Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH :
NAMA : CAHYO ADI NUGROHO
NIM
: 070113b 008
LAPORAN PENDAHULUAN
diabetes,
hiperlipidemia,
dan
hipertensi
berat.
Setelah
d) Diabetes
mellitus
menginduksi
hiperkolesterolemia
dan
juga
penurunan intensitas bunyi jantung pertama, dan paradoxical splitting dari S2.
Selain itu juga sering terjadi penurunan volume pulsasi carotis, yang
menunjukkan adanya penurunan stroke volume. Peningkatan temperature
tubuh di atas 380C mungkin ditemukan selama satu minggu post STEMI.
D. Patofisiologi
Merokok, alcohol,
hipertensi, lipid,
congenital
Meningkatnya
permeabilitas terhadap
lipid
Supply O2 ke jaringan
berkurang
Penurunan CO2
Hipotensi
LDL teroksidasi
Plak halus
Protrombin thrombin
Fibrinogen fibrin
Rupture plak
Thrombus
Kematian jaringan
Nekrosis
6
Kelemahan
Hipoksia
Kebutuhan O2 tidak
tercukupi
Takipneu
Ketidakefektifan
Pola Napas
Syok
Penurunan kesadaran
Resiko
Resiko injury
Injury
Kurang
Pengetahuan
Kurang pengetahuan
Stimulasi saraf
Nyeri akut
Metabolism anaerob
Ansietas
Ansietas
Forward failure
Suplai darah
jaringan
Metabolism
anaerob
Suplai O2 otak
Sinkop
Gangguan
Renal flow
RAA
Aldosteron
Backward failure
LVED naik
Tek.vena pulmonalis
Tek.kapiler paru
7
Penurunan
cardiac
Penurunan Cardiac
Output
output
Reflux ke paru-paru
Alveoli edema
Gangguan
Pertukaran Gas
Gangguan
polatidur
tidur
Gangguan Pola
Tekanan diastole
meningkat
Hepar
Hepatomegali
Mendesak diafragma
Sesak nafas
Ketidakefektifan
pola
Ketidakefektifan
Pola
Napas
nafas
Mendesak organ GIT
Mual muntah
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Asidosis metabolic
Penimbunan asam
laktat dan ATP
Fatigue
Intoleransi
Intoleransi
Aktivitas
aktivitas
Bed rest
Tidak dapat
beribadah seperti
biasa
Distres
Spiritual
perfusi
Gangguan
jaringan
Perfusi
Jaringan
Serebral
ADH
Retensi Na +
H2O
Kelebihan
Kelebihan
Volume Cairan
Edema
Perubahan
bentuk tubuh
Gangguan
Citra Tubuh
Edema paru
Ronchi basah
Reflek batuk
Penumpukan secret
Menghambat pertukaran
O2 dan CO2
Gangguan
Gangguan pertukaran
Pertukaran
Gas
gas
Penyempitan lumen
ventrikel kanan
Ketidakefektifan
Ketidakefektifan
Bersihan Jalan Napas
bersihan jalan na
Suplai O2 di sirkulasi
berkurang
Gangguan Citra
Tubuh
Fungsi detoksikasi
berkurang
Resiko Infeksi
Mobilisasi berkurang
Sirkulasi O2 terganggu
Dekubitus
Nafsu makan
Intake kurang
8
Kurang
Pengetahuan
Kurang
pengetahuan
Ansietas
Imunitas tubuh
Disfungsi Seksual
Kesepian
Stress Berlebihan
Kerusakan
intergitas
Kerusakan
kulit Kulit
Integritas
Ketidakseimbangan
Nutrisi
kurang dari
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
kebutuhan tubuh
Albumin
Kerusakan
Kerusakanintegritas
Integritas
Jaringan
jaringan
Leukosit kurang
Resiko
Resiko
Infeksi
Ketidakefektifan
Pemeliharaan
Kesehatan
STEMI biasa terjadi ketika aliran darah koroner menurun secara tiba-tiba
setelah oklusi trombotik dari arteri koroner yang sebelumnya mengalami
atherosclerosis. STEMI terjadi ketika thrombus pada arteri koroner berkembang
secara cepat pada tempat terjadinya kerusakan vascular. Kerusakan ini difasilitasi
oleh beberapa faktor, seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Pada
sebagian besar kasus, STEMI terjadi ketika permukaan plak atherosclerotic
mengalami ruptur sehingga komponen plak tersebut terekspos dalam darah dan
kondisi yang mendukung trombogenesis (terbentuknya thrombus). Mural
thrombus (thrombus yang menempel pada pembuluh darah) terbentuk pada
tempat rupturnyaplak, dan terjadi oklusi pada arteri koroner. Setelah platelet
monolayer terbentuk pada tempat terjadinyaruptur plak, beberapa agonis
(kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) menyebabkan aktivasi platelet. Setelah
stimulasi agonis platelet, thromboxane A2 (vasokonstriktor local yang kuat)
dilepas dan terjadi aktivasi platelet lebih lanjut.
