Vous êtes sur la page 1sur 42

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


UNIVERSITAS JEMBER
2014

LAPORAN PRAKTIKUM
disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Teknologi
Pengolahan Komoditi Perkebunan Hilir

ANGGOTA KELOMPOK

: SITI AMINAH

121710101050

SITI ROHMATUSSIAMAH

121710101061

DENI ANTRA PUSUMA

121710101072

ARIF RAHMAN ASYARI

121710101074

BELLA MARTHA SAPUTRI

121710101092

M. ABDUH AMIRUDIN

121710101093

KELAS/KElOMPOK

: THP-B

ACARA

: PENGUJIAN KUALITAS MINYAK GORENG

KELOMPOK / SHIFT

: 1/1

TANGGAL PRAKTIKUM

: 16 APRIL 2014

TANGGAL LAPORAN

: 26 APRIL 2014
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam pengembangan teknologi pengolahan hilir kelapa banyak sekali macam macam produknya. Tetapi yang sangat identik dengan itu adalah minyak goreng.
Minyak goreng tersusun dari asam lemak jenuh dan tak jenuh yang hampir seimbang.
Minyak goreng juga ada yang berkualitas dan tidak. Untuk menguji minyak goreng
itu memiliki kualitas yang baik dan tidak baik, banyak penilaian yang di gunakan
dalam pengujian kualitas minyak goreng. Ada 8 macam penilaian untuk mengetahui
dan mengujinya yaitu: penilaian viskositas, berat jenis, turbidity point, asam lemak
bebas, bilangan peroksida, bilangan iod dan kadar air.
Beberapa definisi dalam macam macam penilaian diantaranya: viskositas
adalah ukuran yang menyatakan kekentalan suatu cairan atau fluida, berat jenis
adalah perbandingan berat dan volume, asam lemak bebas merupakan indikator
kesegaran suatu minyak goreng meskipun bukan satu satunya, ada juga bisa di lihat
dari bilangan peroksidanyauntuk mengukur mutu suatu minyak, kemudian masaih
banyak penilaian penilaian yang lainnya. Adanya praktikum ini berguna untuk
mengetahui pengujian kualitas minyak goreng dengan indikator indikator pengujian
di atas.
1.2

Tujuan
Untuk mengetahui cara cara pengujian kualitas minyak goreng
Untuk mengaplikasikan pengujian pengujian kualitas minyak goring
Untuk mengetahui minyak yang berkualitas.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian Minyak Goreng

Lemak dan minyak adalah trigliserida, atau triasilgliserol, kedua istilah ini
berarti trimester dari gliserol. Perbedaan antara suatu lemak dan minyak, yaitu: pada
temperatur kamar lemak berbentuk padat dan minyak bersifat cair. Sebagian gliserida
pada hewan adalah berupa lemak sedangkan gliserida dalam tumbuhan cendrung
berupa minyak, karena itu biasa terdengar ungkapan lemak (lemak sapi) dan minyak
nabati (minyak jagung, minyak bunga matahari).
Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat
digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan
bahan pokok yang dikomsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Komsumsi minyak
goreng biasanya digunakan sebagai media menggoreng bahan pangan, penambah cita
rasa, ataupun shortening yang membentuk struktur pada pembuatan roti .
Sedangkan menurut Kentaren (1986) minyak merupakan zat makanan yang
penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu minyak juga merupakan
sumber energi yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan protein. Satu gram
minyak dapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein hanya
menghasilkan 4 kkal/gram. Minyak, khususnya minyak nabati, mengandung asamasam lemak esensial seperti asam linoleat, lenolenat, dan arakidonat yang dapat
mencegah penyempitan pembuluh darah akibat penumpukan kolesterol. Minyak juga
berfungsi sebagai sumber dan pelarut bagi vitamin-vitamin A, D, E dan K. Selain itu
minyak goreng berfungsi sebagai medium penghantar panas, menambah rasa gurih,
menambah nilai gizi, dan kalori dalam bahan pangan misalnya digunakan sebagai
medium penggoreng bahan pangan seperti keripik kentang, kacang dan dough nut
yang banyak dikonsumsi di restoran dan hotel.
Banyak jumlah permintaan akan bahan pangan digoreng, merupakan suatu
bukti yang nyata mengenai betapa besar jumlah bahan pangan di goreng yang
dikonsumsi oleh lapisan masyarakat dari segala tingkat umur (Ketaren, 1986). Oleh
karena itu, mutu minyak goreng sangat perlu diperhatikan.
Lemak dan minyak termasuk dalam kelompok senyawa yang disebut lipida,
yang pada umumnya mempunyai sifat yang sama yaitu tidak larut dalam air. Pada

umumnya, lemak berbentuk padat pada suhu kamar, sedangkan minyak dalam suhu
kamar bentuk cair, tetapi keduanya terdiri dari molekul-molekul trigliserida
(Winarno, 2002).
Minyak goreng yang dihasilkan dari bahan yang berbeda mempunyai
stabilitas yang berbeda karena stabilitas minyak goreng dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti derajat ketidakjenuhan asam lemak yang dikandungnya, penyebaran
ikatan rangkap dan bahan-bahan yang dapat mempercepat atau memperlambat proses
kerusakan.
Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa minyak merupakan
trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak dan berwujud cair pada suhu
kamar serta salah satu dari sembilan bahan pokok yang dikomsumsi oleh manusia.
Minyak yang berbentuk padat biasa disebut dengan lemak. Minyak goreng yang baik
mempunyai sifat tahan panas, stabil pada cahaya matahari, tidak merusak rasa hasil
penggorengan, menghasilkan produk dan rasa yang bagus, asapnya sedikit setelah
digunakan berulang-ulang, serta menghasilkan warna keemasan pada produk.
Standar mutu adalah merupakan hal yang penting untuk menentukan minyak
yang bermutu baik. Ada beberapa faktor yang menentukan standar mutu yaitu :
kandungan air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, warna, dan
bilangan peroksida (Ketaren, 1986).
2.2 SNI Minyak Goreng
Menurut SNI 01-3741-2002, minyak goreng memiliki beberapa persyaratan
mutu. Adapun parameter persyaratan mutu minyak goreng dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Parameter Syarat Mutu Minyak Goreng menurut SNI 01-3741-2002
No.
1

