Vous êtes sur la page 1sur 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagian besar infeksi virus penyebab pilek seperti common cold dapat menyebabkan suatu
sumbatan pada hidung, yang akan hilang dalam beberapa hari. Namun jika terjadi peradangan pada sinusnya
dapat muncul gejala lainnya seperti nyeri kepala dan nyeri tekan pada wajah. Sinus paranasal salah satu
fungsinya adalah menghasilkan lendir yang dialirkan ke dalam hidung, untuk selanjutnya dialirkan ke
belakang, ke arah tenggorokan untuk ditelan ke saluran pencernaan. Semua keadaan yang mengakibatkan
tersumbatnya aliran lendir dari sinus ke rongga hidung akan menyebabkan terjadinya sinusitis.
Batuk kronis pada anak di bidang THT selain disebabkan oleh alergi paling sering disebabkan oleh
sinusitis. Pada lima tahun terakhir di Jakarta banyak ditemukan sinusitis, yang mungkin disebabkan tingkat
polusi yang meningkat. Sinusitis pada bayi dan anak seeara Minis sudah dapat timbul sejak kehidupan awal.
Karena ukuran rongga sinus lebih kecil dari muaranya, maka walaupun rinitis oleh karena virus dapat
menjalar ke antrum dan merusak silia, tetapi lendir dalam antrum dapat dengan mudah dikeluarkan sehingga
tidak mudah terjadi retensi lendir.
Angka kejadian sinusitis akut mendekati 3 dalam 1000 orang, sedangkan sinusitis kronis lebih jarang
kira-kira 1 dalam 1000 orang. Bayi di bawah 1 tahun tidak menderita sinusitis karena pembentukan sinusnya
belum sempurna, tetapi sinusitis dapat terjadi pada berbagai usia dengan cara lain. Angka kejadian sinusitis
di Indonesia belum diketahui secara pasti. Tetapi diperkirakan cukup tinggi karena masih tingginya kejadian
infeksi saluran napas atas, yang merupakan salah satu penyebab terbesar terjadinya sinusitis. Di Eropa angka
kejadian sinusitis sekitar 10% - 30% populasi, di Amerika sekitar 135 per 1000 populasi.
Infeksi sinus seperti yang kita ketahui kini lebih jarang dibandingkan era pra-antibiotik. Pasien
sering kali masih mengaitkan gejala-gejala seperti nyeri kepala, sumbatan hidung, drenase post-nasal,
kelemahan, halitosis dan dispepsia dengan disfungsi sinus. Namun demikian, penyakit sinus menimbulkan
kumpulan gejala yang agak karakteristik yang hanya bervariasi sesuai beratnya penyakit dan lokasinya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

DEFINISI SINUSITIS
Sinusitis adalah suatu keradangan yang terjadi pada sinus. Sinus sendiri adalah rongga udara yang

terdapat di area wajah yang terhubung dengan hidung. Fungsi dari rongga sinus adalah untuk menjaga
kelembapan hidung & menjaga pertukaran udara di daerah hidung. Rongga sinus sendiri terdiri dari 4 jenis,
yaitu
a.

Sinus Frontal, terletak di atas mata dibagian tengah dari masing-masing alis

b.

Sinus Maxillary, terletak diantara tulang pipi, tepat disamping hidung

c.

Sinus Ethmoid, terletak diantara mata, tepat di belakang tulang hidung

d.

Sinus Sphenoid, terletak dibelakang sinus ethmoid & dibelakang mata

Didalam rongga sinus terdapat lapisan yang terdiri dari bulu-bulu halus yang disebut dengan cilia.
Fungsi dari cilia ini adalah untuk mendorong lendir yang di produksi didalam sinus menuju ke saluran
pernafasan. Gerakan cilia mendorong lendir ini berguna untuk membersihkan saluran nafas dari kotoran ataupun
organisme yang mungkin ada. Ketika lapisan rongga sinus ini membengkak maka cairan lendir yang ada tidak
dapat bergerak keluar & terperangkap di dalam rongga sinus. Jadi sinusitis terjadi karena peradangan didaerah
lapisan rongga sinus yang menyebabkan lendir terperangkap di rongga sinus & menjadi tempat tumbuhnya
bakteri.
Sinusitis paling sering mngenai sinus maksila (Antrum Highmore), karena merupakan sinus paranasal
yang terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drenase) dari sinus maksila hanya
tergantung dari gerakan silia, dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi
gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila, ostium sinus maksila terletak di meatus medius di sekitar hiatus
semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat.
2.2

KLASIFIKASI SINUSITIS

Sinusitis sendiri dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu


1. Sinusitis akut

: Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3 minggu.

