Vous êtes sur la page 1sur 25

Sabtu, 23 Juli 2011

Migrain ( Migren )
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dikeluhkan oleh pasien. Salah satu keluhan
tersebut adalah nyeri kepala sebelah atau yang dikenal sebagai migren. 30-40 % penduduk USA
pernah mengalami nyeri kepala hebat pada masa hidupnya, dimana nyeri tegang otot dan migren
menduduki peringkat nomor satu ( Sadeli, 2006 ).

Migren merupakan penyakit yang sering terjadi di masyarakat baik mulai dari anak-anak
sampai dewasa, akan tetapi jarang setelah umur 40 tahun. Diperkirakan 9% dari laki-laki, 16% dari
wanita, dan 3-4% dari anak-anak menderita migraine. Dua perseratus dari kunjungan baru di unit
rawat jalan penyakit saraf menderita nyeri kepala migraine ( Harsono, 2005 ).
Migren merupakan nyeri kepala primer. Nyeri kepala biasanya terasa berdenyut di satu sisi
kepala (unilateral) dengan intensitas sedang sampai berat dan bertambah dengan aktivitas. Dapat
disertai mual dan atau muntah atau fonofobia dan fotofobia Banyaknya dan frekuensi serangan
sangat beraneka-ragam, dari tiap hari sampai satu serangan per minggu atau bulan ( Sadeli, 2006 ).
Meski belum diketahui pasti penyebabnya, migren diperkirakan terjadi akibat adanya
hiperaktivitas impuls listrik otak yang meningkatkan aliran darah di otak dan mengakibatkan
terjadinya pelebaran pembuluh darah otak serta proses inflamasi (peradangan). Pelebaran dan
inflamasi ini menyebabkan timbulnya nyeri dan gejala lain, seperti mual. Semakin berat inflamasi

yang terjadi, semakin berat pula migrain yang diderita. Faktor genetik umumnya sangat berperan
pada timbulnya migren.
Nyeri kepala ini merupakan penyakit yang sering menyebabkan disabilitas, di lain pihak
sampai saat ini tampaknya belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan migren kecuali
hanya usaha mengendalikan serangan nyeri kepala ini. Diagnosis yang akurat, memberi
penerangan mengenai penyakitnya, berusaha menenangkan pasien serta memberi perhatian dan
mengajak pasien bekerja sama dalam mengenal gejala dini dan gejala migren pada umumnya serta
tindakan penanggulangannya merupakan bagian dari penatalaksanaan migren yang dapat
menurunkan angka morbiditas pasien.

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Migren adalah serangan nyeri kepala berulang, dengan karakteristik lokasi unilateral,
berdenyut dan frekuensi, lama serta hebatnya rasa nyeri yang beraneka ragam ( Sadeli, 2006 ).
Definisi migren adalah sebagai berikut, yaitu nyeri kepala yang berulang-ulang dan
berlangsung 2-72 jam dan bebas nyeri antara serangan nyeri kepalanya harus berhubungan dengan
gangguan visual atau gastrointestinal atau keduanya ( Harsono, 2005 ).
Menurut International Headache Society (IHS) migren adalah nyeri kepala vaskular berulang
dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam. Nyeri biasanya sesisi (unilateral), sifatnya
berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat, diperberat oleh aktivitas, dan dapat disertai
dengan mual dan atau muntah, fotofobia, dan fonofobia.

B. Epidemiologi
Migren dapat terjadi pada anak-anak sampai orang dewasa, biasanya jarang terjadi setelah
berumur lebih dari 50 tahun. Angka kejadian migren dalam kepustakaan berbeda-beda pada setiap
negara, umumnya berkisar antara 5 6 % dari populasi. Di Indonesia belum ada data secara
kongkret. Pada wanita migren lebih banyak ditemukan dibanding pria dengan skala 2:1. Wanita
hamil tidak luput dari serangan migren, pada umumnya serangan muncul pada kehamilan trimester
I.

C. Klasifikasi
Menurut The International Headache Society (1988), klasifikasi migren adalah sebagai
berikut:
1.

Migren tanpa aura

2.

Migren dengan aura


a.

Migren dengan aura yang khas

b. Migren dengan aura yang diperpanjang


c.

Migren dengan lumpuh separuh badan (familial hemiflegic migraine)

d. Migren dengan basilaris


e.

Migren aura tanpa nyeri kepala

f.

Migren dengan awitan aura akut

3.

Migren oftalmoplegik

4.

Migren retinal

5.

Migren yang berhubungan dengan gangguan intrakranial

6.

Migren dengan komplikasi

a.

Status migren (serangan migren dengan sakit kepala lebih dari 72 jam)

Tanpa kelebihan penggunaan obat

Kelebihan penggunaan obat untuk migren

b. Infark migren
7.

Gangguan seperti migren yang tidak terklasifikasikan


Dahulu dikenal adanya classic migraine dan common migraine. Classic migrainedidahului
atau disertai dengan fenomena defisit neurologik fokal, misalnya gangguan penglihatan, sensorik,
atau wicara. Sedangkan common migraine tidak didahului atau disertai dengan fenomena defisit
neurologik fokal. Oleh Ad Hoc Committee of the International Headache Society (1987) diajukan
perubahan nama atau sebutan untuk keduanya menjadi migren dengan aura untuk classic
migraine dan migren tanpa aura untuk common migraine ( Harsono, 2005 ).

D. Etiologi dan Faktor Pencetus


Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti faktor penyebab migren, di duga sebagai
gangguan neurobiologis, perubahan sensitivitas sistim saraf dan avikasi sistem trigeminal-vaskular,
sehingga migren termasuk dalam nyeri kepala primer.

Diketahui ada beberapa faktor pencetus timbulnya serangan migren yaitu:


1.

