Vous êtes sur la page 1sur 28

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN STEMI (ST ELEVASI MIOKARD INFARK)


DI RUANG ICVCU RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

DISUSUN OLEH :
NAMA : CAHYO ADI NUGROHO
NIM

: 070113b 008

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES NGUDI WALUYO
UNGARAN
2015

LAPORAN PENDAHULUAN

ST ELEVASI MIOKARD INFARK (STEMI)


A. Definisi
Infark miocard akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung
yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti
setelah terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari
pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak
mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat
mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark (Guyton &
Hall, 2007).
IMA diklasifikasikan berdasarkan EKG 12 lead dalam dua kategori, yaitu
ST-elevation infark miocard (STEMI) dan non ST-elevation infark miocard
(NSTEMI). STEMI merupakan oklusi total dari arteri koroner yang
menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium,
yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG. Sedangkan NSTEMI
merupakan oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh
ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG.
B. Etiologi dan Faktor Risiko
Infark miokard disebabkan oleh oklusi arteri koroner setelah terjadinya
rupture vulnerable atherosclerotic plaque. Pada sebagian besar kasus, terdapat
beberapa faktor presipitasi yang muncul sebelum terjadinya STEMI, antara lain
aktivitas fisik yang berlebihan, stress emosional, dan penyakit dalam lainnya.
Selain itu, terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya
IMA pada individu. Faktor-faktor resiko ini dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar,
yaitu faktor resiko yang tidak dapat dirubah dan faktor resiko yang dapat dirubah.
1. Faktor yang tidak dapat dirubah :
a) Usia
Walaupun akumulasi plak atherosclerotic merupakan proses yang
progresif, biasanya tidak akan muncul manifestasi klinis sampai lesi
mencapai ambang kritis dan mulai menimbulkan kerusakan organ pada
usia menengah maupun usia lanjut. Oleh karena itu, pada usia antara 40
dan 60 tahun, insiden infark miokard pada pria meningkat lima kali lipat
(Kumar, et al., 2007).
b) Jenis kelamin

Infark miokard jarang ditemukan pada wanita premenopause kecuali jika


terdapat

diabetes,

hiperlipidemia,

dan

hipertensi

berat.

Setelah

menopause, insiden penyakit yang berhubungan dengan atherosclerosis


meningkat bahkan lebih besar jika dibandingkan dengan pria. Hal ini
diperkirakan merupakan pengaruh dari hormon estrogen (Kumar, et al.,
2007).
c) Ras
Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada orang kulit
putih.
d) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner
(saudara, orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun)
meningkatkan kemungkinan timbulnya IMA.
2. Faktor resiko yang dapat dirubah :
a) Hiperlipidemia merupakan peningkatan kolesterol dan/atau trigliserida
serum di atas batas normal. Peningkatan kadar kolesterol di atas 180
mg/dl akan meningkatkan resiko penyakit arteri koronaria, dan
peningkatan resiko ini akan lebih cepat terjadi bila kadarnya melebihi 240
mg/dl. Peningkatan kolosterol LDL dihubungkan dengan meningkatnya
resiko penyakit arteri koronaria, sedangkan kadar kolesterol HDL yang
tinggi berperan sebagai faktor pelindung terhadap penyakit ini.
b) Hipertensi merupakan faktor risiko mayor dari IMA, baik tekanan darah
systole maupun diastole memiliki peran penting. Hipertensi dapat
meningkatkan risiko ischemic heart disease (IHD) sekitar 60%
dibandingkan dengan individu normotensive. Tanpa perawatan, sekitar
50% pasien hipertensi dapat meninggal karena IHD atau gagal jantung
kongestif, dan sepertiga lainnya dapat meninggal karena stroke (Kumar,
et al., 2007).
c) Merokok merupakan faktor risiko pasti pada pria, dan konsumsi rokok
mungkin merupakan penyebab peningkatan insiden dan keparahan
atherosclerosis pada wanita. Penggunaan rokok dalam jangka waktu yang
lama meningkatkan kematian karena IHD sekitar 200%. Berhenti
merokok dapat menurunkan risiko secara substansial (Kumar, et al.,
2007).

