Vous êtes sur la page 1sur 14

A.

KUMPULAN KELUHAN UTAMA YANG DIRASAKAN PASIEN SAAT DATANG


KE POLI THT
1. Keluhan di telinga, meliputi :
Nyeri telinga
Keluar cairan dari telinga
Telinga berdenging/berdengung
Gangguan pendengaran
Telinga terasa penuh
Telinga gatal
Benda asing dalam telinga
Benjolan di daun telinga
Pusing berputar
2. Keluhan di hidung, meliputi :
Hidung tersumbat
Pilek/sekret hidung
Bersin
Rasa nyeri di daerah muka dan kepala
Perdarahan dari hidung
Gangguan penghidu
3. Keluhan di tenggorok, meliputi :
Nyeri tenggorok
Nyeri menelan
Dahak di tenggorok
Sulit menelan
Rasa sumbatan di leher
Suara serak
Batuk
4. Keluhan di kepala-leher, meliputi :
Benjolan di leher
Nyeri
B. PATOFISIOLOGI EPISTAKSIS
DEFINISI
Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung; merupakan suatu tanda atau keluhan bukan
penyakit. Perdarahan dari hidung dapat merupakan gejala yang sangat menjengkelkan dan
mengganggu, dan dapat pula mengancam nyawa. Faktor etiologi harus dicari dan dikoreksi untuk
mengobati epistaksis
ANATOMI

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas kebawah: 1.pangkal
hidung (bridge), 2.batang hidung (dorsum), 3.puncak hidung (tip), 4.ala nasi, 5.kolumela,
6.lubang hidung (nares anterior).
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi kulit, jaringan
ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi melebarkan dan menyempitkan lubang hidung.
Kerangka tulang terdiri dari 1.tulang hidung (os nasal), 2.prosesus frontalis os maksila dan
3.prosesus nasalis os frontal. Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang
tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu 1.sepasang kartilago nasalis lateralis
superior, 2.sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai kartilago alar
mayor dan 3.tepi anterior kartilago septum.
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang dipisahkan
oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang
masuk kavum nasi di bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares
posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.
Dinding medial hidung disebut sebagai septum nasi. Septum di bentuk oleh tulang dan
tulang rawan. Bagian tulangnya adalah 1.lamina prependikularis, 2.vomer, 3.krista nasalis os
maksila dan 4.krista nasalis os palatina. Bagian tulang rawannya adalah 1.kartilago septum
(lamina kuadrangularis) dan 2.kolumela.
Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka, yang terbesar dan terletak paling bawah ialah
konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media, lebih kecil lagi ialah konka
superior sendangkan yang terkecil disebut konka suprema. Konka suprema ini biasanya
rudimenter.

Gambar-1: Anatomi Cavum Nasi


Konka Inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin
etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid.
Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut
meatus. Ada 3 meatus yaitu meatus inferior, medius, dan superior. Meatus inferior terletak
diantara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus
inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis. Meatus medius terletak diantara konka
media dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus medius terdapat muara dari sinus frontal,
sinus maksila, dan sinus etmoid anterior. Meatus superior terletak diantara konka superior dan
konka media. Pada meatus superior terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.
Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os
palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribiformis,
yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung. Lamina kribiformis merupakan
lempeng tulang berasal dari os etmoid, tulang ini berlubang-lubang (kribosa=saringan) tempat
masuknya serabut-serabut saraf olfaktorius. Pada bagian posterior, atap rongga hidung dibentuk
oleh os sfenoid.
Vaskularisasi Hidung
Pendarahan untuk hidung berasal dari 3 sumber utama yaitu arteri etmoidalis anterior, arteri
etmoidalis posterior (cabang dari arteri oftalmika), dan arteri sfenopalatina. Arteri etmoidalis

anterior memperdarahi septum bagian superior anterior dan dinding lateral hidung. Arteri
etmoidalis posterior memperdarahi septum bagian superior posterior. Arteri sfenopalatina terbagi
menjadi arteri nasalis posterolateral yang menuju ke dinding lateral hidung dan arteri septi
posterior yang menyebar pada septum nasi.
Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang arteri maksilaris interna,
diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri sfenopalatina yang keluar dari foramen
sfenopalatina bersama nervus sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung
posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri
fasialis.
Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri sfenopalatina,
arteri etmoidalis anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor, yang disebut pleksus
Kiesselbach (Littles area) yang letaknya superfisial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga
sering menjadi sumber epistaksis.
Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan
arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena oftalmika superior yang
berhubungan dengan sinus kavernosus.