Macam-macam sinusitis akut : sinusitis maksila akut, sinusitis emtmoidal akut, sinus frontal akut, dan sinus
sphenoid akut.
2. Sinusitis kronis : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3-8 minggu tetapi dapat juga
berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
2.3
ETIOLOGI SINUSITIS
Pada Sinusitis Akut, yaitu:
1. Infeksi virus
Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas (misalnya
Rhinovirus, Influenza virus, dan Parainfluenza virus).
2. Bakteri
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan
penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun
atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak
berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.
3. Infeksi jamur

Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan sistem kekebalan, contohnya
jamur Aspergillus.
4. Peradangan menahun pada saluran hidung
Pada penderita rhinitis alergi dan juga penderita rhinitis vasomotor.
5. Septum nasi yang bengkok
6. Tonsilitis yg kronik
Pada Sinusitis Kronik, yaitu:
1. Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh.
2. Alergi
3. Karies dentis ( gigi geraham atas )
4. Septum nasi yang bengkok sehingga menggagu aliran mucosa.
5. Benda asing di hidung dan sinus paranasal
6. Tumor di hidung dan sinus paranasal.
2.4 MANIFESTASI KLINIK
2.4.1 Sinusitis maksila akut
Gejala : Demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat, nyeri pada pipi terutama sore hari,
ingus mengalir ke nasofaring, kental kadang-kadang berbau dan bercampur darah.
2.4.2 Sinusitis etmoid akut
Gejala : ingus kental di hidung dan nasafaring, nyeri di antara dua mata, dan pusing.
2.4.3 Sinusitis frontal akut
Gejala : demam,sakit kepala yang hebat pada siang hari,tetapi berkurang setelah sore hari, ingus kental
dan penciuman berkurang.
2.4.4 Sinusitis sphenoid akut
Gejala : nyeri di bola mata, sakit kepala, ingus di nasofaring
2.4.5 Sinusitis Kronis
Gejala : pilek yang sering kambuh, ingus kental dan kadang-kadang berbau,selalu terdapat ingus di
tenggorok, terdapat gejala di organ lain misalnya rematik, nefritis, bronchitis, bronkiektasis, batuk
kering, dan sering demam.
2.5 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
2.5.1 Rinoskopi anterior
Tampak mukosa konka hiperemis, kavum nasi sempit, dan edema.Pada sinusitis maksila, sinusitis
frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan pada
sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari meatus superior.
2.5.2

Rinoskopi posterior : Tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).

2.5.3

Dentogen : Caries gigi (PM1,PM2,M1)

2.5.4

Transiluminasi (diaphanoscopia)
Sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah
satu sisi sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibanding sisi yang normal.

2.5.5

X Foto sinus paranasalis:


Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah Posisi Waters, Posteroanterior dan Lateral. Akan
tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan udara (air fluid level) pada sinus yang
sakit.
Posisi Waters adalah untuk memproyeksikan tulang petrosus supaya terletak di bawah antrum
maksila, yakni dengan cara menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga dagu menyentuh
permukaan meja. Posisi ini terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan
etmoid. Posisi Posteroanterior untuk menilai sinus frontal dan Posisi Lateral untuk menilai sinus frontal,
sphenoid dan etmoid
3