Selain pembentukan thromboxane A2, aktivasi platelet oleh agonis
meningkatkan perubahan konformasi pada reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Ketika
reseptor ini dikonversi menjadi bentuk fungsionalnya, reseptor ini akan
membentuk protein adhesive seperti fibrinogen. Fibrinogen adalah molekul
multivalent yang dapat berikatan dengan dua plateet secara simultan,
menghasilkan ikatan silang patelet dan agregasi. Kaskade koagulasi mengalami
aktivasi karena paparan faktor jaringan pada sel endotel yang rusak, tepatnya
pada area rupturnya plak. Aktivasi faktor VII dan X menyebabkan konversi
protrombin menjadi thrombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi
fibrin. Arteri koroner seringkali mengalami oklusi karena thrombus yang terdiri
dari agregat platelet dan benang-benang fibrin.
Pada sebagian kecil kasus, STEMI dapat terjadi karena emboli arteri
koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit
sistemik, terutama inflamasi. Besarnya kerusakan myocardial yang disebabkan
oklusi koroner tergantung pada
a. Daerah yang disuplai oleh pembuluh darah yang mengalami oklusi
b. Apakah pembuluh darah mengalami oklusi total atau tidak
c. Durasi oklusi koroner
d. Kuantitas darah yang disuplai oleh pembuluh darah kolateral pada jaringan
yang terkena
10
11
pergerakan
dinding
pada
two-dimentional
12
resusitasi
Transportasi pasien ke RS yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta staf
medis dokter dan perawat yang terlatih
Terapi REPERFUSI
Tatalaksana di IGD. Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang
dicurigai
STEMI
mencakup
mengurangi/menghilangkan
nyeri
dada,
14
sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada
pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan,
sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan
tekanan arteri. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang
menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien
dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian
atropine 0,5 mg IV.
c) Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI
dan efektif pada spektrum SKA. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit
yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi
aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di UGD. Selanjutnya aspirin
diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
d) Beta-adrenoreceptor blocker
Pemberian beta blocker intravena secara akut dapat memperbaiki
hubungan supply-demand oksigen, menurunkan nyeri, menurunkan ukuran
infark, dan menurunkan insiden ventricular aritmia.
e) Terapi reperfusi
Terapi reperfusi yaitu menjamin aliran darah koroner kembali menjadi
lancar. Reperfusi ada 2 macam yaitu berupa tindakan kateterisasi (PCI)
yang berupa tindakan invasive (semi-bedah) dan terapi dengan obat
melalui jalur infuse (agen fibrinolitik).
G. Komplikasi
1. Disfungsi ventrikel
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan bentuk, ukuran,
dan ketebalan baik pada segmen yang infark maupun non infark. Proses ini
dinamakan remodeling ventricular. Secara akut, hal ini terjadi karena
ekspansi infark, disrupsi sel-sel miokardial yang normal, dan kehilangan
jaringan pada zona nekrotik. Pembesaran yang terjadi berhubungan dengan
ukuran dan lokasi infark.
2. Gagal pemompaan (pump failure)
Merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI.
Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat
gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.
