi seboroik
biasanya di wajah, di bawah payudara, kulit kepala, dan axilla.
6. Psoriasis Pustulosa
Ada 2 pendapat mengenai psoriasis pustulosa, pertama di anggap sebagai penyakit
sendiri, kedua dianggap sebagai varian psoriasis. Terdapat 2 bentuk 1psoriasis pustulosa,
bentuk lokalisata dan generalisata. Bentuk lokalisata contohhnya psoriasis pustulosa paloplantar (barber). Sedangkan bentuk generalisata contohnya psoriasis pustulosa
generalisata akut (von Zumbusch).
Ada 3 jenis psoriasis pustulosa:
a.
b.
c.
7. Psoriasis Eritroderma
Eritroderma psoriatik dapat disebabkan oleh pengobatan topikal yang terlalu kuat atau
oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Biasanya lesi yang khas untuk psoriasis tidak
tampak lagi karena terdapat eritema dan skuama tebal universal. Ada kalanya lesi
psoriasis masih tampak samar-samar, yakni lebih eritematosa dan kulitnya lebih meninggi.
Berdasarkan bentuk lesi, dikenal bermacam-macam psoriasis antara lain
1.
2.
3.
4.
5.
6.
tengahnya.
7. Psoriasis diskoidea: lesi merupakan bercak solid yang menetap.
8. Psoriasis ostracea: lesi berupa penebalan kulit yang kasar dan tertutup lembaran-lembaran
skuama mirip kulit tiram.
9. Psoriasis rupioides: lesi berkrusta mirip rupia sifilitika.
Lesi klasik psoriasis biasanya berupa plak berwarna kemerahan yang berbatas
tegas dengan skuama tebal berlapis yang berwarna keputihan pada permukaan lesi.
Ukurannya bervariasi mulai dari papul yang berukuran kecil sampai dengan plak yang
menutupi area tubuh yang luas. Lesi pada psoriasis umumnya terjadi secara simetris,
walaupun dapat terjadi secara unilateral. Dibawah skuama akan tampak kulit berwarna
kemerahan mengkilat dan tampak bintik-bintik perdarahan pada saat skuama diangkat.
Hal ini disebut dengan tanda Auspitz. Psoriasis juga dapat timbul pada tempat terjadinya
trauma, hal ini disebut dengan fenomena Koebner. Penggoresan skuama utuh dengan
mengggunakan pinggir gelas objek akan menyebabkan terjadinya perubahan warna lebih
putih seperti tetesan lilin.
Selain dari presentasi klasik yang disebutkan diatas terdapat beberapa tipe klinis
psoriasis. Psoriasis vulgaris yang merupakan tipe psoriasis yang paling sering terjadi,
berupa plak kemerahan berbentuk oval atau bulat, berbatas tegas, dengan skuama
berwarna keputihan. Lesi biasanya terdistribusi secara simetris pada ekstensor
ekstremitas, terutama di siku dan lutut, kulit kepala, lumbosakral, bokong dan
genital.Bentuk lainnya yaitu psoriasis inversa (fleksural), psoriasis gutata, psoriasis
pustular, psoriasis linier, dan psoriasis eritroderma.
Makula eritema berbatas tegas dan diatasnya didapati skuama yang mempunyai
sifat-sifat khas. Warnanya putih seperti perak atau mika, transparan,kering, kasar, dan
berlapis-lapis. Apabila skuama ini digores dengan benda tajam akan tampak sebuah garis
putih kabur dan skuama menjadi pecah-pecah mirip gambaran setetes lilin yang digores
dengan benda tajam. Fenomena ini disebut fenomena tetesan lilin. Apabila skuama ini
dikupas lapis demi lapis, pada lapisan yang terbawah tampak kulit berwarna merah dan
terlihat bintik-bintik merah. Tanda seperti ini disebut tanda Auspitz.
Vasodilatasi pembuluh darah subepidermal dan kapiler kulit menyebabkan
pelepasan panas yang berlebihan dan penderita akan mengeluh merasa kedinginan.