Posisi Waters
2.5.6 Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan CT-Scan merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah
pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan pada sinusitis akan tampak : penebalan mukosa, air fluid
level, perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu atau lebih sinus paranasal, penebalan
dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik).Hal-hal yang mungkin ditemukan pada
pemeriksaan CT-Scan :
a. Kista retensi yang luas, bentuknya konveks (bundar), licin, homogen, pada pemeriksaan CT-Scan tidak
mengalami ehans. Kadang sukar membedakannya dengan polip yang terinfeksi, bila kista ini makin lama
makin besar dapat menyebabkan gambaran air-fluid level.
b. Polip yang mengisi ruang sinus
c. Polip antrokoanal
d. Massa pada cavum nasi yang menyumbat sinus
e. Mukokel, penekanan, atrofi dan erosi tulang yang berangsur-angsur oleh massa jaringan lunak mukokel
yang membesar dan gambaran pada CT Scan sebagai perluasan yang berdensitas rendah dan kadangkadang pengapuran perifer.
2.5.7 Pemeriksaan di setiap sinus
a. Sinusitis maksila akut
Pemeriksaan rongga hidung akan tampak ingus kental yang kadang-kadang dapat terlihat berasal dari
meatus medius mukosa hidung. Mukosa hidung tampak membengkak (edema) dan merah (hiperemis). Pada
pemeriksaan tenggorok, terdapat ingus kental di nasofaring.
Pada pemeriksaan di kamar gelap, dengan memasukkan lampu kedalam mulut dan ditekankan ke langitlangit, akan tampak pada sinus maksila yang normal gambar bulan sabit di bawah mata. Pada kelainan sinus
maksila gambar bulan sabit itu kurang terang atau tidak tampak. Untuk diagnosis diperlukan foto rontgen. Akan
terlihat perselubungan di sinus maksila, dapat sebelah (unilateral), dapat juga kedua belah (bilateral ).
b. Sinusitis etmoid akut
Pemeriksaan rongga hidung, terdapat ingus kental, mukosa hidung edema dan hiperemis. Foto roentgen,
akan terdapat perselubungan di sinus etmoid.
c. Sinusitis frontal akut
Pemeriksaan rongga hidung, ingus di meatus medius. Pada pemeriksaan di kamar gelap, dengan
meletakkan lampu di sudut mata bagian dalam, akan tampak bentuk sinus frontal di dahi yang terang pada orang
normal, dan kurang terang atau gelap pada sinusitis akut atau kronis. Pemeriksaan radiologik, tampak pada foto
roentgen daerah sinus frontal berselubung.
d. Sinusitis sfenoid akut
Pemeriksaan rongga hidung, tampak ingus atau krusta serta foto rontgen.
2.6
PENATALAKSANAAN
2.6.1 Penatalaksanaan Medis
1. Drainage
4