Jenis uji

Satuan

Mutu I

Persyaratan
Mutu II

Keadaan :
1.1 Bau
1.2 Rasa
1.3 Warna

Normal

Normal

Normal

Normal

2
3
4

Kadar air
Bilangan asam
Asam

Putih,

kuning Putih,

kuning

pucat

sampai pucat

sampai

% b/b
Mg KOH/g
%

kuning
Maks 2
Maks 0,6
Maks 0.1

kuning
Maks 0,3
Maks 2
Maks 2

mg/kg

Maks 0,1

Maks 0,1

Maks 40,0/250

Maks 40,0/250

Linolenat
(C18:3) dalam
komposisi
asam
5

lemak

minyak
Cemaran
logam:
5.1

Timbal mg/kg

(Pb)

mg/kg

Maks 0,05

Maks 0,05

5.2 Timah (Sn)

mg/kg

Maks 0,1

Maks 0,1

(Cu)
Cemaran arsen Mg/kg

Maks 0,1

Maks 0,1

(As)
Minyak

Negatif

Negatif

5.3 Raksa (Hg)


5.4

Tembaga

pelikan
2.3 Parameter Pengujian Minyak Goreng meliputi Definisi Masing - masing
Pengujian, Prinsip, danTujuan Pengujian
2.3.1. Viskositas
Merupakan ukuran ketahanan terhadap aliran dan merupakan indikasi adanya
minyak pada permukaan bidang pelumasan.Pengukuran viskositas bertujuan untuk
mengetahui kekentalan minyak pada suhu tertentu sehingga minyak dapat
dialirkan pada suhu tersebut, terutama pada sistem pemompaan minyak diesel &

minyak pelumas.. Umumnya semakin ringan minyak, maka makin kecil


viskositanya, atau sebaliknya.
Viskositas yg dicatat adalah lama waktu pengaliran minyak dlm wadah
dengan volume tertentu melalui lubang (orifice) tertentu pada suhu tertentu. Angka
viskositas dipakai sebagai dasar untuk menentukan angka indeks viskositas, yaitu
menggambarkan perubahan viskositas akibat perubahan suhu. Jika indek
viskositas tinggi, maka viskositasnya relatif tidak berubah terhadap suhu, jika
rendah berarti viskositas sangat dipengaruhi suhu.
Kekentalan pada minyak bergantung pada proses fraksinasi, pengendapan dan
penyaringan ( filtrasi ). Menurut literature, minyak yang mengalami proses singkat
( satu kali proses ) adalah minyak yang memiliki kekentalan paling tinggi. Minyak
curah merupakan minyak yang hanya mengalami satu kali proses fraksinasi,
sehingga fraksi stearin padatan yang tersisa masih banyak dan menyebabkan
minyak mengental (Ketaren,1986).
Untuk mengukur viskositas minyak dapat menggunakan sebuah aalat yang di
sebut viscometer.Dalam viskometer ini sampel dimasukkan dalam ruang antara
dinding luar bob/rotor dan dinding dalam mangkuk (cup) yang pas dengan rotor
tersebut. Berbagai alat yang tersedia berbeda dalam hal bagian yang berputar, ada
alat dimana yang berputar adalah rotornya, ada juga bagian mangkuknya yang
berputar.
Alat viscotester adalah contoh viskometer dimana yang berputar adalah
bagian rotor. Terdapat dua tipe yaitu viscotester VT-03 F dan VT- 04 F :

VT -04 F digunakan untuk mengukur zat cair dengan viskositas tinggi,


VT-03F untuk mengukur zat cair yang viskositasnya rendah.

Prinsip pengukuran viskositas dengan alat ini adalah cairan uji dimasukkan
kedalam mangkuk, rotor dipasang .kemudian alat dihidupkan. Viskositas zat cair
dapat langsung dibaca pada skala .
2.3.2. Berat Jenis

Berat jenis lemak/minyak yaitu berat minyak (gram) per satuan volume
(ml). Umumnya minyak memiliki berat jenis yang lebih kecil dari air berkisar
antara 0,9160,923 g/ml. Pengujian berat jenis bertujuan untuk menentukan
kemurnian dan kualitas suatu minyak. Semakin kecil berta jenis suatu minyak,
maka kemurnian dan kulitasnya akan semankin baik. Hal tersebut dikarenakan
minyak yang memiliki berat jenis rendah mengandung bahan campuran lain lebih
sedikit dibandingkan dengan minyak berberat jenis besar.
Berat jenis suatu zat dapat ditentukan dengan berbagai alat, salah satunya
adalah dengan menggunakan piknometer. Piknometer adalah suatu alat yang
terbuat dari kaca, bentuknya menyerupai botol parfum atau sejenisnya. Jadi dapat
diartikan disini, piknometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur nilai
berat jenis atau densitas fluida. Terdapat beberapa macam ukuran dari piknometer,
tetapi biasanya volume piknometer yang banyak digunakan adalah 10 ml dan 25
ml, dimana nilai volume ini valid pada temperature yang tertera pada piknometer
tersebut.
Adapun jenis atau bentuk piknometer yang kita ketahui itu terdiri dari tiga
bagian, yaitu:
1. Tutup piknometer, untuk mempertahankan suhu di dalam piknometer.
2. Lubang
3. Gelas atau tabung ukur, untuk mengukur volume cairan yang dimasukkan
dalam piknometer
Prinsip Kerja atau Cara Menggunakan Piknometer antara lain :
1. Melihat berapa volume dari piknometernya (tertera pada bagiantabung
ukur), biasanya ada yang bervolume 25 ml dan 50 ml.
2. Menimbang piknometer dalam keadaan kosong.
3. Memasukkan fluida yang akan diukur berat jenisnya ke dalam piknomeer
tersebut.
4. Menutup piknometer apabila volume yang diisikan sudah tepat.
5. Menimbang berat piknometer yang berisi fluida tersebut.
6. Menghitung berat fluida yang dimasukkan dengan cara mengurangkan
berat pikno berisi fluida dengan berat pikno kosong.

7. Setelah mendapat data berat dan volume fluidanya, kita dapat menentukan
nilai berat jenis fluida dengan persamaan: berat pikno+isi berat pikno
kosong/ volume. Adapun satuan yang biasanya di gunakan yaitu berat
dalam satuan gram (g) dan volume dalam satuan ml = cm3.
8. Membersihkan dan mengeringkan piknometer.
2.3.3. Turbidity Point
Pengujian turbidity point dilakukan untuk mengetahui adanya pengotoran oleh
bahan asing atau pencampuran minyak. Turbidity point suatu contoh minyak dapat
ditentukan dengan mengukur suhu minyak pada saat minyak atau lemak cair
berubah menjadi padat atau pada saat terbentuk kristal lemak. Pengujian ini
disebut uji Crismer atau Valenta. Prinsip pengujiannya adalah dengan meletakkan
minyak dalam air dingin, sehingga mempercepat terbentuknya kristal halus.
2.3.4. Asam Lemak Bebas
Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada sebagai asam bebas tidak
terikat sebagai trigliserida. Asam lemak bebas dihasilkan oleh proses hidrolisis dan
oksidasi biasanya bergabung dengan lemak netral. Hasil reaksi hidrolisa minyak
sawit adalah gliserol dan ALB. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktorfaktor panas, air, keasaman, dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi ini
berlangsung, maka semakin banyak kadar ALB yang terbentuk Asam lemak bebas
dalam kosentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit sangat merugikan.
Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen minyak turun. Untuk
itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas dalam
minyak sawit. Kenaikan asam lemak bebas ditentukan mulai dari tandan dipanen
sampai tandan diolah di pabrik. Kenaikan ALB ini disebabkan adanya reaksi
hidrolisa pada minyak . Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi, dan
hidrolisa enzim selama pengolahan dan penyimpanan. Dalam bahan pangan, asam
lemak dengan kadar lebih besar dari berat lemak akan mengakibatkan rasa yang
tidak diinginkan dan kadang-kadang dapat meracuni tubuh. Timbulnya racun
dalam minyak yang dipanaskan telah banyak dipelajari. Bila lemak tersebut