d) Diabetes

mellitus

menginduksi

hiperkolesterolemia

dan

juga

meningkatkan predisposisi atherosclerosis. Insiden infark miokard dua


kali lebih tinggi pada seseorang yang menderita diabetes daripada tidak.
Juga terdapat peningkatan risiko stroke pada seseorang yang menderita
diabetes mellitus
e) Gaya hidup monoton, berperan pada timbulnya penyakit jantung koroner.
f) Stres Psikologik, stres menyebabkan peningkatan katekolamin yang
bersifat aterogenik serta mempercepat terjadinya serangan.
C. Manifestasi Klinis
1. Nyeri
Nyeri merupakan manifestasi yang paling umum ditemukan pada
pasien dengan STEMI. Karakteristik nyeri yang dirasakan yaitu dalam dan
visceral, yang biasa dideskripsikan dengan nyeri terasa berat dan seperti
diremas, seperti ditusuk, atau seperti terbakar. Karakteristik nyeri pada
STEMI hampir sama dengan pada angina pectoris, namun biasanya terjadi
pada saat istirahat, lebih berat, dan berlangsung lebih lama. Nyeri biasa
dirasakan pada bagian tengah dada dan/atau epigastrium, dan menyebar ke
daerah lengan. Penyebaran nyeri juga dapat terjadi pada abdomen, punggung,
rahang bawah, dan leher. Nyeri sering disertai dengan kelemahan,
berkeringat, nausea, muntah, dan ansietas (Fauci, et al., 2007).
2. Temuan fisik
Sebagian besar pasien mengalami ansietas dan restless yang
menunjukkan ketidakmampuan untuk mengurangi rasa nyeri. Pallor yang
berhubungan dengan keluarnya keringat dan dingin pada ekstremitas juga
sering ditemukan pada pasien dengan STEMI. Nyeri dada substernal yang
berlangsung selama >30 menit dan diaphoresis menunjukkan terjadinya
STEMI. Meskipun sebagian besar pasien menunjukkan tekanan darah dan
frekuensi nadi yang normal selama satu jam pertama STEMI, sekitar 25%
pasien dengan infark anterior memiliki manifestasi hiperaktivitas sistem saraf
simpatik (takikardia dan/atau hipertensi), dan 50% pasien dengan infark
inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardi dan/atau
hipotensi).
Impuls apical pada pasien dengan STEMI mungkin sulit untuk
dipalpasi. Tanda fisik dari disfungsi ventrikel lain antara adanya S3 dan S4,

penurunan intensitas bunyi jantung pertama, dan paradoxical splitting dari S2.
Selain itu juga sering terjadi penurunan volume pulsasi carotis, yang
menunjukkan adanya penurunan stroke volume. Peningkatan temperature
tubuh di atas 380C mungkin ditemukan selama satu minggu post STEMI.

D. Patofisiologi
Merokok, alcohol,
hipertensi, lipid,
congenital

Meningkatnya
permeabilitas terhadap
lipid

Supply O2 ke jaringan
berkurang

Penurunan CO2

Hipotensi

LDL teroksidasi

Timbul bercak lemak

Plak halus

Aktivasi faktor VII dan X

Protrombin thrombin
Fibrinogen fibrin

Rupture plak

Thrombus

Oklusi arteri koroner

Aliran darah koroner


menurun

Kematian jaringan

Nekrosis
6

Defisit Perawatan Diri

Deficit perawatan diri

Motivasi personal hygiene


Intoleransi
Intoleransiaktivitas
Aktivitas

Kelemahan

Hipoksia

Penurunan aliran darah

Gagal pompa ventrikel


kiri

Kebutuhan O2 tidak
tercukupi

Takipneu

Ketidakefektifan
Pola Napas

Syok

Penurunan kesadaran

Resiko
Resiko injury
Injury

Informasi tidak adekuat

Salah terapi, salah persepsi

Kurang
Pengetahuan
Kurang pengetahuan

Stimulasi saraf

Melepas mediator nyeri:

Nyeri akut

Metabolism anaerob

Asam laktat meningkat

Nyeri terus menerus

Ansietas
Ansietas

Gagal pompa ventrikel kiri

Forward failure

Suplai darah
jaringan

Metabolism
anaerob

Suplai O2 otak

Sinkop

Gangguan

Renal flow

RAA

Aldosteron

Backward failure

LVED naik

Tek.vena pulmonalis

Tek.kapiler paru
7

Penurunan
cardiac
Penurunan Cardiac
Output
output

Reflux ke paru-paru

Alveoli edema
Gangguan
Pertukaran Gas

Terjadi malam hari

Gangguan
polatidur
tidur
Gangguan Pola

Gagal pompa ventrikel


kanan

Tekanan diastole
meningkat

Bendungan atrium kanan

Bendungan vena sistemik

Hepar

Hepatomegali

Mendesak diafragma

Sesak nafas

Ketidakefektifan
pola
Ketidakefektifan
Pola
Napas
nafas
Mendesak organ GIT

Mual muntah

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh


Asidosis metabolic

Penimbunan asam
laktat dan ATP

Fatigue

Intoleransi
Intoleransi
Aktivitas
aktivitas

Bed rest

Tidak dapat
beribadah seperti
biasa

Distres
Spiritual

perfusi
Gangguan
jaringan
Perfusi
Jaringan
Serebral

ADH

Retensi Na +
H2O

Kelebihan
Kelebihan

Volume Cairan

Edema

Perubahan
bentuk tubuh

Gangguan
Citra Tubuh

Edema paru

Ronchi basah

Iritasi mukosa paru

Reflek batuk

Penumpukan secret

Menghambat pertukaran
O2 dan CO2

Gangguan
Gangguan pertukaran
Pertukaran
Gas
gas

Beban ventrikel kanan

Hipertrovi ventrikel kanan

Penyempitan lumen
ventrikel kanan

Ketidakefektifan
Ketidakefektifan
Bersihan Jalan Napas
bersihan jalan na

Suplai O2 di sirkulasi
berkurang

Gangguan Citra
Tubuh

Fungsi Hepar terganggu

Fungsi detoksikasi
berkurang

Resiko Infeksi

Mobilisasi berkurang

Sirkulasi O2 terganggu

Dekubitus

Informasi dan dukungan


tidak adekuat

Nafsu makan

Intake kurang
8

Kurang
Pengetahuan
Kurang
pengetahuan

Ansietas

Imunitas tubuh

Disfungsi Seksual

Kesepian

Stress Berlebihan

Kerusakan
intergitas
Kerusakan
kulit Kulit
Integritas

Ketidakseimbangan
Nutrisi
kurang dari
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
kebutuhan tubuh