Menstruasi biasa pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya/ perubahan hormonal.
Beberapa wanita yang menderita migren merasakan frekuensi serangan akan meningkat
saat masa menstruasi. Bahkan ada diantaranya yang hanya merasakan serangan migren pada saat
menstruasi. Istilah menstrual migraine sering digunakan untuk menyebut migren yang terjadi pada
wanita saat dua hari sebelum menstruasi dan sehari setelahnya. Penurunan kadar estrogen dalam
darah menjadi biang keladi terjadinya migren.

2.

Kafein
Caffeine terkandung dalam banyak produk-produk makanan (cola, tea, coklat, kopi) dan
analgesic-analgesic OTC. Caffeine dalam dosis-dosis yang rendah dapat meningkatkan kesiap
siagaan dan energi, namun caffeine dalam dosis-dosis yang tinggi dapat menyebabkan insomnia,
keiritasian, ketakutan (anxiety), dan sakit-sakit kepala. Penggunaan yang berlebihan dari analgesicanalgesic yang mengandung caffeine menyebabkan kembalinya sakit-sakit kepala. Lebih jauh,
individu-individu yang mengkonsumsi tingkat-tingkat yang tinggi dari caffeine secara teratur adalah
lebih mudah mengembangkan sakit-sakit kepala penarikan (withdrawal headaches) ketika caffeine
dihentikan dengan tiba-tiba.

3.

Puasa dan terlambat makan


Puasa dapat mencetuskan terjadinya migren oleh karena saat puasa terjadi pelepasan
hormon yang berhubungan dengan stress dan penurunan kadar gula darah. Hal ini menyebabkan
penderita migren tidak dianjurkan untuk berpuasa dalam jangka waktu yang lama.

4.

Makanan misalnya akohol, coklat, susu, keju dan buah-buahan.


Cokelat dilaporkan sebagai salah satu penyebab terjadinya migren, namun hal ini dibantah
oleh beberapa studi lainnya yang mengatakan tidak ada hubungan antara cokelat dan sakit kepala
migren. Anggur merah dipercaya sebagai pencetus terjadinya migren, namun belum ada cukup bukti
yang mengatakan bahwa anggur putih juga bisa menyebabkan migren.
Tiramin (bahan kimia yang terdapat dalam keju, anggur, bir, sosis, dan acar) dapat
mencetuskan terjadinya migren, tetapi tidak terdapat bukti jika mengkonsumsi tiramin dalam jumlah

kecil akan menurunkan frekuensi serangan migren. Penyedap masakan atau MSG dilaporkan dapat
menyebabkan sakit kepala, kemerahan pada wajah, berkeringat dan berdebar debar jika dikonsumsi
dalam jumlah yang besar pada saat perut kosong. Fenomena ini biasa disebut Chinese restaurant
syndrome. Aspartam atau pemanis buatan yang banyak dijumpai pada minuman diet dan makanan
ringan, dapat menjadi pencetus migren bila dimakan dalam jumlah besar dan jangka waktu yang
lama.

5.

Cahaya kilat atau berkelip.


Cahaya - cahaya terang dan stimuli penglihatan lain yang berintensitas tinggi dapat
menyebabkan sakit-sakit kepala pada orang yang sehat serta pasien - pasien dengan sakit-sakit
kepala migren, namun orang yang menderita migren nampaknya mempunyai ambang batas yang
lebih rendah dari normal untuk nyeri sakit kepala yang diinduksi cahaya. Sinar matahari, televisi, dan
cahaya - cahaya yang berkilat semuanya telah dilaporkan mempercepat sakit-sakit kepala migren.

6.

Psikis baik pada peristiwa duka ataupun pada peristiwa bahagia (stress)

7.

Banyak tidur atau kurang tidur


Gangguan mekanisme tidur seperti tidur terlalu lama, kurang tidur, sering terjaga tengah
malam, sangat erat hubungannya dengan migren dan sakit kepala tegang, sehingga perbaikan dari
mekanisme tidur ini akan sangat membantu untuk mengurangi frekuensi timbulnya migren. Tidur
yang baik juga dilaporkan dapat memperpendek durasi serangan migren.

8.

Faktor herediter

9.

Faktor kepribadian

Pencetus (trigger) migren berasal dari:


1.

Korteks serebri: sebagai respon terhadap emosi atau stress,

2.

Talamus: sebagai respon terhadap stimulasi afferen yang berlebihan: cahaya yang menyilaukan,
suara bising, makanan,

3.

Bau-bau yang tajam,

4.

Hipotalamus sebagai respon terhadap 'jam internal" atau perubahan "lingkungan" internal
(perubahan hormonal),

5.

Sirkulasi karotis interna atau karotis eksterna: sebagai respon terhadap vasodilator, atau
angiografi.

E. Gejala dan Tanda


Migren adalah kondisi kronis dengan serangan-serangan yang berulang. Kebanyakan
(namun tidak semua ) serangan - serangan migren berhubungan dengan sakit-sakit kepala.

Sakit-sakit kepala migren biasanya digambarkan sebagai nyeri yang hebat, berdenyut dan terus
menerus yang melibatkan satu pelipis ( Adakalanya nyeri berlokasi pada dahi, sekitar mata, atau
pada belakang kepala ).

Nyeri biasanya unilateral ( pada satu sisi kepala ), meskipun kira-kira sepertiga dari waktu nyeri
adalah bilateral ( pada kedua sisi kepala ).

Sakit-sakit kepala unilateral secara khas merubah sisi-sisi dari satu serangan ke serangan
berikutnya. (Nyatanya, sakit-sakit kepala unilateral yang selalu terjadi pada sisi yang sama harus
menyiagakan dokter untuk mempertimbangkan sakit kepala sekunder, contohnya, satu yang
disebabkan oleh tumor otak).

Sakit kepala migren biasanya diperburuk oleh aktivitas-aktivitas harian seperti menaiki tangga.

Mual, muntah, diare, kepucatan muka, tangan-tangan dingin, kaki-kaki dingin, dan kepekaan pada
cahaya dan suara umumya disertai sakit-sakit kepala migraine. Sebagai akibat dari kepekaan ini
pada cahaya dan suara, penderita-penderita migraine biasanya menyukai berbaring dalam kamar
yang sunyi dan gelap selama serangan. Serangan yang khas berlangsung antara 4 dan 72 jam.

