Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
LAPORAN PRAKTIKUM
disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Teknologi
Pengolahan Komoditi Perkebunan Hilir
ANGGOTA KELOMPOK
: SITI AMINAH
121710101050
SITI ROHMATUSSIAMAH
121710101061
121710101072
121710101074
121710101092
M. ABDUH AMIRUDIN
121710101093
KELAS/KElOMPOK
: THP-B
ACARA
KELOMPOK / SHIFT
: 1/1
TANGGAL PRAKTIKUM
: 16 APRIL 2014
TANGGAL LAPORAN
: 26 APRIL 2014
BAB 1. PENDAHULUAN
Tujuan
Untuk mengetahui cara cara pengujian kualitas minyak goreng
Untuk mengaplikasikan pengujian pengujian kualitas minyak goring
Untuk mengetahui minyak yang berkualitas.
Lemak dan minyak adalah trigliserida, atau triasilgliserol, kedua istilah ini
berarti trimester dari gliserol. Perbedaan antara suatu lemak dan minyak, yaitu: pada
temperatur kamar lemak berbentuk padat dan minyak bersifat cair. Sebagian gliserida
pada hewan adalah berupa lemak sedangkan gliserida dalam tumbuhan cendrung
berupa minyak, karena itu biasa terdengar ungkapan lemak (lemak sapi) dan minyak
nabati (minyak jagung, minyak bunga matahari).
Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat
digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan
bahan pokok yang dikomsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Komsumsi minyak
goreng biasanya digunakan sebagai media menggoreng bahan pangan, penambah cita
rasa, ataupun shortening yang membentuk struktur pada pembuatan roti .
Sedangkan menurut Kentaren (1986) minyak merupakan zat makanan yang
penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu minyak juga merupakan
sumber energi yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan protein. Satu gram
minyak dapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein hanya
menghasilkan 4 kkal/gram. Minyak, khususnya minyak nabati, mengandung asamasam lemak esensial seperti asam linoleat, lenolenat, dan arakidonat yang dapat
mencegah penyempitan pembuluh darah akibat penumpukan kolesterol. Minyak juga
berfungsi sebagai sumber dan pelarut bagi vitamin-vitamin A, D, E dan K. Selain itu
minyak goreng berfungsi sebagai medium penghantar panas, menambah rasa gurih,
menambah nilai gizi, dan kalori dalam bahan pangan misalnya digunakan sebagai
medium penggoreng bahan pangan seperti keripik kentang, kacang dan dough nut
yang banyak dikonsumsi di restoran dan hotel.
Banyak jumlah permintaan akan bahan pangan digoreng, merupakan suatu
bukti yang nyata mengenai betapa besar jumlah bahan pangan di goreng yang
dikonsumsi oleh lapisan masyarakat dari segala tingkat umur (Ketaren, 1986). Oleh
karena itu, mutu minyak goreng sangat perlu diperhatikan.
Lemak dan minyak termasuk dalam kelompok senyawa yang disebut lipida,
yang pada umumnya mempunyai sifat yang sama yaitu tidak larut dalam air. Pada
umumnya, lemak berbentuk padat pada suhu kamar, sedangkan minyak dalam suhu
kamar bentuk cair, tetapi keduanya terdiri dari molekul-molekul trigliserida
(Winarno, 2002).
Minyak goreng yang dihasilkan dari bahan yang berbeda mempunyai
stabilitas yang berbeda karena stabilitas minyak goreng dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti derajat ketidakjenuhan asam lemak yang dikandungnya, penyebaran
ikatan rangkap dan bahan-bahan yang dapat mempercepat atau memperlambat proses
kerusakan.
Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa minyak merupakan
trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak dan berwujud cair pada suhu
kamar serta salah satu dari sembilan bahan pokok yang dikomsumsi oleh manusia.
Minyak yang berbentuk padat biasa disebut dengan lemak. Minyak goreng yang baik
mempunyai sifat tahan panas, stabil pada cahaya matahari, tidak merusak rasa hasil
penggorengan, menghasilkan produk dan rasa yang bagus, asapnya sedikit setelah
digunakan berulang-ulang, serta menghasilkan warna keemasan pada produk.
Standar mutu adalah merupakan hal yang penting untuk menentukan minyak
yang bermutu baik. Ada beberapa faktor yang menentukan standar mutu yaitu :
kandungan air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, warna, dan
bilangan peroksida (Ketaren, 1986).
2.2 SNI Minyak Goreng
Menurut SNI 01-3741-2002, minyak goreng memiliki beberapa persyaratan
mutu. Adapun parameter persyaratan mutu minyak goreng dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Parameter Syarat Mutu Minyak Goreng menurut SNI 01-3741-2002
No.