Albumin

Kerusakan
Kerusakanintegritas
Integritas
Jaringan
jaringan

Leukosit kurang

Resiko
Resiko
Infeksi

Tidak mau menerima


keadaan tubuh

Tidak patuh dalam


pengobatan

Ketidakefektifan
Pemeliharaan
Kesehatan

STEMI biasa terjadi ketika aliran darah koroner menurun secara tiba-tiba
setelah oklusi trombotik dari arteri koroner yang sebelumnya mengalami
atherosclerosis. STEMI terjadi ketika thrombus pada arteri koroner berkembang
secara cepat pada tempat terjadinya kerusakan vascular. Kerusakan ini difasilitasi
oleh beberapa faktor, seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Pada
sebagian besar kasus, STEMI terjadi ketika permukaan plak atherosclerotic
mengalami ruptur sehingga komponen plak tersebut terekspos dalam darah dan
kondisi yang mendukung trombogenesis (terbentuknya thrombus). Mural
thrombus (thrombus yang menempel pada pembuluh darah) terbentuk pada
tempat rupturnyaplak, dan terjadi oklusi pada arteri koroner. Setelah platelet
monolayer terbentuk pada tempat terjadinyaruptur plak, beberapa agonis
(kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) menyebabkan aktivasi platelet. Setelah
stimulasi agonis platelet, thromboxane A2 (vasokonstriktor local yang kuat)
dilepas dan terjadi aktivasi platelet lebih lanjut.
Selain pembentukan thromboxane A2, aktivasi platelet oleh agonis
meningkatkan perubahan konformasi pada reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Ketika
reseptor ini dikonversi menjadi bentuk fungsionalnya, reseptor ini akan
membentuk protein adhesive seperti fibrinogen. Fibrinogen adalah molekul
multivalent yang dapat berikatan dengan dua plateet secara simultan,
menghasilkan ikatan silang patelet dan agregasi. Kaskade koagulasi mengalami
aktivasi karena paparan faktor jaringan pada sel endotel yang rusak, tepatnya
pada area rupturnya plak. Aktivasi faktor VII dan X menyebabkan konversi
protrombin menjadi thrombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi
fibrin. Arteri koroner seringkali mengalami oklusi karena thrombus yang terdiri
dari agregat platelet dan benang-benang fibrin.
Pada sebagian kecil kasus, STEMI dapat terjadi karena emboli arteri
koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit
sistemik, terutama inflamasi. Besarnya kerusakan myocardial yang disebabkan
oklusi koroner tergantung pada
a. Daerah yang disuplai oleh pembuluh darah yang mengalami oklusi
b. Apakah pembuluh darah mengalami oklusi total atau tidak
c. Durasi oklusi koroner
d. Kuantitas darah yang disuplai oleh pembuluh darah kolateral pada jaringan
yang terkena

10

e. Kebutuhan oksigen pada miokardium yang suplai darahnya menurun secara


tiba-tiba
f. Faktor lain yang dapat melisiskan thrombus secara dini dan spontan
g. Keadekuatan perfusi miokard pada zona infark ketika aliran pada arteri
koroner epikardial yang mengalami oklusi telah dikembalikan.
E. Pemeriksaan Penunjang
Nilai pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi diagnosis STEMI
dapat dibagi menjadi 4, yaitu: ECG, serum cardiac biomarker, cardiac imaging,
dan indeks nonspesifik nekrosis jaringan dan inflamasi.
1. Electrocardiograf (ECG)
Adanya elevasi segmen ST pada sadapan tertentu
a) Lead II, III, aVF : Infark inferior
b) Lead V1-V3 : Infark anteroseptal
c) Lead V2-V4 : Infark anterior
d) Lead 1, aV L, V5-V6 : Infark anterolateral
e) Lead I, aVL : Infark high lateral
f) Lead I, aVL, V1-V6 : Infark anterolateral luas
g) Lead II, III, aVF, V5-V6 : Infark inferolateral
h) Adanya Q valve patologis pada sadapan tertentu
2. Serum Cardiac Biomarker
Beberapa protein tertentu, yang disebut biomarker kardiak, dilepas dari
otot jantung yang mengalami nekrosis setelah STEMI. Kecepatan pelepasan
protein spesifik ini berbeda-beda, tergantung pada lokasi intraseluler, berat
molekul, dan aliran darah dan limfatik local. Biomarker kardiak dapat
dideteksi pada darah perifer ketika kapasitas limfatik kardiak untuk
membersihkan bagian interstisium dari zona infark berlebihan sehingga ikut
beredar bersama sirkulasi.
a) cTnT dan cTnI
Cardiac-specific troponin T (cTnT) dan cardiac-specific troponin I
(cTnI) memiliki sekuens asam amino yang berbeda dari protein ini yang
ada dalam otot skeletal. Perbedaan tersebut memungkinkan dilakukannya
quantitative assay untuk cTnT dan cTnI dengan antibody monoclonal
yang sangat spesifik. Karena cTnT dan cTnI secara normal tidak
terdeteksi dalam darah individu normal tetapi meningkat setelah STEMI
menjadi >20 kali lebih tinggi dari nilai normal, pengukuran cTnT dan

