Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PLANNING
OUTLOOK 2015
PHOTO COURTESY
http://static.panoramio.com/photos/large/9
1561769.jpg
http://www.summso.com/wpcontent/uploads/2013/06/city-planning.jpg
https://transcard.les.wordpress.com/2010/
03/rencana-pembangunan-infrastrukturjawa-barat-februari-2010.jpg
Pengantar B
erdasarkan index kenyamanan kota, Indonesian Most Livable City Index, yang dilansir oleh
Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia, hampir 50% warga kota Indonesia menganggap kota nya
tidak nyaman. Dengan lebih dari 25 kota-kota Indonesia bertumbuh menjadi lebih dari 1 juta
penduduk, kota dan desa di Indonesia mengalami tantangan yang sangat signikan. Perencanaan
Tata Ruang di Indonesia sedang mengalami momentum perubahan lingkungan strategis pada saat
bersamaan dengan pesat nya laju urbanisasi. Produk rencana sering dianggap tidak berpihak kepada
kaum rentan dan berpenghasilan rendah, dan seringkali kontra produktif mengamini pemberian
kekuasaan besar pada pemilik modal dan pemilik hak veto!
anyaknya konik di kota-kota Indonesia yang tak kunjung selesai juga merupakan isu utama.
Konik terletak pada sektor infrastruktur, kehutanan, pertanahan dan kawasan pesisir pantai,
sebanyak 80 persen konik berada di kawasan Jadebotabekpunjur. Proses perencanaan kota
di Indonesia berkembang sesuai dengan dinamika politik pembangunannya. Ada 5.000 lebih RDTR
(Rencana Detail Tata Ruang) dan Kawasan Khusus yang harus disusun di seluruh kota dan
kabupaten, sesuai mandat UU 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
TIM PENYUSUN
PENASIHAT
Bernardus Djonoputro
EDITOR
Aryo Hanggono
Andy Simarmata
Djoko Muljanto
Adriadi Dimastanto
DISUSUN OLEH
IKATAN AHLI
PERENCANAAN
INDONESIA
Gedung IAP Lantai 2
Jl Tambak No 21
Pegangsaan - Jakarta Pusat
Tel
Fax
Web
+62 21 3905067
+62 21 31903240
www.iap.or.id
Kontak Kami:
Livable City
Keanggotaan
Young Planners
Kerjasama
Luar Negeri
alau Indonesia akan menata ruang masa depan menuju ruang yang layak hidup, maka
efektitas seluruh sendi pemerintahan dan proses perencanaan yang menyeluruh sangat
penting untuk keberhasilan kita. Saya mengharapkan Planning Outlook yang akan dilakukan
berkala setiap tahun, akan menjadi kontribusi dan obligasi moral para perencana, yang bersama
semua pemangku kepentingan berjuang agar kota tumbuh memenuhi kebutuhan ruang layak hidup
seluruh warga secara by design untuk mencegah pembangunan sporadis development by chance.
: Elkana Catur
(elkana,catur@gmail.com)
: Adriadi Dimastanto
(adriadidimas@gmail.com)
: Meyriana Kesuma
(meyrianakesuma@gmail.com)
: Dani Muttaqin
(dani.muttaqin@gmail.com)
: Andy Simarmata
(andybanjar@yahoo.com)
Bernardus Djonoputro,
Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia
Refleksi
Perencanaan Tata Ruang di Indonesia
Pasca UU No 26 Tahun 2007
Tentang Penataan Ruang
K
P
1-Data:
Ketersediaan dan Integritas
Persoalan data yang dibutuhkan
dalam perencanaan tata ruang
menjadi kendala utama.
P
B
2-Proses
Perencanaan yang Lemah
Pelibatan stakeholders belum proporsional
dan representatif. Belum ada aturan
bagaimana jika produk hasil teknoratis
mengalami perubahan ketika proses
partisipatif dan legislatif.