a. Dengan pemberian obat, yaitu


Dekongestan local
: efedrin 1%(dewasa) %(anak).
Dekongestan oral
:Psedo efedrin 3 X 60 mg.
b. Surgikal dengan irigasi sinus maksilaris.
2. Pemberian antibiotik dalam 5-7 hari (untuk Sinusitis akut) yaitu :
a. Ampisilin 4 X 500 mg
b. Amoksilin 3 x 500 mg
c. Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet
d. Diksisiklin 100 mg/hari.
3. Pemberian obat simtomatik
Contohnya parasetamol., metampiron 3 x 500 mg.
4. Untuk Sinusitis kromis bisa dengan
a. Cabut geraham atas bila penyebab dentogen
b. Irigasi 1 x setiap minggu ( 10-20)
c. Operasi Cadwell Luc bila degenerasi mukosa ireversibel (biopsi).
2.6.2 Penatalaksanaan Pembedahan
Pencucian sinus paranasal :
a. Pada sinus maksila
Dilakukan fungsi sinus maksila, dan dicuci 2 kali seminggu dengan larutan garam fisiologis. Caranya
ialah, dengan sebelumnya memasukkan kapas yang telah diteteskan xilokain dan adrenalin ke daerah meatus
inferior. Setelah 5 menit, kapas dikeluarkan, lalu dengan trokar ditusuk di bawah konka inferior, ujung trokar
diarahkan ke batas luar mata. Setelah tulang dinding sinus maksila bagian medial tembus, maka jarum trokar
dicabut, sehingga tinggal pipa selubungnya berada di dalam sinus maksila. Pipa itu dihubungkan dengan
semprit yang berisi larutan garam fisiologis, atau dengan balon yang khusus untuk pencucian sinus itu.
Pasien yang telah ditataki plastik di dadanya, diminta untuk membuka mulut. Air cucian sinus akan
keluar dari mulut, dan ditampung di tempat bengkok.
Tindakan ini diulang 3 hari kemudian. Karena sudah ada lubang fungsi, maka untuk memasukkan pipa
dipakai trokar yang tumpul. Tapi tindakan seperti ini dapat menimbulkan kemungkinan trokar menembus
melewati sinus ke jaringan lunak pipi,dasar mata tertusuk karena arah penusukan salah, emboli udara karena
setelah menyemprot dengan air disemprotkan udara dengan maksud mengeluarkan seluruh cairn yang telah
dimasukkan serta perdarahan karena konka inferior tertusuk. Lubang fungsi ini dapat diperbesar, dengan
memotong dinding lateral hidung, atau dengan memakai alat, yaitu busi. Tindakan ini disebut antrostomi, dan
dilakukan di kamar bedah, dengan pasien yang diberi anastesi.
b. Pada sinus frontal, etmoid dan sfenoid
Pencucian sinus dilakukan dengan pencucian Proetz. Caranya ialah dengan pasien ditidurkan dengan
kepala lebih rendah dari badan. Kedalam hidung diteteskan HCL efedrin 0,5-1,5 %. Pasien harus menyebut
kek-kek supaya HCL efedrin yang diteteskan tidak masuk ke dalam mulut, tetapi ke dalam rongga yang
terletak dibawah ( yaitu sinus paranasal, oleh karena kepala diletakkan ebih rendah dari badan). Ke dalam
lubang hidung dimasukkan pipa gelas yang dihubungkan dengan alat pengisap untuk menampung ingus yang
terisap dari sinus. Pada pipa gelas itu dibuat lubang yang dapat ditutup dan dibuka dengan ujung jari jempol.
Pada waktu lubang ditutup maka akan terisap ingus dari sinus. Pada waktu meneteskan HCL ini, lubang di pipa
tidak ditutup. Tindakan pencucian menurut cara ini dilakukan 2 kali seminggu.
Pembedahan, dilakukan :
a. bila setelah dilakukan pencucian sinus 6 kali ingus masih tetap kental.
b. bila foto rontgen sudah tampak penebalan dinding sinus paranasal.
Persiapan sebelum pembedahan perlu dibuat foto ( pemeriksaan) dengan CT scan.
Macam pembedahan sinus paranasal
1. Sinus maksila
a. Antrostomi, yaitu membuat saluran antara rongga hidung dengan sinus maksila di bagian lateral konka
inferior. Gunanya ialah untuk mengalirkan nanah dan ingus yang terkumpul di sinus maksila.
5

Alat yang perlu disiapkan ialah :


