Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK IV
KELAS AJ2/B17
Zun Nurainy
C. Ketut Subiyanto
Hasanah Eka W.
Nur Maziyya
Siwi Sabdasih
Diyah Hita M.
Dessy Era P.
131411123044
131411123045
131411123048
131411123050
131411123052
131411123054
131411123056
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah konsep tumor mediastinum dan asuhan keperawatan pada
klien dengan tumor mediastinum?
C. TUJUAN
1.
Tujuan umum
Mengidentifikasi konsep tumor mediastinum dan asuhan keperawatan pada
klien dengan tumor mediastinum.
2.
Tujuan khusus
D. MANFAAT
1. Mahasiswa memahami konsep dan proses asuhan keperawatan pada klien yang
menjalani tumor mediastinum sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
2.2
Penger
t
ian
Tumor
primer
mediastinum
merupakan
menimbulkan
terletak
di
mediastinum
mediastinum anteriomedial,
sebagian
anterosuperior
kecil
kasus
atau
terletak di
thymus
tidak
normal.
Ini
mengandung
Gravis
masih
belum
sepenuhnya
produksi
antibodi
reseptor
asetilkolin
Timoma adalah tumor epitel yang bersifat jinak atau tumor dengan
derajat keganasan yang rendah dan ditemukan pada mediastinum
anterior. Timoma termasuk jenis tumor yang tumbuh lambat. Sering
terjadi invasi lokal ke jaringan sekitar tetapi jarang bermetastasis ke luar
toraks. Kebanyakan terjadi setelah usia lebih dari 40 tahun dan jarang
dijumpai pada anak dan dewasa muda. Jika pasien datang dengan
keluhan maka keluhan yang sering ditemukan adalah nyeri dada, batuk,
sesak atau gejala lain yang berhubungan dengan invasi atau penekanan
tumor ke jaringan sekitarnya. Satu atau lebih tanda dari sindrom
paratimik sering ditemukan pada pasien timoma, misalnya miastenia
gravis, hipogamaglobulinemi dan aplasia sel darah merah.
Klasifikasi
Ada beberapa klasifikasi untuk timoma, yaitu :
1) Timoma (klasifikasi Muller Hermerlink)
a)
Tipe meduler
b)
Tipe campuran
c)
d)
Tipe kortikal
2) Timik karsinoma
a) Low grade
b) High grade
Staging
a. Staging berdasarkan sistem Masaoka
1. Stage I, Makroskopis berkapsul, tidak tampak invasi ke kapsul
secara mikroskopis
2. Stage II, Invasi secara makroskopis ke jaringan lemak sekitar
pleura mediastinum atau invasi ke kapsul secara mikroskopis
3. Stage III, Invasi secara makroskopis ke organ sekitarnya
4. Stage IV.A, Penyebaran ke pleura atau perikard
5. Stage IV.B, Metastasis limfogen atau hematogen.
Masaoka membagi staging berdasarkan penampakan mikroskopis dan
makroskopis. Tumor timoma noninvasif masih terbatas pada kelenjar
timus dan tidak menyebar ke organ lain. Semua sel tumor terdapat atau
terbungkus oleh kapsul dan secara mikroskopis tidak terlihat invasi ke
kapsul. Jika sel tumor invasi telah mencapai kapsul maka dikategorikan
timoma invasif (timoma ganas).
Manifestasi Klinis
Sebagian besar Timoma tidak memberikan keluhan
atau gejala, sering ditemukan secara tidak sengaja pada
pemeriksaan foto dada. Gejala klinik yang timbul berupa
nyeri dada, batuk, sesak, atau keluhan yang berhubungan
dengan penekanan organ-organ sekitar tumor berupa
stridor dan wheezing bila terjadi penekanan pada bronkus,
disfagi pada penekanan esophagus, bronkospasme pada
penekanan nervus vagus, juga gejala lain berupa nyeri
dada retrosternal, dan sindroma vena kava superior
(Indah & Wulandari,2010).
Pemeriksaan Penunjang
1. CT-Scan toraks dengan kontras
Selain dapat mendeskripsi lokasi
juga
dapat
pemeriksaan
kemungkinan
miestenia
ini
gravis
adalah
atau
mencari
myesthenic
reaction.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan timoma sangat bergantung pada invasif
atau tidaknya
tumor, staging dan klinis penderita. Terapi untuk timoma
adalah bedah,
10
kelenjar
timus
beserta
jaringan
lemak
telah
menjalani
reseksi
komplet
tetapi
harus
kontrol
lokal,
seperti
yang
dilaporkan
oleh
injury
pemberian
11
untuk stage II, 69,6% untuk stage III dan 50% untuk stage
IV.
2) Tumor sel germinal
Tumor sel germinal terdiri dari tumor seminoma, teratoma dan
nonseminoma. Tumor sel germinal di mediastinum lebih jarang
ditemukan daripada timoma, lebih sering pada laki-laki dan usia dewasa
muda. Kasus terbanyak adalah merupakan tumor primer di testis
sehingga bila diagnosis adalah tumor sel germinal mediastinum, harus
dipastikan bahwa primer di testis telah disingkirkan. Lokasi terbanyak di
anterior (superoanterior) mediastinum.
Klasifikasi
Klasifikasi histologi tumor sel germinal yaitu :
a. Seminoma
Seminoma adalah tumor yang sensitif terhadap radiasi
dan kemoterapi.
b. Nonseminoma
Merupakan tumor-tumor yang bersifat radioresisten.