A
P
ebagai negara kepulauan, ruang wilayah Indonesia terbentuk dari suatu kondisi khas dan
strategis yang belum dipertimbangkan dalam metode perencanaan wilayah dan kota.
Kekhasan kepulauan tropis-nya memberikan makna akan pentingnya kondisi ruang waktu
dan kebudayaan yang berakar dari ruang waktu tersebut. Perubahan zaman yang sangat cepat,
dari perubahan iklim global, globalisasi ekonomi, dan hilangnya makna jarak antar wilayah
dengan kemajuan teknologi transportasi, komunikasi, dan informasi yang pesat harus dapat
diimbangi dengan kemampuan keilmuan perencanaan untuk menghasilkan ruang yang
berkualitas.
3-Mazhab
Perencanaan
Orientasi Kontinen vs
Kepulauan Tropis
leh karena itu, pendekatan perencanaan perlu berorientasi pada kekuatan kelautan kita,
tidak hanya secara geopolitik, tetapi juga sumber daya laut dan konektitas antar
wilayah di Indonesia. Pengembangan perkotaan tidak perlu dibatasi pada batasan
daratan semata, tetapi juga pada aspek perairan lautnya. Selain itu juga persoalan dinamika
pesisir, seperti akresi (tanah timbul), abrasi, dan lain sebagainya perlu dipertimbangkan dalam
perencanaan tata ruang yang berdimensi 20 tahun.
T
P
4-Produk Rencana
Multi-interpretasi
dan Memicu Konflik
Kasus 1:
Revisi RTR KSN Sarbagita
ada tahun 2011 telah dilegalkan Perpres No. 45 tentang RTR KSN Sarbagita
yang telah disusun berdasarkan prosedur yang ditetapkan berdasarkan UU
No. 26 tahun 2007 dan PP No. 26 tahun 2008 tentang RTRWN beserta
turunan pedomannya.
Namun sejalan dengan telah dilegalkannya perpres tersebut, ada usulan untuk
dilakukan peninjauan kembali (PK) dan revisi RTR KSN Sarbagita. Hal ini dilakukan
karena ada kepentingan politik yang mengharuskan PK dan revisi tersebut
diwujudkan. PP No. 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang telah
menjabarkan proses dilakukannya PK dan revisi RTR, diantaranya:
a. PK RTR meliputi (Pasal 83):
1)
Penetapan pelaksanaan PK RTR
2)
Pelaksanaan PK RTR
3)
Perumusan rekomendasi tindak lanjut hasil PK RTR
b. Untuk PK terhadap RTR KSN ditetapkan dengan Keputusan Menteri (Pasal 84)
c. PK RTR dilaksanakan oleh Tim (terdiri atas unsur Pemerintah, Pemda, Perguruan
Tinggi dan Lembaga Penelitian) yang dibentuk oleh Menteri (Pasal 85)
d. Proses PK RTR meliputi kegiatan (Pasal 86):
1)
Pengkajian
2)
Evaluasi
3)
Penilaian terhadap RTR dan penerapannya
e. Perumusan rekomendasi tindak lanjut hasil PK RTR (Pasal 87-88):
1)
Rekomendasi TIDAK PERLU dilakukan revisi
2)
Rekomendasi PERLU dilakukan revisi, apabila:
- terjadi perubahan kebijakan nasional yang mempengaruhi penataan ruang
wilayah nasional; dan/atau
- terdapat dinamika pembangunan nasional yang menuntut perlunya PK dan
revisi RTR.
5-SDM
Sebagai Kunci
Prinsip the right man in the right place
harus diterapkan di daerah, khususnya di
bidang tata ruang.
RUANG
PERBAIKAN
1-Penjabaran RTR
Dalam Rencana Pembangunan
Perencana memahami struktur ruang sebagai
simpul dan jaringan pembentuk ruang,
sedangkan pola ruang dipahami sebagai
kawasan lindung beserta turunannya dan
kawasan budidaya beserta turunannya.