diberikan pada ternak atau diinjeksikan kedalam darah, akan timbul gejala diare,
kelambatan pertumbuhan, pembesaran organ, kanker, kontrol tak sempurna pada
pusat saraf dan memperrsingkat umur .
Kadar asam lemak bebas dalam minyak kelapa sawit, biasanya hanya dibawah
1%. Lemak dengan kadar asam lemak bebas lebih besar dari 1%, jika dicicipi akan
terasa pada permukaan lidah dan tidak berbau tengik, namun intensitasnya tidak
bertambah dengan bertambahnya jumlah asam lemak bebas. Asam lemak bebas,
walaupun berada dalam jumlah kecil mengakibatkan rasa tidak lezat. Hal ini
berlaku pada lemak yang mengandung asam lemak tidak dapat menguap, dengan
jumlah atom C lebih besar dari 14 (Ketaren, 1986).
Minyak yang rendah asam lemak bebas (FFA) ditandai dengan indikator
perubahan warna, titik asaprendah, nilai iodium rendah, total bahan polar, nilai
peroksida, memiliki sifat berbusa yang tinggi,dan viskositas meningkat.
Indikator PP (phenolphtealin) adalah Indikator asam-basa yang digunakan
dalam titrasi asidimetri dan alkalimetri. Indikator ini bekerja karena perubahan pH
larutan. Indikator ini merupakan senyawa organik yang bersifat asam atau basa,
yang dalam daerah pH tertentu akan berubah warnanya. Indikator Phenol phtalein
dibuat dengan cara kondensasi anhidrida ftalein (asam ftalat) dengan fenol. Trayek
pH 8,2 10,0 dengan warna asam yang tidak berwarna dan berwarna merah muda
dalam larutan basa.
Penggunaan PP dalam titrasi:

Tidak dapat digunakan untuk titrasi asam kuat oleh basa kuat, karena pada
titik ekivalen tidak tepat memotong pada bagian curam dari kurva titrasi, hal
ini disebabakan karena titrasi ini saling menetralkan sehingga akan berhenti

pada pH 7, sedangkan warna berubah pada pH 8.


Titrasi asam lemah oleh basa kuat. Boleh untuk digunakan karena pada pH
+ 9. untuk konsentrasi 0,1 M

Titrasi basa lemah oleh asam kuat, tidak dapat dipakai, Titrasi Garam dari
Asam lemah oleh Asam kuat. PP tidak dapat dipakai. Trayek pH tidak sesuai
dengan titik ekivalen.
Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik atau sodium

hidroksida, adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium hidroksida terbentuk dari
oksida basa Natrium oksida dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida membentuk
larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. NaOH digunakan di
berbagai macam bidang industri, kebanyakan digunakan sebagai basa dalam
proses produksi bubur kayu dan kertas, tekstil, air minum, sabun dan deterjen.
Natrium hidroksida adalah basa yang paling umum digunakan

dalam

laboratorium kimia. Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia
dalam bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%. Ia bersifat
lembap cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas. NaOH
juga sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan. Ia juga
larut dalam etanol dan metanol, walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan
ini lebih kecil daripada kelarutan KOH. Ia tidak larut dalam dietil eter dan pelarut
non-polar lainnya. Larutan natrium hidroksida akan meninggalkan noda kuning
pada kain dan kertas .
2.2.5. Bilangan Perioksioda
Pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah mengukur kadar peroksida
dan hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi lemak.
Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah
mengalami oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah bukan selalu berarti
menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini. Angka peroksida rendah bisa
disebabkan laju pembentukan peroksida baru lebih kecil dibandingkan dengan laju
degradasinya menjadi senyawa lain, mengingat kadar peroksida cepat mengalami
degradasi dan bereaksi dengan zat lain (Raharjo, 2006).

Angka peroksida adalah mili ekuivalen peroksida yang dihasilkan


setiap100 gram sampel. Angka peroksida merupakan angka terpenting untuk
menentukan derajat kerusakan lemak atau minyak. Asam lemak tidak jenuhdapat
mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk

peroksida

(Ketaren, 1986).
Angka peroksida adalah gambaran tingkat ketengikan yang disebabkan
oleh proses oksidasi. Komponen minyak yangtidak jenuh bereaksi dengan udara
bebas menghasilkan senyawa peroksidayang dapat mengisomerisasi dengan air
membentuk senyawa-senyawakompleks termasuk aldehid, keton, asam-asam
dengan BM rendah.
Prinsip penentuan angka peroksida adalah senyawa yang terdapat dalam
minyak akanmengoksidasi KI sehingga terbentuk I2 bebas yang diikat oleh larutan
Na-thiosulfat sehingga jumlah thiosulfat equivalen dengan jumlah I 2 bebas yang
berarti

equivalen

dengan

jumlah

senyawa

peroksida

dalam

minyak

tersebut(metode iodometri) (Ketaren, 1986).


Menurut Winarno (2002) bilangan peroksida ditentukan berdasarkan
jumlah iodine yang dibebaskan setelahlemak atau minyak ditambahkan KI. Lemak
direaksikan dengan KI sebagai pelarut asam asetat dan kloroform (2:1), kemudian
iodine yang berbentuk ditentukan dengan titrasi memakai Na2S2O3. Jika dalam
minyak terdapat bilangan peroksida yang cukup tinggi maka akan terjadi
ketengikan. Hal ini akibat dari oksidasi lemak yang menghasilkansenyawasenyawa turunan lemak seperti aldehid, keton dll. Giesen (1992)menyebutkan
bahwa bahan pangan dinyatakan tengik apabila mengandung angka peroksida
lebih dari 10 meq/kg (Astuti, 2008).
2.2.6. Bilangan iod
Bilangan iod adalah jumlah (gram) iod yang dapat diikat oleh 100 gram
lemak. Ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak tidak jenuh akan bereaksi
dengan iod. Gliserida dengan tingkat ketidakjenuhan tinggi akan mengikat iod

dalam jumlah yang lebih banyak. Bilangan iod merupakan derajat ketidak jenuhan
minyak.
Iodine Value (IV) atau bilangan iod menunjukkan tingkat ketidakjenuhan
suatu lemak atau minyak. Iodine (I2) dapat diadisikan pada ikatan rangkap dalam
asam lemak tak jenuh. Ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh yang diadisi
oleh senyawa iod akan menghasilkan senyawa dengan ikatan jenuh. Reaksi ini
(dengan berbagai variasi untuk mempercepat) digunakan untuk mengukur
kejenuhan minyak. Hasilnya dijelaskan sebagai gram iodine yang terserap oleh
100 gram minyak/lemak. Reaksi berlangsung baik pada ikatan rangkap konfigurasi
cis atau pun trans.
2.2.7. Kadar air
Air adalah konstituen yang keberadaannya dalam minyak sangat tidak
diinginkan karena akan menghidrolisis minyak menghasilkan asam-asam lemak
bebas yang menyebabkan bau tengik pada minyak (Poedjiadi, 1999). Sehingga
kadar air sangat perlu diperhatikan keberadaannya sebagaimana yang telah
dicantumkan dalam SNI 01-3741-2002.
Kadar air berhubungan dengan reaksi hidrolisis dari lemak. Reaksi hidrolisis
akan mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak sehingga

menghasilkan

flavour dan bau tengik pada minyak tersebut (Sangi, 2011).