Gambar-2: A.Perdarahan pada septum nasi. B.perdarahan pada dinding lateral nasal.
Innervasi Hidung
Bagian depan dan atas ronga hidung mendapat persarafan sensoris dari nervus etmoidalis anteior,
yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris, yang berasal dari nervus oftalmikus (N. V1).

Rongga hidung lainnya, sebagian besarnya mendapat persarafan sensoris dari nervus maksila
melalui ganglion sfenopalatina.
Gangglion sfenopalatina, selain memberikan persarafan sensoris, juga memberikan
persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut saraf
sensoris dari nervus maksila (N. V2), serabut parasimpatis dari nervus petrosus superfisialis
mayor dan serabut saraf simpatis dari nerus petrosus profundus. Gangglion sfenopalatina terletak
di belakan dan sedikit di atas ujung posterior konka media.
Fungsi penghidu berasal dari nervus olfaktorius. Saraf ini turun melalui lamina kribosa
dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel- sel reseptor penghidu
pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.
FISIOLOGI
Dalam keadaan idealnya, desain hidung internal menyediakan saluran yang canggih untuk
pertukaran udara yang laminer. Selama inspirasi hidung, terjadi penyaringan partikel-partikel dan
pelembaban udara dari luar oleh epitel bertingkat torak semu bersilia (pseudostratified ciliated
columnar epithelium). Lapisan hidung, terutama pada konka inferior dan media mengandung
lamia propia bervaskuler tinggi. Arteriol-arteriol konka berjalan melewati tulang konka dan
dikelilingi oleh pleksus vena. Dilatasi arteri yang terjadi dapat memblok aliran balik vena, yang
akhirnya menyebabkan kongesti mukosal.
Fungsi Respirasi
Udara yang dihirup akan mengalami humidifikasi oleh palut lendir. Suhu udara yang
melalui hidung diatur sehingga berkisar 370C. Fungsi pengatur suhu ini dimungkinkan oleh
banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas.
Partikel debu, virus, bakteri, dan jamur yang terhirup bersama udara akan disaring di hidung
oleh: rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi, silia, palut lendir. Debu dan bakteri akan melekat
pada palut lendir dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan dengan reflex bersin.
Fungsi Penghidu
Hidung bekerja sebagai indra penghidu dan pencecap dengan adanya mukosa olfaktorius
pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat
mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik napas dengan kuat.

Fungsi hidung untuk membantu indra pencecap adalah untuk membedakan rasa manis yang
berasal dari berbagai macam bahan.

Gambar-3: Bagian Rongga Hidung.


Fungsi Fonetik
Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi.
Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang,sehingga terdengar suara
sengau (rhinolalia). Terdapat 2 jenis rhinolalia yaitu rhinolalia aperta yang terjadi akibat
kelumpuhan anatomis atau kerusakan tulang di hidung dan mulut. Yang paling sering terjadi
karena stroke dan rhinolalia oklusa yang terjadi akibat sumbatan benda cair (ketika pilek) atau
padat (polip, tumor, benda asing) yang menyumbat.
Refleks Nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor reflex yang berhubungan dengan saluran
cerna,kardiovaskuler dan pernapasan. Iritasi mukosa hidung akan menyebabkan reflex bersin dan
napas berhenti. Rangsang bau tertentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung, dan
pancreas.
DEFINISI
Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari suatu kelainan yang hampir 90%
dapat berhenti sendiri. Epistaksis merupakan perdarahan spontan yang berasal dari dalam
hidung. Epistaksis dapat terjadi pada segala umur, dengan puncaknya terjadi pada anak-anak dan
orang tua. Kebanyakan kasus ditangani pada pelanan kesehatan primer dan kecil kemungkinan
pasien dibawa ke rumah sakit atau ke spesialis THT. Walaupun kebanyakan kasus yang terjadi

