Vous êtes sur la page 1sur 7

II.

TUJUAN PERCOBAAN
-

Untuk mengetahui efek pemberian karagenan pada hewan percobaan

Untuk mengetahui mekanisme karagenan dalam menimbulkan inflamasi

Untuk mengetahui efek antiinflamasi dari pemberian indometasin

Untuk membandingkan efek antiinflamasi indometasin dengan dosis yang berbeda

Untuk mengetahui mekanisme terjadinya inflamasi

III. PRINSIP PERCOBAAN


Berdasarkan induksi radang pada kaki hewan percobaan yang dilakukan melalui
penyuntikan karagenan secara intraplantar setelah pemberian obat indometasin secara oral
pada setengah jam sebelum penyuntikan karagenan akan menimbulkan efek radang berupa
udem, di mana radang kaki hewan percobaan diukur dengan pletismometer yang bekerja
berdasarkan hukum Archimedes. Aktivitas antiinflamasi indometasin ditunjukkan oleh
kemampuannya mengurangi radang yang diinduksi pada hewan tersebut, yang dapat diukur
dengan pletismometer.

IV. TINJAUAN PUSTAKA


Fenomena inflamasi pada tingkat bioselular masih belum dijelaskan secara rinci.
Walaupun demikian banyak hal yang telah diketahui dan disepakati. Fenomena inflamasi ini
meliputi kerusakan mikrovaskular, Meningkatnya permeabilitas kapiler dam migrasi leukosit
ke jaringan radang. Gejala proses inflamasi yang sudah dikenal adalah kalor, rubor tumor,
dolor dan functio laesa. Selama berlangsungnya fenomena inflamasi banyak mediator
kimiawi yang dilepaskan secara lokal antara lain histamin, 5-hidroksitriptamin(5ht), faktor
kemotaktik, bradikinin, leukotrin, dan PG. Penelitian terakhir menunjukkan autokoid lipid
PAF ( platelet activating fat) juga merupakan mediator inflamasi. Dengan migrasi sel fagosit
kedaerah ini, terjadi lisis membran lisozin dan lepasnya enzim pemecah. Obat mirip aspirin
dapat dikatakan tidak berefek terhadap mediator kimiawi tersebut kecuali PG.
Inflamasi sampai sekarang fenomena ini inflamasi pada tingkat bioselular masih
belum dijelaskan secara rinci. Walaupun demikian banyak hal yang telah diketahui dan
disepakati. Fenomena inflamasi ini meliputi kerusakan mikrovaskular, Meningkatnya
permeabilitas kapiler dam migrasi leukosit kejaringan radang. Gejala proses inflamasi yang
sudah dikenal adalah kalor, rubor tumor, dolor dan functioleasa. Selama berlangsungnya
fenomena inflamasi banyak mediator kimiawi yang dilepaskan secara lokal antara lain
histamin, 5-hidroksitriptamin(5ht), faktor kemotaktik, bradikinin, leulotrin, dan PG. Penelitian
terakhir menunjukkan autokoid lipid PAF ( patelet activating fat) juga merupakan mediator
inflamasi. Dengan migrasi sel fagosit kedaerah ini, terjadi lisis membran lisozin dan lepasnya
enzim pemecah. Obat mirip aspirin dapat dikatakan tidak berefek terhadap mediator kimiawi
tersebut kecuali PG.

Secara in

vitro terbukti bahwa prostaglandin

E2 (PGE2) dan prostasiklin

(PGI2) dalam

jumlah

nanogram, menimbulkan eritem vasodilatasi dan peningkatan aliran darah secara lokal.
Histamin