11

cTnI dapat dijadikan sebagai pemeriksaan diagnostic. Kadar cTnT dan


cTnI mungkin tetap meningkat selama 7-10 hari setelah STEMI.
b) CKMB
Creatinine phosphokinase (CK) meningkat dalam 4-8 jam dan
umumnya kembali normal setelah 48-72 jam. Pengukuran penurunan total
CK pada STEMI memiliki spesifisitas yang rendah, karena CK juga
mungkin meningkat pada penyakit otot skeletal, termasuk infark
intramuscular. Pengukuran isoenzim MB dari CK dinilai lebih spesifik
untuk STEMI karena isoenzim MB tidak terdapat dalam jumlah yang
signifikan pada jaringan ekstrakardiak. Namun pada miokarditis,
pembedahan kardiak mungkin didapatkan peningkatan kadar isoenzim
MB dalam serum.
3. Cardiac Imaging
a) Echocardiography
Abnormalitas

pergerakan

dinding

pada

two-dimentional

echocardiography hampir selalu ditemukan pada pasien STEMI.


Walaupun STEMI akut tidak dapat dibedakan dari scar miokardial
sebelumnya atau dari iskemia berat akut dengan echocardiography,
prosedur ini masih digunakan karena keamanannya. Ketika tidak terdapat
ECG untuk metode diagnostic STEMI, deteksi awal aka nada atau
tidaknya abnormalitas pergerakan dinding dengan echocardiography
dapat digunakan untuk mengambil keputusan, seperti apakah pasien harus
mendapatkan terapi reperfusi. Estimasi echocardiographic untuk fungsi
ventrikel kiri sangat berguna dalam segi prognosis, deteksi penurunan
fungsi ventrikel kiri menunjukkan indikasi terapi dengan inhibitor RAAS.
Echocardiography juga dapat mengidentifikasi infark pada ventrikel
kanan, aneurisma ventrikuler, efusi pericardial, dan thrombus pada
ventrikel kiri. Selain itu, Doppler echocardiography juga dapat
mendeteksi dan kuantifikasi VSD dan regurgitasi mitral, dua komplikasi
STEMI.
b) High resolution MRI
Infark miokard dapat dideteksi secara akurat dengan high resolution
cardiac MRI.
c) Angiografi

12

Tes diagnostik invasif dengan memasukan katerterisasi jantung


yang memungkinkan visualisasi langsung terhadap arteri koroner besar
dan pengukuran langsung terhadap ventrikel kiri.
4. Indeks Nonspesifik Nekrosis Jaringan dan Inflamasi
Reaksi nonspesifik terhadap injuri myocardial berhubungan dengan
leukositosis polimorfonuklear, yang muncul dalam beberapa jam setelah
onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Hitung sel darah putih seringkali
mencapai 12.000-15.000/L. Kecepatan sedimentasi eritrosit meningkat secara
lebih lambat dibandingkan dengan hitung sel darah putih, memuncak selama
minggu pertama dan kadang tetap meningkat selama 1 atau 2 minggu.
F. Penatalaksanaan
1. Pre Hospital
Tatalaksana pra-rumah sakit. Prognosis STEMI sebagian besar
tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi elektrikal
(aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian besar kematian di
luar RS pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang
sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari
separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana
pra-RS pada pasien yang dicurigai STEMI :
Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis
Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan

resusitasi
Transportasi pasien ke RS yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta staf
medis dokter dan perawat yang terlatih
Terapi REPERFUSI
Tatalaksana di IGD. Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang

dicurigai

STEMI

mencakup

mengurangi/menghilangkan

nyeri

dada,

identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera,


triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di RS dan menghindari
pemulangan cepat pasien dengan STEMI.
2. Hospital
a) Aktivitas
Faktor-faktor yang meningkatkan kerja jantung selama masa-masa awal
infark dapat meningkatkan ukuran infark. Oleh karena itu, pasien dengan
STEMI harus tetap berada pada tempat tidur selama 12 jam pertama.
Kemudian, jika tidak terdapat komplikasi, pasien harus didukung untuk
13