1) Embrional
Karsinoma embrional terdiri dari sel yang kurang
berdiferensiasi dengan gambaran epithelial. Sekitar
20% dari kanker testis, terjadi pada usia 20 sampai
30 tahun dan sangat ganas. Pertumbuhannya sangat
cepat dan menyebar ke paru-paru dan hati
2) Koriokarsinoma
Tumor yang sangat ganas yang dapat terjadi dalam
gonad maupun ekstragonad.
3) Yolk sac Carcinoma
Karsinoma
yolk
sac
juga
disebut
tumor
sinus
12
c. Teratoma
Teratoma
merupakan
neoplasma
yang
terdiri
dari
benigna
mengandung
terutama
derivate
13
Terapi
Bedah
Teratoma ganas
Seminoma (Resectable)
Bedah
Metastasis
kemoterapi
Nonseminoma
Kemoterapi
&
radiasi
&
kemoterapi
Regimen kemoterapi untuk teratoma ganas antara
lain sisplatin, vinkristin, bleomisin dan methotrexate,
etoposid, daktinomisin dan siklofosfamid.
3) Tumor Saraf
Tumor saraf dapat tumbuh dari sel saraf disembarang tempat, lebih sering
di mediastinum posterior. Tumor itu dapat bersifat jinak atau ganas dan
biasanya diklasifikasikan berdasarkan jaringan yang membentuknya,
14
dibagi atas neural sheath yang sering bersifat jinak dan neurofibroma yang
paling sering ditemukan.
Klasifikasi
Klasifikasi histologi tumor saraf yaitu
a. Berasal dari saraf tepi
1. Neurofibroma
Neurofibroma adalah jenis tumor saraf yang terbanyak ditemukan.
Tumor ini merupakan priliferasi endoneural matriks dengan
dominasi dari sel schwann, yang berada diselubung sara
2. Neurilemoma
Merupakan salah satu jenis tumor saraf jinak berkapsul,
berkembang lambat, berasal dari sel schwann yang berdifferensiasi,
yang berlokasi dalam tulang tetapi kurang dari 1% tumor dalam
tulang.
3. Neurosarkoma
Neurosarcoma biasa berasal dari nurofibroma atau
schavannoma. Tumbuh pada syaraf perifer yang
letaknya dalam. Sifatnya tidak begitu ganas. Mula
mula setempat dengan batas batas yang tegas
tetapi lambat laun akan tumbuh infiltratif ke jaringan
sekitarnya dan menimbulkan residif.
b. Berasal dari ganglion simpatik
1. Ganglioneuroma & Ganglioneoroblastoma
Ganglioneuroma dan ganglioneuroblastoma adalah
tumor-tumor sistem saraf simpatis yang berasal dari
neural crest sympathogonia, yang merupakan sel-sel
yang tidak berdiferensiasi pada sistem saraf simpatis.
2. Neuroblastoma
Kanker yang berkembang dari sel-sel saraf yang
belum matang yang ditemukan di beberapa bagian
tubuh.
c. Berasal dari jaringan paraganglionik
1. Feokromositoma
Kondisi medis yang ditandai dengan pertumbuhan
abnormal dari sel-sel (tumor) yang secara normal
15
sindrom
pancoast
atau
Horner
karena
sehingga
akan
neurilemona
pemberian
memberikan hasil
(Schwannoma),
mungkin
kombinasi
radio
yang
Pada
baik.
perlu
diberikan
2.4 Etiologi
Secara umum faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab tumor adalah:
a. Penyebab kimiawi
Di berbagai negara ditemukan banyak tumor kulit pada pekerja pembersih
cerobong asap. Zat mengandung karbon dianggap sebagai penyebabnya.
16
17
2.5 Patofisiologi
Faktor
Faktor
Faktor
Faktor
Faktor
Faktor
Kimiawi
biomelokuler (genetik)
Initiation agent (unsur kimia, fisik, dan biologis)
Fisik
Kerusakan struktur sel (DNA)
Nutrisi
bioorganisme
Hormon
Mutasi gen
MK: Cemas
Mengaktifkan onkogen
Mengganti gen yang mengatur
Menonaktifkan
apoptosis
gen supresor kanker
ketakutan/ancaman
akan kematian,
tindakan diagnostik
dan penyakit kronis
Tumor Mediastinum
Memicu terbentuknya sel tumor
Terbentuk formasi tumor
Terbentuk neoplasma
Nervus
frenikus
tertekan
Nervus
interkostali
s tertekan
Vena
Kava
Superior
tertekan
Paru
tertekan
Trakea
tertekan
Kompresi
esofagus
Nervus
laringeus
inferior
tertekan
Paralisis
diafragm
a
Nyeri
dada
sindroma
vena cava
superior
Gangguan
difusi
Batuk,
dispnea,
pneumonitis
berulang, dan
stridor
Gangguan
menelan
Suara
serak
Serangan
batuk atau
bronkospas
me
MK:
Pola
napas
tidak
efektif
MK:
Nyeri
Akut
MK:
Gangguan
pertukaran
gas
MK:
Bersihan
jalan napas
tidak efektif
MK:
Perubahan
nutrisi:
kurang dari
kebutuhan
MK:
Gangguan
komunikasi
verbal
MK:
Bersihan
jalan
napas
tidak
Nervus
vagus
terteka
n
pi
dengan peningkatan penggunaan rontgenografi dada rutin, sebagian besar massa mediastinum terlihat pada pasien yang asimtomatik. Adanya gejala pada pasien
dengan massa mediastinum mempunyai kepentingan prognosis dan menggambarkan lebih tingginya kemungkinan neoplasma ganas.
