Vous êtes sur la page 1sur 20

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT ( ISPA )

1. PENGERTIAN
ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang benar ISPA merupakan
singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi saluran pernapasan bagian atas dan
saluran pernapasan bagian bawah
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud dengan
saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru, beserta organ-organ
disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru.
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak
memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi
paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian.
Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu pneumonia
dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan
pneumonia tidak berat. Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas
bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia. Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan
napas bagian atas ini ialah virus dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik. Faringitis oleh kuman
Streptococcus jarang ditemukan pada balita. Bila ditemukan harus diobati dengan antibiotik penisilin,
semua radang telinga akut harus mendapat antibiotic.
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang
terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya.
Kelainan pada sistem pernapasan terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas dan bawah, asma
dan ibro kistik, menempati bagian yang cukup besar pada lapangan pediatri. Infeksi saluran pernapasan
bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada
bulan-bulan musim dingin.
2. JENIS JENIS ISPA
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:
Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing).
Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding
dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia
Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi ini dibedakan
untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun.
Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :
Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada bagian bawah atau
napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.
Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian
bawah atau napas cepat.
Untuk golongan umur 2 bu~an sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :
Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam
pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tldak menangis
atau meronta).
Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan adalah 50 kali per
menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.

Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak
ada napas cepat.
3. TANDA TANDA BAHAYA
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan gejala-gejala
yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat
dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam kegagalan
pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih
tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepatcepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan.
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda laboratoris.
Tanda-tanda klinis
Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding thorak, napas
cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest.
Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil bendung, kejang
dan coma.
Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
Tanda-tanda laboratoris
hypoxemia,
hypercapnia dan
acydosis (metabolik dan atau respiratorik)
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang
dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun ampai kurang dari setengah
volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing
4. PENATALAKSANAAN KASUS ISPA
Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar merupakan strategi
untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya kematian karena pneumonia dan turunnya
penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA) .
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar pengobatan penyakit ISPA
yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta
mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus
mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan
penunjang yang penting bagi pederita ISPA.
Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut :
v Upaya pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan :

Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.


Immunisasi.
Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
v Pengobatan dan perawatan
Prinsip perawatan ISPA antara lain :
Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
Meningkatkan makanan bergizi
Bila demam beri kompres dan banyak minum
Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu tangan yang bersih
Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu ketat.
Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut masih menetek
Pengobatan antara lain :
Mengatasi panas (demam) dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2
bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari.
Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan.
Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis sendok teh
dicampur dengan kecap atau madu sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
DAFTAR PUSTAKA
DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.
Lokakarya Dan Rakernas Pemberantasan Penyakit Infeksi saluran pernapasan akut. 1992
Doenges, Marlyn E . Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien
Alih bahasa I Made Kariasa. Ed 3. Jakarta: EGC.1999
PENGKAJIAN :
I. IDENTITAS PASIEN
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Agama :
Suku :
Pekerjaan :
Status perkawinan :
Tanggal MRS :
Pengkajian :
Penanggung jawab :
Regester :
Diagnosa masuk :
Alamat :

II. RIWAYAT KESEHATAN


v Keluhan Utama
Klien mengeluh demam, batuk , pilek, sakit tenggorokan
v Riwayat penyakit sekarang
2 hari sebelumnya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan
Dan sendi, nafsu makan menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan.
v Riwayat penyakit dahulu
Kilen sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit sekarang
v Riwayat penyakit keluarga
Menurut pengakuan klien,anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit klien
tersebut
v Riwayat sosial
Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat penduduknya
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik di fokuskan pada pengkajian sistem pernapasan :
v Pengkajian tanda tanda vital dan kesadaran klien
v Inspeksi :
Membran mucosa hidung faring tampak kemerahan
Tonsil tanpak kemerahan dan edema
Tampak batuk tidak produktif
Tidak ada jaringna parut pada leher
Tidak tampak penggunaan otot- otot pernapasan tambahan,pernapasan cuping hidung, tachypnea, dan
hiperventilasi
v Palpasi
Adanya demam
Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher / nyeri tekan pada nodus limfe servikalis
Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
v Perkusi
Suara paru normal (resonance)
v Auskultasi
Suara napas vesikuler / tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru
IV. PEMERIKSAASN PENUNJANG
Tanggal :
HB :
LED :
Hematokrit :
Trombosit :