Perkiraan 40%-60% dari serangan-serangan migren didahului oleh gejala-gejala premonitory


(peringatan) yang berlangsung berjam-jam sampai berhari-hari. Gejala-gejala mungkin termasuk:

ngantuk,

keiritasian,

kelelahan,

depresi atau euphoria,

menguap, dan

ingin makan makanan manis atau asin.

Pasien-pasien dan anggota-anggota keluarga mereka biasanya mengatahuinya ketika


mereka mengamati gejala-gejala peringatan ini bahwa serangan migren sedang mulai.
Adapun gejala yang menyertai migren adalah mual, muntah, dan anoreksia.

Gejala visual baik yang positif dan negatif.

Gejala hemiferik.

1.

Hemiparesis

2.

Parestesia

3.

Gangguan berbahasa.

Gangguan batang otak:

1.

Vertigo

2.

Disartria

3.

Ataksia

4.

Diplopia

5.

Kuandriparesis

F. Patofisiologi
Dulu migren oleh Wolff disangka sebagai kelainan pembuluh darah (teori vaskular).
Sekarang diperkirakan kelainan primer di otak. Sedangkan kelainan di pembuluh darah sekunder. Ini
didasarkan atas tiga percobaan pada binatang :
1.

Penekanan aktivitas sel neuron otak yang menjalar dan meluas (spreading depression dari
Leao).
Teori depresi yang meluas Leao (1944), dapat menerangkan tumbuhnya aura pada migren
klasik. Leao pertama melakukan percobaan pada kelinci. Ia menemukan bahwa depresi yang
meluas timbul akibat reaksi terhadap macam rangsangan lokal pada jaringan korteks otak.
Depresi yang meluas ini adalah gelombang yang menjalar akibat penekanan aktivitas sel
neuron otak spontan. Perjalanan dan meluasnya gelombang sama dengan yang terjadi waktu kita
melempar batu ke dalam air. Kecepatan perjalanannya diperkirakan 2-5 mm per menit dan didahului

oleh fase rangsangan sel neuron otak yang berlangsung cepat. Jadi sama dengan perjalanan aura
pada migren klasik.
Percobaan ini ditunjang oleh penemuan Oleson, Larsen dan Lauritzen (1981). dengan
pengukuran aliran darah otak regional pada penderita-penderita migren klasik. Pada waktu
serangan migren klasik, mereka menemukan penurunan aliran darah pada bagian belakang otak
yang meluas ke depan dengan kecepatan yang sama seperti pada depresi yang meluas. Mereka
mengambil kesimpulan bahwa penurunan aliran darah otak regional yang meluas ke depan adalah
akibat dari depresi yang meluas.
Terdapat persamaan antara percobaan binatang oleh Leao dan migren klinikal, akan tetapi
terdapat juga perbedaan yang penting, misalnya tak ada fase vasodilatasi pada pengamatan pada
manusia, dan aliran darah yang berkurang berlangsung terus setelah gejala aura. Meskipun
demikian, eksperimen perubahan aliran darah memberi kesan bahwa manifestasi migren terletak
primer di otak dan kelainan vaskular adalah sekunder.

2.

Sistem trigemino-vaskular
Pembuluh darah otak dipersarafi oleh serat-serat saraf yang mengandung. substansi P (SP),
neurokinin-A (NKA) dan calcitonin-gene related peptid (CGRP).

Semua ini berasal dari ganglion nervus trigeminus sesisi SP, NKA. dan CGRP menimbulkan
pelebaran pembuluh darah arteri otak. Selain ltu, rangsangan oleh serotonin (5hydroxytryptamine)
pada ujung-ujung saraf perivaskular menyebabkan rasa nyeri dan pelebaran pembuluh darah sesisi.

Seperti diketahui, waktu serangan migren kadar serotonin dalam plasma meningkat. Dulu
kita mengira bahwa serotoninlah yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah pada fase aura.
Pemikiran sekarang mengatakan bahwa serotonin bekerja melalui sistem trigemino-vaskular yang
menyebabkan rasa nyeri kepala dan pelebaran pembuluh darah. Obat-obat anti-serotonin misalnva
cyproheptadine (Periactin) dan pizotifen (Sandomigran, Mosegor) bekerja pada sistem ini untuk
mencegah migren.

3.

lnti-inti syaraf di batang otak


Inti-inti saraf di batang otak misalnya di rafe dan lokus seruleus mempunyai hubungan
dengan reseptor-reseptor serotonin dan noradrenalin.

Juga dengan pembuluh darah otak yang letaknya lebih tinggi dan sumsum tulang daerah
leher yang letaknya lebih rendah. Rangsangan pada inti-inti ini menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh darah otak sesisi dan vasodilatasi pembuluh darah di luar otak. Selain itu terdapat
penekanan reseptor-reseptor nyeri yang letaknya lebih rendah di sumsum tulang daerah leher. Teori
ini menerangkan vasokonstriksi pembuluh darah di dalam otak dan vasodilatasi pembuluh darah di
luar otak, misalnya di pelipis yang melebar dan berdenyut.

G. Fase Fase pada Migren


1)

Fase Prodromal
Fase ini terdiri dari kumpulan gejala samar / tidak jelas, yang dapat mendahului serangan
migren. Fase ini dapat berlangsung selama beberapa jam, bahkan dapat 1-2 hari sebelum
serangan.
Gejalanya antara lain:

Psikologis : depresi, hiperaktivitas, euforia (rasa gembira yang berlebihan), banyak bicara
(talkativeness), sensitif / iritabel, gelisah, rasa mengantuk atau malas.

Neurologis : sensitif terhadap cahaya dan/atau bunyi (fotofobia & fonofobia), sulit berkonsentrasi,
menguap berlebihan, sensitif terhadap bau (hiperosmia)

Umum : kaku leher, mual, diare atau konstipasi, mengidam atau nafsu makan meningkat, merasa
dingin, haus, merasa lamban, sering buang air kecil.