Diskontinuitas
Perubahan kulit
yang diterapi
Mual dan
muntah
MK: Risiko
kerusakan
integritas kulit
MK: Perubahan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh
jaringan
MK:
Nyeri
MK:
Risiko
Infeks
i
19
Massa mediastinum bisa ditemukan dalam pasien asimtomatik, pada foto thorax rutin atau bisa menyebabkan gejala karena efek mekanik local sekunder
terhadap kompresi tumor atau invasi struktur mediastinum. Gejala sistemik bisa nonspesifik atau bisa membentuk kompleks gejala yang sebenarnya patogmonik
untuk neoplasma spesifik.
Keluhan yang biasanya dirasakan adalah :
1.
Batuk atau stridor karena tekanan pada trachea atau bronchi utama.
2.
3.
4.
5.
Serangan batuk dan spasme bronchus karena tekanan pada nervus vagus.
Walaupun gejala sistemik yang samar-samar dari anoreksia, penurunan berat badan dan meningkatnya rasa lelah mungkin menjadi gejala yang disajikan oleh
pasien dengan massa mediastinum, namun lebih lazim gejala disebabkan oleh kompresi local atau invasi oleh neoplasma dari struktur mediastinum yang berdekatan.
Nyeri dada timbul paling sering pada tumor mediastinum anterosuperior. Nyeri dada yang serupa biasanya disebabkan oleh kompresi atau invasi dinding dada
posterior dan nervus interkostalis. Kompresi batang trakhebronkhus biasanya memberikan gejala seperti dispneu, batuk, pneumonitis berulang atau gejala yang agak
jarang yaitu stridor. Keterlibatan esophagus bisa menyebabkan disfagia atau gejala obstruksi. Keterlibatan nervus laringeus rekuren, rantai simpatis atau plekus
brakhialis masing-masing menimbulkan paralisis plika vokalis, sindrom Horner dan sindrom Pancoast. Tumor mediastinum yang meyebabkan gejala ini paling
sering berlokalisasi pada mediastinum superior. Keterlibatan nervus frenikus bisa menyebabkan paralisis diafragma.
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Desen (2013) tumor mediastinum secara morfologis sulit dibedakan dari tumor primer maupun sekunder paru, limfadenopati, hemangioma, dll.
Metode pemeriksaan yang sering dipakai adalah :
a. Sinar X : dapat menunjukkan lokasi, kontur, densitas, ada tidaknya kalsifikasi atau osifikasi, dll, sehingga dapat menentukan secara awal jenis tumor.
Pemeriksaan minum barium dapat mengetahui apakah esofagus atau organ sekitar terketan.
b. Bronkoskopi atau esofagoskopi fiber : membantu menunjukkan kondisi dan derajat desakan pada bronkus atau esofagus, untuk menilai kemungkinan di operasi.
c. Mediastinoskopi : menunjukkan ada tidaknya pembesaran kelenjar limfe paratrakea, subkarina, juga dapat melakukan biopsi untuk diagnosis eitologik.
20
d. CT : terhadap tumor mediastinum anterior, limfadenopati, lesi jaringan lemak mediastinum (misal, lipoma) lebih dapat diandalkan dibandingkan sinar X.
Akurasi CT dalam diagnosis tumor dan limfadenopati mediastinum dapat mencapai 90% lebih.
e. MRI : memiliki kelebihan seperti parameter banyak, daya diferensisasi jaringan lunak tinggi, arah potongan fleksibel, gambar tak memeliki artefak tulang, aman
dan handal, tanpa rudapaksa radiasi. Memiliki kelebihan khusus dalam diagnosis tumor mediastinum.
f. Biopsi kelenjar limfe leher : tuberkulosis kelnejar limfe dan limfoma bronkial sering mengenai kelenjar limfe leher, biopsi kelenjar limfe dapat membantu
diagnosis.
g. Pemeriksaan isotop : kecurigaan tiroid intratorakal dapat diperiksa dengan isotop I-131, ini dapat membantu diagnosis tiroid ektopik, tumor tiroid.
h. Torakotomi eksplorasi : dengan semua pemeriksaan belm dapat memastikan sifat tumor, bila kondisi fisik umum memungkinkan, dapat dilakukan torakotomi
eksplorasi.
2.8 Diagnosis Banding
Penyakit berikut harus dibedakan dari tumor mediastinum :
a. Karsiparu tipe sentral : terdapat batuk, ekspektorasi dan gejala pernafasan lain, sinar X menunjukkan massa dihilusparu, berbentuk setengah bola atau lobulasi.
Pemeriksaan bronkus sering dapat menemukan tumor, dalam sputum dapat ditemukan sel tumor.
b. Tuberkulosis kelenjar limfe mediastinum : umumnya pada anak atau remaja, sering kali asimtomatik. Sebagian kecil disertai demam rendah, keringat malam,
dan gejalatoksikosis lain. Di hilus paru dapat tampak massa bulat atau lobulasi, sering disertai lesi tuberkulosis paru. Kadangkala tampak bercak kalsifikasi di
kelenjar limfe. Bila diagnosis banding sulit, dapat dilakukan tes tuberkulin atau diberikan terapi antituberkulosis jangka pendek.
c. Aneurisma aorta : umunya pada pasien usia lanjut. Sering terdapat riwayat hipertensi, hiperlipidemia, dll. Pemeriksaan fisik dapat terdengar bruit, pada
fluoroskopi tampak pulsasi dilatasi. Aortagrafi retrograd dapat memastikan diagnosis.
d. Sarkoidosis : sarkoidosis merupakan penyakit sistemik yang relatif sering ditemukan. Etiologinya belum jelas, karakteristiknya adalah timbulnya granuloma
epiteloid nonkaseosa meluas, mereka akhirnya akan diabsorpsi atau berubah menjadi jaringan ikat. Sering kali mengenai banyak organ sekaligus, tersering
mengenai banyak organ sekaligus, tersering mengenai hilus paru, kelenjar limfe mediastinum dan organ paru, lalu mata, kulit dan kelenjar limfe superfisial.