untuk melanjutkan postur tegak dengan menggantung kaki mereka ke sisi


tempat tidur dan duduk di kursi dalam 24 jam pertama. Latihan ini
bermanfaat secara psikologis dan biasanya menurunkan tekanan kapiler
paru. Jika tidak terdapat hipotensi dan komplikasi lain, pasien dapat
berjalan-jalan di ruangan dengan durasi dan frekuensi yang ditingkatkan
secara bertahap pada hari kedua atau ketiga. Pada hari ketiga, pasien harus
sudah dapat berjalan 185 m minimal tiga kali sehari.
b) Diet
Karena adanya risiko emesis dan aspirasi segera setelah STEMI, pasien
hanya diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun pada 4-12 jam
pertama. Asupan nutrisi yang diberikan harus mengandung kolesterol
300 mg/hari. Kompleks karbohidrat harus mencapai 50-55% dari kalori
total. Diet yang diberikan harus tinggi kalium, magnesium, dan serat tetapi
rendah natrium.
c) Bowel
Bedrest dan efek narkotik yang digunakan untuk menghilangkan nyeri
seringkali menyebabkan konstipasi. Laksatif dapat diberikan jika pasien
mengalami konstipasi
3. Farmakoterapi
a) Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg
dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain
mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen
dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard
dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena infark atau
pembuluh darah kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung, dapat
diberikan NTG intravena. NTG IV juga dapat diberikan untuk
mengendalikan hipertensi dan edema paru. Terapi nitrat harus dihindarkan
pada pasien dengan tensi sistolik <90 mmHg atau pasien yang dicurigai
menderita infark ventrikel kanan.
b) Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik
pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan
dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulangi dengan interval 5-15 menit

14

sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada
pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan,
sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan
tekanan arteri. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang
menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien
dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian
atropine 0,5 mg IV.
c) Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI
dan efektif pada spektrum SKA. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit
yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi
aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di UGD. Selanjutnya aspirin
diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
d) Beta-adrenoreceptor blocker
Pemberian beta blocker intravena secara akut dapat memperbaiki
hubungan supply-demand oksigen, menurunkan nyeri, menurunkan ukuran
infark, dan menurunkan insiden ventricular aritmia.
e) Terapi reperfusi
Terapi reperfusi yaitu menjamin aliran darah koroner kembali menjadi
lancar. Reperfusi ada 2 macam yaitu berupa tindakan kateterisasi (PCI)
yang berupa tindakan invasive (semi-bedah) dan terapi dengan obat
melalui jalur infuse (agen fibrinolitik).
G. Komplikasi
1. Disfungsi ventrikel
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan bentuk, ukuran,
dan ketebalan baik pada segmen yang infark maupun non infark. Proses ini
dinamakan remodeling ventricular. Secara akut, hal ini terjadi karena
ekspansi infark, disrupsi sel-sel miokardial yang normal, dan kehilangan
jaringan pada zona nekrotik. Pembesaran yang terjadi berhubungan dengan
ukuran dan lokasi infark.
2. Gagal pemompaan (pump failure)
Merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI.
Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat
gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.

15

Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi
jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
3. Aritmia
Insiden aritmia setelah STEMI meningkat pada pasien setelah gejala
awal. Mekanisme yang berperan dalam aritmia karena infark meliputi
ketidakseimbangan sistem saraf otonom, ketidakseimbangan elektrolit,
iskemia, dan konduksi yang lambat pada zona iskemik.
4. Gagal jantung kongestif
Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium.
Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti vena
pulmonalis, sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan
mengakibatkan kongesti vena sistemik.
5. Syok kardiogenik
Diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark
yang massif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Timbul
lingkaran setan akibat perubahan hemodinamik progresif hebat yang
ireversibel dengan manifestasi seperti penurunan perfusi perifer, penurunan
perfusi koroner, peningkatan kongesti paru-paru, hipotensi, asidosis
metabolic, dan hipoksemia yang selanjutnya makin menekan fungsi
miokardium.
6. Edema paru akut
Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di
rongga interstisial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda
adanya kongesti paru tingkat lanjut, di mana cairan mengalami kebocoran
melalui dinding kapiler, merembes keluar, dan menimbulkan dispnea yang
sangat berat. Kongesti paru terjadi jika dasar vascular paru menerima darah
yang berlebihan dari ventrikel kanan yang tidak mampu diakomodasi dan
diambil oleh jantung kiri. Oleh karena adanya timbunan cairan, paru menjadi
kaku dan tidak dapat mengembang serta udara tidak dapat masuk, akibatnya
terjadi hipoksia berat.
7. Disfungsi otot papilaris
Disfungsi iskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris akan
mengganggu fungsi katup mitralis, sehingga memungkinkan eversi daun
katup ke dalam atrium selama sistolik. Inkompetensi katup mengakibatkan
aliran retrograde dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dengan dua akibat

16

yaitu pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan kongesti pada atrium kiri
dan vena pulmonalis.
8. Defek septum ventrikel
Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan rupture dinding
septum sehingga terjadi defek septum ventrikel.
9. Rupture jantung
Rupture dinding ventrikel yang bebas dapat terjadi pada awal
perjalanan infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum
pembentukan parut. Dinding nekrotik yang tipis pecah, sehingga terjadi
peradarahan massif ke dalam kantong pericardium yang relative tidak elastic
dapat berkembang. Kantong pericardium yang terisi oleh darah menekan
jantung, sehingga menimbulkan tamponade jantung. Tamponade jantung ini
akan mengurangi aliran balik vena dan curah jantung.
10. Aneurisma ventrikel
Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan anterior atau apeks
jantung. Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada setiap
sistolik dan teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup.
11. Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi
kasar yang merupakan predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan thrombus
mural intrakardium dapat terlepas dan terjadi embolisasi sistemik.
12. Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung
berkontak dan menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan pericardium
dan menimbulkan reaksi peradangan.