15
Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi
jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
3. Aritmia
Insiden aritmia setelah STEMI meningkat pada pasien setelah gejala
awal. Mekanisme yang berperan dalam aritmia karena infark meliputi
ketidakseimbangan sistem saraf otonom, ketidakseimbangan elektrolit,
iskemia, dan konduksi yang lambat pada zona iskemik.
4. Gagal jantung kongestif
Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium.
Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti vena
pulmonalis, sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan
mengakibatkan kongesti vena sistemik.
5. Syok kardiogenik
Diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark
yang massif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Timbul
lingkaran setan akibat perubahan hemodinamik progresif hebat yang
ireversibel dengan manifestasi seperti penurunan perfusi perifer, penurunan
perfusi koroner, peningkatan kongesti paru-paru, hipotensi, asidosis
metabolic, dan hipoksemia yang selanjutnya makin menekan fungsi
miokardium.
6. Edema paru akut
Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di
rongga interstisial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda
adanya kongesti paru tingkat lanjut, di mana cairan mengalami kebocoran
melalui dinding kapiler, merembes keluar, dan menimbulkan dispnea yang
sangat berat. Kongesti paru terjadi jika dasar vascular paru menerima darah
yang berlebihan dari ventrikel kanan yang tidak mampu diakomodasi dan
diambil oleh jantung kiri. Oleh karena adanya timbunan cairan, paru menjadi
kaku dan tidak dapat mengembang serta udara tidak dapat masuk, akibatnya
terjadi hipoksia berat.
7. Disfungsi otot papilaris
Disfungsi iskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris akan
mengganggu fungsi katup mitralis, sehingga memungkinkan eversi daun
katup ke dalam atrium selama sistolik. Inkompetensi katup mengakibatkan
aliran retrograde dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dengan dua akibat
16
yaitu pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan kongesti pada atrium kiri
dan vena pulmonalis.
8. Defek septum ventrikel
Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan rupture dinding
septum sehingga terjadi defek septum ventrikel.
9. Rupture jantung
Rupture dinding ventrikel yang bebas dapat terjadi pada awal
perjalanan infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum
pembentukan parut. Dinding nekrotik yang tipis pecah, sehingga terjadi
peradarahan massif ke dalam kantong pericardium yang relative tidak elastic
dapat berkembang. Kantong pericardium yang terisi oleh darah menekan
jantung, sehingga menimbulkan tamponade jantung. Tamponade jantung ini
akan mengurangi aliran balik vena dan curah jantung.
10. Aneurisma ventrikel
Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan anterior atau apeks
jantung. Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada setiap
sistolik dan teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup.
11. Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi
kasar yang merupakan predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan thrombus
mural intrakardium dapat terlepas dan terjadi embolisasi sistemik.
12. Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung
berkontak dan menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan pericardium
dan menimbulkan reaksi peradangan.
17
secret,darah)
Apakah ada buyi napas abnormal
Breathing
Bagaimana pola napas, gerakan dada, irama, factor pencetus sesak,
kedalaman pernapasan
Circulation
Nadi apical kuat/lemah
Frekuensi
Kesadaran (GCS)
Ekposure
Oedema, lesi, jaringan parut, nyeri, suhu
b. Pengkajian Sekunder
Aktivitas/istirahat
Gejala: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, riwayat pola hidup
menetap, jadual olahraga tak teratur. Tanda: takikardia, dispnea pada
istirahat/kerja.
Sirkulasi
Gejala: riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal jantung
koroner, masalah TD, DM.
Tanda:
1) TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari
tidur sampai duduk/berdiri
2) Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin
terjadi.
3) Bunyi jantung ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal
jantung/penurunan kontraktilitas atau komplian ventrikel.
4) Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot
papilar
5) Friksi; dicurigai perikarditis.
6) Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.
18
Integritas ego
Gejala: menyangkal gejala penting, takut mati, perasaan ajal sudah
dekat, marah pada penyakit/perawatan yang tak perlu, khawatir
tentang keluarga, pekerjaan dan keuangan.
Tanda: menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah,
marah, perilaku menyerang, dan fokus pada diri sendiri/nyeri.