Diagnosis atas dasar riwayat penyakit, foto ronsen, tas tuberkulin OT sebagai reaksi lambat melemah, meningkatnya enzim konversi angiotensin (SACE), dll.
Biopsi dan pemeriksaan histologik lebih mudah menegakkan diagnosis.
21
e. Kista dermoid : merupakan kista berisi cairan, dinding kista dari jaringan ikat, dinding dalam dilapisi epitel skuamosa berlapis. Didalam kista berisi jaringan
dari dari ektoderm yaitu kulit, rambut, gigi, dll. Biasanya unilokular, ada kalanya bilokular atau multilokular.
f. Kista bronkus : dapat timbul dilokasi medistinum manapun, terletakk disamping trakea atau bronkus atau dekat karina bronkus. Kista bronkus umumnya
kongenital, sering ditemukan pada anak kurang dari 10 tahun. Biasanya asimtomatik, jika berhubungan dengan bronkus atau pleura, maka terbentuk fistulasi,
bila terinfeksi timbul batuk, hemoptisis, sputum purulen, bahkan piotoraks. Foto ronsen menunjukkan bagian superomedial, mediastinum medial, di dekat trakea
atau bronkus utama, tampak bayangan massa bulat atau oval, densitas homogen, berbatas tegas, tanpa lobulasi atau kalsifikasi. Jika kista berhubungan dengan
bronkus, dapat tampak permukaan cairan.
2.9 Penatalaksanaan
Menurut Syahruddin (2009) penatalaksanaan tumor mediastinum sangat bergantung pada sifat tumor, jinak atau ganas. Tindakan untuk tumor mediastinum yang
bersifat jinak adalah bedah, sedangkan untuk tumor ganas berdasarkan jenisnya. Jenis tumor mediastinum ganas yang paling sering ditemukan adalah timoma
(bagian dari tumor kelenjar timus), sel germinal dan tumor saraf. Secara umum terapi untuk tumor mediastinum ganas adalah multimodaliti yaitu bedah,
kemoterapi dan radiasi. Beberapa jenis tumor resisten terhadap radiasi dan/atau kemoterapi sehingga bedah menjadi pengobatan pilihan, tetapi banyak jenis
lainnya harus mendapatkan tindakan multimodaliti. Kemoradioterapi dapat diberikan sebelum bedah (neoadjuvan) atau sesudah bedah (adjuvan). Pilihan terapi
untuk timoma ditentukan oleh staging penyakit saat diagnosis. Untuk tumor sel germinal sangat bergantung pada subtipe tumor, tumor saraf dibedakan
berdasarkan jaringan yang dominan pada tumor.
1) Timoma
Stage
Stage I
Stage II
Stage III
Stage IV.A
Stage IV.B
Penatalaksanaan
Extended Thymo Thymectomy (ETT)
ETT + Radioterapi
ETT + Extended Resection (ER) + Radioterapi + Kemoterapi
Debulking + Kemoterapi + Radioterapi
Kemoterapi + Radioterapi + Debulking
Penatalaksanaan timoma sangat bergantung pada invasif atau tidaknya tumor, staging dan klinis penderita. Terapi untuk timoma adalah bedah, tetapi sangat
jarang kasus datang pada stage I atau noninvasif maka multimodaliti terapi (bedah, radiasi dan kemoterapi) memberikan hasil lebih baik. Jenis tindakan bedah
untuk timoma adalah Extended Thymo Thymectomy (ETT) atau reseksi komplet yaitu mengangkat kelenjar timus beserta jaringan lemak sekitarnya. ETT+ ER
22
yaitu tindakan reseksi komplet, sampai dengan jaringan perikard dan debulking reseksi sebagian yaitu pengangkatan massa tumor sebanyak mungkin. Jenis
operasi ini sangat bergantung pada staging dan klinis penderita. Reseksi komplet diyakini dapat mengurangi risiko invasi dan meningkatkan umur harapan
hidup.
Radioterapi tidak direkomendasikan untuk timoma yang telah menjalani reseksi komplet tetapi harus diberikan pada timoma invasif atau reseksi sebagian
untuk kontrol lokal.Kemoterapi diberikan dengan berbagai rejimen tetapi hasil terbaik adalah cisplatin based rejimen. Rejimen yang sering digunakan adalah
kombinasi sisplatin, doksorubisin dan siklofosfamid (CAP). Rejimen lain adalah doksorubisin, sisplatin, vinkristin dan siklofosfamid (ADOC). Rejimen yang
lebih sederhana yaitu sisplatin dan etoposid (PE) juga memberikan hasil yang tidak terlalu berbeda.
2) Tumor sel germinal
Terapi tumor sel germinal bergantung pada subtipe sel tumor dan staging penyakit. Bedah adalah terapi pilihan untuk teratoma jinak, teratoma ganas diterapi
dengan kemoterapi dan kalau perlu dilakukan reseksi setelah kemoterapi. Terapi untuk seminoma tergantung pada apakah masih resectable atau tidak,
sedangkan yang nonseminoma diberikan kemoterapi.