2)

Aura
Umumnya gejala aura dirasakan mendahului serangan migren. Secara visual, aura
dinyatakan dalam bentuk positif atau negatif. Penderita migren dapat mengalami kedua jenis aura
secara bersamaan.Aura positif tampak seperti cahaya berkilauan, seperti suatu bentuk berpendar
yang menutupi tepi lapangan pengelihatan. Fenomena ini disebut juga sebagai scintillating scotoma
(scotoma = defek lapang pandang). Skotoma ini dapat membesar dan akhirnya menutupi seluruh
lapang pandang. Aura positif dapat pula berbentuk seperti garis-garis zig-zag, atau bintang-bintang.
Aura negatif tampak seperti lubang gelap/hitam atau bintik-bintik hitam yang menutupi
lapangan pengelihatannya. Dapat pula berbentuk seperti tunnel vision; dimana lapang pandang
daerah kedua sisi menjadi gelap atau tertutup, sehingga lapang pandang terfokus hanya pada
bagian tengah (seolah-seolah melihat melalui lorong).
Beberapa gejala neurologis dapat muncul bersamaan dengan timbulnya aura. Gejala-gejala
ini umumnya: gangguan bicara; kesemutan; rasa baal; rasa lemah pada lengan dan tungkai bawah;
gangguan persepsi penglihatan seperti distorsi terhadap ruang; dan kebingungan (confusion).

3)

Fase Serangan

Tanpa pengobatan, serangan migren umumnya berlangsung antara 4-72 jam. Migren yang
disertai aura disebut sebagai migren klasik. Sedangkan migren tanpa disertai aura merupakan
migren umum (common migraine).
Gejala-gejala yang umum adalah:
a)

Nyeri kepala satu sisi yang terasa seperti berdenyut-denyut atau ditusuk-tusuk. Nyeri kadangkadang dapat menyebar sampai terasa di seluruh bagian kepala

b)

Nyeri kepala bertambah berat bila melakukan aktivitas

c)

Mual, kadang disertai muntah

d) Gejala gangguan pengelihatan dapat terjadi


e)

Wajah dapat terasa seperti baal / kebal, atau semutan

f)

Sangat sensitif terhadap cahaya dan bunyi (fotofobia dan fonofobia)

g)

Wajah umumnya terlihat pucat, dan badan terasa dingin

h)

Terdapat paling tidak 1 gejala aura (pada migren klasik), yang berkembang secara bertahap selama
lebih dari 4 menit. Nyeri kepala dapat terjadi sebelum gejala aura atau pada saat yang bersamaan.

4)

Fase Postdromal
Setelah serangan migren, umumnya terjadi masa prodromal, dimana pasien dapat merasa
kelelahan (exhausted) dan perasaan seperti berkabut.

H. Kriteria Diagnosis
1.

Migren tanpa aura


Migren ini tidak jelas penyebabnya (idiopatik), bersifat kronis dengan manifestasi serangan
nyeri kepala 4-72 jam, sangat khas yaitu nyeri kepala unilateral, berdenyut-denyut dengan intensitas
sedang sampai berat dengan disertai mual, fonofobia, dan fotofobia. Nyeri kepala diperberat dengan
adanya aktivitas fisik.

2.

Migren dengan aura


Nyeri kepala ini bersifat idiopatik, kronis dengan bentuk serangan dengan gejala neurologik
(aura) yang berasal dari korteks serebri dan batang otak, biasanya berlangsung 5-20 menit dan
berlangsung tidak lebih dari 60 menit. Nyeri kepala, mual, atau tanpa fotofobia biasanya langsung

mengikuti gejala aura atau setelah interval bebas serangan tidak sampai 1 jam. Fase ini biasanya
berlangsung 4-72 jam atau sama sekali tidak ada.
Aura dapat berupa gangguan mata homonimus, gejala hemisensorik, hemifaresis, disfagia,
atau gabungan dari gejala diatas.

KRITERIA DIAGNOSIS MIGREN TANPA AURA


A. Sekurang-kurangnya 10 kali serangan termasuk B-D
B. Serangan nyeri kepala berlangsung antara 4-72 jam (tidak diobati atau
pengobatan tidak adekuat) dan diantara serangan tidak ada nyeri kepala
C. Nyeri kepala yang terjadi sekurang-kurangnya dua dari karakteristik
sebagai berikut:
1.

Lokasi unilateral

2.

Sifatnya berdenyut

3.

Intensitas sedang sampai berat

4.

Diperberat dengan kegiatan fisik

D. Selama serangan sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut


di bawah ini:
1.

Mual atau dengan muntah

2.

Fotofobia atau dengan fonofobia

E. Sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut di bawah ini:


1.

Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan adanya kelainan organik

2.

Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga adanya kelainan organik, tetapi pemeriksaan
neuro imaging dan pemeriksaan tambahan lainnya tidak menunjukkan kelainan.

KRITERIA DIAGNOSIS DENGAN AURA


A. Sekurang-kurangnya 2 serangan seperti tersebut dalam B
B. Sekurang-kurangnya terdapa 3 dari 4 karakteristik tersebut dibawah ini:

1.

Satu atau lebih gejala aura yang reversible yang menunjukkan disfungsi hemisfer dan/atau batang
otak

2.

Sekurang-kurangnya satu gejala aura berkembang lebih dari 4 menit, atau 2 atau lebih gejala aura
terjadi bersama-sama

3.

Tidak ada gejala aura yang berlangsung lebih dari 60 menit; bila lebih Dari satu gejala aura terjadi,
durasinya lebih lama Nyeri kepala mengikuti gejala aura dengan interval bebas nyeri kurang Dari 60
menit, tetapai kadang-kadang dapat terjadi sebelum aura

C. Sekurang-kurangnya terdapat satu dari yang tersebut dibawah ini:


1.

Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan adanya kelainan organik

2.

Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga adanya kelainan organik, tetapi pemeriksaan
neuro imaging dan pemeriksaan tambahan lainnya tidak menunjukkan kelainan

3.