1
Jenis uji
Satuan
Mutu I
Persyaratan
Mutu II
Keadaan :
1.1 Bau
1.2 Rasa
1.3 Warna
Normal
Normal
Normal
Normal
2
3
4
Kadar air
Bilangan asam
Asam
Putih,
kuning Putih,
kuning
pucat
sampai pucat
sampai
% b/b
Mg KOH/g
%
kuning
Maks 2
Maks 0,6
Maks 0.1
kuning
Maks 0,3
Maks 2
Maks 2
mg/kg
Maks 0,1
Maks 0,1
Maks 40,0/250
Maks 40,0/250
Linolenat
(C18:3) dalam
komposisi
asam
5
lemak
minyak
Cemaran
logam:
5.1
Timbal mg/kg
(Pb)
mg/kg
Maks 0,05
Maks 0,05
mg/kg
Maks 0,1
Maks 0,1
(Cu)
Cemaran arsen Mg/kg
Maks 0,1
Maks 0,1
(As)
Minyak
Negatif
Negatif
Tembaga
pelikan
2.3 Parameter Pengujian Minyak Goreng meliputi Definisi Masing - masing
Pengujian, Prinsip, danTujuan Pengujian
2.3.1. Viskositas
Merupakan ukuran ketahanan terhadap aliran dan merupakan indikasi adanya
minyak pada permukaan bidang pelumasan.Pengukuran viskositas bertujuan untuk
mengetahui kekentalan minyak pada suhu tertentu sehingga minyak dapat
dialirkan pada suhu tersebut, terutama pada sistem pemompaan minyak diesel &
Prinsip pengukuran viskositas dengan alat ini adalah cairan uji dimasukkan
kedalam mangkuk, rotor dipasang .kemudian alat dihidupkan. Viskositas zat cair
dapat langsung dibaca pada skala .
2.3.2. Berat Jenis
Berat jenis lemak/minyak yaitu berat minyak (gram) per satuan volume
(ml). Umumnya minyak memiliki berat jenis yang lebih kecil dari air berkisar
antara 0,9160,923 g/ml. Pengujian berat jenis bertujuan untuk menentukan
kemurnian dan kualitas suatu minyak. Semakin kecil berta jenis suatu minyak,
maka kemurnian dan kulitasnya akan semankin baik. Hal tersebut dikarenakan
minyak yang memiliki berat jenis rendah mengandung bahan campuran lain lebih
sedikit dibandingkan dengan minyak berberat jenis besar.
Berat jenis suatu zat dapat ditentukan dengan berbagai alat, salah satunya
adalah dengan menggunakan piknometer. Piknometer adalah suatu alat yang
terbuat dari kaca, bentuknya menyerupai botol parfum atau sejenisnya. Jadi dapat
diartikan disini, piknometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur nilai
berat jenis atau densitas fluida. Terdapat beberapa macam ukuran dari piknometer,
tetapi biasanya volume piknometer yang banyak digunakan adalah 10 ml dan 25
ml, dimana nilai volume ini valid pada temperature yang tertera pada piknometer
tersebut.
Adapun jenis atau bentuk piknometer yang kita ketahui itu terdiri dari tiga
bagian, yaitu:
1. Tutup piknometer, untuk mempertahankan suhu di dalam piknometer.
2. Lubang
3. Gelas atau tabung ukur, untuk mengukur volume cairan yang dimasukkan
dalam piknometer
Prinsip Kerja atau Cara Menggunakan Piknometer antara lain :
1. Melihat berapa volume dari piknometernya (tertera pada bagiantabung
ukur), biasanya ada yang bervolume 25 ml dan 50 ml.
2. Menimbang piknometer dalam keadaan kosong.
3. Memasukkan fluida yang akan diukur berat jenisnya ke dalam piknomeer
tersebut.
4. Menutup piknometer apabila volume yang diisikan sudah tepat.
5. Menimbang berat piknometer yang berisi fluida tersebut.
6. Menghitung berat fluida yang dimasukkan dengan cara mengurangkan
berat pikno berisi fluida dengan berat pikno kosong.
7. Setelah mendapat data berat dan volume fluidanya, kita dapat menentukan
nilai berat jenis fluida dengan persamaan: berat pikno+isi berat pikno
kosong/ volume. Adapun satuan yang biasanya di gunakan yaitu berat
dalam satuan gram (g) dan volume dalam satuan ml = cm3.
8. Membersihkan dan mengeringkan piknometer.
2.3.3. Turbidity Point
Pengujian turbidity point dilakukan untuk mengetahui adanya pengotoran oleh
bahan asing atau pencampuran minyak. Turbidity point suatu contoh minyak dapat
ditentukan dengan mengukur suhu minyak pada saat minyak atau lemak cair
berubah menjadi padat atau pada saat terbentuk kristal lemak. Pengujian ini
disebut uji Crismer atau Valenta. Prinsip pengujiannya adalah dengan meletakkan
minyak dalam air dingin, sehingga mempercepat terbentuknya kristal halus.
2.3.4. Asam Lemak Bebas
Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada sebagai asam bebas tidak
terikat sebagai trigliserida. Asam lemak bebas dihasilkan oleh proses hidrolisis dan
oksidasi biasanya bergabung dengan lemak netral. Hasil reaksi hidrolisa minyak
sawit adalah gliserol dan ALB. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktorfaktor panas, air, keasaman, dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi ini
berlangsung, maka semakin banyak kadar ALB yang terbentuk Asam lemak bebas
dalam kosentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit sangat merugikan.
Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen minyak turun. Untuk
itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas dalam
minyak sawit. Kenaikan asam lemak bebas ditentukan mulai dari tandan dipanen
sampai tandan diolah di pabrik. Kenaikan ALB ini disebabkan adanya reaksi
hidrolisa pada minyak . Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi, dan
hidrolisa enzim selama pengolahan dan penyimpanan. Dalam bahan pangan, asam
lemak dengan kadar lebih besar dari berat lemak akan mengakibatkan rasa yang
tidak diinginkan dan kadang-kadang dapat meracuni tubuh. Timbulnya racun
dalam minyak yang dipanaskan telah banyak dipelajari. Bila lemak tersebut
diberikan pada ternak atau diinjeksikan kedalam darah, akan timbul gejala diare,
kelambatan pertumbuhan, pembesaran organ, kanker, kontrol tak sempurna pada
pusat saraf dan memperrsingkat umur .
Kadar asam lemak bebas dalam minyak kelapa sawit, biasanya hanya dibawah
1%. Lemak dengan kadar asam lemak bebas lebih besar dari 1%, jika dicicipi akan
terasa pada permukaan lidah dan tidak berbau tengik, namun intensitasnya tidak
bertambah dengan bertambahnya jumlah asam lemak bebas. Asam lemak bebas,
walaupun berada dalam jumlah kecil mengakibatkan rasa tidak lezat. Hal ini
berlaku pada lemak yang mengandung asam lemak tidak dapat menguap, dengan
jumlah atom C lebih besar dari 14 (Ketaren, 1986).
Minyak yang rendah asam lemak bebas (FFA) ditandai dengan indikator
perubahan warna, titik asaprendah, nilai iodium rendah, total bahan polar, nilai
peroksida, memiliki sifat berbusa yang tinggi,dan viskositas meningkat.
Indikator PP (phenolphtealin) adalah Indikator asam-basa yang digunakan
dalam titrasi asidimetri dan alkalimetri. Indikator ini bekerja karena perubahan pH
larutan. Indikator ini merupakan senyawa organik yang bersifat asam atau basa,
yang dalam daerah pH tertentu akan berubah warnanya. Indikator Phenol phtalein
dibuat dengan cara kondensasi anhidrida ftalein (asam ftalat) dengan fenol. Trayek
pH 8,2 10,0 dengan warna asam yang tidak berwarna dan berwarna merah muda
dalam larutan basa.
Penggunaan PP dalam titrasi:
Tidak dapat digunakan untuk titrasi asam kuat oleh basa kuat, karena pada
titik ekivalen tidak tepat memotong pada bagian curam dari kurva titrasi, hal
ini disebabakan karena titrasi ini saling menetralkan sehingga akan berhenti
Titrasi basa lemah oleh asam kuat, tidak dapat dipakai, Titrasi Garam dari
Asam lemah oleh Asam kuat. PP tidak dapat dipakai. Trayek pH tidak sesuai
dengan titik ekivalen.
Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik atau sodium
hidroksida, adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium hidroksida terbentuk dari
oksida basa Natrium oksida dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida membentuk
larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. NaOH digunakan di
berbagai macam bidang industri, kebanyakan digunakan sebagai basa dalam
proses produksi bubur kayu dan kertas, tekstil, air minum, sabun dan deterjen.
Natrium hidroksida adalah basa yang paling umum digunakan
dalam
laboratorium kimia. Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia
dalam bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%. Ia bersifat
lembap cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas. NaOH
juga sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan. Ia juga
larut dalam etanol dan metanol, walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan
ini lebih kecil daripada kelarutan KOH. Ia tidak larut dalam dietil eter dan pelarut
non-polar lainnya. Larutan natrium hidroksida akan meninggalkan noda kuning
pada kain dan kertas .
2.2.5. Bilangan Perioksioda
Pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah mengukur kadar peroksida
dan hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi lemak.
Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah
mengalami oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah bukan selalu berarti
menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini. Angka peroksida rendah bisa
disebabkan laju pembentukan peroksida baru lebih kecil dibandingkan dengan laju
degradasinya menjadi senyawa lain, mengingat kadar peroksida cepat mengalami
degradasi dan bereaksi dengan zat lain (Raharjo, 2006).
peroksida
(Ketaren, 1986).
Angka peroksida adalah gambaran tingkat ketengikan yang disebabkan
oleh proses oksidasi. Komponen minyak yangtidak jenuh bereaksi dengan udara
bebas menghasilkan senyawa peroksidayang dapat mengisomerisasi dengan air
membentuk senyawa-senyawakompleks termasuk aldehid, keton, asam-asam
dengan BM rendah.
Prinsip penentuan angka peroksida adalah senyawa yang terdapat dalam
minyak akanmengoksidasi KI sehingga terbentuk I2 bebas yang diikat oleh larutan
Na-thiosulfat sehingga jumlah thiosulfat equivalen dengan jumlah I 2 bebas yang
berarti
equivalen
dengan
jumlah
senyawa
peroksida
dalam
minyak
dalam jumlah yang lebih banyak. Bilangan iod merupakan derajat ketidak jenuhan
minyak.