Penentuan

kadar

air

minyak

dapat dilakukan dengan metode oven

(Sudarmadji, 1989). Metode oven : sampel ditimbang sebanyak 5 g dalam


cawan porselin, dipanaskan dalam oven pada temperatur 105C selama 3 jam
kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Penimbangan dilakukan
sampai mencapai berat konstan (Sangi, 2011).
Kadar air merupakan persentase dari jumlah bahan yang menguap pada
pemanasan dengan suhu serta waktu tertentu. Kadar air dalam bahan minyak
pangan sangat penting untuk menentukan kemungkinan- kemungkinan kerusakan
yang dapat terjadi.

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Bahan dan Alat


3.1.1 Bahan
1. Minyak goreng curan dan kemasan

2. Alkohol
3. Phenopthalin
4. NaOH 0,1 N
5. Pelarut (terdiri dari 60% asam asetat glasial dan 40% kloroform)
6. Potasium iodida jenuh (KI)
7. Aquades
8. Larutan pati 1%
9. Sodium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N
10. Kloroform
11. Yodium bromide
12. KI (potasium Iodida)
3.1.2 Alat
1. Viskometer berputar
2. Piknometer
3. Neraca analitik
4. Beaker glass
5. Hot plate
6. Termometer
7. Erlenmeyer 250 ml
8. Buret
9. Pipet tetes
10. Stirer
11. Kamar gelap
12. Cawan aluminium
13. Oven
14. Desikator
15. Pipet ukur
16. Bulp pipet
17. Penjepit

3.2 Skema Kerja


3.2.1 Viskositas

Minyak goreng

Dimasukkan dalam tabung viskometer

Pemasangan rotor
Penghidupan viskometer berputar

Pembacaan skala

3.2.2 Berat Jenis


Minyak

Pinkometer
Perendaman bak air (25C, 30 menit)
Penimbangan

3.2.3 Turbidity Point 50 ml minyak goreng


Dimasukkan beaker glass
Perendaman dalam wadah berisi es
Pengukuran suhu saat membentuk kristal
Turbidity point

3.2.4 Asam Lemak Bebas


Minyak goreng 1 g
Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml
+ 20 ml Alkohol pada suhu 50-70C

+ 3 tetes Phenopthalin

Dipanaskan sampai larut


Dititrasi dengan 0,1 N NaOH
Dilakukan perhitungan kadar ALB

3.2.5 Bilangan Peroksida


5 g minyak goreng
+ 30 ml pelarut

Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml


+ 0,5 ml larutan KI

Diamkan 2 menit di dalam ruang gelap sambil dikocok


+ 30 ml aquades
+ 0,5 ml larutan pati 1%
Titrasi dgn larutan sodium tiosulfat 0,1 N
3.2.6 Bilangan Iod
bilangan
peroksida
0,1-0,5Hitung
g minyak
goreng
Dimasukan dalam erlenmeyer tertutup
+ kloroform 10 ml dan 25 ml yodium bromide
Dibiarkan di tempat gelap selama 30 menit
+ 10 ml KI 15% & 100 ml aquades yang telah dididihkan

Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N sampai berwarna kuning pucat


+2 ml larutan pati
Titrasi dilanjutkan sampai warna biru hilang

3.2.7 Kadar Air


Botol timbang
Oven suhu 105C, 30 menit
Eksikator 15 menit
Ditimbang (a gram)
Botol + Minyak 1 g

Ditimbang (b gram)
Oven suhu 105C, 4-6 jam
Ditimbang (c gram)
Perhitungan

BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN

4.1 Hasil pengamatan


4.1.1 Viskositas Minyak Goreng
Jenis Minyak
Kecepatan (mPa.s)
Kemasan
180
Curah
120
4.1.2

Berat Jenis

Jenis minyak
Kemasan
Curah

Bahan
Air
minyak
Air
minyak

4.1.3 Turbidity Point


Jenis Minyak
Kemasan
Curah

Berat
awal
22,294 g
21,941 g
27,745 g
30,001 g
Suhu
100C
200C

botol Berat
botol + isi
47,502 g
44,356 g
127,664 g
120,513 g

Berat

setelah

perendaman
47,182 g
44,346 g
127,500 g
120,400 g

4.1.4 Asam Lemak Bebas


Jenis minyak
Kemasan
Curah

ml NaOH
0,5
0,5

4.1.5 Bilangan Peroksida


Jenis Minyak
Kemasan
Curah

ml Titrasi
0,6
0,4

4.1.6 Bilangan Iod


Jenis Minyak
Kemasan
Curah
4.1.7

B (ml)

S (ml)
25
19,5

37,4

Kadar Air

Jenis minyak
Kemasan

Curah

Ulangan

a gram

b gram

c gram

1
2
3
1
2
3

11, 775
17, 844
18, 944
17, 596
16, 518
16, 976

12,521
18, 544
19, 700
18, 440
17, 252
17, 851

12, 520
18, 540
19, 696
18, 427
17, 249
17, 850

4.2 Hasil Perhitungan


4.2.1 Viskositas
Pengujian viskositas pada minyak goreng tidak dilakukan perhitungan.
4.2.2 Berat Jenis
Jenis minyak
Kemasan
Curah
4.2.3
4.2.4

Bahan
Air
Minyak
Air
Minyak

Berat Jenis (g/ml)


0,88
0,906

Turbidity Point
Uji turbidity point pada minyak goreng tidak dilakukan perhitungan.
Asam Lemak Bebas

Jenis Minyak

%FFA

Kemasan
Curah
4.2.5

Bilangan Peroksida

Jenis Minyak
Kemasan
Curah
4.2.6

0,28
0,28

Bil Peroksida
12
8

Bilangan Iod

Jenis Minyak
Kemasan
Curah
4.2.7

Bil Iod
31,4712
45,4302

Kadar Air

Jenis Minyak
Kemasan
Curah

Kadar Air
0,67 %
0,94 %

BAB 5. PEMBAHASAN
5.1 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
5.1.1 Viskositas
Viskositas adalah ukuran yang menyatakan kekentalan suatu cairan atau
fluida. Kekentalan merupakan sifat cairan yang berhubungan erat dengan

hambatan untuk mengalir. Beberapa cairan ada yang dapat mengalir cepat,
sedangkan lainnya lambat. Pengukuran viskositas dilakukan menggunakan alat
bernama viskometer berputar.
Pengukuran viskositas dilakukan pada 2 jenis minyak yaitu minyak kemasan
dan minyak curah, hal ini untuk mengetahui seberapa besar perbedaan kualitas
pada kedua jenis minyak tersebut. Langkah pertama adalah memasukkan minyak
kedalam tabung viskometer berputar. Kemudian tabung dikaitkan dengan
viskometer dan dipasang rotor sebagai pemutar minyak untuk mengetahui
viskositasnya. Pada saat itu rotor dikondisikan tertutup minyak secara keseluruhan,
sehingga dapat diketahui viskositas minyak yang tepat. Kemudian viskometer
berputar dihidupkan dan dilakukan pembacaan skala sehingga diketahui viskositas
minyak. Selanjutnya hasil tersebut dibandingkan dengan literatur.
5.1.2 Berat Jenis
Berat jenis adalah perbandingan berat dari volume contoh dengan berat air
yang volumenya sama pada suhu tertentu (biasanya ditentukan pada suhu 25C.
Pengukuran berat jenis ini dilakukan dengan menggunakan piknometer.
Dalam praktikum ini ada 2 jenis minyak goreng yang diukur berat jenisnya
yaitu minyak goreng kemasan dan curah. Sebelum mengukur berat jenis minyak,
piknometer terlebih dahulu di bersihkan dan dikeringkan lalu diisi dengan minyak,
pengisian dilakukan sampai air dalam botol meluap dan tidak ada gelembung
udara didalammya. Setelah ditutup, botol direndam dalam bak air yang bersuhu
25C selama 30 menit. Botol diangkat dari bak air dan dikeringkan dengan kertas
pengisap. Kemudian dilakukan penimbangan berat botol beserta isinya.
Selanjutnya dilakukan perhitungan berat jenis dengan rumus:
Berat jenis =