Migren Hemiplegik familial


Migren dengan aura termasuk hemiparesis dengan criteria klinik yang sama seperti diatas
dan sekurang-kurangnya salah satu anggota keluarga terdekatnya mempunyai riwayat migren yang
sama

4.

Migren basilaris
Migren dengan aura yang jelas berasal dari batang otak atau dari kedua lobi oksipitales.
Kriteria klinik sama dengan yang diatas dengan tambahan dua atau lebih dari gejala aura seperti
berikut ini:

Gangguan lapangan penglihatan temporal dan nasal bilateral

Disartia

Vertigo

Tinitus

Penurunan pendengaran

Diplospi

Ataksia

Parastesia bilateral

Parestesia bilateral dan penurunan kesadaran

5.

Migren aura tanpa nyeri kepala


Migren jenis ini memiliki gejala aura yang khas tetapi tanpa diikuti oleh nyeri kepala.
Biasanya terdapat pada individu yang berumur lebih dari 40 tahun.

6.

Migren dengan awitan aura akut


Migren dengan aura yang berlangsung penuh kurang dari 5 menit. Kriteria diagnosisnya
sama dengan criteria migren dengan aura, dimana gejala neurologik ( aura ) terjadi seketika lebih
kurang 4 menit, nyeri kepala teradi selama 4-72 jam (bila tidak diobati atau dengan pengobatan
tetapi tidak berhasil), selama nyeri berlangsung sekurangnya disertai dengan mual atau muntah,
fonofobia/fotofobia. Untuk menyingkirkan TIA maka dilakukan pemeriksaan angiografi dan
pemeriksaan jantung serta darah.

7.

Migren oftalmoplegik
Migren jenis ini dicirikan oleh serangan yang berulangpulang yang berhubungan dengan
paresis satu atau lebih saraf otak okular dan tidak didapatkan kelainan organik. Kriteria diagnosis
terdiri dari sekurang-kurangnya 2 serangan disertai paresisi saraf otak III, IV, dan VI serta tidak
didapatkan kelainan serebrospinal.

8.

Migren retinal
Terjadi serangan berulang kali dalam bentuk skotoma monokular atau buta tidak lebih dari
satu jam. Dapet berhubungan dengan nyeri kepala atau tidak. Gangguan ocular dan vascular tidak
dijumpai.

9.

Migren yang berhubungan dengan gangguan intrakranial


Migren dan gangguan intracranial berhubungan dengan awitan secara temporal. Aura dan
lokasi nyeri kepala berhubungan erat dengan lesi intracranial. Keberhasilan pengobatan lesi
intrakranial akan diikuti oleh hilangnya serangan migren.

KRITERIA DIAGNOSIS MIGREN RETINAL


Sekurang-kurangnya terdiri dari 2 serangan sebagaimana tersebut di bawah ini:
A. Skotoma monokular yang bersifat reversibel atau buta tidak lebih dari 60 menit, dan dibuktikan
dengan pemeriksaan selama serangan atau penderita menggambarkan gangguan lapangan
penglihatan monocular selama serangan tersebut.
B. Nyeri kepala yang mengikuti gangguan visual dengan interval bebasnyeri tidak lebih dari 60 menit,
tetapi kadang-kadang lebih dari 60 menit. Nyeri kepala bisa tidak muncul apabila penderita
mempunyai jenis migren lain atau mempunyai 2 atau lebih keluarga terdekat yang mengalami
migren.
C. Pemeriksaan oftalmologik normal di luar serangan. Adanya emboli dapat mdapat disingkirkan
dengan

peneriksaan

angiografi,

CT

scan,

pemeriksaan

jantung

dan

KRITERIA DIAGNOSIS MIGREN DENGAN GANGGUAN INTRAKRANIAL


A. Sekurang-kurangnya terdapat satu jenis migren
B. Gangguan intracranial dibuktikan dengan pemeriksaan klinik dan neuro imaging
C. Terdapat satu atau keduanya dari:
1.

Awitan migren sesuai dengan awitan gangguan intrakranial

2.

Lokasi aura dan nyeri sesuai dengan lokasi gangguan intracranial

D. Bila pengobatan gangguan intracranial berhasil maka migren akan hilang dengan sendirinya

I.

Pemeriksaan Penunjang

darah.

Banyak dokter yang meminta suatu serial pemeriksaan darah untuk pemeriksaan penyakit
kelenjar gondok, anemia atau infeksi yang dapat menyebabkan sakit kepala. Kadang-kadang
diperlukan pemeriksaan sken otak seperti :

Computed

tomographic

scan

(CT-scan) atau magnetic

resonance

imaging

(MRI)

untuk menepis gangguan otak yang serius. Jika dicurigai adanya aneurisma pembuluh darah otak,
perlu dilakukan pemeriksaan angiogram.

Elektroensefalogram (EEG) dilakukan untuk mengukur aktivitas kerja otak. EEG ini dapat
mengidentifikasi suatu malfungsi saraf otak, tetapi tidak dapat menunjukkan secara tepat masalah
yang menyebabkan suatu sakit kepala.

Termografi, suatu teknik percobaan yang sedang dikembangkan untuk mendiagnosis sakit kepala
dan menjanjikan untuk menjadi alat klinis yang berguna dikemudian hari. Pada termografi, sebuah
kamera infra merah akan mengubah temperatur kulit menjadi suatu gambar yang berwarna atau
suatu termogram dengan berbagai warna yang berbeda sebagai akibat tingkat pemanasan yang
berbeda. Temperatur kulit ini dipengaruhi oleh aliran darah. Para saintis menemukan termogram
pada pasien-pasien yang menderita sakit kepala menunjukkan pola panas yang berbeda sangat
menyolok dari mereka yang tidak pernah atau jarang mengalami sakit kepala.