Kadang-kadang dapat timbul gejala yang lebih serius, seperti kegagalan jantung, akibat
pengalihan darah di dalam kulit yang meningkat
2.5 Komplikasi
Kemungkinan komplikasi yanh bisa terjadi pada psoriasis diantaranya:
1. Penyebaran psoriasis hingga kuku jari tangan sehingga timbul lekukan atau sumuran
kecil-kecil dan perubahan warna kuku menjadi kuning atau cokelat (sekitar 60% pasien).
2. Penumpukan debris yang tebal dan menggumpal dibawah kuku sehingga membuat kuku
terlepas dari dasarnya (onikolisis).
3. Infeksi sekunder karena rasa gatal.
Kadang-kadang psoriasis berubah menjadi pustula :
1. Psoriasis pustuler yang terlokalisasi (lokalisata) disertai pembentukan pustula pada
telapak tangan dan kaki yang tetap steril kendati terbuka.
2. Psoriasis pustuler yang menyeluruh (generalisata) yang secara khas terjadi bersama
demam, leukositosis, dan rasa tidak enak badan dengan kumpulan-kumpulan pustula yang
menyatu membentuk kolam nanah/pus pada kulit yang berwarna merah (juga tetap steril
sekalipun lesi ini terbuka) lesi pada bentuk psoriasis ini umumnya mengenai lidah dan
mukosa oral.
3. Psoriasis eritrodermik (bentuk yang paling jarang) yang merupakan bentuk inflamasi
psoriasis dengan ditandai oleh eritema periodik dan eksfolitasi kulit disertai rasa nyeri
serta gatal yang hebat.
4. Gejala arthritis yang biasanya terjadi pada satu atau lebih sendi jari tangan dan kaki,
sendi-sendi besar atau kadang-kadang sendi sakroiliaka, yang kemudian dapat berlanjut
menjadi spondilitis serta rasa kaku di pagi hari (pada sebagian pasien). Pada stadium akut,
sendi yang terserang menjadi bengkak, keras dan sakit. Bila berlangsung lama dapat
menimbulkan kerusakan tulang dan synovial eusion, menyebabkan pemendekan tulang
dan hal ini mengakibatkan pergerakan sendi menjadi sulit, jari memendek dan kaku dalam
posisi fleksi. Secara rotgenologik tampak sendi yang atrofi dengan permulaan
osteoporosis diikuti peningkatan densitas tulang, penyempitan rongga persendian dan
erosi permukaan sendi.
1. Pengobatan sistemik
a. Kortikosteroid: obat ini digunakan pada psoriasis eritodermik dan psoriasis
pustulosa generalisata. Dosis permulaan 40-60 mg prednisolon sehari, jika telah
sembuh dosis di turunkan perlahan.
b. Obat sitotoksik (metotreksat): Obat ini dapat menghambat mitosis sel epidermis
tanpa mengganggu fungsi sel. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat kerja
penghambatan kompetitif dihidrofolat reduktase, sehingga mengakibatkan
pengurangan sistesis DNA. Dengan menghambat mitosis, obat ini efektif untuk
mengobati lesi psoriasis. Penderita biasanya senang dengan obat ini karena tidak
perlu mempergunakan salep atau krim yang dioleskan.kerugian obat ini adalah
psoriasis dapat mengalami relaps setelah obat dihentikan dan mempunyai banyak
efek samping. Pengobatan dengan metotreksat hanya boleh diberikan pada
penderita psoriasis yang tidak memberikan hasil memuaskan dengan pengobatan
topikal atau dengan PUVA. Walaupun obat ini tidak bersifat kuratif, MTX tetap
merupakan obat yang bermanfaat terhadapa psoriasis dan dapat diberikan secara
oral maupun melalui injeksi.