MCV :
MCH :
MCHC :
Diff Count :
Urien PH :
Ureum :
Kreatinin :
SGOT :
SGPT :
Na :
Kalium :
Cl :
AGD :
PCO2 :
Radiologi :
ECG :

DIAGNOSA KEPERAWATAN :
I. Peningkatan suhu tubuh bd proses inspeksi
Tujuan : Suhu tubuh normal berkisar antara 36 37, 5 C
INTERVENSI
1.Observasi tanda tanda vital
2.Anjurkan pada klien/keluarga umtuk melakukan kompres dingin ( air biasa) pada kepala / axial.
3.Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan yang dapat menyerap keringat seperti
terbuat dari katun.
4.Atur sirkulasi udara.
5.Anjurkan klien untuk minum banyak 2000 2500 ml/hr.
6.Anjurkan klien istirahat ditempat tidur selama fase febris penyakit.
7.Kolaborasi dengan dokter :
Dalm pemberian therapy, obat antimicrobial
antipiretika
RASIONALISASI
1.Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan perawatan selanjutnya.
2.Degan menberikan kompres maka aakan terjadi proses konduksi / perpindahan panas dengan bahan
perantara .
3.Proses hilangnya panas akan terhalangi untuk pakaian yang tebal dan tidak akan menyerap keringat.
4.Penyedian udara bersih.
5.Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.
6.Tirah baring untuk mengurangi metabolism dan panas.
7.Untuk mengontrol infeksi pernapasan

Menurunkan panas
II. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b. d anoreksia
Tujuan : * klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah kepada BB normal.
* klien dapat mentoleransi diet yang dianjurkan.
* Tidak menunujukan tanda malnutrisi.
INTERVENSI
1.Kaji kebiasaan diet, input-output dan timbang BB setiap hari
2.Berikan makan pporsi kecil tapi sering dan dalam keadaan hangat
3.Beriakan oral sering, buang secret berikan wadah husus untuk sekali pakai dan tisu dan ciptakan
lingkungan beersih dan menyenamgkan.
4.Tingkatkan tirai baring.
5.Kolaborasi
Konsul ahli gizi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan klien
RASIONALI
1.Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori menyusun tujuan berat badan, dan evaluasi keadekuatan
rencana nutrisi.
2.Untuk menjamin nutrisi adekuat/ meningkatkan kalori total
3.Nafsu makan dapt dirangsang pada situasi rilek, bersih dan menyenangkan.
4.Untuk mengurangi kebutuhahan metabolic
5.Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi atau kebutuhan individu untuk
memberikan nutrisi maksimal.
III. Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil.
Tujuan : Nyeri berkurang / terkontrol
INTERVENSI
1.Teliti keluhan nyeri ,catat intensitasnya (dengan skala 0 10), factor memperburuk atau meredakan
lokasimya, lamanya, dan karakteristiknya.
2.Anjurkan klien untuk menghindari allergen / iritan terhadap debu, bahan kimia, asap,rokok. Dan
mengistirahatkan/meminimalkan berbicara bila suara serak.
3.Anjurkan untuk melakukan kumur air garam hangat
4.Kolaborasi
Berikan obat sesuai indikasi
Steroid oral, iv, & inhalasi
analgesik
RASIONAL
1.Identifikasi karakteristik nyeri & factor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat penting untuk
memilih intervensi yang cocok & untuk mengevaluasi ke efektifan dari terapi yang diberikan.
2.Mengurangi bertambah beratnya penyakit.
3.Peningkatan sirkulasi pada daerah tenggorokan serta mengurangi nyeri tenggorokan.
4.Kortikosteroid digunakan untuk mencegah reaksi alergi / menghambat pengeluaran histamine dalam
inflamadi pernapasan.
Analgesic untuk mengurangi rasa nyeri