- alat fungsi sinus maksila
- semprit untuk mencuci
- pahat untuk memotong dinding lateral hidung
- alat pengisap
- tampon kapas atau kain kasa panjang yang diberi salep
Tindakan dilakukan di kamar besdah, dengan pembiusan ( anastesia ), dan pasien dirawat selama 2 hari.
Perawatan pasca tindakan :
- beri antrostomi dilakukan pada kedua belah sinus maksila, maka kedua belah hidung tersumbat oleh tampon.
Olehkarena itu pasien harus bernafas melalui mulut, dan makanan yang diberikan harus lunak.
- tampon diangkat pada hari ketiga, setelah itu, bila tidak terdapat perdarahan, pasien boleh pulang.
b. Operasi Caldwell-Luc
Operasi ini ialah membuka sinus maksila, dengan menembus tulang pipi. Supaya tidak terdapat cacat di
muka, maka insisis dilakukan di bawah bibir, di bagian superior ( atas ) akar gigi geraham 1 dan 2. Kemudian
jaringan diatas tulang pipi diangkat kearah superior, sehingga tampak tulang sedikit di atas cuping hidung, yang
disebut fosa kanina. Dengan pahat atau bor tulang itu dibuka, dengan demikian rongga sinus maksila kelihatan.
Dengan cunam pemotong tulang lubang itu diperbesar. Isi sinus maksila dibersihkan. Seringkali akan terdapat
jaringan granulasi atau polip di dalam sinus maksila. Setelah sinus bersih dan dicuci dengan larutan bethadine,
maka dibuat anthrostom. Bila terdapat banyak perdarahan dari sinus maksila, maka dimasukkan tampon panjang
serta pipa dari plastik, yang ujungnya disalurkan melalui antrostomi ke luar rongga hidung. Kemudian luka
insisi dijahit.
Perawatan pasca bedah :
- beri kompres es di pipi, untuk mencegah pembengkakan di pipi pasca-bedah.
- perhatikan keadaan umum : nadi, tensi,suhu
- perhatikan apakah ada perdarahan mengalir ke hidung atau melalui mulut. Apabila terdapat perdarahan, maka
dokter harus diberitahu.
- makanan lunak
-tampon dicabut pada hari ketiga.
2. Sinus etmoid
Pembedahan untuk membersihkan sinus etmoid, dapat dilakukan dari dalam hidung (intranasal) atau dengan
membuat insisi di batas hidung dengan pipi (ekstranasal).
a. Etmoidektomi intranasal
Alat yang diperlukan ialah :
a. spekulum hidung
b. cunam pengangkat polip
c. kuret ( alat pengerok )
d. alat pengisap
e. tampon
Tindakan dilakukan dengan pasien dibius umum ( anastesia). Dapat juga dengan bius lokal (analgesia).
Setelah konka media di dorong ke tengah, maka dengan cunam sel etmoid yang terbesar ( bula etmoid ) dibuka.
Polip yang ditemukan dikeluarkan sampai bersih. Sekarang tindakan ini dilakukan dengan menggunakan
endoskop, seh igga apa yang akan dikerjakan dapat dilihat dengan baik.
Perawatan pasca-bedah yang terpenting ialah memperhatikan kemungkinan perdarahan.
b. Etmoidektomi ekstranasal
Insisi dibuat di sudut mata, pada batas hidung dan mata. Di daerah itu sinus etmoid dibuka, kemudian
dibersihkan.
3. Sinus frontal
Pembedahan untuk membuka sinus frontal disebut operasi Killian. Insisi dibuat seperti pada insisi
etmoidektomi ekstranasal, tetapi kemudian diteruskan ke atas alis.Tulang frontal dibuka dengan pahat atau bor,
kemudian dibersihkan. Salurannya ke hidung diperikasa, dan bila tersumbat, dibersihkan. Setelah rongga sinus
frontal bersih, luka insisi dijahit, dan diberi perban-tekan. Perban dibuka setelah seminggu.
Seringkali pembedahan untuk membuka sinus frontal dilakukan bersama dengan sinus etmoid, yang
disebut fronto-etmoidektomi.
6

4. Sinus sfenoid
Pembedahan untuk sinus sfenoid yang aman sekarang ini ialah dengan memakai endoskop. Biasanya
bersama dengan pembersihan sinus etmoid dan muara sinus maksila serta muara sinus frontal, yang disebut
Bedah Endoskopi Sinus Fungsional.
Bedah endoskopi sinus fungsional ( FESS=functional endoscopic sinus surgery)
Cara pemeriksaan ini ialah dengan mempergunakan endoskop, tanpa melakukan insisis di kulit muka.
Endoskop dimasukkan ke dalam rongga hidung. Karena endoskop ini dihubungkan dengan monitor (seperti
televisi), maka dokter juga melakukan pembedahan tidak perlu melihat kedalam endoskop, tetapi cukup dengan
melihat monitor.
Dengan bantuan endoskop dapat dibersihkan daerah muara sinus, seperti daerah meatus medius untuk sinus
maksila, sinus etmoid anterior dan sinus frontal.
Endoskop juga dapat dimasukkan kedalam sinus etmoid anterior dan posterior untuk membuka sel-sel sinus
etmoid. Kemudian dapat diteruskan kedalam sinus sfenoid yang terletak dibelakang sinus etmoid apabila di CT
scan terdapat kelainan di sinus sfenoid.
Sekitar sinus yang sakit dibersihakan, dilihat juga muara sinus-sinus yang lain. Setelah selesai, rongga
hidung di tampoan untuk mencegah perdarahan. Tampon dicabut pada hari ketiga.
2.7 KOMPLIKASI
2.7.1 Kelainan pada Orbita
Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang tersering. Pembengkakan orbita
dapat merupakan manifestasi ethmoidalis akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat
orbita dan dapat menimbulkan infeksi isi orbita juga.
Pada komplikasi ini terdapat lima tahapan :
a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan.
Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan
pada anak, karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis sering kali merekah
b.
c.
d.

pada kelompok umur ini.


Selulitis orbita
Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk.
Abses subperiosteal
Pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis.
Abses orbita
Pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap ini disertai dengan gejala sisa
neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang
tersering dan kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin

e.

bertambah.
Thrombosis sinus kavemosus
Akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu
tromboflebitis septik.