berat botol dan minyak berat botol


Berat air pada suhu 25 C

5.1.3 Turbidity Point

Turbidity Point atau uji Crismer dan Valenta adalah suhu dimana minyak atau
lemak cair berubah menjadi fase padat. Pengujian ini dilakukan dengan
memanaskan larutan sampel ditambah pelarut sampai terbentuk larutan yang jernih
(Djatmiko, 1985). Menurut Winarno (2002), pelarut yang biasanya digunakan
adalah asam asetat glasial, metil alkohol, dan campuran alkohol 92% dengan amil
alkohol 92%. Temperatur pada saat mulai terlihat adanya kristal-kristal halus
lemak, di mana terjadi kekeruhan yang pertama-tama diketahui, dikenal sebagai
turbidity point atau titik kritis.
Pengukuran turbidity point pada minyak goreng kemasan dan curah dilakukan
dengan langkah pertama yaitu menera 25 ml minyak goreng dalam beaker glass.
Kemudian direndam dalam wadah yang berisi es yang berfungsi mempercepat
pembentukan kristal lemak. Selanjutnya dilakukan pengukuran suhu pada saat
pertama timbul atau terbentuknya kristal halus lemak yang dikenal sebagi turbidity
point.
5.1.4 Asam Lemak Bebas (FFA)
Asam lemak bebas merupakan indikator kesegaran suatu minyak goreng,
meskipun

bukan

menjadi

satu-satunya

indikator

kerusakan.

Air

dapat

menghidrolisa minyak menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Kandungan asam
lemak bebas minyak meningkat selama pemanasan, disebabkan peristiwa oksidasi
dan hidrolisis. Pada proses ini terjadi pemutusan rantai triglesirida menjadi asamasam lemak bebas dan gliserol.
Langkah pertama dalam pengukuran asam lemak bebas dalam minyak goreng
yaitu sebesar 20 ml alkohol dimasukkan dalam erlenmeyer 250 ml lalu dipanaskan
hingga 50 70 0 C sehingga mudah untuk melarutkan minyak, karean minyak larut
dalam pelarut nonpolar dan pelarut yang panas. Kemudian ditambah 1 gram
minyak goreng dan ditambah 3 tetes phenopthalin sebagai indikator perubahan
warna merah muda pada saat titrasi dan menunjukkan larutan bersifat asam atau
basa. Selanjutnya dipanaskan kembali sehingga kelarutannya lebih besar. Setelah
itu dilakukan titrasi menggunakan NaOH 0,1 N sebagai peniternya. Titrasi

dilakukan hingga terbentuk warna merah muda yang tidak berubah selama 30
detik. Hal ini membuktikan bahwa larutan tersebut bersifat basa. Kemudian
diamati seberapa ml peniter yang dibutuhkan. Dari hasil tersebut dapat dihitung
kadar asam lemk bebas menggunakan rumus:
% FFA =

ml NaOH x N NaOH x 25,6


1000 x berat sampel (g)

x 100 %

5.1.5 Bilangan Peroksida


Peroksida merupakan suatu tanda adanya pemecahan atau kerusakan pada
minvak karena terjadi oksidasi (kontak dengan udara). yang menyebabkan
baularoma tengik pada minyak. Ukuran dari ketengikan dapat diketahui dengan
menentukan bilangan peroksida. Semakin tinggi bilangan peroksida maka semakin
tinggi pula tingkat ketengikan suatu minyak (ASA.2000). Penentuan bilangan
peroksida dilakukan menggunakan titrasi dengan larutan sodium tiosulfat 0.02 N
sebagai peniter.
Dalam praktikum penentuan bilangan peroksida terdapat beberapa tahap.
Pertama 5 g minyak goreng dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL
Ditambahkan 30 ml pelarut yang terdiri dari asam asetat glasial dan kloroform,
goyangkan larutan sampai minyak larut. Hal ini bertujuan agar lemak dapat larut
dan bereaksi dengan KI jenuh. Setelah minyak larut, tambahkan 0,5 ml larutan KI
jenuh dan di tutup rapat sambil dikocok. Hal ini bertujuan untuk membebaskan
iodin yang ditandai terbentuknya warna kuning pada sampel. Setelah itu
ditambahkan 30 ml aquadest untuk pengenceran. Setelah itu ditambahkan 0,5
larutan pati 1%. Penambahan pati berfungsi sebagai indikator adanya I2 . Dan
hitung bilangan peroksida.Kemudian titrasi dengan larutan tiosulfat (Na2S2O3) 0,1
N sampai warna kuning hampir hilang. Selanjutnya dilakukan perhitungan
bilangan peroksida dengan rumus:
Bilangan peroksida =

ml Na 2 S 2 O 3 x N Na 2 S 2 O3
berat sampel (g)

x 1000

5.1.6 Bilangan Iod


Bilangan iod adalah jumlah (gram) iod yang dapat diikat oleh 100 gram
lemak. Angka iodin mencerminkan ketidakjenuhan asam lemak penyusun minyak.
Asam lemak tidak jenuh mampu mengikat iod dan membentuk senyawaan yang
jenuh. Banyaknya iodin yang diikat menunjukkan banyaknya ikatan rangkap
(Sudarmadji, 2007).
Pada pengujian bilangan iod dilakukan dengan menggunakan 5 gram minyak
goreng curah dan kemasan yang diletakkan didalam Erlenmeyer ukuran250 ml dan
diberi label. Pada pengujian ini juga dibuat larutan blanko tanpa menggunakan
minyak goreng, tetapi tahapannya sama. Minyak goreng kemasan maupun curah
yang ada dierlenmeyer ditambahkan 10 ml kloroform yang berfungsi sebagai
pelarut dan 25 ml yodium bromide yang berfungsi melevihkan iod sehingga dapat
dihitung pada saat pengujian. Kemudian dibiarkan selama 30 menit di tempat
gelap. Perlakuan ini berfungsi untuk mengurangi warna dari pekat menjadi tidak
terlalu pekat. Setelah 30 menit, ditambahkan 10 ml KL 15 % dan 100 ml aquades
yang telah dididihkan terlebih dahulu. Aquades dididihkan terlebih dahulu untuk
mempercepat terjadinya reaksi pada saat ditambahkan ke dalam larutan. kemudian
Erlenmeyer digoyang-goyang dengan tujuan untuk menghomogenkan larutan.
Setelah itu larutan dititrasi menggunakan Na2S2o3 0,1 N sampai berwarna kuning
pucat. Saat warnanya berubah menjadi menjadi kuning pucat, kemudian titrasi
dihentikan lalu ditambahkan 2 ml larutan pati kedalam larutan. Ketika
ditambahkan larutan pati, larutan di Erlenmeyer akan berubah warna menjadi biru
tua. Kemudian larutan dititrasi kembali sampai warna biru menghilang.