IV. Resiko tinggi tinggi penularan infeksi b.d tudak kuatnya pertahanan sekunder (adanya infeksi
penekanan imun)
Tujuan : * tidak terjadi penularan
* tidak terjadi komplikasi
INTERVENSI
1.Batasi pengunjung sesuai indikasi
2.Jaga keseimbangan antara istirahat dan aktifitas
3.Tutup mulut dan hidung jika hendak bersin, jika ditutup dengan tisu buang segera ketempat sampah
4.Tingkatkan daya tahan tubuh, terutama anak usia dibawah 2 tahun, lansia dan penderita penyakit
kronis. Dan konsumsi vitamin C, A dan mineral seng atau anti oksidan jika kondisi tubuh menurun /
asupan makanan berkurang
5.Kolaborasi
Pemberian obat sesuai hasil kultur
RASIONAL
1.Menurunkan potensial terpalan pada penyakit infeksius.
2.Menurunkan konsumsi /kebutuhan keseimbangan O2 dan memperbaiki pertahanan klien terhadap
infeksi, meningkatkan penyembuhan.
3.Mencegah penyebaran pathogen melalui cairan
4.Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi
5.Dapat diberikan untuk organiasme khusus yang teridentifikasi dengan kultur dan sensitifitas / atau di
berikan secara profilatik karena resiko tinggi
Dengan Infeksi Saluran Pernafasan
Pengertian
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung, pharing dan laring)
mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi
dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 450).
ispaInfeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafas dalam
menghadapi organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418).
Angka kejadian dan diagnosis Infeksi Saluran Pernafasan
Pada rumah sakit umum yang telah menjadi rumah sakit rujukan terdapat 8,76 %-30,29% bayi dan
neonatal yang masih mengalami infeksi dengan angka kematian mencapai 11,56%-49,9%.
Pengembangan perawatan yang canggih mengundang masalah baru yakni meningkatnya infeksi
nosokomial yang biasanya diakhiri dengan keadaan septisemia yang berakhir dengan kematian (Victor
dan Hans; 1997; 220).
Diagnosis dari penyakit ini adalah melakukan kultur (biakan kuman) dengan swab sebagai mediator untuk
menunjukkan adanya kuman di dalam saluran pernafasan. Pada hitung jenis (leukosit) kurang membantu
sebab pada hitung jenis ini tidak dapat membedakan penyebab dari infeksi yakni yang berasal dari virus
atau streptokokus karena keduanya dapat menyebabkan terjadinya leukositosis polimorfonuklear (Pincus
Catzel & Ian Roberts; 1990; 453).
Etiologi Dan Karakteristik Infeksi Saluran Pernafasan
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu penyakit yang mempunyai angka kejadian yang cukup tinggi.
Penyebab dari penyakit ini adalah infeksi agent/ kuman. Disamping itu terdapat beberapa faktor yang