2.7.2 Kelainan intracranial


a. Meningitis akut
Salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat
menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior
sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis.
b. Abses dura
Kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, sering kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses
ini timbul lambat, sehingga pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu
menimbulkan tekanan intra kranial.
c. Abses subdural
7

Kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan
abses dura.
d. Abses otak
Setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat terjadi perluasan metastatik
secara hematogen ke dalam otak.
2.7.3

Osteitis dan Osteomylitis.


Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis adalah infeksi sinus

frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala sistemik berupa malaise, demam dan menggigil.
2.7.4

Mukokel
Suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus, kista ini paling sering ditemukan pada

sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya.
Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan melalui atrofi tekanan
mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra
nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan
gangguan penglihatan dengan menekan saraf didekatnya.
2.7.5

Pyokokel.
Mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan,
suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
3.1.2 Riwayat Sakit dan Kesehatan
1. Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh nyeri kepala sinus dan tenggorokan
2. Riwayat penyakit saat ini
Klien mengeluh hidung tersumbat, pilek yang sering kambuh, demam, pusing, ingus kental di
hidung, nyeri di antara dua mata, penciuman berkurang.
3. Riwayat penyakit dahulu
a. Klien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma.
b. Klien pernah mempunyai riwayat penyakit THT.
c. Klien pernah menderita sakit gigi geraham.
4. Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya dengan
penyakit klien sekarang.
5. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
a. Intrapersonal : Perasaan yang dirasakan klien ( cemas atau sedih )
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain
6. Pola fungsi kesehatan
a.
Pola persepsi dan tatalaksana hidup
Contohnya untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek
samping
b.

Pola nutrisi dan metabolism


Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung.
c.
Pola istirahat dan tidur
Adakah indikasi klien merasa tidak dapat istirahat karena sering flu.
d.
Pola persepsi dan konsep diri
Klien sering flu terus menerus dan berbau yang menyebabakan konsep diri menurun.
e.
Pola sensorik
8

Daya penciuman klien terganggu kaena hidung buntu akibat flu terus menerus ( baik purulen,
serous maupun mukopurulen ).
3.1.3 Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
Pemeriksaan fisik pada klien dengan sinusitis meliputi pemeriksaan fisik umum per system dari
observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4
(Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).
1. Pernafasan B1 (breath)
a. Bentuk dada : normal
b. Pola napas : tidak teratur
c. Suara napas : ronkhi
d. Sesak napas : ya
e. Batuk : tidak
f.

Retraksi otot bantu napas ; ya

g. Alat bantu pernapasan : ya (O2 2 lpm)


2. Kardiovaskular B2 (blood)
a. Irama jantung : regular
b. Nyeri dada : tidak
c. Bunyi jantung ; normal
d. Akral : hangat
3. Persyarafan B3 (brain)
a. Penglihatan (mata) : normal
b. Pendengaran (telinga) : tidak ada gangguan
c. Penciuman (hidung) : ada gangguan
d. Kesadaran: gelisah
e. Reflek: normal
4. Perkemihan B4 (bladder)
a. Kebersihan : bersih
b. Bentuk alat kelamin : normal
c. Uretra : normal
d. Produksi urin: normal
5. Pencernaan B5 (bowel)
a. Nafsu makan : menurun
b. Porsi makan : setengah
c. Mulut : bersih
d. Mukosa : lembap
6. Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
a. Kemampuan pergerakan sendi : bebas
b. Kondisi tubuh: kelelahan

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Bersihan jalan nafas tidak efetif berhubungan dengan obstruksi / adanya secret yang mengental.
2. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung.
3. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi

4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan manurun sekunder dari
peradangan dengan sinus.
5. Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung tersumbat, nyeri sekunder akibat peradangan
hidung.
6. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan
medis ( irigasi sinus / operasi )
3.3 INTERVENSI
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi / adanya secret yang mengental.
Tujuan : bersihan jalan nafas menjadi efektif setelah secret dikeluarkan.
Kriteria hasil
:
-

Respiratory Rate 16-20x/menit

Suara napas tambahan tidak ada

Ronkhi (-)

Dapat melakukan batuk efektif

INTERVENSI
a.