Metotreksat dapat diberikan dengan 3 cara:
1) Dosis setiap hari, 2,5-5 mg/hari selama 14 hari dan selanjutnya dapat
diberikan dengan dosis bertahan (maintenance) 1-2 mg/hari.
2) Dosis tunggal 25 mg dan diikuti dengan 50mg tiap minggu berikutnya.
3) Dosis tunggal 25 mg per injeksi/minggu, disusul dengan 50 mg setiap
minggu berikutnya.
Pengobatan dengan MTX hendaknya diberikan pada penderita dengan fungsi
ginjal yang baik. Penderita anemia dan gangguan fungsi sum-sum tulang serta
penderita penyakit infeksi sebaiknya jangan diobati dengan MTX. Sebelum dan
selama pengobatan, harus diawasi benar-benar kemungkinan timbulnya efek
samping obat dengan memeriksa darah, fungsi hati, dan ginjal.
Untuk mengurangi efekkumulatif MTX, obat ini dapat digabung dengan PUVA.
Misanya, pemberian MTX 15 mg/ minggu dikombinasikan dengan PUVA sampai
lesi menghilang, dan sesudah itu dilanjutkan dengan PUVA saja sebagai
pengobatan pemeliharaan. Dengan cara ini, dosis MTX dapat dikurangi secara
kumulatif dan dosis PUVA dapat dikurangi 50%. Dengan demikian, efek samping
dapat dihindari.
Pengobatan gabungan MTX dengan etretinat dapat mengobati psoriasis pustulosa
yang tidak dapat diobati hanya dengan MTX atau etretinat. Dengan gabungan ini
penyembuhanmenjadi cepat dan remisis berkurang.
untuk penyakit yang dalam keadaan stabil dan pada kulit kepala serta daerah
fleksor, obat-obatan ini dapat bermanfaat.
b. Preparat ter : mempunyai efek anti radang. Ada 3 jenis ter : fosil seperti iktiol;
kayu seperti oleum kadini dan oleum ruski; dan batubara seperti liantral, likuo
karbonisdetergens.
c. Kortikosteroid: merupakan golongan kortikosteroid yang poten, seperti dengan
senyawa flour. Jika lesi hanya
fleksor tetapi kadar kalsium darah dapat terganggu bila analog vitamin D dipakai
dalam jumlah yang besar; vitamin A di anjurkan untuk tidak hamil karna ada efek
teratogenik.
3. Pengobatan non-farmakologi
a. Emolien
Emolien sering digunakan selama periode terapi bebas untuk meminimalkan
kekeringan kulit yang dapat menyebabkan kekambuhan dini. Agen ini
melembabkan stratum korneum dan meminimalkan transepidermal kulit yang
tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi
tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.
7. Peneliti
mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai
dengan metode pemberian pelayanan keperawatan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit yang bersifat kronik residif dengan
karakteristik yang khas, yaitu adanya macula eritematosa yang berbentuk bulat/ lonjong,
terdapat skuama yang tebal, berlapis-lapis dan berwarna putih keperakan.
Faktor-faktor yang menyebabkan psoriasis seperti:
d. Faktor Genetik
e. Sistem Imun
f. Faktor Lingkungan
g. Faktor Hormonal
DAFTAR PUSTAKA
Ajunadi, Purnawan dkk. 1982. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius: Jakarta.
Ashcroft DM., Li WP., Griffiths CM. 2000. Therapeutic Strategis for Psoriasis. J of Clin Pharm
and Ther; 25: 1-10
Azfar RS.and
Chan J.R., Blumenschein W., and Murphy E., 2006. IL23 Stimulated Epidermal Hyperplasia via TNF and IL
20R2-dependent Mechanism with Implications for Psoriasis Pathogenesis. J. Exp Med; 203: 2577 2587.
Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta:EMS
De Rie M.A., Goedkoop A.Y., Bos J.D., 2004. Overview of Psoriasis. DermatolTher; 17: 341349.
Djuanda, Adhi. 1993. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran UI: Jakarta.