turut mempengaruhi yaitu; usia dari bayi/ neonatus, ukuran dari saluran pernafasan, daya tahan tubuh
anak tersebut terhadap penyakit serta keadaan cuaca (Whaley and Wong; 1991; 1419).
Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari terjadinya infeksi saluran
pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan penyebab utama yakni golongan A b-hemolityc
streptococus, staphylococus, haemophylus influenzae, clamydia trachomatis, mycoplasma dan
pneumokokus.
Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka kejadian pada usia dibawah 3
bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari air susu ibu.
Ukuran dari lebar penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh di dalam derajat keparahan
penyakit. Karena dengan lobang yang semakin sempit maka dengan adanya edematosa maka akan
tertutup secara keseluruhan dari jalan nafas.
Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi antara lain malnutrisi,
anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara langsung mempengaruhi saluran pernafasan yaitu
alergi, asthma serta kongesti paru.
Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan musim, tetapi juga biasa terjadi
pada musim dingin (Whaley and Wong; 1991; 1420).
Manifestasi klinis ISPA
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi hidung dengan
sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau
bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).
Terapi dan Penatalaksanaan ISPA
Tujuan utama dilakukan terapi adalah menghilangkan adanya obstruksi dan adanya kongesti hidung
pergunakanlah selang dalam melakukan penghisaapan lendir baik melalui hidung maupun melalui mulut.
Terapi pilihan adalah dekongestan dengan pseudoefedrin hidroklorida tetes pada lobang hidung, serta
obat yang lain seperti analgesik serta antipiretik. Antibiotik tidak dianjurkan kecuali ada komplikasi
purulenta pada sekret.
Penatalaksanaan pada bayi dengan pilek sebaiknya dirawat pada posisi telungkup, dengan demikian
sekret dapat mengalir dengan lancar sehingga drainase sekret akan lebih mudah keluar (Pincus Catzel &
Ian Roberts; 1990; 452).
Diagnosis banding
Penyakit infeksi saluran pernafasan ini mempunyai beberapa diagnosis banding yaitu difteri,
mononukleosis infeksiosa dan agranulositosis yang semua penyakit diatas memiliki manifestasi klinis
nyeri tenggorokan dan terbentuknya membrana. Mereka masing-masing dibedakan melalui biakan kultur
melalui swab, hitungan darah dan test Paul-bunnell. Pada infeksi yang disebabkan oleh streptokokus
manifestasi lain yang muncul adalah nyeri abdomen akuta yang sering disertai dengan muntah (Pincus
Catzel & Ian Roberts; 1990; 454).
Tanda dan gejala yang muncul
1. Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika anak sudah
mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama
terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.
2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya terjadi
selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung
serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
3.

Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi susah minum dan

bahkan tidak mau minum.


4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut mengalami
sakit.
5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan akibat infeksi
virus.
6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya lymphadenitis
mesenteric.
7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah tersumbat
oleh karena batukbanyaknya sekret.
8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin tanda ini
merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.
9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara pernafasan
(Whaley and Wong; 1991; 1419).
Pengkajian terutama pada jalan nafas
Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama dari
pernafasan.
Pola, cepat (tachynea) atau normal.
Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati melalui pergerakan
rongga dada dan pergerakan abdomen.
Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.
Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.
Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan suhu tubuh,
adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan
peningkatan produksi dari sputum (Whaley and Wong; 1991; 1420).
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil
yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman, pemeriksaan hitung darah
(deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai
dengan adanya thrombositopenia dan pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Victor dan Hans; 1997;
224).
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, tujuan dan intervensi
1.

Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi pada saluran pernafasan, nyeri.

Tujuan:
Pola nafas kembali efektif dengan kriteria: usaha nafas kembali normal dan meningkatnya suplai oksigen
ke paru-paru.
Intervensi:
a.

Berikan posisi yang nyaman sekaligus dapat mengeluarkan sekret dengan mudah.

b. Ciptakan dan pertahankan jalan nafas yang bebas.


c. Anjurkan pada keluarga untuk membawakan baju yang lebih longgar, tipis serta menyerap keringat.
d. Berikan O2 dan nebulizer sesuai dengan instruksi dokter.
e. Berikan obat sesuai dengan instruksi dokter (bronchodilator).
f. Observasi tanda vital, adanya cyanosis, serta pola, kedalaman dalam pernafasan.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi mekanik dari jalan nafas oleh
sekret, proses inflamasi, peningkatan produksi sekret.
Tujuan:
Bebasnya jalan nafas dari hambatan sekret dengan kriteria: jalan nafas yang bersih dan patent,
meningkatnya pengeluaran sekret.
Intervensi:
a.

Lakukan penyedotan sekret jika diperlukan.

b.

Cegah jangan sampai terjadi posisi hiperextensi pada leher.

c. Berikan posisi yang nyaman dan mencegah terjadinya aspirasi sekret (semiprone dan side lying
position).
d. Berikan nebulizer sesuai instruksi dokter.
e.