Indikasi program utama pengembangan
wilayah/kawasan dituliskan dalam dokumen
RTR sebagai program perwujudan struktur
ruang dan perwujudan pola ruang.
Kasus 2:
Provinsi Jawa Barat
Ps.4, Perda No. 22 Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa
Barat Tahun 2009-2029, menyebutkan: Sasaran penataan ruang di Daerah adalah:
(1) tercapainya ruang untuk kawasan lindung seluas 45% dari wilayah Jawa Barat
dan tersedianya ruang untuk ketahanan pangan; (2) terwujudnya ruang investasi
melalui dukungan infrastruktur strategis; (3) terwujudnya ruang untuk kawasan
perkotaan dan perdesaan dalam sistem wilayah yang terintegrasi; dan (4)
terlaksananya prinsip mitigasi bencana dalam penataan ruang
------ terkait proses penyusunan -----Pada kenyataannya Arahan Pemanfaatan Ruang pada dokumen RTR disusun oleh
tim dengan menggunakan waktu tersisa kira-kira 10% dari keseluruhan jangka
waktu penyusunan RTR atau sekitar 3-4 minggu dari jangka waktu perencanaan
antara 7-8 bulan. Dalam waktu yang sangat terbatas, penyusunan Arahan
Pemanfaatan Ruang sebagai salah satu output dalam RTR diragukan kesahihannya,
perwujudan struktur maupun pola ruang sangat tergantung pada proses
kesepakatan dengan sektor dan proses ini membutuhkan waktu yang relatif lama
dan pendokumentasian yang baik. Hal ini juga sudah menjadi kecemasan
Kementerian PU waktu itu yang pada akhirnya diusulkan RPI2JM (saat ini masih
draft). Dengan demikian dokumen RTR sebagai produk hukum yang didalamnya
memuat arahan pemanfaatan ruang menjadi sangat rawan, karena mengandung
ketidakpastian yang sangat lebar.
----- terkait rencana perbaikan -----Arahan Pemanfaatan Ruang sebaiknya didenisikan sebagai tahapan
pengembangan wilayah/kawasan yang berorientasi pada pencapaian (target)
penyelesaian permasalahan utama wilayah/kawasan. Memuat informasi lokasi
obyek perencanaan dan target pencapaian.
Produk RTR sebaiknya fokus pada tujuan, sasaran, kebijakan, strategi, rencana
struktur/pola ruang, tahapan pengembangan wilayah/kawasan, dan arahan
pengendalian. Dengan demikian, sektor yang akan menentukan program
mewujudkan struktur dan pola ruang berpedoman pada produk RTR yang didasarkan
pada tahapan pengembangan wilayah/kawasan.
2-Implementasi
3-Penajaman
4-Harmonisasi
RUANG
KKP
UU 32/2014
UU 27/2007
ATR?
UUPA 5/1960
UUPR 26/2007
APL
Area Penggunaan Lain
RUANG
KKP
UU 32/2014
UU 27/2007
LAUT
LAUT
Pesisir
Pesisir
KLHK
UU 41/1999
UU 19/2004
Kawasan Hutan
ATR?
UUPA 5/1960
UUPR 26/2007
APL
Area Penggunaan Lain
KLHK
UU 41/1999
UU 19/2004
Kawasan
Hutan
5-Penguatan
Kompetensi Perencana
Para perencana dituntut untuk terus mengupdate pengetahuan dan ketrampilannya agar
dapat terus adaptif dengan kemajuan
perkembangan keilmuan.
Karena sifatnya lintas sektor, maka tak jarang antar satu peraturan dengan peraturan
yang lain memiliki perbedaan atau bahkan saling bertabrakan. Hal ini tentu saja
menyulitkan pada saat memberikan keputusan atas penggunaan terhadap ruang.
Oleh karena itu diperlukan kepaduserasian antar regulasi terkait penataan ruang dan
tanah. Selain itu juga dibutuhkan suatu standar yang membantu menjaga kualitas
setiap proses perencanaan.
2
3
4
5
REKOMENDASI
AKSI