Djuanda, A. 2007. Dermatosis Eritroskuamosa dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin ed.5. Penerbit FK U
Jakarta
Doengoes, E, Marilynn. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC: Jakarta
Dvaroka V, and Markham T. 2013. Psoriasis: current treatment option and recent advances. Drug
Review; 4:13-18
El-Darouti M and Hay RA. 2010. Psoriasis: Higlights on Pathogenesis, Adjuvant Therapy and
Treatment of Resistant Problematic Case. J Egypt Women Dermatol Soc; 7: 64-70
Feingold FL., Shigenaga JK., Kazemi MR., McDonald CM.,
Patzek SM.,
Cross AS.and
Herdman, T. heather, 2012, Diagnosis Keperawtan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014/ editor T.Heathe
Herdman; alih bahasa, Made Sumarwati, dan Nike Budi Subekti. EGC. Jakarta
Huerta C., Rivero E. and Luis AG. 2007. Incidence and Risk Factors for Psoriasis in the General
Population. Arc Dermatol;143(12):1559-1565.
Jacoeb, Tjut Nurul Alam. Jurnal Psoriasis dan Keterlibatan Organ Lain.Jakarta
Jenifer P, Kwalak. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. EGC: Jakarta.
Joshi R. 2004. Immunopathogenesis of Psoriasis. Indian J Dematol Venereol Leprol; 70(1): 10-2
Joyce L. Kee, Evelyn R. Hayes. 1996. Farmakologi : Pendekatan proses keperawatan, E, Alih
Bahasa Peter Anugerah. Jakarta: EGC
Krueger G. and Ellis CN. 2005. Psoriasis Recent Advances in Understanding its Pathogenesis and
Treatment. J. Am Acad Dermatol; 53: 94-100.
Nestle FO., Kaplan DH. and Barker J. 2009. Mechanisme of Disease Psoriasis. N Engl J
Med;361(5): 496-509.
Nickoloff BJ. and Nestle FO. 2004. Recent insights into the immunopathogenesis ofpsoriasis
provide new therapeutic opportunities. The Journal of Clinical Investigation:113(12): 1664-1675
Numerof RP. and Asadullah K. 2006. Cytokine and Anti Cytokine Therapies for Psoriasis and
Atopic Dermatitis. Bio drugs; 20: 93-103.
Price, Wilson. 1995. Patofisiologi Edisi 3. EGC: Jakarta.
Perez RP., Cabaleiro T., Dauden E and Santos FA. 2013. Gene polymorphisms that can predict
response to anti-TNF therapy in patients with psoriasis and related autoimmune diseases. The
Pharmacogenomics Journal; 13: 297 305
Sanchez APG. 2010. Immunopathogenesis of Psoriasis. An Bras Dermatol:85(5): 747-9.
Savoiu G., Noveanu L., Miladenecu OL., Gorun C.,Dragan S., Mirica S., Mladinecu CF. and
Mihalas G. 2008. The Antioxidant Factor Reduce the Impairment of Endothelial-Dependent
Vasodilatation in Isolated Human Arteries Preincubated with Triglyceride-Rich Lipoproteins.
Romanian J Biophys; 18(20): 171-177.
Schon MP. and Boehncke WH. 2005. Psoriasis N. Eng. J. Med; 352(18): 18991909.
Sinaga, Dameria. 2013. Pengaruh Stress Psikologi Terhadap Pasien Psoriasis. Fakultas
kedokteran UI: Jakarta
Siregar. 2000.Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Penerbit Hipokrates.
Smeltzer, Suzanne. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 3. EGC: Jakarta.
Verghese B.,Bhatnagar S., Tanwar R. and Bhattacharjee J. 2011. Serum Cytikene Profile in
Psoriasis A Case-Control Study in a Tertiary Care Hospital from Northern India. Ind J Clin
Biochem; 26(4): 373-77
Wang YI., Schulze J., Raymond N., Tomita T, Tam K., Simon SI. and Passerini GA. 2011.