17

H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
Airway
Apakah terpasang ET, mayo, NGT, nasal kanul, ventilator
Apakah ada sumbatan pada saluran pernapasan (misalnya

secret,darah)
Apakah ada buyi napas abnormal
Breathing
Bagaimana pola napas, gerakan dada, irama, factor pencetus sesak,

kedalaman pernapasan
Circulation
Nadi apical kuat/lemah
Frekuensi
Kesadaran (GCS)
Ekposure
Oedema, lesi, jaringan parut, nyeri, suhu
b. Pengkajian Sekunder

Aktivitas/istirahat
Gejala: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, riwayat pola hidup
menetap, jadual olahraga tak teratur. Tanda: takikardia, dispnea pada
istirahat/kerja.

Sirkulasi
Gejala: riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal jantung
koroner, masalah TD, DM.
Tanda:
1) TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari
tidur sampai duduk/berdiri
2) Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin
terjadi.
3) Bunyi jantung ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal
jantung/penurunan kontraktilitas atau komplian ventrikel.
4) Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot
papilar
5) Friksi; dicurigai perikarditis.
6) Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.
18

7) Edema, edema perifer, krekels mungkin ada dengan gagal


jantung/ventrikel.
8) Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.

Integritas ego
Gejala: menyangkal gejala penting, takut mati, perasaan ajal sudah
dekat, marah pada penyakit/perawatan yang tak perlu, khawatir
tentang keluarga, pekerjaan dan keuangan.
Tanda: menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah,
marah, perilaku menyerang, dan fokus pada diri sendiri/nyeri.

Eliminasi: bunyi usus normal atau menurun


Makanan/cairan
Gejala: mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu
hati/terbakar.
Tanda:penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat, muntah, dan
perubahan berat badan

Hygiene: kesulitan melakukan perawatan diri

Neurosensori
Gejala: pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun
(duduk/istirahat)
Tanda: perubahan mental dan kelemahan

Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala:
Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan dengan
aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin.
Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat
menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti
epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher
Kualitas nyeri crushing, menusuk, berat, menetap, tertekan, seperti
dapat dilihat.
Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin pengalaman
nyeri paling buruk yang pernah dialami.

19

Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi, dengan
DM, hipertensi dan lansia.
Tanda:

Wajah meringis, perubahan postur tubuh.

Menangis, merintih, meregang, menggeliat.

Menarik diri, kehilangan kontak mata

Respon

otonom:

perubahan

frekuensi/irama

jantung,

TD,

pernapasan, warna kulit/kelembaban, kesadaran.

Pernapasan
Gejala: dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk produktif/tidak
produktif, riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis
Tanda:peningkatan frekuensi pernapasan, pucat/sianosis, bunyi napas bersih
atau krekels, wheezing, sputum bersih, merah muda kental.

Interaksi social
Gejala: stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga) dan kesulitan koping
dengan stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi)
Tanda: kesulitan istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat, dan
menarik diri dari keluarga

Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, stroke, hipertensi,
penyakit vaskuler perifer, dan riwayat penggunaan tembakau
Pengkajian fisik
Penting untuk mendeteksi komplikasi dan harus mencakup hal-hal berikut:

Tingkat kesadaran

Nyeri dada (temuan klinik yang paling penting)

Frekwensi dan irama jantung: Disritmia dapat menunjukkan tidak


mencukupinya oksigen ke dalam miokard

Bunyi jantung: S3 dapat menjadi tanda dini ancaman gagal jantung

20

Tekanan darah: Diukur untuk menentukan respons nyeri dan pengobatan,


perhatian tekanan nadi, yang mungkin akan menyempit setelah serangan
miokard infark, menandakan ketidakefektifan kontraksi ventrikel

Nadi perifer: Kaji frekuensi, irama dan volume

Warna dan suhu kulit

Paru-paru: Auskultasi bidang paru pada interval yang teratur terhadap tandatanda gagal ventrikel (bunyi krakles pada dasar paru)

Fungsi gastrointestinal: Kaji motilitas usus, trombosis arteri mesenterika


merupakan potensial komplikasi yang fatal

Status volume cairan: Amati haluaran urine, periksa adanya edema, adanya
tanda dini syok kardiogenik merupakan hipotensi dengan oliguria
Pemeriksaan Diagnostik