Terapi
Bedah
Teratoma ganas
Kemoterapi + reseksi
Seminoma (Resectable)
Metastasis
Kemoterapi
Nonseminoma
Kemoterapi
23
a. Seminoma
Untuk seminoma yang resectable terapi multimodaliti yaitu bedah, radiasi dan kemoterapi memberikan umur tahan hidup 5 tahun lebih dari 90%. Kriteria
resectable adalah tanpa gejala (asymptomatic), massa masih terbatas di mediastinum anterior dan tidak ada metastasis lokal (intratoraks) dan/atau metastasis
jauh. Sedangkan untuk kasus yang bermetastasis diberikan kemoterapi. Terapi radiasi atau kemoterapi sebagai pilihan terbaik untuk seminoma masih
diperdebatkan. Seminoma sangat radiosensitif, dosis radiasi maka reseksi komplet adalah 4500-5000 cGy. Kemoterapi yang diberikan adalah cisplatin based,
rejimen yang sering digunakan mengandung vinblastin, bleomisin dan sisplatin.
b. Nonseminoma
Tumor jenis ini jarang ditemukan, bila ditemukan lebih sering pada laki-laki dewasa muda. Cisplatin based kemoterapi adalah terapi untuk golongan ini dan
kadang dilakukan operasi pascakemoterapi (postchemoterapy adjuctive surgery). Rejimen yang digunakan sisplatin, bleomisin dan etoposid. Tetapi ada rejimen
yang terdiri dari sisplatin dan bleomisin yang diberikan 4 siklus.
c. Teratoma ganas
Regimen kemoterapi untuk teratoma ganas antara lain sisplatin, vinkristin, bleomisin dan methotrexate, etoposid, daktinomisin dan siklofosfamid.
3) Tumor saraf
Total reseksi adalah terapi pilihan, jika sel bersifat ganas atau reseksi tidak komplet maka radiasi pascabedah sangat dianjurkan. Pada jenis ganas, misalnya
neuroblastoma yang sulit dibedah, kemoterapi dilakukan sebelum pembedahan. Penatalaksanaan lainnya yang dilakukan pada klien yang mengalami tumor
mediastinum meliputi tindakan operatif dan konservatif (Desen, 2013).
a. Operasi
Sebagian besar tumor mediastinum primer bila tidak ada kontraindikasi, maka harus dioperasi. Meskipun tumor jinak atau kista, sesuai untuk dioperasi.
Mengenai seleksi pola operasi didasarkan pada kekhususan pasien dan tumor dapat dengan torakotomi biasa atau tindakan mikroinvasif dengan torakoskop
(VATS). Tumor ganas mediastinum yang telah mengginvasi organ sekitar tak dapat dioperasi atau sudah bermetastasis jauh merupakan kontrainndikasi operasi,
didasarkan atas jenis patologinya diberikan radioterapi atau kemoterapi. Hal yang perlu diperhatikan:
24
1) Insisi operasi
Untuk timoma sebaiknya memakai insisi anterolateral. Untuk tumor neurogenik kebanyakan dengan insisi posteralateral. Untuk tumor mediastinum yang
sangat besar harus dibuat insisi yang cukup besar. Selain itu, bagi fasilitas yang memiliki torakoskop, sebagian tumor mediastinum dapat dioperasi dengan
torakoskop.
2) Penanganan miastenia
Terapi tumor kelenjar timus terutama dengan operasi, kecuali secara klinis di pastikan tumor tak dapat dioperasi atau terdapat metastasis ekstratorakal.
Terlepas dari betapa kecilukuran tumor, harus dilakukan timektomi total da pembersihan jaringan lemak mediastinum anterior, untuk mencegah rekurensi.
Operasi harus mengeksisi pleura, perikard, paru, dll, yang terkena bagian yang tak dapat dieksisi diberi klip logam sebagai pertanda untuk radioterapi pasca
operasi. Hubungan timoma dan miastenia gravis relatif rumit, dewasa ini belum jelas benar.
Timoma dengan miastenia gravis, begitu terdiagnosis haru segera mengangkat tumor dan kelenjar timus. Preoperasi diberikan hormon dan obat
antikolinesterase, perhatikan aturan pemakaian obat untuk mengatai gejala dan memperbaiki kondisi fisik. Operasi harus dikerjakan dalam kondisi penyakit
yang stabil, dengan dosis obat relatif kecil. Terhadap pasien krisis miastenik, kondisinya harus diredakan sebelum dilakukan operasi. Segera sesudah
operasi, karena stress operasi, ada kemungkinan gejala memberat temporer atau timbul krisis miastenik. Oleh karena itu pasca operasi harus diobservasi
ketat, siapkan trakeotomi, penggunaan respirator untuk membantu napas setiap saat. Terhadap timoma invasif disertai miastenia seluruh tubuh, pasca
operasi dapat dilakukan trakeotomi preventif.
3) Masalah operasi tumor neurogenik berbentuk barbel
Tumor neurogenik berbentuk barbel sering tumbuh didalam foramen vertebral, separuh tumbuh diluar foramen vertebral, separuh tumbuh didalam foramen
vertebral, ketika dieksisi mudah timbul ruptur dan perdarahan dari pleksus vaskular intraforamen vertebral. Preoperasi dapat dilakukan angiografi
pembuluh darah interkostal, untuk memperjelas pembuluh darah pemasok tumor, lalu dilakukan embolisasi untuk mengurangi perdarahan intraoperasi. Bila
terjadi perdarahan saat operasi, durameter dapat dijahit dengan jarum bulat kecil, tergantung pada ligamen paravertebral, kemudian disumbat dengan spons
hemostasis. Tumor dieksisi setinggi foramen vertebral, lalu dikauter dengan pisau elektrik.
4) Masalah eksisi tumor sangat besar
Karena tumor dalam jangka panjang menekan trakea menimbulkan trakeomalasia pasca operasi dapat terjadi kolaps trakea hingga timbul asfiksia. Saat
operasi dapat menggantungkan trakea yang melunak itu pada jaringan didekatnya untuk mencegah timbulnya asfiksia.