Iodine Value (IV) atau bilangan iod menunjukkan tingkat ketidakjenuhan
suatu lemak atau minyak. Iodine (I2) dapat diadisikan pada ikatan rangkap dalam
asam lemak tak jenuh. Ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh yang diadisi
oleh senyawa iod akan menghasilkan senyawa dengan ikatan jenuh. Reaksi ini
(dengan berbagai variasi untuk mempercepat) digunakan untuk mengukur
kejenuhan minyak. Hasilnya dijelaskan sebagai gram iodine yang terserap oleh
100 gram minyak/lemak. Reaksi berlangsung baik pada ikatan rangkap konfigurasi
cis atau pun trans.
2.2.7. Kadar air
Air adalah konstituen yang keberadaannya dalam minyak sangat tidak
diinginkan karena akan menghidrolisis minyak menghasilkan asam-asam lemak
bebas yang menyebabkan bau tengik pada minyak (Poedjiadi, 1999). Sehingga
kadar air sangat perlu diperhatikan keberadaannya sebagaimana yang telah
dicantumkan dalam SNI 01-3741-2002.
Kadar air berhubungan dengan reaksi hidrolisis dari lemak. Reaksi hidrolisis
akan mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak sehingga
menghasilkan
kadar
air
minyak
2. Alkohol
3. Phenopthalin
4. NaOH 0,1 N
5. Pelarut (terdiri dari 60% asam asetat glasial dan 40% kloroform)
6. Potasium iodida jenuh (KI)
7. Aquades
8. Larutan pati 1%
9. Sodium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N
10. Kloroform
11. Yodium bromide
12. KI (potasium Iodida)
3.1.2 Alat
1. Viskometer berputar
2. Piknometer
3. Neraca analitik
4. Beaker glass
5. Hot plate
6. Termometer
7. Erlenmeyer 250 ml
8. Buret
9. Pipet tetes
10. Stirer
11. Kamar gelap
12. Cawan aluminium
13. Oven
14. Desikator
15. Pipet ukur
16. Bulp pipet
17. Penjepit
Minyak goreng
Pemasangan rotor
Penghidupan viskometer berputar
Pembacaan skala
Pinkometer
Perendaman bak air (25C, 30 menit)
Penimbangan
+ 3 tetes Phenopthalin
Ditimbang (b gram)
Oven suhu 105C, 4-6 jam
Ditimbang (c gram)
Perhitungan
Berat Jenis
Jenis minyak
Kemasan
Curah
Bahan
Air
minyak
Air
minyak
Berat
awal
22,294 g
21,941 g
27,745 g
30,001 g
Suhu
100C
200C
botol Berat
botol + isi
47,502 g
44,356 g
127,664 g
120,513 g
Berat
setelah
perendaman
47,182 g
44,346 g
127,500 g
120,400 g
ml NaOH
0,5
0,5
ml Titrasi
0,6
0,4
B (ml)
S (ml)
25
19,5
37,4
Kadar Air
Jenis minyak
Kemasan
Curah
Ulangan
a gram
b gram
c gram
1
2
3
1
2
3
11, 775
17, 844
18, 944
17, 596
16, 518
16, 976
12,521
18, 544
19, 700
18, 440
17, 252
17, 851
12, 520
18, 540
19, 696
18, 427
17, 249
17, 850
Bahan
Air
Minyak
Air
Minyak
Turbidity Point
Uji turbidity point pada minyak goreng tidak dilakukan perhitungan.
Asam Lemak Bebas
Jenis Minyak
%FFA
Kemasan
Curah
4.2.5
Bilangan Peroksida
Jenis Minyak
Kemasan
Curah
4.2.6
0,28
0,28
Bil Peroksida
12
8
Bilangan Iod
Jenis Minyak
Kemasan
Curah
4.2.7
Bil Iod
31,4712
45,4302
Kadar Air
Jenis Minyak
Kemasan
Curah
Kadar Air
0,67 %
0,94 %
BAB 5. PEMBAHASAN
5.1 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
5.1.1 Viskositas
Viskositas adalah ukuran yang menyatakan kekentalan suatu cairan atau
fluida. Kekentalan merupakan sifat cairan yang berhubungan erat dengan
hambatan untuk mengalir. Beberapa cairan ada yang dapat mengalir cepat,
sedangkan lainnya lambat. Pengukuran viskositas dilakukan menggunakan alat
bernama viskometer berputar.
Pengukuran viskositas dilakukan pada 2 jenis minyak yaitu minyak kemasan
dan minyak curah, hal ini untuk mengetahui seberapa besar perbedaan kualitas
pada kedua jenis minyak tersebut. Langkah pertama adalah memasukkan minyak
kedalam tabung viskometer berputar. Kemudian tabung dikaitkan dengan
viskometer dan dipasang rotor sebagai pemutar minyak untuk mengetahui
viskositasnya. Pada saat itu rotor dikondisikan tertutup minyak secara keseluruhan,
sehingga dapat diketahui viskositas minyak yang tepat. Kemudian viskometer
berputar dihidupkan dan dilakukan pembacaan skala sehingga diketahui viskositas
minyak. Selanjutnya hasil tersebut dibandingkan dengan literatur.
5.1.2 Berat Jenis
Berat jenis adalah perbandingan berat dari volume contoh dengan berat air
yang volumenya sama pada suhu tertentu (biasanya ditentukan pada suhu 25C.