Bilangan iod=

( BS ) x N Na2 S 2O 3 x 12,69
berat sampel (g)

Keterangan:
B

: jumlah ml Na2S2O3 untuk titrasi blanko

: jumlah ml Na2S2O3 untuk titrasi sampel

: normalitas larutan Na2S2O3

12,69 : bobot atom iodium


5.1.7 Kadar Air
Air adalah konstituen yang keberadaannya dalam minyak sangat tidak
diinginkan karena akan menghidrolisis minyak

menghasilkan asam-asam

lemak bebas yang menyebabkan bau tengik pada minyak (Poedjiadi, 1999).
Penentuan kadar air minyak dapat ditentukan dengan cara oven dan
destilasi (Sudarmadji, 1989). Namun, dalam praktikum ini pengujian kadar air
minyak dilakukan dengan metode oven. Pengujian kadar air pada minyak
goreng kemasan dan curah, langkah pertama yang harus dilakukan yaitu botol
timbang dioven selama 30 menit dengan suhu 1050C untuk menguapkan sisa
air dalam botol. Kemudian botol timbang dieksikator selama 15 menit untuk
mempertahankan RH. Selama botol timbang dieksikator, silika gel yang ada
didalamnya akan menyerap sisa air yang ada dalam botol. Setelah dieksikator,
botol timbang ditimbang sebagai berat a gram sehingga diperoleh berat botol
timbang. Penimbangan dilakukan sebanyak 3 kali agar hasil yang diperoleh
lebih teliti. Selama proses pengovenan botol timbang, dilakukan preparasi
bahan. Kemudian ditambahkan minyak sebanyak 1 gram kedalam botol
timbang. Bahan dimasukkan ke dalam botol timbang dan ditimbang sebagai b
gram. B gram merupakan berat bahan dengan botol timbang sebelum di oven.
Kemudiam botol timbang yang berisi bahan dioven selama 4-6 jam, dengan
suhu 1050C untuk menguapkan air yang ada dalam bahan. Botol timbang yang
berisi bahan ditimbang setelah dioven kemudian ditimbang sebagai c gram.
Dalam hal ini berat air dalam bahan yaitu Pengurangan berat dari sebelum
dioven dengan sesudah dioven.
5.2 Analisa Data

5.2.1 Viskositas
Dari hasil pengamatan diketahui nilai viskositas yang ditunjukan oleh skala
pada viskometer adalah, minyak curah 120 mPas sedangkan minyak kemasan 180
mPas, pada skala viskometer semakin tinggi kecepatan rotor berputar maka
semakin rendah viskositasnya jadi nilai yang didapatkan masing-masing minyak
tersebut menandakan bahwa minyak kemasan memiliki viskositas lebih rendah
daripada minyak curah, hal ini bisa dikarenakan pada minyak curah sudah terdapat
padatan-padatan terlarut sehingga menambah viskositas dari minyak tersebut,
karena minyak curah merupakan minyak dengan kualitas lebih rendah daripada
minyak kemasan, sedangkan minyak kemasan merupakan minyak dengan proses
yang kompleks dan baik sehingga tidak terdapat padatan terlarutnya sehingga
viskositas minyak curah lebih tinggi.
5.2.2 Berat Jenis
Berat jenis adalah perbandingan antara berat dari suatu sampel minyak
dengan

volume

minyak pada

suhu

yang

sama. Berdasarkan tabel hasil

pengamatan dan perhitungan diketahui bahwa berat jenis minyak kemasan sebesar
0,88 g/ml sedangkan pada minyak goreng curah sebesar 0,906 g/ml. Data tersebut
menunjukkan bahwa minyak goreng curah memiliki berat jenis lebih tinggi
daripada minyak goreng kemasan. Hal ini dikarenakan berat

jenis

minyak

dipengaruhi oleh berat molekul dan komponen-komponen dalam minyak serta


ketidakjenuhan komponen asam lemak minyak. Komponen komponen dalam
minyak termasuk juga kotoran yang tidak diinginkan, semakin banyak kotoran
atau padatan yang terlarut didalam minyak semakin tinggi pula berat jenis yang
diperoleh.
Semakin banyak komponen dalam minyak, maka
semakin

tinggi

berat

jenisnya

akan

(Anwar, 2011). Proses polimerisasi pada minyak akan

menyebabkan berat molekul minyak bertambah (Andarwulan et al., 1997 dalam


Reza 2007).
5.2.3 Turbidity Point

Pengujian turbidity point

dilakukan pada minyak kemasan dan curah.

Berdasarkan tabel hasil pengamatan diketahui bahwa turbidity point pada minyak
goreng kemasan terjadi pada suhu 10 0 C sedangkan, pada minyak curah turbidity
pointnya di suhu 20 0 C. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa turbidity point pada
minyak goreng curah lebih besar daripada turbidity point minyak goreng kemasan
karena adanya asam lemak dalam jumlah banyak mempercepat terbentuknya
kristal lemak sehingga pada suhu 20 0 C telah terbentuk kristal lemak. Dikarenakan
pada minyak goreng curah mungkin tidak dilakukan refinning sehingga
mengandung asam lemak jenuh lebih tinggi. Sedangkan pada minyak goreng
kemasan dilakukan proses refining sehingga dihasilkan minyak yang lebih murni
dengan kandungan asam lemak jenuh sedikit. Hal ini sesuai dengan Djatmiko
(1985) yang menyatakan bahwa kecepatan turbidity point ini tergantung dari
adanya asam lemak bebas yang termasuk dalam asam lemak jenuh. Semakin
banyak asam lemak bebas maka proses terbentuknya kristal minyak semakin cepat
yang otomatis suhu pembentukan kristal dapat terjadi pada suhu yang lebih tinggi.
5.2.4 Asam Lemak Bebas (FFA)
Dari hasil pengamatan dan perhitungan FFA dari volume titrasi, didapatkan
data yang menyatakan nilai ffa dari minyak curah dan minyak kemasan memiliki
nilai yang sama yaitu 0,28. Nilai ini menunjukkan bahwa minyak memiliki ffa
dibawah nilai maksimal pada SNI (2002) yaitu 0,6, sehingga bisa dinyatakan
masih dalam keadaan bagus. Karena FFA merupakan tolak ukur dari keadaan dan
kualitas minyak, jika FFA semakin tinggi menandakan bahwa terjadinya
pemutusan rantai trigliserida menjadi asam asam lemak bebas semakin tinggi.
Minyak curah yang memiliki nilai sama dengan minyak kemasan bis dikarenakan,
kualitas dari minyak curah masih bagus karena FFA yang terdapat pada minyak
curah masih sedikit, dimungkinkan minyak tersebut masih belum mengalami
pemanasan sehingga belum banyak terjadi hidrolisis dan oksidasi maka jumlah
asam lemak bebas dan gliserol hasil dari putusnya rantai trigliserida masih belum
banyak. Bisa juga dikarenakan pada saat tritasi pemberhentian waktu tepat