5) Eksisi kista yang saangat besar
25
Terhadap kista yang sangat besar, jika mempengaruhi tindakan operasi, dapat terlebih dahulu mengeluarkan sebagian cairannya agar volume tumor
menyusut, barulah dlakukan striping intrakista.
b. Tindakan konservatif
Menurut Mutaqqin (2007) tindakan konservatif terdiri atas :
1) Pengurangan gejala-gejala dasar seperti penurunan gejala sesak nafas dan koreksi gangguan keseimbangan gas.
2) Koreksi/perbaikan kondisi umum serta pencegahan komplikasi.
3) Pemenuhan kebutuhan nutrisi, cairan, dan elektrolit serta aktivitas merupakan langkah yang perlu diambil secara terpadu untuk meningkatkan fungsi dasar dan
perbaikan kondisi umum klien.
4) Adaptasi biologis dan psiologis.
5) Penggunaan kemoterapi seperti sitostatika mungkkin digunakan dalam teerapi kausatif.
3.1 Komplikasi
Komplikasi dari kelainan mediastinum mereflekikan patologi primer yang utama dan hubungan antara struktur anatomic dalam mediastinum. Tumor atau
infeksi dalam mediastinum dapat menyebabkan timbulnya komplikasi melalui: perluasan dan penyebaran secara langsung, dengan melibatkan struktur-struktur
(sel-sel) bersebelahan, dengan tekanan sel bersebelahan, dengan menyebabkan sindrom paraneoplastik, atau melalui metastatic di tempat lain. Empat komplikasi
terberat dari penyakit mediastinum adalah:
1. Obstruksi trachea
2. Sindrom Vena Cava Superior
3. Invasi vascular dan catastrophic hemorrhage, dan
4. Rupture esofagus
26
1. Identitas
Nama pasien
Umur : Karsinoma cenderung ditemukan pada usia dewasa
Jenis kelamin : Laki-laki lebih beresiko daripada wanita
Suku /Bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering muncul adalah adanya sesak nafas dan nyeri dada yang berulang dan tidak khas, mungkin disertai/tidak disertai dengan batuk
atau batuk darah. Pada beberapa kasus, kebanyakan klien mencari pelayanan medis karena keluhan infeksinya. Predisposisi penyakit saluran pernafasan lain
seperti ISPA dan influenza sering terjadi dalam rentang waktu yang relatif lama dan berulang.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam rentang waktu yang relatif lama dan berulang, adanya riwayat tumor pada organ
lain.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya anggota keluarga yang menderita tumor paru ataupun tumor organ lain.
5. Pengkajian Psiko-Sosio-Spiritual
Adanya kesimpulan penekanan diagnosis medis karsinoma akan memberikan dampak yang luar biasa terhadap keadaan status psikologis klien. Mekanisme
koping biasanya maladaptif yang diikuti perubahan mekanisme peran dalam keluarga, kemampuan ekonomi untuk pengobatan, serta prognosis yang tidak
jelas merupakan faktor-faktor pemicu kecemasan dan ketidakefektifan koping individu dan keluarga.
6. Pemeriksaan Fisik Fokus
Pemeriksaan Per Sistem
a. Sistem pernafasan (B1)
27
Analisa Data
Data
Data Subyektif: sesak
nafas, dada tertekan,
Data Obyektif:
hiperventilasi,
penggunaan otot
Etiologi
Tekanan terhadap
organ, pembuluh
darah & jaringan di
sekitar
Nervus frenikus
Masalah
Pola napas tidak
efektif
28
diagfragma pernafasan
diafragma dan perut
meningkat, laju
pernafasan meningkat,
terdengar stridor,
tertekan
Paralisis diafragma
Tekanan terhadap
organ, pembuluh
darah & jaringan di
sekitar
Paru tertekan
Gangguan difusi
Gangguan Pertukaran
Gas
Gangguan
Tekanan terhadap
organ, pembuluh
darah & jaringan di
Bersihan jalan
napas tidak
efektif
Pertukaran
Gas
terdengar stridor,
ronchii pada lapang
paru, terdengar suara
nafas abnormal,
egophoni
Data Subyektif: sesak
nafas, dada tertekan,
batuk berdahak
29
Data Obyektif:,
terdengar stridor,
ronchii pada lapang
paru, terdengar suara
nafas abnormal,
egophoni
Data
mengeluh
Subjektif:
sulit
menelan
Data
Objektif:
sekitar
Trakea tertekan
Batuk, dispnea,
pneumonitis
berulang, dan
stridor
Bersihan jalan
napas tidak
efektif
Tekanan terhadap
organ, pembuluh
darah & jaringan di
sekitar
Nervus interkostalis
tertekan
Nyeri dada
Nyeri akut
Tekanan terhadap
organ, pembuluh
darah & jaringan di
sekitar
Kompresi esofagus
Nyeri akut
Perubahan
nutrisi: kurang
dari kebutuhan
tubuh
30
tidak
menghabiskan
makanan
Data
Subjektif:
Objektif:
Data
Subjektif:
turgor
Gangguan menelan
Perubahan
nutrisi: kurang
dari kebutuhan
tubuh
Tekanan terhadap
organ, pembuluh
darah & jaringan di
sekitar
Nervus laringeus
inferior tertekan
Suara serak
Gangguan
komunikasi verbal
Tumor
Mediastinum
Radioterapi
Perubahan kulit
yang diterapi
Risiko kerusakan
integritas kulit
Gangguan
komunikasi verbal
Risiko kerusakan
integritas kulit
31
Objektif:
bekas
luka
pembedahan
Tumor
Mediastinum
Pembedahan
Diskontinuitas
jaringan
Risiko Infeksi
Risiko Infeksi
2. Diagnosis Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhungan dengan penekanan trakea
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan difusi
c. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan paralisis diafragma
d. Nyeri akut berhubungan dengan Nervus interkostalis tertekan
e. Cemas berhubungan dengan ketakutan/ancaman akan kematian
f. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan menelan
g. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan nervus laringeus inferior tertekan
h. Risiko kerusakan integritas kulit berhubangan dengan Perubahan kulit yang diterapi
i. Risiko infeksi berhubungan dengan diskontuinitas jaringan
3. Intervensi Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhungan dengan penekanan trakea NOC:
1.