Tidak ada pemeriksaan khusus untuk mendiagnosis migren. Untuk menentukan sakit kepala
yang diklasifikasikan sebagai migren adalah setelah dilakukan pencatatan riwayat penyakit
(anamnesis) dan pemeriksaan fisik yang lengkap. Dokter akan menanyakan penderita mengenai
gejala-gejala yang dialaminya. Misalnya berapa sering sakit kepala terjadi, lokasi nyeri kepala,
lamanya dan gejala lainnya yang timbul sebelum, selama atau setelah sakit kepala tersebut. Perlu
suatu catatan harian yang mencatat karakteristik dari sakit kepala tersebut yang dihubungkan
dengan gaya hidup, diet, menstruasi dan penggunaan obat.

J.

Diagnosis Banding

1.

Nyeri kepala tegang (tension headache)

2.

Nyeri kepala Kluster (cluster headache)

3.

Gangguan peredaran darah sepintas ( Transient Ischemic Attack / TIA )

K. Penatalaksanaan
Penatalaksaan migrain secara garis besar dibagi atas mengurangi faktor resiko, terapi
farmaka dengan memakai obat dan terapi nonfarmaka.
Terapi farmaka dibagi atas dua kelompok yaitu terapi abortif (terapi akut) dan terapi preventif
(terapi pencegahan), walau pada terapi nonfarmaka juga dapat bertujuan untuk abortif dan
pencegahan.
Terapi abortif merupakan pengobatan pada saat serangan akut yang bertujuan untuk
meredakan serangan nyeri dan disabilitas pada saat itu dan menghentikan progresivitas. Pada
terapi preventif atau profilaksis migrain terutama bertujuan untuk mengurangi frekwensi, durasi dan
beratnya nyeri kepala ( Purnomo, 2006 ).
1)

Mengurangi faktor risiko/pencetus

Stres dan kecemasan

Kurang atau telalu banyak tidur, perubahan jadwal seperti jetlag.

Hipoglikemia (terlambat makan)

Kelelahan

Perubahan hormonal seperti haid, obat hormonal


Kadar estrogen yang berfluktuasi dapat dilakukan dengan menghentikan pil KB atau obatobat pengganti estrogen

Diet
Menghindari makanan tertentu cukup membantu pada 25-30% penderita migrain. Secara
umum, makanan yang harus dihindari adalah: MSG, beberapa minuman beralkohol (anggur merah,
prot, sherry, scotch, bourbon), keju (Colby, Roquefort, Brie, Gruyere, cheddar, bleu, mozzarella,
Parmesan, Boursault, Romano), coklat, dan aspartame.
Diet dilakukan selama 1 bulan. Apabila setelah 1 bulan gejala tidak membaik, berarti
modifikasi diet tidak bermanfaat. Apabila makanan menjadi pencetus gejala, maka jenis makanan
tersebut harus diidentifikasi dengan cara menambahkan satu jenis makanan sampai gejala muncul.
Sebaiknya dibuat diari makanan selama mengidentifikasi makanan apa yang menjadi pencetus
migrain, karena beberapa jenis makanan dapat langsung menimbulkan gejala (anggur merah,
MSG), sementara makanan lain baru menimbulkan gejala setelah 1 hari (coklat, keju) ( Harsono,
2005 ).

2)

Terapi Farmaka Migren

Terapi Abortif
Pada terapi abortif dapat diberikan analgesia nonspesifik yaitu analgesia yang dapat
diberikan pada kasus nyeri lain selain nyeri kepala, dan atau analgesia spesifik yang hanya bekerja
sebagai analgesia nyeri kepala. Secara umum dapat dikatakan bahwa terapi memakai analgesia
nonspesifik masih dapat menolong pada migrain dengan intensitas nyeri ringan sampai sedang.
Pada kasus sedang sampai berat atau berespons buruk dengan OAINS pemberian analgesia
spesifik lebih bermanfaat.
Domperidon atau metoklopramid sebagai antiemetik dapat diberikan saat serangan nyeri
kepala atau bahkan lebih awal yaitu pada saat fase prodromal. Fase prodromal migrain
dihubungkan dengan gangguan pada hipotalamus melalui neurotransmiter dopamin dan serotonin.
Pemberian antiemetik akan membantu penyerapan lambung di samping meredakan gejala penyerta
seperti mual dan muntah. Kemungkinan timbulnya efek samping antiemetik seperti sedasi dan
parkinsonism pada orang tua patut diperhatikan.

Analgesik nonspesifik
Yang termasuk analgesia nonspesifik adalah asetaminofen (parasetamol), aspirin dan obat
anti inflamasi nonsteroid (OAINS). Pada umumnya pemberian analgesia opioid dihindari.
Beberapa obat OAINS yang telah diteliti diberikan pada migrain antara lain adalah:
Diklofenak.
Ketorolak.
Ketoprofen.
Indometasin.
Ibuprofen.
Naproksen.
Golongan fenamat.
Ketorolak IM membantu pasien dengan mual atau muntah yang berat. Kombinasi antara
asetaminofen dengan aspirin atau OAINS serta penambahan kafein dikatakan dapat menambah

efek analgetik, dan dengan dosis masing-masing obat yang lebih rendah diharapkan akan
mengurangi efek samping obat. Mekanisme kerja OAINS pada umumnya terutama menghambat
enzim siklooksigenase sehingga sintesa prostaglandin dihambat ( Sadeli, 2006 ).
Pasien diminta meminum obatnya begitu serangan migrain terasa. Dosis obat harus adekuat
baik secara obat tunggal atau kombinasi. Apabila satu OAINS tidak efektif dapat dicoba OAINS yang
lain. Efek samping pemberian OAINS perlu dipahami untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan. Pada wanita hamil hindari pemberian OAINS setelah minggu ke 32 kehamilan. Pada
migrain anak dapat diberikan asetaminofen atau ibuprofen.