Pengukuran berat jenis ini dilakukan dengan menggunakan piknometer.
Dalam praktikum ini ada 2 jenis minyak goreng yang diukur berat jenisnya
yaitu minyak goreng kemasan dan curah. Sebelum mengukur berat jenis minyak,
piknometer terlebih dahulu di bersihkan dan dikeringkan lalu diisi dengan minyak,
pengisian dilakukan sampai air dalam botol meluap dan tidak ada gelembung
udara didalammya. Setelah ditutup, botol direndam dalam bak air yang bersuhu
25C selama 30 menit. Botol diangkat dari bak air dan dikeringkan dengan kertas
pengisap. Kemudian dilakukan penimbangan berat botol beserta isinya.
Selanjutnya dilakukan perhitungan berat jenis dengan rumus:
Berat jenis =
Turbidity Point atau uji Crismer dan Valenta adalah suhu dimana minyak atau
lemak cair berubah menjadi fase padat. Pengujian ini dilakukan dengan
memanaskan larutan sampel ditambah pelarut sampai terbentuk larutan yang jernih
(Djatmiko, 1985). Menurut Winarno (2002), pelarut yang biasanya digunakan
adalah asam asetat glasial, metil alkohol, dan campuran alkohol 92% dengan amil
alkohol 92%. Temperatur pada saat mulai terlihat adanya kristal-kristal halus
lemak, di mana terjadi kekeruhan yang pertama-tama diketahui, dikenal sebagai
turbidity point atau titik kritis.
Pengukuran turbidity point pada minyak goreng kemasan dan curah dilakukan
dengan langkah pertama yaitu menera 25 ml minyak goreng dalam beaker glass.
Kemudian direndam dalam wadah yang berisi es yang berfungsi mempercepat
pembentukan kristal lemak. Selanjutnya dilakukan pengukuran suhu pada saat
pertama timbul atau terbentuknya kristal halus lemak yang dikenal sebagi turbidity
point.
5.1.4 Asam Lemak Bebas (FFA)
Asam lemak bebas merupakan indikator kesegaran suatu minyak goreng,
meskipun
bukan
menjadi
satu-satunya
indikator
kerusakan.
Air
dapat
menghidrolisa minyak menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Kandungan asam
lemak bebas minyak meningkat selama pemanasan, disebabkan peristiwa oksidasi
dan hidrolisis. Pada proses ini terjadi pemutusan rantai triglesirida menjadi asamasam lemak bebas dan gliserol.
Langkah pertama dalam pengukuran asam lemak bebas dalam minyak goreng
yaitu sebesar 20 ml alkohol dimasukkan dalam erlenmeyer 250 ml lalu dipanaskan
hingga 50 70 0 C sehingga mudah untuk melarutkan minyak, karean minyak larut
dalam pelarut nonpolar dan pelarut yang panas. Kemudian ditambah 1 gram
minyak goreng dan ditambah 3 tetes phenopthalin sebagai indikator perubahan
warna merah muda pada saat titrasi dan menunjukkan larutan bersifat asam atau
basa. Selanjutnya dipanaskan kembali sehingga kelarutannya lebih besar. Setelah
itu dilakukan titrasi menggunakan NaOH 0,1 N sebagai peniternya. Titrasi
dilakukan hingga terbentuk warna merah muda yang tidak berubah selama 30
detik. Hal ini membuktikan bahwa larutan tersebut bersifat basa. Kemudian
diamati seberapa ml peniter yang dibutuhkan. Dari hasil tersebut dapat dihitung
kadar asam lemk bebas menggunakan rumus:
% FFA =
x 100 %
ml Na 2 S 2 O 3 x N Na 2 S 2 O3
berat sampel (g)
x 1000
Bilangan iod=
( BS ) x N Na2 S 2O 3 x 12,69
berat sampel (g)
Keterangan:
B
menghasilkan asam-asam
lemak bebas yang menyebabkan bau tengik pada minyak (Poedjiadi, 1999).
Penentuan kadar air minyak dapat ditentukan dengan cara oven dan
destilasi (Sudarmadji, 1989). Namun, dalam praktikum ini pengujian kadar air
minyak dilakukan dengan metode oven. Pengujian kadar air pada minyak
goreng kemasan dan curah, langkah pertama yang harus dilakukan yaitu botol
timbang dioven selama 30 menit dengan suhu 1050C untuk menguapkan sisa
air dalam botol. Kemudian botol timbang dieksikator selama 15 menit untuk
mempertahankan RH. Selama botol timbang dieksikator, silika gel yang ada
didalamnya akan menyerap sisa air yang ada dalam botol. Setelah dieksikator,
botol timbang ditimbang sebagai berat a gram sehingga diperoleh berat botol
timbang. Penimbangan dilakukan sebanyak 3 kali agar hasil yang diperoleh
lebih teliti. Selama proses pengovenan botol timbang, dilakukan preparasi
bahan. Kemudian ditambahkan minyak sebanyak 1 gram kedalam botol
timbang. Bahan dimasukkan ke dalam botol timbang dan ditimbang sebagai b
gram. B gram merupakan berat bahan dengan botol timbang sebelum di oven.