dan

bradikinin

dapat

meningkatkan

permaibilitas

vaskular,

tetapi

efek

vasodilatasinya tidak besar. Dengan penambahan sedikit PG efek eksudas hitamin plasma
dan bradikinin menjadi lebik jelas. Migrasi leukosit ke jaringan radang merupakan aspek
penting dalam proses inflamasi. PG sendiri tidak bersifat kemotaktik tetapi produk lain dari
asam arakidonat yakni leukotrien B4 merupakan merupakan zat kemotaktik yang sangat
paten. Obat mirip aspirin tidak menghambat sistemhipoksigenase yang menghasilkan
leukotrien sehingga golongamn obat ini tidak menekan migrasi sel. Walaupun demikian
dosis tinggi juga terlihat penghambatan migrasi sel tanpa mempengaruhi enzim
liposigenase. Obat yang menghambat biosintesis PG maupun leukotrin tentu akan lebih
paten menekan proses iflfmasi. (Wilmana, F.P., 1995).
OAINSmembentuk kelompok yang berbeda-beda secara kima(kiri, tetapi semuanya
mempunyai kemampuan untuk menghambat siklooksigenase(COX) dan inhibisi sintesis
prostaglandin yang diakibatkannya sangat berperan untuk efek terapeutiknya. Sayangnya,
inhibisi sintesis prostaglandin dalam mukosa gaster sering menyebabkan kerusakan
gastrointestinal(dispepsia, mual, dan gastiritis). Efek samping yang paling serius adlah
perdarahan gastrointestinal dan perforasi. COX terdapat pada jaringan sebagai suatu
isoform konstitutif (COX-1), tetapi sitokin pada lokasi inflamasi menstimulasi induksi isoform
kedua (COX-2). Inhibisi (COX-2) diduga bertanggungjawab untuk efek antiinflamasi OAINS,
sementara inhibisi COX-1 bertanggung jawab untuk toksisitas gastointestinal. OAINS yang
paling banyak digunakan adalah yang selektif untuk COX-1, tetapi inhibitor COX-2 selektif
telah diperkenalkan baru-baru ini (Neal, M.J., 2006).
Pasien-pasien ini sering diberi resep OAINS dan sangat banyak tablet
aspirin, parasetamol, dan ibuprofen tambahan yang dibeli bebas untuk terapi sendiri pada
sakit kepala, nyeri gigi, berbagai gangguan muskokletal, dan lain-lain. Obat-obat ini tidak
efektif pada terapi nyeri viseral(misalnya infark miokard, kolik renal, dan abdomen akut)
yang membutuhkan analgesik opioid. Akan tetapi, OAINS efektif pada nyeri hebat tipe
tertentu(misalnya

kanker

tulang).

Aspirin

mempunyai

aktivitas

antiplatelet

yang

penting (Neal, M.J., 2006).


Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang
merusak. Rangsangan ini menyebabkan pembebasan mediator inflamasi seperti histamin,
serotonin, bradikinin, prostaglandin, dan lain lain yang menimbulkan reaksi radang berupa:
panas, nyeri dan bengkak dan gangguan fungsi.(Syamsul munaf, 1994)
Prostaglandin dan senyawa yang berkaitan diproduksi dalam jumlah kecil dan semua
jaringan. Umumnya bekerja bekerja lokal pada tempat prostaglandin tersebut disintesis, dan
cepat dimetabolisme menjadi produk inaktif pada tempat kerjanya. Karena itu, prostaglandin
tidak bersirkulasi dengan konsentrasi bermakna dalam darah. Tromboksan, leukotrin,
dan asam hidroksi perosieikosatetraenoat merupakan lipid yang berkaitan disintesis dari
prekursor yang sama sebagai prostaglandin memakai jalan yang berhubungan.