Analgesik spesifik
Yang termasuk analgesik spesifik yang sering digunakan adalah ergotamin, dihidroergotamin
(DHE) dan golongan triptan yang merupakan agonis selektif reseptor serotonin pada 5-HT1,
terutama mengaktivasi reseptor 5HT I B / 1 D. Di samping itu ergotamin dan DHE juga berikatan
dengan reseptor 5-HT2, 1dan 2- nonadrenergik dan dopamine ( Sadeli, 2006 ).
Analgesik spesifik dapat diberikan pada migrain dengan nyeri sedang sampai berat.
Pertimbangan harga kadang menjadi penghambat dipakainya analgesia spesifik ini, walaupun
golongan ini merupakan pilihan sebagai antimigren.
Ergot lebih murah dibanding golongan triptan tetapi efek sampingnya lebih besar. Penyebab
lain yang menjadi penghambat adalah preparat ini di Indonesia hanya tersedia dalam bentuk oral
dan dari golongan triptan hanya ada sumatriptan.
Ergotamin dan DHE diberikan pada migrain sedang sampai berat apabila analgesia
nonspesifik kurang terlihat hasilnya atau memberi efek samping. Dosis dan cara pemberian
ergotamin dan DHE harus diperhatikan.
Kombinasi ergotamin dengan kafein bertujuan untuk menambah absorpsi ergotamin selain
sebagai

analgesik

pula.

Hindari

pada

kehamilan,

hipertensi

tidak

terkendali,

penyakit

serebrovaskuler, kardiovaskuler dan penyakit pembuluh perifer (hati-hati pada pasien > 40 tahun)
serta gagal ginjal, gagal hati dan sepsis.
Efek samping yang mungkin timbul antara lain mual, dizziness, parestesia, kramp
abdominal. Ergotamin biasanya diberikan pada episode serangan tunggal. Dosis dibatasi tidak
melebihi 10 mg/minggu ( Sadeli, 2006 ).

Sumatriptan dapat meredakan nyeri, mual, fotofobia dan fonofobia sehingga memperbaiki
disabilitas pasien. Diberikan pada migrain berat atau pasien yang tidak memberikan respon dengan
analgesia nonspesifik dengan atau tanpa kombinasi. Dosis awal sumatriptan adalah 50 mg dengan
dosis maksimal dalam 24 jam 200 mg. Kontra indikasi antara lain adalah pasien, yang berisiko
penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler, hipertensi yang tidak terkontrol, migrain tipe
basiler. Efek samping berupa dizziness, heaviness, mengantuk, nyeri dada non kardial, disforia.
Golongan triptan generasi kedua (zolmitriptan, eletriptan, naratriptan, rizatriptan) yang tidak
ada di Indonesia sebenarnya mempunyai respons yang lebih baik, rekurensi nyeri kepala yang lebih
rendah dan lebih dapat ditoleransi.
Tabel 1 Analgesik Triptan pada Migren
Nama Obat

Dosis

Pemberian

Sumatriptan

6 mg

SC

Rizatriptan

10 mg

Oral

Eletriptan

80 mg

Oral

Zolmitriptan

5 mg

Oral

Eletriptan

40 mg

Oral

Sumatriptan

20 mg

Intranasal

Sumatriptan

100 mg

Oral

Rizatriptan

2,5 mg

Oral

Zolmitriptan

2,5 mg

Oral

Sumatriptan

50 mg

Oral

Naratriptan

2,5 mg

Oral

Eletriptan

20 mg

Oral

Terapi Profilaksis
Terapi preventif harus selalu diminum tanpa melihat adanya serangan atau tidak.
Pengobatan dapat diberikan dalam jangka waktu episodik, jangka pendek (subakut) atau jangka
panjang (kronis). Terapi episodik diberikan apabila faktor pencetus nyeri kepala dikenal dengan baik
sehingga dapat diberikan analgesia sebelumnya. Terapi preventif jangka pendek berguna apabila
pasien akan terkena faktor risiko yang telah dikenal dalam jangka waktu tertentu seperti pada

migrain menstrual. Terapi preventif kronis akan diberikan dalam beberapa bulan bahkan tahun
tergantung respons pasien. Biasanya diambil patokan minimal dua sampai tiga bulan.
Indikasi
Penyakit kambuh beberapa kali dalam sebulan
Penyakit berlangsung terus menerus selama beberapa minggu atau bulan
Penyakit sangat mengganggu kuafitas/gaya hidup penderita.
Adanya kontra indikasi atau efek samping yang tidak dapat ditoleransi terhadap terapi abortif.
Kecenderungan pemakaian obat yang berlebih pada terapi abortif.

Terapi profilaksis lini pertama: calcium channel blocker (verapamil), antidepresan trisiklik
(nortriptyline), dan beta blocker (propanolol)
Terapi profilaksis lini kedua: methysergide, asam valproat, asetazolamid.
Mekanisme kerja obat-obat tersebut tidak seluruhnya dimengerti. Diduga obat tersebut
menghambat pelepasan neuropeptida ke dalam pembuluh darah dural melalui efek antagonis pada
reseptor 5-HT2. Satu jenis obat profilaksis tidak lebih efektif daripada obat yang lain. oleh karena itu,
bila tidak ada kontraindikasi, verapamil lebih sering digunakan pada awal terapi karena efek
sampingnya paling minimal dibandingkan yang lain.
Apabila dizziness tidak dapat dikontrol dengan satu obat, gunakan jenis obat yang lain. Bila
dizziness sudah terkontrol, obat diberikan terus menerus selama minimal 1 tahun (kecuali
methysergide yang memerlukan interval bebas obat selama 3-4 minggu pada bulan ke-6 terapi).
Obat dapat diberikan ulang pada tahun berikutnya apabila dizziness muncul lagi setelah terapi
dihentikan.