Endothelial inflammation correlates with subject triglycerides and waist sizeafter a high-fat meal.
Am J Physiol Heart Circ;300: 784-791.
Ziouzenkova O., Perrey S., AsatryanL., Hwang L., MacNaul KL., Moller
DE.,Rader DJ.,
LAMPIRAN 1
Patofisiologi Psoriasis
LAMPIRAN 2
Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Adanya rasa gatal yang tak tertahankan yang kambuh sejak 2 minggu yang lalu.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Nona S 19 tahun datang kerumah sakit dengan keluhan adanya rasa gatal yang tak
tertahankan yang kambuh sejak 2 minggu yang lalu dan adanya lesi berbentuk bulat
dengan tegas dengan ukuran paling besar 2x2 cm dengan lesi berupa makula eritema,
makula hiperpigmentasi, plak eritema, papula eritema hingga pustula disertai skuama.
c. Riwayat keperawatan yang lalu
Klien sudah merasakan gatal sejak 2 bulan yang lalu dan timbul kulit bersisik sebesar
koin 500an pada lututnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Ada kemungkina riwayat keluarga juga memiliki penyakit yang sama.
e. Pola manajemen kesehatan
Kesadaran : Composmetis
Tekanan darah: 110/70 mmHg
Nadi
:Pernafasan : 24 x/ menit
Suhu tubuh : 38,7 C
Kulit
: Terdapat lesi distribusi generalisata berupa makula eritema,
makula hiperpigmentasi, plak eritema, papula eritema, dan pustula yang disertai
skuama.
g. Kepala
kotor.
h. Mata
tidak anemis, sclera tidak ikteric, tidak adaptosis, koordinasi gerak mata simetris dan
mampu mengikuti pergerakan benda secara terbatas dalam 6 titik sudut pandang yang
berbeda.(normal)
i. Hidung
j. Telinga
:Simetris, bersih, tidak ada polip hidung, cuping hidung tidak ada.(normal)
:Simetris, bersih, tidak ada tanda peradangan ditelinga/ mastoid. Cerumen
Data yang
o
1.
menyimpang
DO :DS :
1. Klien
mengeluh
Etiologi
Masalah
keperawatan
Gangguan
Stress
Meningkatnya hormon
norephinefrin
nyaman : Gatal
rasa
merasakan
gatal yang tak
tertahankan
yang kambuh
Menstimulasi peningkatan
produksi IL-12
Merangsang sel Th 1 melalui
sejak 2
reseptor adrenergik
minggu yang
memproduksi IFN
lalu
2. Gatal sudah
dirasakan
sejak 2 bulan
yang lalu
3. Gatal
Meningkatkan EGF
( Epidermis Grow Faktor) dan
NGF ( Neural Grow Faktor)
Meningkatnya pembelahan sel
kulit di stratum basalis
dirasakan
berlebih
ketika pasien
diputuskan
pacar, kurang
tidur, dan
terpapar sinar
matahari
4. Gatal yang
dirasakan
menyebar
keseluruh
tubuh kecuali
wajah dan
tangan
keratin
Skuama
Terpapar sinar
matahari
Inflamasi pada lapisan
keratinosit
Mengeluarkan ACh
Merangsangsang serabut saraf
tipe C
Gatal
2.
DO :
1. Terdapat
distribusi lesi
Stress
Meningkatnya hormon
norephinefrin
generalisata
berbentuk
bulat dengan
tegas dan
timbul ukuran
paling besar
Menstimulasi peningkatan
produksi IL-12
Merangsang sel Th 1 melalui
reseptor adrenergik
memproduksi IFN
2x2 cm.
2. Lesi berupa
Meningkatkan EGF
makula
eritema,
makula
hiperpigmenta
si, plak
eritema,
papula
eritema,
hingga pustula
disertai
skuama.
keratin
DS :Skuama
Terpapar sinar
matahari
Inflamasi pada lapisan
keratinosit
Mengeluarkan ACh
Merangsangsang serabut saraf
tipe C
Gangguan
integritas kulit
Gatal
Merangsang saraf motorik
Digaruk
Eritema Pustula
Lesi
3.