Anjurkan untuk tidak memberikan minum agar tidak terjadi aspirasi selama periode tachypnea.

f.

Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan perparenteral yang adekuat.

g.

Berikan kelembaban udara yang cukup.

h.

Observasi pengeluaran sekret dan tanda vital.

3.

Cemas berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh anak, hospitalisasi pada anak

Tujuan:
Menurunnya kecemasan yang dialami oleh orang tua dengan kriteria: keluarga sudah tidak sering
bertanya kepada petugas dan mau terlibat secara aktif dalam merawat anaknya.
Intervensi:
a. Berikan informasi secukupnya kepada orang tua (perawatan dan pengobatan yang diberikan).
b. Berikan dorongan secara moril kepada orang tua.
c. Jelaskan terapi yang diberikan dan respon anak terhadap terapi yang diberikan.
d. Anjurkan kepada keluarga agar bertanya jika melihat hal-hal yang kurang dimengerti/ tidak jelas.
e. Anjurkan kepada keluarga agar terlibat secara langsung dan aktif dalam perawatan anaknya.
f. Observasi tingkat kecemasan yang dialami oleh keluarga.

H.
1.

Asuhan Keperawatan
Pengkajian

Riwayat kesehatan:
-

Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan)

Riwayat penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa)

Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami penyakit seperti yang dialaminya
sekarang)
Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit
klien)
-

Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien)

Pemeriksaan fisik difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan


a.

Inspeksi

Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan

Tonsil tampak kemerahan dan edema

Tampak batuk tidak produktif

Tidak ada jaringan parut pada leher

Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan cuping hidung.

b.

Palpasi

Adanya demam

Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada nodus limfe servikalis

Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid

c.

Perkusi

Suara paru normal (resonance)

d.

Auskultasi

Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru

2.
1)

Diagnosa Keperawatan
Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi

Tujuan : suhu tubuh normal berkisar antara 36 37,5 C


Intervensi:
a.

Observasi tanda-tanda vital

b.

Anjurkan klien/keluarga untuk kompres pada kepala/aksila

c.
Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan dapat menyerap keringat seperti
pakaian dari bahan katun.
d.

Atur sirkulasi udara

e.

Anjurkan klien untuk minum banyak 2000 2500 ml/hari

f.

Anjurkan klien istirahat di tempat tidur selama fase febris penyakit.

g.

Kolaborasi dengan dokter:

Dalam pemberian terapi, obat antimikrobial

Antipiretika

Rasionalisasi:
a.

Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan perawatan selanjutnya

b.
Dengan memberikan kompres, maka akan terjadi proses konduksi/perpindahan panas dengan
bahan perantara.
c.
Proses hilanganya panas akan terhalangi untuk pakaian yang tebal dan tidak akan menyerap
keringat.
d.

Penyediaan udara bersih

e.

Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat

f.

Tirah baring untuk mengurangi metabolisme dan panas

g.

Untuk mengontrol infeksi pernafasan dan menurunkan panas

2)

Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia

Tujuan:
-

Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah pada BB normal.

Klien dapat menoleransi diet yang dianjurkan

Tidak menunjukkan tanda malnutrisi

Intervensi:
a.

Kaji kebiasaan diet, input-output dan timbang BB setiap hari.

b.

Berikan makan porsi kecil tapi sering dan dalam keadaan hangat.

c.

Tingkatkan tirah baring

d.

Kolaborasi: konsultasi ke ahli gizi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan klien.

Rasionalisasi:
a.
Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan BB dan evaluasi keadekuatan
rencana nutrisi.
b.

Untuk menjamin nutrisi adekuat/meningkatkan kalori total

c.

Nafsu makan dapat dirangsang pada situasi rileks, bersih, dan menyenangkan.

d.

Untuk mengurangi kebutuhan metabolik

e.
Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi atau kebutuhan individu untuk
memberikan nutrisi maksimal.