PG hanya berperan pada yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau iflamasi.
Penelitian tellah membukyikan bahwa PG menyebabkan snsti reseptor nyeri terhadap
stimulasi mekasik dan kimiawi ,jadi PG menimbulkan keadaan hiperalgesia.Kemudian
mediator kimiawi seperti bradikinin dan histamin merangsangnya dan menimbulkan nyeri
yang nyata obat mirip aspirin tidak mempengaruhi hiperalgesia atau nyeri yang ditimbulkan
oleh efek langsung PG. Ini menunjukkan bahwa sintesis PG yang dihambat oleh golongan
obat ini dan bukanya blokade jantung (Wilmana,F.P., 1995)
Prostaglandin dan metabolismenya yang dihasilkan secara endogen dalam jaringan
bekerja sebagai tanda lokal menyesuaikan respon tipe sel spesifik. Fungsi dalam tubuh
bervariasi secara luas tergantung pada jaringan. Misalnya pelepasan TXA2 dari trombosit
mencetuskan penambahan trombosit baru untuk agregasi ( langkah pertama pada
pembentukan gumpalan). Namun pada jaringan lain peningkatan kadar TXA2 membawa
tanda yang berbeda, misalnya otot polos tertentu senyawa ini menginduksi kontraksi.
Prostagladin merupakan salah satu mediator kimiawi yang dilepasklan pada proses agresi
alergi dan inflamasi. (Mycek, M.J., 2001)
Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang
merusak. Rangsangan ini menyebabkan pembebasan mediator inflamasi seperti histamin,
serotonin, bradikinin, prostaglandin, dan lain lain yang menimbiulkan reaksi radang berupa:
panas, nyeri dan bengkak dan gangguan fungsi.(Syamsul munaf,1994)
Inflamasi pada rematoid artistis merupakan reaksi antara antigen, antibodi dan
komlemen yang menyebabkan terentuknya faktor kemoteraktik yang menjadi penatik
leukosit, leukosit ini memfogositasi kompleks antigen-antigen komplemen dan juga
melepaskan enzim-enzim dari lisosom yang menyebabkan kerusakan tulang rawan dan
jaringan lain, Sehingga timbullah inflamasi (Syamsul Munaf, 1994).
Mekanisme kerja obat AINS :
a. Menjaga keutuhan tulang rawan dan jaringan lain dari kerusakan oleh enzim lisosom
(salisilat, fenilbutazon, indometasin dan asam mafenamat)
b. Menstabilkan membran lisosom (salisilat, klorokin)
c. Menghambat migrasi leukosit (indometasin)
d. Menghambat pembentukan prostagladin (salisilat, indometsain). Pada demam rematik
salisilat

mengurangi

gejala

kerusaakan

sendi,

tetapi

kerusakan

jantung

tidak

dipengaruhinya. Bila diberikan per oral, diserap dangan cepat sebagian dari lambung
sebagian dari usus halus bagian atas. Kadar puncak akan tercapai setelah pemberian 2
jam. Kecepatan absorpsi ini tergantung pada : kecepatan disintegrasi dan disocusi tablet,
PH permukaan mukosa dan waktu penggosongan lambung. Pada pemberian rektal
absorbsinya lambat dan tidak sempurna. Absorpsi melalui kulit dapat terjadi dengan cepat
dan dapat menimbulkan efek sistemik, misalnya metil salisilat dapat diabsorpsi melalui kulit
yang utuh tetapi absorpsi melalui lambung lambat (Syamsul Munaf, 1994)
Setelah diabsorpsi, salisilat didistribusikan keseluruh tubuh dan cairan interseluler.
Salisilat dapat ditemukan pada cairan sinovial, spinal peritoneal, liur dan air susu.

Banyak obat anti inflamasi nonsteroid (AINS) bekerja dengan jalan menghambat
sintesis prostagladin. Jadi pemahaman akan obat AINS memerlukan pengertian kerja dan
biosintesis prostagladin turunan asam lemak tak jenuh mengandung 20 karbon yang
meliputi suatu struktur cincin siklik.
Nyeri dan inflamasi merupakan keluhan utuma penderita penyakit rematik
disamping lainnya. Berbagai usaha dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan
keluhan ini

antara lain

dengan menggunakan medikamentosa. Penggunaan nyeri

medikamentosa pasa penyakit reumatik selain bertujuan untuk menekan rasa nyeri dan
inflamasi bila mungkin juga menghentikan perjalanan reumatik. Hingga saat ini pada ertritis
reumatoid dan goud yang telah da obat yang telah mempengaruhi perjalanan penyakitnya.
Sebagian besar penyakit reumatiknya lainya diobati dengan