Gangguan
DO :
1. Sejak 2 bulan
yang lalu
timbul kulit
bersisik
sebesar uang
koin 500san
di lututnya
DS :
Stress
Meningkatnya hormon
norephinefrin
Menstimulasi peningkatan
produksi IL-12
Merangsang sel Th 1 melalui
reseptor adrenergik
memproduksi IFN
Meningkatkan EGF
( Epidermis Grow Faktor) dan
NGF ( Neural Grow Faktor)
Meningkatnya pembelahan sel
kulit di stratum basalis
Bergerak menuju lapisan
stratum korneum
Terjadi penumpukan sel2 kulit
yang belum matang
tubuh
citra
Menigkatkan proliferasi
keratin
Skuama
4.
Anxieties
DO :
1. T = 38,7 0 C
2. RR = 24
x/menit
DS :
1. Klien merasa
sedih karena
teman dan
keluarganya
menjauhinya
Stress
Meningkatnya hormon
norephinefrin
Menstimulasi peningkatan
produksi IL-12
Merangsang sel Th 1 melalui
reseptor adrenergik
memproduksi IFN
karena takut
tertular
Meningkatkan EGF
( Epidermis Grow Faktor) dan
NGF ( Neural Grow Faktor)
Meningkatnya pembelahan sel
kulit di stratum basalis
Bergerak menuju lapisan
stratum korneum
Terjadi penumpukan sel2 kulit
yang belum matang
Menigkatkan proliferasi
keratin
Skuama
Terpapar sinar
matahari
Inflamasi pada lapisan
keratinosit
Mengeluarkan ACh
Merangsangsang serabut saraf
tipe C
Gatal
Gangguan tidur
5.
Gangguan Koping
DO :DS :
1. Keluarga dan
teman klien
menjauhinya
karena takut
tertular.
Stress
Meningkatnya hormon
norephinefrin
Menstimulasi peningkatan
produksi IL-12
Merangsang sel Th 1 melalui
reseptor adrenergik
memproduksi IFN
Meningkatkan EGF
( Epidermis Grow Faktor) dan
NGF ( Neural Grow Faktor)
Meningkatnya pembelahan sel
kulit di stratum basalis
Bergerak menuju lapisan
stratum korneum
Terjadi penumpukan sel2 kulit
yang belum matang
keluarga
Menigkatkan proliferasi
keratin
Skuama
Terpapar sinar
matahari
Inflamasi pada lapisan
keratinosit
Mengeluarkan ACh
Merangsangsang serabut saraf
tipe C
Gatal
Merangsang saraf motorik
Digaruk
Eritema Pustula
Lesi distribusi generalisata
Resiko menular
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman b.d gejala terkait penyakit ditandai dengan adanya gatal, ansietas,
klien tampak gelisah, lesi.
2. Gangguan integritas kulit b.d adanya lesi dan reaksi inflamasi.
3. Gangguan citra tubuh yang b.d perubahan struktur kulit ditandai dengan sisik pada kulit
4. Anxieties yang berhubungan dengan perubahan status kesehatan ditandai dengan klien
gelisah, ketakutan, gangguan tidur, sering berkeringat.
5. Gangguan koping keluarga b.d kurangnya informasi mengenai penyakit.
Intervensi Keperawatan
N
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Rasional
o
1.
Keperawatan
Gangguan rasa nyaman
Setelah dilakukan
tindakan perawatan
penyakit ditandai
klien dapat
mempertahankan
dan fisik.
tingkat
gelisah, lesi
kenyamanan
lingkungan yang
selama perawatan
dengan kriteria
hasil:
1. kendalikan faktor
faktor iritan
2. Pertahankan
3. Anjurkan klien
2. Kesejukan
mengurangi gatal.