3)

Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil

Tujuan: nyeri berkurang/terkontrol


Intervensi:
a.
Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0 10 ), faktor yang memperburuk atau
meredakan nyeri, lokasi, lama, dan karakteristiknya.
b.
Anjurkan klien untuk menghindari alergen/iritan terhadap debu, bahan kimia, asap rokkok, dan
mengistirahatkan/meminimalkan bicara bila suara serak.
c.

Anjurkan untuk melakukan kumur air hangat

d.

Kolaborasi: berikan obat sesuai indikasi (steroid oral, IV, dan inhalasi, & analgesik)

Rasionalisasi:
a.
Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat
penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang
diberikan.
b.

Mengurangi bertambahberatnya penyakit

c.

Peningkatan sirkulasi pada daerah tenggorokan serta mengurangi nyeri tenggorokan.

d.
Kortikosteroid digunakan untuk mencegah reaksi alergi/menghambat pengeluaran histamin dalam
inflamasi pernafasan. Analgesik untuk mengurangi nyeri.

4) Risiko tinggi penularan infeksi b.d tidak kuatnya pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan
imun)
Tujuan: tidak terjadi penularan, tidak terjadi komplikasi
Intervensi:

a.

Batasi pengunjung sesuai indikasi

b.

Jaga keseimbangan antara istirahat dan aktivitas

c.

Tutup mulut dan hidung jika hendak bersin

d.
Tingkatkan daya tahan tubuh, terutama anak dibawah usia 2 tahun, lansia, dan penderita penyakit
kronis. Konsumsi vitamin C, A dan mineral seng atau anti oksidan jika kondisi tubuh menurun/asupan
makanan berkurang.
e.

Kolaborasi pemberian obat sesuai hasil kultur

Rasionalisasi:
a.

Menurunkan potensi terpajan pada penyakit infeksius

b.
Menurunkan konsumsi/kebutuhan keseimbangan O dan memperbaiki pertahanan klien terhadap
infeksi, meningkatkan penyembuhan.
c.

Mencegah penyebaran patogen melalui cairan

d.

Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi.

e.
Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur dan sensitifitas atau
diberikan secara profilaktik karena risiko tinggi.
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA ANAK
Pengertian
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung, pharing dan laring)
mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi
dinding dada pada saat melakukan pernafasan Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 450).
Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafas dalam menghadapi
organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418).
Etiologi
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu penyakit yang mempunyai angka kejadian yang cukup tinggi.
Penyebab dari penyakit ini adalah infeksi agent/ kuman. Disamping itu terdapat beberapa faktor yang
turut mempengaruhi yaitu; usia dari bayi/ neonatus, ukuran dari saluran pernafasan, daya tahan tubuh
anak tersebut terhadap penyakit serta keadaan cuaca (Whaley and Wong; 1991; 1419).
Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari terjadinya infeksi saluran
pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan penyebab utama yakni golongan A b-hemolityc
streptococus, staphylococus, haemophylus influenzae, clamydia trachomatis, mycoplasma dan
pneumokokus.
Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka kejadian pada usia dibawah 3
bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari air susu ibu.
Ukuran dari lebar penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh didalam derajat keparahan
penyakit. Karena dengan lobang yang semakin sempit maka dengan adanya edematosa maka akan
tertutup secara keseluruhan dari jalan nafas.
Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi antara lain malnutrisi,

anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara langsung mempengaruhi saluran pernafasan yaitu
alergi, asthma serta kongesti paru.
Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan musim, tetapi juga biasa terjadi
pada musim dingin (Whaley and Wong; 1991; 1420).
Patofisiologi
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) disebabkan oleh virus atau kuman golongan A streptococus,
stapilococus, haemophylus influenzae, clamydia trachomatis, mycoplasma, dan pneumokokus yang
menyerang dan menginflamasi saluran pernafasan (hidung, pharing, laring) dan memiliki manifestasi
klinis seperti demam, meningismus, anorexia, vomiting, diare, abdominal pain, sumbatan pada jalan
nafas, batuk, dan suara nafas wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara pernafasan.
Tanda dan Gejala
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi hidung dengan
sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau
bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).
tanda dan gejala yang muncul ialah:
1. Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika anak sudah
mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama
terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.
2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya terjadi selama
periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta
kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
3. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi susah minum dan
bhkan tidak mau minum.
4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut mengalami
sakit.
5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan akibat infeksi virus.
6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya lymphadenitis mesenteric.
7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah tersumbat oleh
karena banyaknya sekret.
8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin tanda ini
merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.
9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara pernafasan
(Whaley and Wong; 1991; 1419).
Pemeriksaan Diagnostik
Pengkajian terutama pada jalan nafas:
Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama dari
pernafasan.
1. Pola, cepat (tachynea) atau normal.
2. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati melalui
pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.
3. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.

4. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.


5. Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan suhu tubuh,
adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan
peningkatan produksi dari sputum
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :
- pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai
dengan jenis kuman,
- pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya
leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia, dan
- pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan
Diagnosa Banding
Penyakit infeksi saluran pernafasan ini mempunyai beberapa diagnosis banding yaitu difteri,
mononukleosis infeksiosa dan agranulositosis yang semua penyakit diatas memiliki manifestasi klinis
nyeri tenggorokan dan terbentuknya membrana. Mereka masing-masing dibedakan melalui biakan kultur
melalui swab, hitungan darah dan test Paul-bunnell. Pada infeksi yang disebabkan oleh streptokokus
manifestasi lain yang muncul adalah nyeri abdomen akut yang sering disertai dengan muntah.
Terapi dan Penatalaksanaan
Tujuan utama dilakukan terapi adalah menghilangkan adanya obstruksi dan adanya kongesti hidung
pergunakanlah selang dalam melakukan penghisaapan lendir baik melalui hidung maupun melalui mulut.
Terapi pilihan adalah dekongestan dengan pseudoefedrin hidroklorida tetes pada lobang hidung, serta
obat yang lain seperti analgesik serta antipiretik. Antibiotik tidak dianjurkan kecuali ada komplikasi
purulenta pada sekret.
Penatalaksanaan pada bayi dengan pilek sebaiknya dirawat pada posisi telungkup, dengan demikian
sekret dapat mengalir dengan lancar sehingga drainase sekret akan lebih mudah keluar (Pincus Catzel &
Ian Roberts; 1990; 452).

Penyakit ISPA merupakan salah satu penyakit pernafasan terberat dan


terbanyak

menimbulkan

akibat

dan

kematian

(Gouzali,

2011).

ISPA

merupakan salah satu penyakit pernafasan terberat dimana penderita yang


terkena serangan infeksi ini sangat menderita, apa lagi bila udara lembab,
dingin atau cuaca terlalu panas. (Saydam, 2011)
Dari kedua pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penyakit
infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) adalah, infeksi yang menyerang
saluran pernafasan atas yang disebabkan oleh bakteri dan virus serta akibat
adanya penurunan kekebalan tubuh penderita akibat populasi udara yang di
hirup.
1) Faktor-faktor terjadinya ISPA
Secara umum terdapat 3 (tiga) faktor resiko terjadinya ISPA yaitu faktor
lingkungan, faktor individu anak, serta faktor perilaku.
a. Faktor lingkungan
1) Pencemaran udara dalam rumah
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak
dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru
sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada
rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak didalm rumah,
bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal
ini lebih dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama berada di
rumah bersama-sama ibunya sehingga dosis pencemaran tentunya akan
lebih tinggi. Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA dan
polusi udara, diantaranya ada peningkatan resiko bronchitis, pneumonia
pada anak-anak yang tinggal di daerah lebih terpolusi, dimana efek ini
terjadi pada kelompok umur 9 bulan dan 6-10 tahun. (Maryunani, 2010).
2) Ventilasi rumah
Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke
atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari
ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut mensuplai udara bersih yaitu
udara yang mengandung kadar oksigen yang optimum bagi pernafasan,
membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu dan zatzat pencemar lain dengan cara pengenceran udara, mensuplai panas agar

hilangnya panas badan seimbang, mensuplai panas akibat hilangnya panas


ruangan

dan

disebabkan

bangunan,

oleh

radiasi

mengeluarkan
tubuh,

kondisi,

kelebihan
evaporasi

udara

panas

ataupun

yang

keadaan

eksternal, mendisfungsikan suhu udara secara merata. (Maryunani, 2010).