akan terbukti obat anti

inflamasi non steroid yang telah terbukti dapat menekan rasa nyeri dan inflamasi tetapi tidak
dapat menghentikan perjalanan penyakit.
Nyeri dan inflamasi merupakan tanda bahwa sendi tersebut telah mengalami
gangguan hampir semua gangguan rematik disertai dengan nyeri atau inflamasi.
Perkecualian pada sendi neuropati. Ialah suatu keaadan hilangnya rasa nyeri akibat
keadaan tertentu seperti tebes darsalis atau siringomielia. Rasa ini penting karena
menunjukkan adanya mekanisme proteksi dari badan. Adanya rasa nyeri menunjkkan
bahwa sipenderita harus menggurangi penggunaan yang berlebihan dari sendi tersebut.
Sedangkan adanya inflamasi menunjukkan bahwa si penderita harus mengistirahatkan
sendi tersebut. Pada sendi neuropatik Dimana sopenderita tidak nerasai nyeri telah terbukti
akan terjadi kerusakan sendi yang lebh cepat, selain itu gangguan fungsi baru terjadi setelah
ada kerusakan mekanikal yang nyata. Sebaliknya pada artitis jenis lainya gangguan fungsi
sudah mulai tampak pada awal penyakit bersamaan dengan timbulnya rasa nyeri.
Nyeri pada penyakit rematiknterutama disebabkan oleh adanya inflamasi yang
mengakibatkan dilepasnya mediator-mediator kimiawi. Kinin dan mediator kimiawi lainya
dapat merangsang timbulnya rasa nyeri. Prostaglandin berperan dalam meningkatkan dan
memperpanjang

rasa

nyeri

yang

disebabkan

oleh

suatu

rangsangan.

Sejumlah efek samping berkaitan dengan penghambatan sintesa prostaglandin dan


teunma terjadi pada lambung dan usus ginjal dan fungsi trombosit. Frekuensinya berbedabeda untuk berbagai obat dan pada umumnya efek-efek ini meningkatkan besarnya dosis
dan lama penggunannya, kecuali efek terhadap trombosit.
Obat dengan masa paruh panjang mengakibatkan resiko gangguan lambung usus
lebih besar daripada obat dengan masa paruh pendek. Obat yang terbanyak menimbulkan
keluhan lambung-usus serius adalah indoetasin, azapropazon dan piroxicam. Obat dengan
jumlah keluhan lebih kurang separohnya adalah ketoprofen, naproksen, flurbiprofen,
sulindac dan diklofenac.
Indometasin merupakan derivat indol lasetat berkasiat amat kuat dapat disamakan
debngan

diklofenac

tetapi

lebih

sering

menimbulkan

efek

samping.

efek ulcerogen dan pendarahan occult (T.H. Tjay dan K. Rahardja, 2002).

Khususnya

Fiksasi interna merupakan salah satu modalitas terapi dalam penanganan fraktur. Fiksasi
interna dini dan tertunda masih menjadi suatu perdebatan karena adanya perbedaan komplikasi yang
ditimbulkan, terutama yang berhubungan dengan respons inflamasi sistemik.
Tindakan fiksasi interna dini dan tertunda saat ini masih menjadi sebuah perdebatan,
khususnya mengenai early total care (tindakan dini), damage control dan delayed total care (tindakan
tertunda) pada trauma multiple. Johnson (1985), melaporkan bahwa fiksasi interna pada major
fracture dengan penundaan lebih dari 24 jam menyebabkan peningkatan 5 kali terjadinya komplikasi
ARDS

(Adult Respiratory

Response

Syndrome).