2.
3.
Aspiration Control
32
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien menunjukkan keefektifan jalan nafas dibuktikan dengan kriteria hasil :
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan
sputum, bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara nafas abnormal)
3. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang penyebab.
4. Saturasi O2 dalam batas normal (SaO2 95-99%)
5. Foto thorak dalam batas normal
Intervensi NIC:
1) Catat perubahan upaya dan pola bernafas.
Rasional: Penggunaan otot interkostal/ abdominal dan pelebaran nasal menunjukkan peningkatan upaya bernafas.
2) Observasi penurunan ekspensi dinding dada
Rasional: Ekspansi dada terbatas atau tidak sama sehubungan dengan akumulasi cairan, edema, dan sekret dalam seksi
lobus.
3) Catat karakteristik batuk (misalnya, menetap, efektif, tak efektif), juga produksi dan karakteristik sputum.
Rasional: Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada penyebab/ etiologi gagal perbafasan. Sputum bila ada
mungkin banyak, kental, berdarah, adan/ atau puulen.
4) Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan nafas sesuai kebutuhan.
Rasional: Memudahkan memelihara jalan nafas atas paten bila jalan nafas pasein dipengaruhi.
5) Kolaborasi pemberian bronkodilator, contoh aminofilin, albuterol dll. Awasi untuk efek samping merugikan dari obat,
contoh takikardi, hipertensi, tremor, insomnia.
Rasional: Obat diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus, menurunkan viskositas sekret, memperbaiki ventilasi,
dan memudahkan pembuangan sekret. Memerlukan perubahan dosis/ pilihan obat.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan difusi
33
NOC:
1. Respiratory Status : Gas exchange
2. Keseimbangan asam Basa, Elektrolit
3. Respiratory Status : ventilation
4. Vital Sign Status
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Gangguan pertukaran pasien teratasi dengan kriteria hasi:
1. Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
2. Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan
3. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan
sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
4. Tanda tanda vital dalam rentang normal (TD sistolik 100-120 mmHg, diastolik 60-80 mmHg; Pernapasan: 12-20x / menit;
Nadi: 60-100x / menit; Suhu: 36,5-37,5oC)
5. AGD dalam batas normal (pH 7,35-7,45; pCO2 35-45 mmHg; pO2 80-100 mmHg; HCO3 22-26 mEq/ L)
6. Status neurologis dalam batas normal
Intervensi (NIC):
1)
Kaji status pernafasan dengan sering, catat peningkatan frekuensi atau upaya pernafasan atau perubahan pola nafas.
Dispnea merupakan mekanisme kompensasi adanya tahanan jalan nafas.
2)
Catat ada atau tidak adanya bunyi tambahan dan adanya bunyi tambahan, misalnya krekels, mengi.
Rasional : Bunyi nafas dapat menurun, tidak sama atau tak ada pada area yang sakit.Krekels adalah bukti peningkatan cairan dalam
Rasional:
area jaringan sebagai akibat peningkatan permeabilitas membrane alveolar-kapiler. Mengi adalah bukti adanya tahanan
atau penyempitan jalan nafas sehubungan dengan mukus/ edema serta tumor.
3)
Kaji adanmya sianosis
Rasional : Penurunan oksigenasi bermakna terjadi sebelum sianosis. Sianosis sentral dari organ hangat contoh, lidah, bibir dan
daun telinga adalah paling indikatif.
Kolaborasi pemberian oksigen lembab sesuai indikasi
Rasional : Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran.
5)
Awasi atau gambarkan seri GDA.
4)
34
Rasional : Menunjukkan ventilasi atau oksigenasi. Digunakan sebagai dasar evaluasi keefktifan terapi atau indikator kebutuhan
perubahan terapi.
c.
NOC:
1. Respiratory status : Ventilation
2. Respiratory status : Airway patency
3. Vital sign Status
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien menunjukkan keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan kriteria hasil:
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan
sputum, mampu bernafas dg mudah, tidakada pursed lips)
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal,
tidak ada suara nafas abnormal)
3. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
NIC:
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
Rasional :Kecepatan biasanya meningkat, dispnea, dan terjadi peningkatan kerja nafas, kedalaman bervariasi, ekspansi
dada terbatas.
b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius.
Rasional :Bunyi nafas menurun/ tidak ada bila jalan nafas terdapat obstruksi kecil.
c. Tinggikan kepala dan bentu mengubah posisi.
Rasional :Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
d. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional :Batuk biasanya mengeluarkan sputum dan mengindikasikan adanya kelainan.
35
Pain Level,
2.
pain control,
3.
comfort level
Setelah dilakukan tinfakan keperawatan, Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:
1.
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk
3.
4.
5.
6.
Intervensi (NIC)
1)
Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri. Buat rentang intensitas pada skala 0 10.