EKG
Echocardiogram
Lab CKMB, cTn, Mioglobin, CK, LDH

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering terjadi antara lain:
1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap oklusi
arteri koroner
2. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan pengembangan paru
tidak optimal, kelebihan cairan di dalam paru akibat sekunder dari edema paru
akut
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama,
konduksi elektri, penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik,
otot infark, kerusakan struktural
4. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah,
misalnya vasikonstriksi,hipovolemia, dan pembentukan troboemboli
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen miokard dengan kebutuhan, adanya iskemia/nekrotik jaringan
miokard, efek obat depresan jantung
6. Ansietas berhubungan dengan ketakutan akan kematian
7. Resiko ketidakpatuhan terhadap program perawatan diri yang berhubungan
dengan penolakan terhadap diagnosis miokard infark
21

3. Rencana Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap oklusi
arteri koroner
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri
berkurang
Kriteria hasil:

Nyeri dada hilang/terkontrol

Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi

Klien tampak rileks,mudah bergerak

Intervensi:
1. Kaji keluhan pasien mengenai nyeri dada, meliputi : lokasi, radiasi, durasi dan
faktor yang mempengaruhinya.
Rasional: Data tersebut membantu menentukan penyebab dan efek nyeri dada
serta merupakan garis dasar untuk membandingkan gejala pasca terapi.
2. Berikan istirahat fisik dengan punggung ditinggikan atau dalam kursi kardiak.
Rasional:Untuk mengurangi rasa tidak nyaman serta dispnea dan istirahat fisik
juga dapat mengurangi konsumsi oksigen jantung.
3. Kaji ulang riwayat angina sebelumnya, nyeri menyerupai angina
Rasional: Untuk membandingkan nyeri yang ada dari pola sebelumnya,sesuai
dengan identifikasi komplikasi seperti meluasnya infark, emboli paru, atau
perikarditis
4. Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera
Rasional : Untuk memberi intervensi secara tepat sehingga mengurangi
kerusakan jaringan otot jantung yang lebih lanjut
5. Berikan lingkungan yang tenang, aktivitas perlahan, dan tindakan nyaman
Rasional: Menurunkan rangsang eksternal
6. Bantu melakukan teknik relaksasi (napas dalam/perlahan,perilaku distraksi,
visualisasi, bimbingan imajinasi
Rasional:Membantu dalam menurunkan persepsi/respon nyeri
7. Periksa tanda vital sebelum dan sesudah obat narkotik
Rasional: Hipotensi /depresi pernapasan dapat terjadi sebagai akibat
pemberian narkotik. Dimana keadaan ini dapat meningkatkan kerusakan
miokardia pada adanya kegagalan ventrikel
8. Kolaborasi dengan tim medis pemberian:
Antiangina (NTG) Rasional: Untuk mengontrol nyeri dengan efek
vasodilatasi koroner, yang meningkatkan aliran darah koroner dan perfusi
miokardia

22

Penyekat (atenolol) Rasional: Untuk mengontrol nyeri melalui efek


hambatan rangsang simpatis, sehingga menurunkan fungsi jantung, TD
sistolik dan kebutuhan oksigen miokard
Preparat analgesik (Morfin Sulfat) Rasional: Untuk menurunkan nyeri
hebat, memberikan sedasi dan mengurangi kerja miokard
Pemberian oksigen bersamaan dengan analgesik Rasional: Untuk
memulihkan otot jantung dan untuk memastikan peredaan maksimum nyeri
(inhalasi oksigen menurunkan nyeri yang berkaitan dengan rendahnya tingkat
oksigen yang bersirkulasi).
2) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama,
konduksi elektri, penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik,
otot infark, kerusakan struktural
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam curah jantung
adekuat
Kriteria Hasil:

TD, curah jantung dalam batas normal

Haluaran urine adekuat

Tidak ada disritmia

Penurunan dispnea, angina

Peningkatan toleransi terhadap aktivitas

Intervensi :
1. Pantau tanda vital: frekuensi jantung, TD,nadi
Rasional: Untuk mengetahui adanya perubahan TD,nadi secara dini sehingga
memudahkan dalam melakukan intervensi karena TD dapat meningkatkan
rangsangan simpatis, kemudian turun bila curah jantung dipengaruhi.
2. Evaluasi adanya bunyi jantung S3,S4
Rasional: Untuk megetahui adanya komplikasi pada GJK gagal mitral untuk
S3, sedangkan S4 karena iskemia miokardia, kekakuan ventrikel, dan
hipertensi pulmonal /sistemik
3. Auskultasi bunyi napas
Rasional: Untuk mengetahui adanya kongesti paru akibat penurunan fungsi
miokard

23

4. Berikan makanan porsi makan kecil dan mudah dikunyah, batasi asupan
kafein,kopi, coklat, cola
Rasional: Untuk menghindari kerja miokardia, bradikardi,peningkatan
frekuensi jantung
Kolaborasi:
1. Berikan oksigen sesuai indikasi
Rasional: Untuk memenuhi kebutuhan miokard, menurunkan iskemia dan
disritmia lanjut
2. Pertahankan cairan IV
Rasional: Jalur yang paten untuk pemberian obat darurat pada disritmia/nyeri
dada
3. Kaji ulang seri EKG