Pada isolated

femoral

fracture, terjadi

10% fat embolism syndrome jika tindakan fiksasi dilakukan setelah 10 jam dan 0% jika dikerjakan
sebelum 10 jam (Pinney, 1998). Fakta ini disebabkan oleh terjadinya

aktivasi innate

immunity (Heitbrink, 2006). Namun, sampai saat ini perbedaan inflamasi lokal pada saat fiksasi
interna dan respons inflamasi sistemik akibat tindakan fiksasi interna dini dan tertunda pada fraktur
belum diketahui. Makrofag merupakan sel imun utama dijaringan dan pada trauma hebat makrofag
sering mengalami gangguan respons imun berupa gangguan imunita seluler (Franke,2006). Demikian
juga kerusakan jaringan karena pembedahan akan memicu makrofag yang telah teraktivasi
sebelumnya untuk mengekspresikan mediator inflamasi sehingga mempengaruhi respons inflamasi
baik lokal maupun sistemik. Untuk mengurangi komplikasi pascafiksasi interna, jenis tindakan (cara
fiksasi) dan timing (waktu kapan tindakan dilakukan) dapat dipertimbangkan sebagai cara pencegahan
(Astawa, P.; Bakta, M.; Budha, K., 2008).
Lipoxins
Senyawa grup lipoxins mulai dikenal sejak awal tahun 80an abad lalu. Penemuan terakhir
menunjukkan, AA dalam proses reaksi biokimia di dalam tubuh, pada tingkat jaringan sel
dan sel, pertama melalui senyawa turunannya seperti yang disebut sebelumnya
(leukotriene, prostaglandins) berfungsi menimbulkan inflamasi, namun di tengah proses
terjadinya inflamasi, AA pun dikonversi melalui serentetan reaksi biokimia menjadi
senyawa lipoxins, yang berfungsi mencegah terjadinya inflamasi berlarut-larut. Dual fungsi
AA kini dikenal, pro dan juga anti-inflamasi, dengan melalui senyawa turunannya (di bawah
akan banyak digunakan istilah mediator, atau chemical mediator, atau juga disebut lipid
mediator (penggunaan kata lipid, dikarenakan turunan dari asam lemak tidak jenuh), yang
dimaksud adalah senyawa-senyawa turunan berfungsi baik pro maupun anti-inflamasi).
Inflamasi
Inflamasi, dalam bahasa Indonesia sehari-hari, yaitu radang. Kita sering mendengar
misalnya, radang usus, radang otak, radang paru-paru, peradangan, bengkak memar dan
seterusnya. Penggunaan istilah ini telah dikenal secara tradisi sejak jaman Yunani dan
Tiongkok kuno, ribuan tahun yang lalu. Dari penemuan-penemuan terakhir, para pakar
berpendapat bahwa, sebetulnya inflamasi (atau radang) bukanlah berupa penyakit itu
sendiri. Inflamasi diperlukan oleh tubuh kita, karena proses reaksi biokimia inflamasi di
dalam tubuh ditujukan melawan invasi bakteri dari luar, zat-zat yang negatif bagi sel-sel,
jaringan sel, serta organ-organ, ataupun bila terjadi luka. Dalam hubungan ini, jenis sel

seperti leukocyte, neutrophil, berperan memusnahkan invasor. Dapat kita gambarkan


fungsinya seperti pasukan keamanan dari sesuatu bahaya yang menyerang keseimbangan
tubuh. Terutama neutrophil, berperan sebagai patrol keamanan tubuh kita, begitu
menemukan sesuatu yang asing ditubuh, serta merta akan memusnahkannya. Dalam
proses inflamasi, chemical mediator (juga disebut lipd mediator karena berasal dari asam
lemak AA, DHA dan EPA) berupa leukotrienedanprostaglandins, turunan dari AA,
memegang peranan penting. Pada waktu yang bersamaan, proses pemusnahan awal
terhadap invasor, neutrophil mengeluarkan chemical mediator yang mana memberikan
sinyal berikutnya merekrut lebih banyak lagi sel neutrophil dan leukocyte untuk turut beraksi
memusnahkan invasor. Proses pemusnahan ini disebut phagocytosis (kemampuan
memakan, menelan). Dalam proses ini neutrophil mengeluarkan agent, enzyme (reactive
oxygen species, hydrolytic enzymes, dan lain-lain), yang secara umum juga tidak baik bagi
tubuh dan dapat merusak sel, jaringan sel. Pertahanan tubuh telah menyiapkan mekanisme
sedemikian rupa, pada tahap tertentu, aksi selanjutnya dari neutrophil harus dicegah.
Pencegahan