Tabel 2 Terapi Farmaka Pencegahan Migren


Nama Obat

Dosis

Propranolol

40-240 mg/hari

Nadolol

20-160 mg/ hari

Metoprolol

50-100 mg/ hari

Timolol

20-60 mg/ hari

Atenolol

50-100 mg/ hari

Amitriptilin

10-200 mg/ hari

Nortriptilin

10-150 mg/ hari

Fluoksetin

10-80 mg/ hari

Mirtazapin

15-45 mg/ hari

Valproat
Topiramat
Gabapentin

3)

500-1500 mg/ hari


50-200 mg/ hari
900-3600 mg/ hari

Verapamil

80-640 mg/hari

Flunarizin

5-1 0 mg/hari

Nimodipin

30-60 mg qid

Terapi Nonfarmaka
Walaupun terapi farmaka merupakan terapi utama migren, terapi nonfarmaka tidak bisa
dilupakan. Pada kehamilan terapi nonfarmaka bahkan diutamakan. Terapi nonfarmaka dimulai
dengan edukasi dan menenangkan pasien (reassurance). Pada saat serangan pasien dianjurkan
untuk menghindari stimulasi sensoris berlebihan. Bila memungkinkan beristirahat di tempat gelap
dan tenang dengan dikompres dingin. Menghindari faktor pencetus mungkin merupakan terapi
pencegahan yang murah.
Intervensi terapi perilaku (behaviour) sangat berperan dalam mengatasi nyeri kepala yang
meliputi terapi cognitive-behaviour, terapi relaksasi serta terapi biofeedback dengan memakai alat
elektromiografi atau memakai suhu kulit atau pulsasi arteri temporalis. Olahraga terarah yang teratur
dan meningkat secara bertahap umumnya sangat membantu. Beberapa penulis mengusulkan terapi
alternatif lain seperti meditasi, hipnosis, akupunktur dan fitofarmaka. Pada migrain menstrual dapat
dianjurkan mengurangi garam dan retensi cairan.

L. Komplikasi
a)

Status Migren
Serangan migren dengan nyeri kepala lebih dari 72 jam walaupun telah diobati sebagaimana
mestinya. Telah diupayakan memberi obat yang berlebihan namaun demikian nyeri kepala tidak

kunjung berhenti. Contoh pemberian obat yang berlebihan misalnya minum ergotamin setiap hari
lebih dari 30 mg tiap bulan, aspirin lebih dari 45 gr, morfin lebih dari 2 kali per bulan, dan telah
mengkonsumsi lebih dari 300 mg diazepam atau sejenisnya setiap bulannya.

b) Infark Migren
Penderita termasuk dalam kriteria migren dengan aura. Serangan yang terjadi sama tetapi
defisit neurologik tetap ada setelah 3 minggu dan pemeriksaan CT scan menunjukkan hipodensitas
yang nyata. Sementara itu penyebab lain terjadinya infark dapat disingkirkan dengan pemeriksaan
angiografi, pemeriksaan jantung dan darah.

BAB III
KESIMPULAN

Migren merupakan nyeri kepala primer dengan serangan nyeri kepala berulang, dengan
karakteristik lokasi unilateral, berdenyut dan frekuensi, lama serta hebatnya rasa nyeri yang
beraneka ragam dan diperberat dengan aktifitas.
Klasifikasi migrain menurut International Headache Society (HIS):
- Migrain tanpa aura (common migraine)
- Migrain dengan aura (classic migraine)
- Migraine with prolonged aura
- Basilar migraine (menggantikan basilar artery migraine)
- Migraine aura without headache (menggantikan migraine equivalent atau achepalic migraine)
- Benign paroxysmal vertigo of childhood
- Migrainous infraction (menggantikan complicated migraine)
- Migren hemiplegic familial
- Migren oftalmoplegik
- Migren retinal
- Migren yang berhubungan dengan gangguan intracranial
Penatalaksaan migrain secara garis besar dibagi atas:
a. Mengurangi faktor resiko,

b. Terapi farmaka dengan memakai obat.


c. Terapi nonfarmaka.
Terapi farmaka dibagi atas dua kelompok yaitu terapi abortif (terapi akut) dan terapi preventif
(terapi pencegahan). Walaupun terapi farmaka merupakan terapi utama migren, terapi nonfarmaka
tidak bisa dilupakan. Bahkan pada kehamilan terapi nonfarmaka diutamakan.
DAFTAR PUSTAKA

Sadeli H. A. 2006. Penatalaksanaan Terkini Nyeri Kepala Migrain. Dalam Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah
Nasional II Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Airlangga University Press. Surabaya.
Harsono. 2005. Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua. Gajahmada University Press. Yogyakarta.
Dahlem M., Podoll K. 2007. Migraine Headache. http://www.migraine-aura.com/content/e27892/index_en.html
Purnomo H. 2006. Migrainous Vertigo. Dalam Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Nasional II Perhimpunan
Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Airlangga University Press. Surabaya.
Benson AG, Robbins W. 2006. Migraine Associated Vertigo.
http.www.emedicine.com/ent/topic727.htm
Zuraini, Yuneldi anwar, Hasan Sjahrir. 2005. Karakteristik Nyeri Kepala Migren dan Tension Type Headeche Di
Kotamadya Medan, Neurona, Vol 22 No. 2
Wibowo S., Gofir A. 2001. Farmakologi dalam Neurologi. Salemba Medika. Jakarta.
Aminoff, MJ et al. 2005. Lange medical book : Clinical Neurology, Sixth Edition, Mcgraw-Hill.
Dawn C. Buse, PhD, Marcia F. T. Rupnow, PhD, and Richard B. Lipton, MD. 2009. Assesing And Managing All
Aspect of Migraine. URL : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2676125
Dewanto George, dkk. 2007. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. EGC. Jakarta.
Harsono. 2005. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Harsono. 2007. Kapita Selekta Neurologi Edisi Kedua. Gadjah Mada University. Yogyakarta.
Mardjono Mahar dan Sidharta Priguna. 2004. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat:Jakarta.
Maria Piane, et al. 2007. Genetics of Migraine and pharmacogenomics: some consideration. URL:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2779399
Peter J. Goadsby, M.D., D.Sc.et al. 2002. Migraine - Current Understanding and Treatment.
URL : http://content.nejm.org/cgi/content/short/346/4/257
Sidharta Priguna. 2004. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Dian Rakyat:Jakarta.

Vous aimerez peut-être aussi