RASIONAL

Kaji penumpukan secret


yang ada

a.

Mengetahui tingkat keparahan dan


tindakan selanjutnya

b.

Observasi tanda-tanda vital.

c.

Ajarkan batuk efektif

d.

Koaborasi nebulizing dengan


tim medis untuk pembersihan secret

b.

Mengetahui perkembangan klien sebelum


dilakukan operasi.

c.

Mengeluarkan sekret di jalan napas

d.

Kerjasama untuk menghilangkan


penumpukan secret.

e.

Ronkhi (-) mengindikasikan tidak ada


cairan/sekret pada paru, jumlah,

e.

konsistensi, warna sekret dikaji untuk

Evaluasi suara napas,

tindakan selanjutnya

karakteristik sekret, kemampuan


batuk efektif

2.

Nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung.


Tujuan
: Nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi oleh klien
Kriteria hasil
:
- Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi
- Klien tidak merasa kesakitan.
- Dapat mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah, skala
nyeri 0-1 atau teradaptasi

INTERVENSI
a. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-4

a.

RASIONAL
Nyeri merupakan respon subjektif yang
bisa dikaji menggunakan skala nyeri. Klien
melaporkan nyeri biasanya di atas tingkat
10

b.

Berikan kesempatan waktu istirahat bila


terasa nyeri dan berikan posisi yang

cidera.
b.

nyaman.
c.

Istirahat akan merelaksasi semua jaringan


sehingga akan meningkatkan kenyamanan.

Mengajarkan tehnik relaksasi dan

c.

metode distraksi

Akan melancarkan peredaran darah, dan


dapat mengalihkan perhatian nyerinya ke
hal-hal yang menyenangkan

d.

Kolaborasi analgesic

d.

Analgesik memblok lintasan nyeri,


sehingga nyeri berkurang

e.

Observasi tingkat nyeri dan respon

e. Pengkajian yang optimal akan memberikan

motorik klien, 30 menit setelah

perawat data yang objektif untuk mencegah

pemberian analgesik untuk mengkaji

kemungkinan komplikasi dan melakukan

efektivitasnya dan setiap 1-2 jam setelah

intervensi yang tepat.

tindakan perawatan selama 1-2 hari.

3.

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan manurun sekunder akibat
peradangan dengan sinus.
Tujuan
: Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dengan adekuat
Kriteria hasil
:
- Antropometri: berat badan tidak turun (stabil), tinggi badan, lingkar lengan
- Biokimia: albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl
Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl, perempuan 12-16 g/dl)
- Clinis: tidak tampak kurus, terdapat lipatan lemak, rambut tidak jarang dan merah
- Diet: klien menghabiskan porsi makannya dan nafsu makan bertambah
INTERVENSI

a.

Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klien

b.

Jelaskan pentingnya makanan bagi


proses penyembuhan.

RASIONAL
a.

Mengetahui kekurangan nutrisi klien.

b.

Dengan pengetahuan yang baik tentang


nutrisi akan memotivasi untuk
meningkatkan pemenuhan nutrisi.

c.

Mencatat intake dan output makanan


klien.

c.

Mengetahui perkembangan pemenuhan


nutrisi klien.

d.

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk


membantu memilih makanan yang dapat

d.

memenuhi kebutuhan gizi selama sakit

Ahli gizi adalah spesialisasi dalam ilmu


gizi yang membantu klien memilih
makanan sesuai dengan keadaan sakitnya,

e.

Manganjurkn makan sedikit- sedikit

usia, tinggi, berat badannya.

tapi sering.
e.
f.

Menyarankan kebiasaan untuk oral

Dengan sedikit tapi sering mengurangi


penekanan yang berlebihan pada lambung.
11

hygine sebelum dan sesudah makan

4.

f.

Meningkatkan selera makan klien.

Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi


Tujuan
: suhu tubuh kembali dalam keadaan normal
Kriteria hasil

suhu tubuh 36,5-37,5 C

kulit hangat dan lembab, membran mukosa lembab


INTERVENSI

RASIONAL
a.

a. Monitoring perubahan suhu tubuh

Suhu
secara

b. Mempertahankan keseimbangan cairan

b.

dalam tubuh dengan pemasangan infus

tubuh

efektif

harus

guna

dipantau

mengetahui

perkembangan dan kemajuan dari pasien.