36
Rasional: Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena kanker. Penggunaan skala rentang membantu pasien dalam
mengkaji tingkat nyeri dan memberikan alat untuk evaluasi keefktifan analgesic, meningkatkan control nyeri.
2)
Rasional: Ketidaklsesuaian antar petunjuk verbal/ non verbal dapat memberikan petunjuk derajat nyeri, kebutuhan/
keefketifan intervensi.
3)
Rasional: Insisi posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien dari pada insisi anterolateral. Selain itu takut, distress,
ansietas dan kehilangan sesuai diagnosa kanker dapat mengganggu kemampuan mengatasinya.
4)
Rasional: Takut/ masalah dapat meningkatkan tegangan otot dan menurunkan ambang persepsi nyeri.
5)
Kontrol kecemasan
2.
Koping
Setelah dilakukan asuhan, klien kecemasan teratasi dgn kriteria hasil:
1. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas
3. Vital sign dalam batas normal
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan
Intervensi (NIC)
37
Langkah awal dalam mengatasi perasaan adalah terhadap identifikasi dan ekspresi. Mendorong
f. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan menelan
NOC:
1. Nutritional status: Adequacy of nutrient
2. Nutritional Status : food and Fluid Intake
3. Weight Control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, nutrisi kurang teratasi dengan indikator:
1.
Albumin serum
2.
3.
Hematokrit
4.
Hemoglobin
5.
6.
Jumlah limfosit
Intervensi (NIC):
38
Mampu menerima dan menyampaikan pesan dengan metode alternatif tulisan, isyarat
Mendemonstrasikan peningkatan kemampuan untuk berkomunikasi secara bertahap
Mendemonstrasikan peningkatan kemampuan untuk memahami isi komunikasi verbal dan non verbal
Tidak terjadi frustasi yang berhubungan dengan kerusakan komunikasi
NIC:
1. Kaji tipe/derajat kemampuan pasien untuk berkomunikasi, misal: kesulitan berbicara, kemampuan untuk mengerti kalimat yang diucapkan.
Rasional: Dapat diketahui derajat kerusakan cerebral serta kemampuan pasien untuk berkomunikasi.
2. Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda tersebut.
Rasional: Melakukan penelitian terhadap adanya kerusakan motorik.
3. Arahkan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik.
Rasional: Dengan mengarahkan komunikasi dapat berjalan lancar dengan baik dan umpan balik digunakan untuk memotivasi pasien.
39
Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)
2.
3.
4.
Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang
5.
Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami
6.
NIC :
1. Kaji kulit dengan sering terhadap efek samping terapi kanker; perhatikan kerusakan/ pelambatan penyembuhan luka. Tekan kan pentingnya melaporkan
area terbuka pada pemberi perawatan.
Rasional : Efek kemerahan dan kulit samak ( reaksi radiasi) dapat terjadi dalam area radiasi. Deskuaminasi kering ( kekeringan dan pruritus), deskuamasi
lembab ( lepuh) ulserasi, kehilangan rambut, kehilangan dermis, dan kelenjar keringat juga dapat terlihat. Selain itu reaksi kulit dapat terjadi pada
bebebrapa agen kemoterapi.
2. Madikan dengan air hangat dan sabun ringan.
Rasional: Mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit.
3. Dorong pasien untuk menghinddari menggaruk dan menepuk kulit yang kering dari pada menggaruk.
40
NOC :
1.
Immune Status
2.
3.
Risk control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan,pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:
1.
2.
3.
4.
5.
NIC :
1. TIngkatkan cuci tangan yang baik ; oleh pemberi perawatan dan pasien.
Rasional : mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial. Catatan : pasien dengan anemia berat/aplastik dapat
berisiko akibat flora normal kulit.
2. Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur/perawatan luka.
Rasional : menurunkan risiko kolonisasi/infeksi bakteri.
3. Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat.
41
Rasional : mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses infeksi
local.
42
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
43
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu rongga di antara paru-paru kanan dan kiri yang berisi jantung, aorta, dan
arteri besar, pembuluh darah vena besar, trakea, kelenjar timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,
2003.
Keluhan yang biasanya dirasakan oleh penderita tumor mediastinum adalah :
1. Batuk atau stridor karena tekanan pada trachea atau bronchi utama.
2. Gangguan menelan karena kompresi esophagus.
3. Vena leher yang mengembang pada sindroma vena cava superior.
4. Suara serak karena tekanan pada nerves laryngeus inferior.
5. Serangan batuk dan spasme bronchus karena tekanan pada nervus vagus
Peran perawat pada klien dengan Tumor mediastinum adalah sebagai care giver, educator, communicator, advocator dan manajer dalam pemberian
asuhan keperawatan pada setiap tahap keperawatan.
B. SARAN
1. Kepada masayarakat agar selalu menjaga pola hidup sehat khususnya dalam hal pola dan diit sehari-hari. .
2. Kepada petugas kesehatan, khususnya perawat, untuk menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan tumor mediastinum sesuai dengan teori sehingga
dapat memperbaiki keadaan umum pasien, mencegah komplikasi serta mempercepat penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Desen, Wan. 2013. Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Doenges, Marilyn E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Penerbit :EGC, Jakarta.
44
Ilmu
Kedokteran
Respirasi
FKUI-RS
Persahabatan,
Jakarta
pada
http://jurnalrespirologi.org/jurnal/Okto09JRI/Penatalaksanaan%20tumor
%20mediastinum_6_.pdf
Schwartz, S.I. (2000). Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah (ed. 6). Jakarta: EGC.
http://journal.unair.ac.id/article_4194_media106_category3.html
PDPI. 2003. Tumor Mediastinum: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia
http://.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-tumormediastinum/tmrmediastinum.pdf
45