3) Kepadatan hunian rumah
Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi
dalam rumah yang telah ada. Penelitian menunjukkan ada hubungan
bermakna antara kepadatan dan kematian dari bronkopneumonia pada bayi,
tetapi disebutkan bahwa polusi udara, tingkat sosial, dan pendidikan
memberi korelasi yang tinggi pada faktor ini. (Maryunani,2010).
b. Faktor individu anak
1) Umur anak
Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit
pernafasan oleh virus melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak dan tetap
menurun terhadap usia. Insiden ISPA tertinggi pada umur 6-12 tahun.
(Maryunani, 2010).
2) Berat badan lahir
Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik
dan mental pada masa balita. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
mempunyai resiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat
badan lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena
pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah
terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran pernafasan
lainnya. Penelitian menunjukan bahwa berat bayi kurang dari 2500 gram
dihubungkan

dengan

meningkatnya

kematian

akibat

infeksi

saluran

pernafasam dan hubungan ini menetap setelah dilakukan adjusted terhadap


status pekerjaan, pendapatan, pendidikan. Data ini mengingatkan bahwa
anak-anak dengan riwayat berat badan lahir rendah tidak mengalami rate
lebih tinggi terhadap penyakit saluran pernafasan, tetapi mengalami lebih
berat infeksinya. (Maryunani, 2010).
3) Status gizi
Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting
untuk terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan tentang
adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak

yang bergizi buruk sering mendapat pneumonia. Disamping itu adanya


hubungan antara gizi buruk dan terjadinya campak dan infeksi virus berat
lainnya serta menurunnya daya tahan tubuh anak terhadap infeksi. Balita
dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit
infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan
mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih
mudah terserang ISPA berat bahkan serangannya lebih lama. (Maryunani,
2010).
4) Vitamin A
Sejak tahun 1985 setiap enam bulan Posyandu memberikan kapsul
200.000 IU vitamin A pada balita dari umur satu sampai dengan empat
tahun. Balita yang mendapat vitamin A lebih dari 6 bulan sebelum sakit
maupun

yang

tidak

pernah

mendapatkannya

adalah

sebagai

resiko

terjadinya suatu penyakit sebesar 96,6% pada kelompok kasus dan 93,5%
pada kelompok kontrol. Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan
dengan imunisasi akan menyebabkan peningkatan titer antibodi yang
spesifik dan tampaknya tetap berada dalam nilai yang cukup tinggi. Bila
antibodi yang ditujukan terhadap bibit penyakit dan bukan sekedar antigen
asing

yang

tidak

berbahaya,

niscaya

dapatlah

diharapkan

adanya

perlindungan terhadap bibit penyakit yang bersangkutan untuk jangka yang


tidak terlalu singkat. (Maryunani, 2010).
5) Status Imunisasi
Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan
mendapat kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi campak.
Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis,
campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam
upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan
mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang
mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat diharapkan
perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat. (Maryunani,
2010).

c. Faktor perilaku
Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA
pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktik penanganan ISPA di
keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya.
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan
tinggal dalam suatu rumah tangga, satu dengan lainnya saling tergantung
dan

berinteraksi.

Bila

salah

satu

atau

beberapa

anggota

keluarga

mempunyai masalah kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap anggota


keluarga lainnya. (Maryunani, 2010).
Diposkan oleh ayusi komalasari di 09.20
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke
FacebookBagikan ke Pinterest
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Arsip Blog

2013 (1)
o April (1)

Pengertian ISPA

Mengenai Saya

ayusi komalasari
Lihat profil lengkapku
Template Picture Window. Diberdayakan oleh Blogger.

Vous aimerez peut-être aussi