Cairan dalam tubuh sangat
penting

guna

menjaga

homeostasis

(keseimbangan) tubuh. Apabila suhu tubuh


meningkat maka tubuh akan kehilangan
c. Kolaborasi

dengan

dokter

dalam

pemberian antibiotik guna mengurangi

c.

cairan lebih banyak.


Antibiotik
dalam

proses peradangan (inflamasi)

mengatasi

berperan
proses

penting

peradangan

(inflamasi)
d. Anjurkan pada pasien untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi yang optimal sehingga

d.

Jika metabolisme dalam tubuh


berjalan sempurna maka tingkat kekebalan/

metabolisme dalam tubuh dapat berjalan

sistem imun bisa melawan semua benda

lancar

asing (antigen) yang masuk.


5.

Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung tersumbat, nyeri sekunder akibat peradangan
hidung.
Tujuan
: Klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman.
Kriteria hasil
:
- Klien tidur 6 8 jam sehari.

a.

INTERVENSI
Kaji kebutuhan tidur klien.

a.

RASIONAL
Mengetahui permasalahan klien dalam
pemenuhan kebutuhan istirahat atau tidur.

b.

Menciptakan suasana yang nyaman.

b.

Supaya klien dapat tidur dengan nyaman


dan tenang.

c.

Kolaborasi dengan tim medis pemberian


obat

6.

c.

Pernafasan dapat efektif kembali lewat


hidung

Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis
( irigasi sinus / operasi ).
Tujuan
: Perasaan cemas klien berkurang atau hilang.
Kriteria hasil
:
- Klien dapat menggambarkan tingkat keemasa dan pola kopingnya.
- Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang di deritanya serta pengobatannya.

a.

INTERVENSI
Kaji tingkat kecemasan klien

RASIONAL
a. Menentukan tindakan selanjutnya.
12

b.

Berikan kenyamanan dan ketentraman


pada klien dengan,

informasi yang diberikan.

Temani klien

Perlihatkan rasa empati ( datang


c. Meingkatkan pemahaman klien tentang

dengan menyentuh klien )


c.

b. Memudahkan penerimaan klien terhadap

penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut

Berikan penjelasan pada klien tentang

sehingga klien lebih kooperatif.

penyakit yang dideritanya secara


perlahan dan tenang serta

d. Dengan menghilangkan stimulus yang

menggunakan kalimat yang jelas,

mencemaskan akan meningkatkan ketenangan

singkat dan mudah dimengerti


d.

Menjauhkan stimulasi yang berlebihan

klien.

misalnya :
-

Tempatkan klien diruangan yang


lebih tenang.

Batasi kontak dengan orang lain atau

e. Mengetahui perkembangan klien secara dini.


f. Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan
klien.

klien lain yang kemungkinan


mengalami kecemasan
e.

Observasi tanda-tanda vital.

f.

Bila perlu , kolaborasi dengan tim


medis.
2.8 WOC ( Web Of Caution )
Faktor
Intrinsik

Jamur

Bakteri

Faktor Ekstrinsik

Virus

Tumor Hidung

Infeksi Saluran Pernafasan


Atas
Makrofag Menangkap Benda Asing Yang Masuk Ke Tubuh
Merangsang Pengeluaran
Mediator Kimia
Brain

Prostaglandin Tipe A
Metabolisme
Meningkat

Prostaglandin Tipe E
Reseptor Nyeri

Suhu Tubuh
Meningkat

Hipotalamus
Nyeri
Peradangan Lapisan Rongga Sinus
Breath
Stimulasi Sel-Sel
Goblet Dan Sel
Mukosa
Peningkatan Produksi
Mukus

Bowel
Nafsu Makan
Menurun
Intake Nutrisi13
Berkurang

Hiperter
mia
Bone

Metabolisme meningkat
Aktivitas Seluler Meningkat

Akumulasi Sekret
Pada Saluran
Pernafasan
Bersihan Jalan
Nafas Tidak Efektif

Pemecahan
Karbohidrat,Lemak
Dan Protein
Berlebih

Nutrisi
Kurang Dari
Kebutuhan
Tubuh
Intoler
an
Aktifita

14

Kehilangan Otot/Lemak Dan


Protein
Malaise

Vous aimerez peut-être aussi