Kemudiam botol timbang yang berisi bahan dioven selama 4-6 jam, dengan
suhu 1050C untuk menguapkan air yang ada dalam bahan. Botol timbang yang
berisi bahan ditimbang setelah dioven kemudian ditimbang sebagai c gram.
Dalam hal ini berat air dalam bahan yaitu Pengurangan berat dari sebelum
dioven dengan sesudah dioven.
5.2 Analisa Data
5.2.1 Viskositas
Dari hasil pengamatan diketahui nilai viskositas yang ditunjukan oleh skala
pada viskometer adalah, minyak curah 120 mPas sedangkan minyak kemasan 180
mPas, pada skala viskometer semakin tinggi kecepatan rotor berputar maka
semakin rendah viskositasnya jadi nilai yang didapatkan masing-masing minyak
tersebut menandakan bahwa minyak kemasan memiliki viskositas lebih rendah
daripada minyak curah, hal ini bisa dikarenakan pada minyak curah sudah terdapat
padatan-padatan terlarut sehingga menambah viskositas dari minyak tersebut,
karena minyak curah merupakan minyak dengan kualitas lebih rendah daripada
minyak kemasan, sedangkan minyak kemasan merupakan minyak dengan proses
yang kompleks dan baik sehingga tidak terdapat padatan terlarutnya sehingga
viskositas minyak curah lebih tinggi.
5.2.2 Berat Jenis
Berat jenis adalah perbandingan antara berat dari suatu sampel minyak
dengan
volume
minyak pada
suhu
yang
pengamatan dan perhitungan diketahui bahwa berat jenis minyak kemasan sebesar
0,88 g/ml sedangkan pada minyak goreng curah sebesar 0,906 g/ml. Data tersebut
menunjukkan bahwa minyak goreng curah memiliki berat jenis lebih tinggi
daripada minyak goreng kemasan. Hal ini dikarenakan berat
jenis
minyak
tinggi
berat
jenisnya
akan
Berdasarkan tabel hasil pengamatan diketahui bahwa turbidity point pada minyak
goreng kemasan terjadi pada suhu 10 0 C sedangkan, pada minyak curah turbidity
pointnya di suhu 20 0 C. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa turbidity point pada
minyak goreng curah lebih besar daripada turbidity point minyak goreng kemasan
karena adanya asam lemak dalam jumlah banyak mempercepat terbentuknya
kristal lemak sehingga pada suhu 20 0 C telah terbentuk kristal lemak. Dikarenakan
pada minyak goreng curah mungkin tidak dilakukan refinning sehingga
mengandung asam lemak jenuh lebih tinggi. Sedangkan pada minyak goreng
kemasan dilakukan proses refining sehingga dihasilkan minyak yang lebih murni
dengan kandungan asam lemak jenuh sedikit. Hal ini sesuai dengan Djatmiko
(1985) yang menyatakan bahwa kecepatan turbidity point ini tergantung dari
adanya asam lemak bebas yang termasuk dalam asam lemak jenuh. Semakin
banyak asam lemak bebas maka proses terbentuknya kristal minyak semakin cepat
yang otomatis suhu pembentukan kristal dapat terjadi pada suhu yang lebih tinggi.
5.2.4 Asam Lemak Bebas (FFA)
Dari hasil pengamatan dan perhitungan FFA dari volume titrasi, didapatkan
data yang menyatakan nilai ffa dari minyak curah dan minyak kemasan memiliki
nilai yang sama yaitu 0,28. Nilai ini menunjukkan bahwa minyak memiliki ffa
dibawah nilai maksimal pada SNI (2002) yaitu 0,6, sehingga bisa dinyatakan
masih dalam keadaan bagus. Karena FFA merupakan tolak ukur dari keadaan dan
kualitas minyak, jika FFA semakin tinggi menandakan bahwa terjadinya
pemutusan rantai trigliserida menjadi asam asam lemak bebas semakin tinggi.
Minyak curah yang memiliki nilai sama dengan minyak kemasan bis dikarenakan,
kualitas dari minyak curah masih bagus karena FFA yang terdapat pada minyak
curah masih sedikit, dimungkinkan minyak tersebut masih belum mengalami
pemanasan sehingga belum banyak terjadi hidrolisis dan oksidasi maka jumlah
asam lemak bebas dan gliserol hasil dari putusnya rantai trigliserida masih belum
banyak. Bisa juga dikarenakan pada saat tritasi pemberhentian waktu tepat
bereaksi antara Naoh dan minyak tidak sama, misalnya pada saat titrasi minyak
curah warna pink yang dihasilkan dari titrasi lebih cerah daripada saat titrasi
minyak kemasan. Hal ini dapat mengakibatkan perbedaan hasil dan perhitungan %
FFA pada kedua minyak tersebut. Pada biasnya minyak curah memiliki FFA yang
lebih tinggi daripada minyak kemasan karena minyak kemasan masih sama sekali
belum mengalami oksidasi dan hidrolisis sehingga dimungkinkan putusnya
trigliserida masih sangat minim sekali.
5.2.5 Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida dinyatakan dalam mili-equivalen dari peroksida dalam
setiap 1000 g contoh/sampel. Hal ini didapati pada minyak ketika terjadi oksidasi
lemak dalam minyak. Diantara kerusakan minyak yang mungkin terjadi ternyata
kerusakan karena autoksidasi yang paling besar pengaruhnya terhadap cita rasa.