Neurosensori
Gejala: pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun
(duduk/istirahat)
Tanda: perubahan mental dan kelemahan
Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala:
Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan dengan
aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin.
Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat
menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti
epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher
Kualitas nyeri crushing, menusuk, berat, menetap, tertekan, seperti
dapat dilihat.
Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin pengalaman
nyeri paling buruk yang pernah dialami.
19
Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi, dengan
DM, hipertensi dan lansia.
Tanda:
Respon
otonom:
perubahan
frekuensi/irama
jantung,
TD,
Pernapasan
Gejala: dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk produktif/tidak
produktif, riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis
Tanda:peningkatan frekuensi pernapasan, pucat/sianosis, bunyi napas bersih
atau krekels, wheezing, sputum bersih, merah muda kental.
Interaksi social
Gejala: stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga) dan kesulitan koping
dengan stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi)
Tanda: kesulitan istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat, dan
menarik diri dari keluarga
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, stroke, hipertensi,
penyakit vaskuler perifer, dan riwayat penggunaan tembakau
Pengkajian fisik
Penting untuk mendeteksi komplikasi dan harus mencakup hal-hal berikut:
Tingkat kesadaran
20
Paru-paru: Auskultasi bidang paru pada interval yang teratur terhadap tandatanda gagal ventrikel (bunyi krakles pada dasar paru)
Status volume cairan: Amati haluaran urine, periksa adanya edema, adanya
tanda dini syok kardiogenik merupakan hipotensi dengan oliguria
Pemeriksaan Diagnostik
EKG
Echocardiogram
Lab CKMB, cTn, Mioglobin, CK, LDH
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering terjadi antara lain:
1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap oklusi
arteri koroner
2. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan pengembangan paru
tidak optimal, kelebihan cairan di dalam paru akibat sekunder dari edema paru
akut
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama,
konduksi elektri, penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik,
otot infark, kerusakan struktural
4. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah,
misalnya vasikonstriksi,hipovolemia, dan pembentukan troboemboli
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen miokard dengan kebutuhan, adanya iskemia/nekrotik jaringan
miokard, efek obat depresan jantung
6. Ansietas berhubungan dengan ketakutan akan kematian
7. Resiko ketidakpatuhan terhadap program perawatan diri yang berhubungan
dengan penolakan terhadap diagnosis miokard infark
21
3. Rencana Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap oklusi
arteri koroner
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri
berkurang
Kriteria hasil:
Intervensi:
1. Kaji keluhan pasien mengenai nyeri dada, meliputi : lokasi, radiasi, durasi dan
faktor yang mempengaruhinya.
Rasional: Data tersebut membantu menentukan penyebab dan efek nyeri dada
serta merupakan garis dasar untuk membandingkan gejala pasca terapi.
2. Berikan istirahat fisik dengan punggung ditinggikan atau dalam kursi kardiak.
Rasional:Untuk mengurangi rasa tidak nyaman serta dispnea dan istirahat fisik
juga dapat mengurangi konsumsi oksigen jantung.
3. Kaji ulang riwayat angina sebelumnya, nyeri menyerupai angina
Rasional: Untuk membandingkan nyeri yang ada dari pola sebelumnya,sesuai
dengan identifikasi komplikasi seperti meluasnya infark, emboli paru, atau
perikarditis
4. Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera
Rasional : Untuk memberi intervensi secara tepat sehingga mengurangi
kerusakan jaringan otot jantung yang lebih lanjut
5. Berikan lingkungan yang tenang, aktivitas perlahan, dan tindakan nyaman
Rasional: Menurunkan rangsang eksternal
6. Bantu melakukan teknik relaksasi (napas dalam/perlahan,perilaku distraksi,
visualisasi, bimbingan imajinasi
Rasional:Membantu dalam menurunkan persepsi/respon nyeri
7. Periksa tanda vital sebelum dan sesudah obat narkotik
Rasional: Hipotensi /depresi pernapasan dapat terjadi sebagai akibat
pemberian narkotik. Dimana keadaan ini dapat meningkatkan kerusakan
miokardia pada adanya kegagalan ventrikel
8. Kolaborasi dengan tim medis pemberian:
Antiangina (NTG) Rasional: Untuk mengontrol nyeri dengan efek
vasodilatasi koroner, yang meningkatkan aliran darah koroner dan perfusi
miokardia
22
Intervensi :
1. Pantau tanda vital: frekuensi jantung, TD,nadi
Rasional: Untuk mengetahui adanya perubahan TD,nadi secara dini sehingga
memudahkan dalam melakukan intervensi karena TD dapat meningkatkan
rangsangan simpatis, kemudian turun bila curah jantung dipengaruhi.