bereaksi antara Naoh dan minyak tidak sama, misalnya pada saat titrasi minyak
curah warna pink yang dihasilkan dari titrasi lebih cerah daripada saat titrasi
minyak kemasan. Hal ini dapat mengakibatkan perbedaan hasil dan perhitungan %
FFA pada kedua minyak tersebut. Pada biasnya minyak curah memiliki FFA yang
lebih tinggi daripada minyak kemasan karena minyak kemasan masih sama sekali
belum mengalami oksidasi dan hidrolisis sehingga dimungkinkan putusnya
trigliserida masih sangat minim sekali.
5.2.5 Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida dinyatakan dalam mili-equivalen dari peroksida dalam
setiap 1000 g contoh/sampel. Hal ini didapati pada minyak ketika terjadi oksidasi
lemak dalam minyak. Diantara kerusakan minyak yang mungkin terjadi ternyata
kerusakan karena autoksidasi yang paling besar pengaruhnya terhadap cita rasa.
Hasil yang diakibatkan oksidasi lemak antara lain peroksida,asam lemak, aldehid,
dan keton (Sudarmadji, 1989). Menurut Winarno (1982) bilangan peroksida
ditentukan berdasarkan jumlah iodine yang dibebaskan setelahlemak atau minyak
ditambahkan KI. Lemak direaksikan dengan KI sebagai pelarut asam asetat dan
kloroform, kemudian iodine yang berbentuk ditentukan dengan titrasi memakai
Na2S2O3.Jika dalam minyak terdapat bilangan peroksida yang cukup tinggi maka
akan terjadi ketengikan. Hal ini akibat dari oksidasi lemak yang menghasilkan
senyawa- senyawa turunan lemak seperti aldehid, keton dll. Bahan pangan
dinyatakan tengik apabila mengandung angka peroksida lebih dari 10 meq/kg
(Astuti, 2008).
Sesuai praktikum yang dilakukan, di uji sampel minyak dari dua jenis
minyak yang berbeda yaitu minyak kemasan dan minyak curah dengan berat
masing- masing sampel 5 gram, milititrasi Na-tiosulfat pada minyak kemasan
yaitu 0,6 ml dan pada minyak curah yaitu 0,4 ml. Hasil pengujian bilangan
peroksida pada sampel minyak kemasan sebesar 12 dan pada sampel minyak curah
sebesar 8. Secara teori semakin besar bilangan peroksida pada minyak maka
semakin besar kerusakan pada minyak. Dari hasil praktikum dapat dilihat bahwa

bilangan peroksida minyak kemasan lebih besar daripada minyak curah, hal ini
merupakan penyimpangan karena seharusnya bilangan peroksida minyak kemasan
lebih rendah dari minyak curah. Jika dilihat dari syarat yang ditentukan oleh SNI
01-4731-2002 angka peroksida yang disyaratkan maksimal 1 maka bilangan
peroksida hasil pengujian kedua jenis sampel tidak memenuhi kriteria persyaratan
seperti yang telah disebutkan. Adapun penyebab dari penyimpangan diakibatkan
karena minyak kemasan yang dibiarkan terbuka setelah digunakan, sehingga
terjadi kontak dengan oksigen dan cahaya. Bilangan peroksida bukan hanya
diakibatkan pengolahan yang menggunakan panas saja tetapi juga diakibatkan oleh
penyimpanan yang kurang tepat misal terkena cahaya. Winarno (2002)
menyebutkan ootoksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal yang
disebabkan oleh faktor-faktor yang dapatmempercepat reaksi seperti cahaya,
panas, peroksida lemak atau hidroperoksida,logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co,
dan Mn, logam porfirin seperti hematin,hemoglobin, mioglobin, klorofil, dan
enzim-enzim lipooksidase.
5.2.6 Bilangan Iod
Bilangan iod adalah jumlah gram iod yang dapat diikat oleh 100 gram
minyak. Ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak yang tidak jenuh akan
bereaksi dengan iod. Semakin besar bilangan iod maka semakin besar pula
kandungan asam lemak tidak jenuhnya. Besar angka iod untuk minyak awal
adalah sebesar 52,9056 mg/gram minyak (Abdullah, 2007).
Berdasarkan dari hasil pengamatan dan perhitungan diketahui bahwa minyak
curah memiliki jumlah bilangan iod yang lebih besar dibanding dengan minyak
kemasan yaitu dengan nilai iod berturut turut 45,4302 dan 31,4712. Rendahnya
kandungan iod pada minyak kemasan mungkin dikarenakan kandungan gliserida
yang lebih rendah sehingga iod yang diikat sedikit. Namun, hasil ini merupakan
penyimpangan karena seharusnya bilangan iod minyak goreng kemasan lebih
tinggi daripada minyak goreng curah karena ada proses pengurangan asam lemak
jenuh. Bilangan iod pada minyak goreng kemasan lebih rendah dimungkinkan

terjadi karena adanya oksidasi pada saat penambahan aquades yang telah
dipanaskan maupun saat dibiarkan di tempat yang gelap. Oksidasi mengakibatkan
ketidakjenuhan minyak berkurang karena ikatan rangkap pada asam lemak
menjadi ikatan tunggal sehingga nilai bilangan iodnya semakin berkurang.
Oksidasi terjadi karena adanya reaksi antara minyak dengan oksigen. Sedangkan
banyaknya iodin yang diikat menunjukkan banyaknya ikatan rangkap.
5.2.7 Kadar Air
Air adalah konstituen yang keberadaannya dalam minyak sangat tidak
diinginkan karena akan menghidrolisis minyak menghasilkan asam-asam lemak
bebas yang menyebabkan bau tengik pada minyak (Poedjiadi, 1999). Hidrolisa
minyak dan lemak menghasilkan asam asam lemak bebas yang dapat
mempengaruhi cita rasa dan bau dari bahan. Hidrolisa disebabkan adanya air
dalam minyak atau lemak atau dalam kegiatan enzim . Adanya reaksi hidrolisis
menyebabkan asam lemak bebas bereaksi dengan oksigen dari air sehingga
menimbulkan aroma tengik atau ransidity akibat oksidasi.
Berdasarkan dari hasil pengamatan diketahui bahwa minyak kemasan
memiliki kadar air yang lebih rendah dibanding dengan minyak curah yaitu
dengan nilai KA berturut turut 0,67 % dan 0,94 %.

Perbedaan tersebut

dimungkinkan karena pada minyak curah tidak dilakukan proses refinning


sehingga zat-zat yang tidak diinginkan seperti kandungan air masih terkandung
dalam jumlah yang besar. Kadar air tinggi pada minyak curah menunjukkan bahwa
minyak curah memiliki mutu yang lebih rendah dibanding dengan minyak
kemasan. Semakin rendah kadar air yang terkandung dalam minyak semakin
baik kualitasnya. Jika dibandingkan dengan SNI kedua jenis minyak tersebut
belum termasuk dalam standarnya karena melebihi ketentuan persyaratan yang
diberlakukan sehingga minyak tidak memenuhi standart. Berdasarkan Standar
Nasional Indonesia SNI 01-3741-2002 minyak goreng yang bermutu baik harus
mengandung kadar air maksimum 0,3% (Dirjen Perkebunan, 1989).

BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan hal hal sebagai berikut.
1. Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak dan
berwujud cair pada suhu kamar serta salah satu dari sembilan bahan pokok
yang dikomsumsi oleh manusia.

2. Mutu minyak goreng yang baik adalah minyak goreng yang sesuai dengan
SNI minyak goreng.
3. Viskositas minyak goreng kemasan lebih besar daripada minyak goreng curah,
berturut turut yaitu 180 mPas dan 120 mPas.
4. Minyak goreng curah memiliki berat jenis lebih besar dibandingkan minyak
goreng kemasan, bertur turut yaitu 0,906 g/ml dan 0,88 g/ml.
5. Turbidity point pada minyak goreng kemasan lebih renah daripada minyak
goreng curah , berturu turut yaitu 10 0 C dan 20 0 C sehingga minyak goreng
kemasan memiliki mutu lebih baik.
6. Asam lemak bebas pada minyak goreng kemasan sama dengan asam lemak
bebas pada minyak curah yaitu sebesar 0,28%.
7. Pengujian bilangan peroksida pada minyak kemasan lebih besar daripada
minyak goreng curah yaitu 12 > 8.
8. Bilangan iod pada minyak goreng kemasan lebih rendah daripada minyak
goreng curah berturut turut yaitu sebesar 31,4712 dan 45,4302.
9. Minyak goreng kemasan memiliki kadar air lebih rendah daripada minyak
goreng curah berturut turut sebesar 0,67 % dan 0,94 %.
10. Minyak goreng kemasan secara umum memiliki mutu lebih baik daripada
minyak goreng curah.
6.2 Saran
Sebaiknya dalam praktikum dilakukan secara teliti sehingga hasilnya sesuai
dengan yang diinginkan. Terima kasih atas bimbingan atisten.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. 2007. Pengaruh Gorengan Dan Intensitas Penggorengan


Terhadap Kualitas Minyak Goreng. J. Pilar Sains. 6 (2).
Anwar, 2011 Anwar,
Tersabunkan

F.

2011.

Dalam

Analisis

Virgin

Komponen

Tidak

Coconut Oil (Vco) Yang

Dibuat Dengan Metode Mixing. Skripsi. Fmipa Unsrat.

ASA. 2000. Penentuan Bilangan Peroksida. Feed Quality Management Workshop.


Ciawi.
Astuti, Endang Puji. 2008. Pengaruh Penambahan Berbagai Tingkat Vitamin C
Sebagai Antioksidan Dan Lama Simpan Terhadap Ketengikan Bungkil
Kacang Tanah.
Dirjen Perkebunan. 1989. Usaha Budidaya, Pemanfaatan Hasil, Dan
Aspek Pemasaran Kelapa Sawit. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Djatmiko, Bambang dan A. Pandji Widjaja.1985. Teknologi Minyak dan Lemak I.
Bogor : Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian
IPB.
Gaman, P. M. 1992. Ilmu Pangan ; Pengantar Ilmu Pangan, nutrisi dan
Mikrobiologi. Gajah Mada University Press : Yogyakarta.
Ketaren, S., 1986. Pengantar Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta:UI Press.
Raharjo, S., 2006. Kerusakan Oksidatif pada Makanan. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Sangi, 2011. Pemanfaatan Ekstrak Batang Buah Nenas Untuk
Kualitas Minyak Kelapa. Jurnal Ilmiah Sains Vol. 11 No. 2.
SNI 3741:2002. Minyak Goreng. Jakarta: Badan Standar Nasional.
Sudarmaji, S dkk. 2007.
Yogyakarta:Liberty.

Analisa untuk

bahan Pangan dan pertanian.

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Wolke, Robert L. 2006. Kalo Einstein Jadi Koki Sains di Balik Urusan Dapur .
Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama.

LAMPIRAN
LAMPIRAN PERHITUNGAN
a. Berat jenis
BJ
-

= (B.botol+minyak setelah direndam) b.botol)


b.air pd suhu 250C

Kemasan
Berat air = B. botol dan air setelah ditimbang B. botol air
= 47,502 22,294= 25,208 gr
Berat jenis = (B. Botol dan minyak setelah direndam B.botol) / B.Air
= (44,346 21,941) / 25,208= 0,88
Curah

b.air pd suhu 250C = b. botol air setelah ditimbang b.botol air


BJ

= 120,400 30,001
127,500 27,745
= 90,399/ 99,755
= 0,906

b. Asam lemak bebas


- Kemasan
ml NaOH x N NaOH x 56
%FFA =
1000 x berat sampel
=

0,5 ml x 0,1 N x 56
1000 x 1

x 100%

x 100 %

= 0,28
-

Curah
%FFA =
=

ml NaOH x N NaOH x 56
1000 x berat sampel
0,5 ml x 0,1 N x 56
1000 x 1

= 0,28

x 100%

x 100 %

c. Bilangan peroksida
- Kemasan
ml titrasi x N Na2 S 2O 3

x 100
gram

0,6 x 0,1
x 100
5
= 12
-

Curah
ml titrasi x N Na2 S 2O 3

x 100
gram

0,4 x 0,1
x 100
5

8
d. Bilangan iod
- Kemasan
bilanganiod=

( 37 , 425 ) x 0 , 1 x 12 ,69
0 ,5

12 , 4 x 1 ,269
=31 , 4712
0 ,5

Curah
bilanganiod =

( 37 , 419 , 5 ) x 0 ,1 x 12 , 69
0 ,5

17 , 9 x 1 , 269
=45 , 4302
0,5

e. Kadar air
- Kemasan
bc
KA=
x 100
ba

pengulangan 1=

12,52112,520
x 100 =0,134
12,52111,775

pengulangan 2=

18,54418, 540
x 100 =0,571
18,54417,844

pengulangan 3=

19,70619,696
x 100 =1,312
19,70618,944

Ratarata=

1,312+0,134 +0,571
=0,672
3

Curah
KA=

bc
x 100
ba

pengulangan 1=

18,44018,427
x 100 =2,13
18,44017,596

pengulangan 2=

17,25217,249
x 100 =0,408
17,25216,518

pengulangan 3=

17,85117,850
x 100 =0,114
17,85116,976

Ratarata=

2,13+ 0,408+0,114
=0,9406
3

LAMPIRAN FOTO
Viskositas

Penuangan

Pemasangan

minyak

rotor

Pembacaan
skala

Penghidupan
viskometer
berputar

Asam lemak bebas (FFA)

Penambahan PP

Penghomogena
n

Pemanasan

Penuangan
NaOH 0,1 N

Titrasi

Hasil titrasi

Bilangan Peroksida

Penambahan pelarut (30ml)

Pengambilan larutan KI

Penambahan larutan KI

Pengocokan di ruang gelap

Penambahan aquades 30 ml

Penambahan larutan pati

Perubahan warna minyak setelah

Perubahan warna minyak setelah

diberi larutan pati

diberi larutan pati

Perubahan warna minyak setelah

Titrasi

diberi larutan pati


Bilangan iod

PERSIAPAN BAHAN

PERSIAPAN BAHAN

PERSIAPAN BAHAN

TITRASI

HASIL TITRASI

Vous aimerez peut-être aussi