tersebut

terjadi

di

mana

biosintesachemical

mediator yang

pro-

inflamasi, leukotrine, distop, dan beralih ke biosintesa chemical mediator anti-inflamasi jenis
lipoxins.
Peralihan atau switch biosintesa dari mediator pro-inflamasi ke anti-inflamasi
Munculnya prostaglandins dari

sel neutrophil juga

mengisyaratkan

secara

terprogram, nasib biosintesa mediator ini (semacam feedback) sendiri akan berakhir,
dengan meregulasi (down regulation) enzyme 15-LO yang terdapat di dalam sel neutrophil,
kemudian biosintesa beralih ke mediator yang lain, yang anti-inflamasi. Namun hal lain yang
sangat menentukan peralihan ini adalah kemampuan enzyme 5-LO (5-Lipooxigenase.
Penemuan enzyme ini dan satu lagi, COX, Cyclooxygenase, yang membawa Samuelsson
B. dan Bergstrom S. mendapatkan penghargaan Nobel tahun 1982) mengkonversi secara
reaksi enzymatic dari AA menjadi leukotriene (LTB4), lalu beralih pada tahap berikutnya ke
lipoxins. Dalam hubungan ini exzyme 5-LO juga substrate dependent (tergantung dari
kondisi mikro setempat), di mana enzyme tersebut, satu dari sekian step proses biosintesa,
dapat menggunakan dan mengkonversi DHA, EPA menjadi grup senyawa resolvins.
Pada tingkat sel, munculnya neutrophil dan terbentuknya nanah (pustule, lihat
gambar bawah) mengisyaratkan peralihan dari mediator pro- ke anti-inflamasi, dan
pembatasan atau pencegahan pengrekrutan neutrophil berikutnya dari pembulu darah ke
lokasi kejadian. Mediator anti-inflamasi, lipoxins, resolvins, dan protectins memobilisasi
sel macrophage (monocyte)

yang

dapat

memakan

selneutrophil,

serta

membersihkan Histologi leukosit (Tan, T J, 2008).


Leukosit adalah sel darah Yang mengendung inti, disebut juga sel darah putih.
Didalam darah manusia, normal didapati jumlah leukosit rata-rata 5000-900 sel/mm3, bila
jumlahnya lebih dari 12000, keadaan ini disebut leukositosis, bilakurang dari 5000 disebut
leukopenia. Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih mempunyai granula

spesifik (granulosit), yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair, dalam
sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang bervariasi, Yang tidak mempunyai granula,
sitoplasmanya homogen dengan inti bentuk bulat atau bentuk ginjal. Terdapat dua jenis
leukosit agranuler : linfosit sel kecil, sitoplasma sedikit; monosit sel agak besar mengandung
sitoplasma lebih banyak. Granula. Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler
dan humora organisme terhadap zat-zat asingan. Leukosit dapat melakukan gerakan
amuboid dan melalui proses diapedesis lekosit dapat meninggalkan kapiler dengan
menerobos antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung Jumlah
leukosit per mikroliter darah, pada orang dewasa normal adalah 4000-11000, waktu lahir
15000-25000, dan menjelang hari ke empat turun sampai 12000, pada usia 4 tahun sesuai
jumlah normal. Variasi kuantitatif dalam sel-sel darah putih tergantung pada usia. waktu
lahir, 4 tahun dan pada usia 14 -15 tahun persentase khas dewasa tercapai. Bila memeriksa
variasi Fisiologi dan Patologi sel-sel darah tidak hanya persentase tetapi juga jumlah absolut
masing-masing jenis per unit volume darah harus diambil (Dr. Zukesti Effendi, 2007).

Read more: http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/2013/07/Laporan-PraktikumPengujian-Efek-Antiinflamasi-Farmakologi.html#ixzz3LClU60N6

Vous aimerez peut-être aussi