2. Evaluasi adanya bunyi jantung S3,S4
Rasional: Untuk megetahui adanya komplikasi pada GJK gagal mitral untuk
S3, sedangkan S4 karena iskemia miokardia, kekakuan ventrikel, dan
hipertensi pulmonal /sistemik
3. Auskultasi bunyi napas
Rasional: Untuk mengetahui adanya kongesti paru akibat penurunan fungsi
miokard
23
4. Berikan makanan porsi makan kecil dan mudah dikunyah, batasi asupan
kafein,kopi, coklat, cola
Rasional: Untuk menghindari kerja miokardia, bradikardi,peningkatan
frekuensi jantung
Kolaborasi:
1. Berikan oksigen sesuai indikasi
Rasional: Untuk memenuhi kebutuhan miokard, menurunkan iskemia dan
disritmia lanjut
2. Pertahankan cairan IV
Rasional: Jalur yang paten untuk pemberian obat darurat pada disritmia/nyeri
dada
3. Kaji ulang seri EKG
24
Intervensi:
1. Observasi adanya perubahan tingkat kesadaran secara tiba-tiba
Rasional: Untuk mengetahui adanya penurunan curah jantung
2. Observasi adanya pucat, sianosis, kulit dingin/lembab da raba kekuatan nadi
perifer
Rasional: Vasokontriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung
3. Observasi adanya tanda Homan, eritema, edema
Rasional: Untuk mengetahui adanya trombosis vena dalam
4. Anjurkan klien untuk latihan kaki aktif/pasif
Rasional: Menurunkan stasis vena, meningkatkan aliran balik vena dan
menurunkan risiko tromboflebitis
5. Pantau pemasukan dan perubahan keluaran urine
25
Intervensi :
1. Pantau frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD sebelum, selama, dan
sesudah beraktivitas sesuai indikasi
Rasional: Untuk menentukan tingkat aktivitas klien yang tidak memberatkan
curah jantung
2. Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas pada dasar nyeri/respon hemodinamik,
berikan aktivitas senggang yang tidak berat
Rasional: Menurunkan kerja miokard, sehingga menurunkan risiko
komplikasi
3. Anjurkan pasien untuk tidak mengejan saat defekasi
Rasional: Dengan mengejan dapat mengakibatkan manuver valsava sehingga
terjadi bradikardi, menurunnya curah jantung, takikardi dan peningkatan TD
4. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat akyivitas
26
pasien
dan
keluarganya
mengekspresikan
kecemasan
dan
ketakutannya
Rasional: Kecemasan yang tidak dapat dihilangkan (respons stress)
meningkatkan konsumsi oksigen jantung.
4. Manfaatkan waktu kunjungan yang fleksibel, yang memungkinkan kehadiran
keluarga untuk membantu mengurangi kecemasan pasien
Rasional: Kehadiran dukungan anggota keluarga dapat mengurangi
kecemasan pasien maupun keluarga.
5. Dukung partisipasi aktif dalam program rehabilitasi jantung
Rasional:
Rehabilitasi
jantung
yang
diresepkan
dapat
membantu
27
Daftar Pustaka
Doengoes, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C.. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan. Jakarta: EGC.
Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. 2008.
Harrisons Principles of Internal Medicine 17th edition. The McGraw-Hill
Companies, Inc.
Kumar, Abbas, Fausto, Mitchel. 2007. Robbins Basic Pathology. Elsevier
Inc.
Muttaqin, A. 2009. Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Price, S. A., & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3.
Edisi 8. Jakarta : EGC.
28