3. Upaya ini
mencakup tidak
menggunakan sabun
adanya larutan
1. klien tampak
detergen, zat
tenang
2. klien
pewarna atau
sensitif
bahan pengeras
menerima
akan
penyakitnya
3. gatal dan perih
hilang
4. Tindakan ini
4. Kolaborasi dalam
pemberian terapi
membantu
meredakan gejala
2.
Gangguan integritas
Setelah dilakukan
tindakan perawatan
peningkatan integritas
integritas kulit
harus dinasihati
membaik secara
tidak sering
optimal.
atau menggaruk
Kriteria :
1. Pertumbuhan
sakit dan
jaringan
membaik dan
lesi psoriasis
berkurang.
2. Integritas kulit
1. Lakukan tindakan
pembentukan sisik.
2. Tingkatkan asupan
nutrisi diet TKTP
3. Menasehati pasien
agar tidak mencubit
1. Untuk menghindari
2. Untuk
meningkatkan
asupan dari
kebutuhan
pertumbuhan
jarring.
3. Untuk menghindari
cedera kulit
(sensasi,
4. Merupakan tindakan
elastisitas,
temperatur,
mengurangi nyeri
hidrasi,
pigmentasi)
3. Tidak ada
luka/lesi pada
kulit
4. Perfusi jaringan
baik
5. Klien
5. Kulit dikeringkan
dengan handuk dan
pada lesi
5. Agar tidak
bukan menggosoknya
memperparah
kuat kuat.
kondisi lesi
klien terjaga
7. Apabila masih
menunjukkan
melembapkan kulit ,
belum mencapai
pemahaman
meningkatkan rasa
dalam proses
nyaman, dan
5 x 24 jam, maka
perbaikan kulit
mengurangi
dan mencegah
pembentukan sisik.
faktor faktor
terjadinya
cedera berulang
6. Menunjukkan
terjadinya
7. Evaluasi kerusakan
jaringan dan
perkembangan
pertumbuhan jaringan
proses
penyembuhan
3.
luka.
Setelah dilakukan
tindakan perawatan
klien menunjukan
kriteria :
1. Mampu
menyatakan
1. Beberapa pasien
kehilangan atau
dapat menerima
secara efektif
kondisi perubahan
fungsi yang
dialaminya,
atau
sedangkan yang
mengomunikasi
lain mempunyai
kan demean
kesulitan dalam
orang terdekat
menerima
(keluarga/tenag
perubahan fungsi
a kesehatan)
yang dialaminya,
tentang situasi
sehingga
dan perubahan
yang sedang
terjadi,
2. mampu
2. Bina hubungan
teurapeutik
memberikan
dampak pada
kondisi koping
maladaftif.
menyatakan
penerimaan diri
terhadap situasi.
2. Hubungan
teurapeutik antara
professional
pelayanan
keperawatan,
penderita psoriasis
dan keluarga
merupakan
hubungan yang
diciptakan, supaya
pasien harus lebih
memiliki
keyakinan diri dan
pemberdayaan
dalam
melaksanakan
program terapi
serta menggunakan
strategi koping
yang membantu
mengatasi
perubahan pada
konsep diri serta
citra tubuh yang
ditimbulkan oleh
penyakit tersebut
3. Klien
membutuhkan
3. Berikan kesempatan
pengalaman
didengarkan dan
mengungkapkan
dipahami dalam
perasaan tentang
proses peningkatan
kepercayaan diri
4. Kesan seseorang
terhadap dirinya
sangat berpengaruh
dalam
pengembalian
kepercayaan diri
mengatasi masalah
5. Pendekatan dan
5. Mendukung upaya
klien untuk
memperbaiki citra diri,
mendorong sosialisasi
Anxieties yang
Setelah dilakukan
berhubungan dengan
tindakan
perubahan status
Keperawatan
kesehatan ditandai
diharapkan ansietas
dapat
ketakutan, gangguan
diminimalkan
tidur, sering
sampai dengan
berkeringat.