Hasil yang diakibatkan oksidasi lemak antara lain peroksida,asam lemak, aldehid,
dan keton (Sudarmadji, 1989). Menurut Winarno (1982) bilangan peroksida
ditentukan berdasarkan jumlah iodine yang dibebaskan setelahlemak atau minyak
ditambahkan KI. Lemak direaksikan dengan KI sebagai pelarut asam asetat dan
kloroform, kemudian iodine yang berbentuk ditentukan dengan titrasi memakai
Na2S2O3.Jika dalam minyak terdapat bilangan peroksida yang cukup tinggi maka
akan terjadi ketengikan. Hal ini akibat dari oksidasi lemak yang menghasilkan
senyawa- senyawa turunan lemak seperti aldehid, keton dll. Bahan pangan
dinyatakan tengik apabila mengandung angka peroksida lebih dari 10 meq/kg
(Astuti, 2008).
Sesuai praktikum yang dilakukan, di uji sampel minyak dari dua jenis
minyak yang berbeda yaitu minyak kemasan dan minyak curah dengan berat
masing- masing sampel 5 gram, milititrasi Na-tiosulfat pada minyak kemasan
yaitu 0,6 ml dan pada minyak curah yaitu 0,4 ml. Hasil pengujian bilangan
peroksida pada sampel minyak kemasan sebesar 12 dan pada sampel minyak curah
sebesar 8. Secara teori semakin besar bilangan peroksida pada minyak maka
semakin besar kerusakan pada minyak. Dari hasil praktikum dapat dilihat bahwa
bilangan peroksida minyak kemasan lebih besar daripada minyak curah, hal ini
merupakan penyimpangan karena seharusnya bilangan peroksida minyak kemasan
lebih rendah dari minyak curah. Jika dilihat dari syarat yang ditentukan oleh SNI
01-4731-2002 angka peroksida yang disyaratkan maksimal 1 maka bilangan
peroksida hasil pengujian kedua jenis sampel tidak memenuhi kriteria persyaratan
seperti yang telah disebutkan. Adapun penyebab dari penyimpangan diakibatkan
karena minyak kemasan yang dibiarkan terbuka setelah digunakan, sehingga
terjadi kontak dengan oksigen dan cahaya. Bilangan peroksida bukan hanya
diakibatkan pengolahan yang menggunakan panas saja tetapi juga diakibatkan oleh
penyimpanan yang kurang tepat misal terkena cahaya. Winarno (2002)
menyebutkan ootoksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal yang
disebabkan oleh faktor-faktor yang dapatmempercepat reaksi seperti cahaya,
panas, peroksida lemak atau hidroperoksida,logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co,
dan Mn, logam porfirin seperti hematin,hemoglobin, mioglobin, klorofil, dan
enzim-enzim lipooksidase.
5.2.6 Bilangan Iod
Bilangan iod adalah jumlah gram iod yang dapat diikat oleh 100 gram
minyak. Ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak yang tidak jenuh akan
bereaksi dengan iod. Semakin besar bilangan iod maka semakin besar pula
kandungan asam lemak tidak jenuhnya. Besar angka iod untuk minyak awal
adalah sebesar 52,9056 mg/gram minyak (Abdullah, 2007).
Berdasarkan dari hasil pengamatan dan perhitungan diketahui bahwa minyak
curah memiliki jumlah bilangan iod yang lebih besar dibanding dengan minyak
kemasan yaitu dengan nilai iod berturut turut 45,4302 dan 31,4712. Rendahnya
kandungan iod pada minyak kemasan mungkin dikarenakan kandungan gliserida
yang lebih rendah sehingga iod yang diikat sedikit. Namun, hasil ini merupakan
penyimpangan karena seharusnya bilangan iod minyak goreng kemasan lebih
tinggi daripada minyak goreng curah karena ada proses pengurangan asam lemak
jenuh. Bilangan iod pada minyak goreng kemasan lebih rendah dimungkinkan
terjadi karena adanya oksidasi pada saat penambahan aquades yang telah
dipanaskan maupun saat dibiarkan di tempat yang gelap. Oksidasi mengakibatkan
ketidakjenuhan minyak berkurang karena ikatan rangkap pada asam lemak
menjadi ikatan tunggal sehingga nilai bilangan iodnya semakin berkurang.
Oksidasi terjadi karena adanya reaksi antara minyak dengan oksigen. Sedangkan
banyaknya iodin yang diikat menunjukkan banyaknya ikatan rangkap.
5.2.7 Kadar Air
Air adalah konstituen yang keberadaannya dalam minyak sangat tidak
diinginkan karena akan menghidrolisis minyak menghasilkan asam-asam lemak
bebas yang menyebabkan bau tengik pada minyak (Poedjiadi, 1999). Hidrolisa
minyak dan lemak menghasilkan asam asam lemak bebas yang dapat
mempengaruhi cita rasa dan bau dari bahan. Hidrolisa disebabkan adanya air
dalam minyak atau lemak atau dalam kegiatan enzim . Adanya reaksi hidrolisis
menyebabkan asam lemak bebas bereaksi dengan oksigen dari air sehingga
menimbulkan aroma tengik atau ransidity akibat oksidasi.