24

Rasional: Memberikan informasi sehubungan dengan kemajuan/perbaikan


infark, fungsi ventrikel, keseimbangan elektrolit, dan efek terapi obat
4. Pantau laboratorium (enzim jantung, GDA, elektrolit)
Rasional: Untuk mengetahui perbaikan/perluasan infark adanya hipoksia,
hipokalemia/hiperkalsemia
5. Berikan obat antidisritmia
3) Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran
darah, misalnya vasikonstriksi, hipovolemia, dan pembentukan tromboemboli
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam perfusi jaringan
efektif
Kirteria Hasil:

Kulit hangat dan kering

Nadi perifer kuat

Tanda vital dalam batas normal

Kesadran compos mentis

Keseimbangan pemasukan dan pengeluaran

Tidak edema dan nyeri

Intervensi:
1. Observasi adanya perubahan tingkat kesadaran secara tiba-tiba
Rasional: Untuk mengetahui adanya penurunan curah jantung
2. Observasi adanya pucat, sianosis, kulit dingin/lembab da raba kekuatan nadi
perifer
Rasional: Vasokontriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung
3. Observasi adanya tanda Homan, eritema, edema
Rasional: Untuk mengetahui adanya trombosis vena dalam
4. Anjurkan klien untuk latihan kaki aktif/pasif
Rasional: Menurunkan stasis vena, meningkatkan aliran balik vena dan
menurunkan risiko tromboflebitis
5. Pantau pemasukan dan perubahan keluaran urine

25

Rasional: Penurunan/mual terus menerus dapat megakibatkan penurunan


volume sirkulasi, yang berdampak negatif pada perfusi dan fungsi organ
6. Pantau laboratorium, kreatinin, elektrolit
Rasional: Indikator dari perfusi atau fungsi organ
7. Beri obat sesuai indikasi

Heparin: Untuk menurunkan resiko tromboflebitis atau pembentukan


trombus mural

Cimetidine untuk menetralkan asam lambung dan iritasi gaster

4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai


oksigen miokard dengan kebutuhan, adanya iskemia/nekrotik jaringan
miokard, efek obat depresan jantung
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien
menunjukkan peningkatan aktivitas secara bertahap
Kriteria Hasil:

Klien dapat melakukan peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur


dengan frekuensi jantung/irama jantung dan TD dalam batas normal

Kulit teraba hangat, merah muda dan kering

Intervensi :
1. Pantau frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD sebelum, selama, dan
sesudah beraktivitas sesuai indikasi
Rasional: Untuk menentukan tingkat aktivitas klien yang tidak memberatkan
curah jantung
2. Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas pada dasar nyeri/respon hemodinamik,
berikan aktivitas senggang yang tidak berat
Rasional: Menurunkan kerja miokard, sehingga menurunkan risiko
komplikasi
3. Anjurkan pasien untuk tidak mengejan saat defekasi
Rasional: Dengan mengejan dapat mengakibatkan manuver valsava sehingga
terjadi bradikardi, menurunnya curah jantung, takikardi dan peningkatan TD
4. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat akyivitas

26

Rasional: Aktivitas yang maju memberikan kontrol jantung, meningkatkan


regangan dan mencegah aktivitas berlebihan
5. Observasi gejala yang menunjukkan tidak toleran terhadap aktivitas
Rasional: Palpitasi, nadi tidak teratur, adanya nyeri dada atau dispnea dapat
mengindikasikan kebutuhan perubahan program oalahraga atau diet

5) Ansietas yang berhubungan dengan ketakutan akan kematian

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan kecemasan klien hilang


Intervensi:
1. Kaji tingkat kecemasan pasien dan keluarganya serta mekanisme koping
Rasional: Data tersebut memberikan informasi mengenai perasaan sehat
secara umum dan psikologis sehingga gejala pasca terapi dapat dibandingkan.
2. Kaji kebutuhan bimbingan spiritual
Rasional: Jika pasien memerlukan dukungan keagamaan, konseling agama
akan membantu mengurangi kecemasan dan rasa takut.
3. Biarkan

pasien

dan

keluarganya

mengekspresikan

kecemasan

dan

ketakutannya
Rasional: Kecemasan yang tidak dapat dihilangkan (respons stress)
meningkatkan konsumsi oksigen jantung.
4. Manfaatkan waktu kunjungan yang fleksibel, yang memungkinkan kehadiran
keluarga untuk membantu mengurangi kecemasan pasien
Rasional: Kehadiran dukungan anggota keluarga dapat mengurangi
kecemasan pasien maupun keluarga.
5. Dukung partisipasi aktif dalam program rehabilitasi jantung
Rasional:

Rehabilitasi

jantung

yang

diresepkan

dapat

membantu

menghilangkan ketakutan akan kematian, dapat meningkatkan perasaan sehat.

27

Daftar Pustaka
Doengoes, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C.. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan. Jakarta: EGC.
Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. 2008.
Harrisons Principles of Internal Medicine 17th edition. The McGraw-Hill
Companies, Inc.
Kumar, Abbas, Fausto, Mitchel. 2007. Robbins Basic Pathology. Elsevier
Inc.
Muttaqin, A. 2009. Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Price, S. A., & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3.
Edisi 8. Jakarta : EGC.

28

Vous aimerez peut-être aussi