diatasi, dengan
kriteria hasil :
1. klien tampak
tenang
2. klien menerima
1. Agar perubahan
TTV klien dapat
terpantau
2. Agar pasien merasa
masalahnya dan
diterima
dorongan ekspresi yang 3. Ketidaktahuan dan
bebas, misalnya rasa
kurangnya
pemahaman dapat
menyebabkan
3. Jelaskan semua
prosedur dan
pengobatan
timbulnya ansietas
4. Mengurangi
kecemasan pasien
tentang
penyakitnya
3. Gangguan tidur
hilang
4. pola berkemih
normal
4. Diskusikan perilaku
koping alternatif dan
tehnik pemecahan
masalah
5.
Gangguan koping
Setelah dilakukan
1. Memberikan
tindakan perawatan
informasi
teman klien
informasi mengenai
orang terdekat
mengenai
mengerti mengenai
penyakit
klien ( Keluarga
penyebab, gejala,
penyakit tersebut.
dan temannya)
proses, dan
menunjukan
penularan penyakit
temannya lebih
kriteria :
tersebut kepada
dapat berhati
1. Sikap
orang terdekat
berhati menjaga
menghargai
klien yaitu
sikap di depan
dan mengerti
keluarga dan
klien.
proses dan
temannya
penyebab
penyakit
tersebut
2. Menerima
keadaan serta
kondisi klien
sekarang
dengan sikap
yang baik dan
bijaksana.
3. Mampu
menjaga
perasaan klien
2. Memberi arahan
bahwa harus
menjaga kondisi
psikologis pasien
karena keadaan
tersebut
berpengaruh pada
proses
penyembuhan
penyakit klien.
Lampiran 3
1. Apakah hubungan stress dengan gatal psoriasis ?
Jawab : Karena ketika stress terjadi peningkatan produksi hormon norephinefrin yang
dapat meningkatkan produksi interlukin -12 ( IL-12) yang akan merangsang sel Th 1
melalui sel adrenergik untuk memproduksi IFN sebagai sitokin pro- implamasi
yang sangat berperan meningkatkan EGF ( Epidermis Grow Faktor) dan NGF (Neural
Grow Faktor) sebagai sitokin yang sangat berperan dalam proliferasi keratinosit dan
reaksi aouto imun yang menyebabkan gatal karena proliferasi epidermis semakin
cepat seiring meningkatnya stress tersebut. Pengobatan psoriasis tidak akan berhasil
apabila faktor stress psikologis ini belum dapat dihilangkan. Oleh karena itu kita harus
menentramkan perasaan pasien dengan menjelaskan bahwa psoriasis bukan penyakit
yang menular dan meskipun terjadi eksaserbasi serta remisi, penyakit ini dapat
dikendalikan dengan terapi yang benar. Akan tetapi pastikan bahwa pasien memahami
penyakit ini tidak bisa disembuhkan. Karena situasi stress cenderung membuat
psoriasis timbul kembali, bantu pasien dengan mengajarkan teknik manajemen sytress
yang efektif dan mekanisme untuk mengatasinya.
2. Hubungan meningkatnya leukosit dengan penyakit psoriasis ?
Jawab :
Proliferasi epidermis yang semakin cepat tersebut mengakibatkan pelepasan sitokin
dan kemokin yang masuk ke sirkulasi darah yang kemudian merangsang leukosit
berploriferasi menjadi lebih banyak karena menanggapi rangsangan adanya benda
asing tersebut di sirkulasi darah.
Sumber no1 dan 2 : Journal hubungan stress psikologis dengan penyakit
psoriasis,universitas undayana , Made Wardana.2010
3. Kenapa di gunakan larutan NaCl untuk mengompres ?
Jawab :
Karena konsentrasi larutan NaCl sama dengan cairan tubuh dan jaman sekarang tidak
diperkenankan lagi untuk mengompres luka dengan alcohol atau betadin.
Sumber : Lecture wound care Bu etika sebelum praktikum.