Berdasarkan dari hasil pengamatan diketahui bahwa minyak kemasan
memiliki kadar air yang lebih rendah dibanding dengan minyak curah yaitu
dengan nilai KA berturut turut 0,67 % dan 0,94 %.
Perbedaan tersebut
BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan hal hal sebagai berikut.
1. Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak dan
berwujud cair pada suhu kamar serta salah satu dari sembilan bahan pokok
yang dikomsumsi oleh manusia.
2. Mutu minyak goreng yang baik adalah minyak goreng yang sesuai dengan
SNI minyak goreng.
3. Viskositas minyak goreng kemasan lebih besar daripada minyak goreng curah,
berturut turut yaitu 180 mPas dan 120 mPas.
4. Minyak goreng curah memiliki berat jenis lebih besar dibandingkan minyak
goreng kemasan, bertur turut yaitu 0,906 g/ml dan 0,88 g/ml.
5. Turbidity point pada minyak goreng kemasan lebih renah daripada minyak
goreng curah , berturu turut yaitu 10 0 C dan 20 0 C sehingga minyak goreng
kemasan memiliki mutu lebih baik.
6. Asam lemak bebas pada minyak goreng kemasan sama dengan asam lemak
bebas pada minyak curah yaitu sebesar 0,28%.
7. Pengujian bilangan peroksida pada minyak kemasan lebih besar daripada
minyak goreng curah yaitu 12 > 8.
8. Bilangan iod pada minyak goreng kemasan lebih rendah daripada minyak
goreng curah berturut turut yaitu sebesar 31,4712 dan 45,4302.
9. Minyak goreng kemasan memiliki kadar air lebih rendah daripada minyak
goreng curah berturut turut sebesar 0,67 % dan 0,94 %.
10. Minyak goreng kemasan secara umum memiliki mutu lebih baik daripada
minyak goreng curah.
6.2 Saran
Sebaiknya dalam praktikum dilakukan secara teliti sehingga hasilnya sesuai
dengan yang diinginkan. Terima kasih atas bimbingan atisten.
DAFTAR PUSTAKA
F.
2011.
Dalam
Analisis
Virgin
Komponen
Tidak
Analisa untuk
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Wolke, Robert L. 2006. Kalo Einstein Jadi Koki Sains di Balik Urusan Dapur .
Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama.
LAMPIRAN
LAMPIRAN PERHITUNGAN
a. Berat jenis
BJ
-
Kemasan
Berat air = B. botol dan air setelah ditimbang B. botol air
= 47,502 22,294= 25,208 gr
Berat jenis = (B. Botol dan minyak setelah direndam B.botol) / B.Air
= (44,346 21,941) / 25,208= 0,88
Curah
= 120,400 30,001
127,500 27,745
= 90,399/ 99,755
= 0,906
0,5 ml x 0,1 N x 56
1000 x 1
x 100%
x 100 %
= 0,28
-
Curah
%FFA =
=
ml NaOH x N NaOH x 56
1000 x berat sampel
0,5 ml x 0,1 N x 56
1000 x 1
= 0,28
x 100%
x 100 %
c. Bilangan peroksida
- Kemasan
ml titrasi x N Na2 S 2O 3
x 100
gram
0,6 x 0,1
x 100
5
= 12
-
Curah
ml titrasi x N Na2 S 2O 3
x 100
gram
0,4 x 0,1
x 100
5
8
d. Bilangan iod
- Kemasan
bilanganiod=
( 37 , 425 ) x 0 , 1 x 12 ,69
0 ,5
12 , 4 x 1 ,269
=31 , 4712
0 ,5
Curah
bilanganiod =
( 37 , 419 , 5 ) x 0 ,1 x 12 , 69
0 ,5
17 , 9 x 1 , 269
=45 , 4302
0,5
e. Kadar air
- Kemasan
bc
KA=
x 100
ba
pengulangan 1=
12,52112,520
x 100 =0,134
12,52111,775
pengulangan 2=
18,54418, 540
x 100 =0,571
18,54417,844
pengulangan 3=
19,70619,696
x 100 =1,312
19,70618,944
Ratarata=
1,312+0,134 +0,571
=0,672
3
Curah
KA=
bc
x 100
ba
pengulangan 1=
18,44018,427
x 100 =2,13
18,44017,596
pengulangan 2=
17,25217,249
x 100 =0,408
17,25216,518
pengulangan 3=
17,85117,850
x 100 =0,114
17,85116,976
Ratarata=
2,13+ 0,408+0,114
=0,9406
3
LAMPIRAN FOTO
Viskositas
Penuangan
Pemasangan
minyak
rotor
Pembacaan
skala
Penghidupan
viskometer
berputar
Penambahan PP
Penghomogena
n
Pemanasan
Penuangan
NaOH 0,1 N
Titrasi
Hasil titrasi
Bilangan Peroksida
Pengambilan larutan KI
Penambahan larutan KI
Penambahan aquades 30 ml
Titrasi
PERSIAPAN BAHAN
PERSIAPAN BAHAN
PERSIAPAN BAHAN
TITRASI
HASIL TITRASI