ringan dan bersifat self-limiting, ada beberapa kasus yang berat dan mengakibatkan morbiditas
dan mortalitas yang serius. Penting sekali mencari asal perdarahan dan menghentikannya, di
samping perlu juga menemukan dan mengobati penyebab yang mendasarinya.
PATOFISIOLOGI
Menentukan sumber perdarahan amat penting, meskipun kadang-kadang sukar
ditanggulangi. Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan, yaitu dari bagian anterior dan
posterior.
1

Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach, merupakan


sumber perdarahan paling sering dijumpai anak-anak. Dapat juga berasal
dari arteri ethmoid anterior. Perdarahan dapat berhenti sendiri (spontan) dan
dapat dikendalikan dengan tindakan sederhana.

Gambar-9: Epistaksis anterior


Epistaksis posterior, berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid
posterior. Perdarahan cenderung lebih berat dan jarang berhenti sendiri,
sehingga

dapat

menyebabkan

anemia,

hipovolemi

ditemukan pada pasien dengan penyakit kardiovaskular.

dan

syok.

Sering

Gambar-10: Epistaksis posterior


C. ANAMNESA DAN PEMERIKSAAN FISIK
Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian depan dan belakang
hidung. Perhatian ditujukan pada bagian hidung tempat awal terjadinya perdarahan atau pada
bagian hidung yang terbanyak mengeluarkan darah.
Pada anamnesis harus ditanyakan secara spesifik mengenai beratnya perdarahan,
frekuensi, lamanya perdarahan, dan riwayat perdarahan hidung sebelumnya. Perlu ditanyakan
juga mengenai kelainan pada kepala dan leher yang berkaitan dengan gejala-gejala yang terjadi
pada hidung. Bila perlu, ditanyakan juga megenai kondisi kesehatan pasien secara umum yang
berkaitan dengan perdarahan misalnya riwayat darah tinggi, arteriosclerosis, koagulopati, riwayat
perdarahan yang memanjang setelah dilakukan operasi kecil, riwayat penggunaan obat-obatan
seperti koumarin, NSAID, aspirin, warfarin, heparin, ticlodipin, serta kebiasaan merokok dan
minum-minuman keras.
Pada pemeriksaan fisik, epistaksis seringkali sulit dibedakan dengan hemoptysis atau
hematemesis untuk pemeriksaan yang adekuat pasien harus ditempatkan dalam posisi dan
ketinggian yang memudahkan pemeriksa bekerja.. Harus cukup sesuai untuk mengobservasi
atau mengeksplorasi sisi dalam hidung. Dengan spekulum hidung dibuka dan dengan alat
pengisap dibersihkan semua kotoran dalam hidung baik cairan, sekret maupun darah yang sudah
membeku; sesudah dibersihkan semua lapangan dalam hidung diobservasi untuk mencari tempat

dan faktor-faktor penyebab perdarahan. Setelah hidung dibersihkan, dimasukkan kapas yang
dibasahi dengan larutan anestesi lokal yaitu larutan pantokain 2% atau larutan lidokain 2% yang
ditetesi larutan adre-nalin 1/1000 ke dalam hidung untuk menghilangkan rasa sakit dan membuat
vasokontriksi pembuluh darah sehingga perdarahan dapat berhenti untuk sementara. Sesudah 1015 menit kapas dalam hidung dikeluarkan dan dilakukan evaluasi.

Gambar 2. Obat-obat dan alat-alat yang diperlukan untuk tatalaksana epistaksis


Pasien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret berdarah dari hidung yang
bersifat kronik memerlukan fokus diagnostik yang berbeda dengan pasien dengan perdarahan
hidung aktif yang prioritas utamanya adalah menghentikan perdarahan.
Pemeriksaan yang diperlukan berupa:
a) Rinoskopi anterior
Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior. Vestibulum,
mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan konkhainferior harus diperiksa
dengan cermat.
b) Rinoskopi posterior
Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien dengan epistaksis
berulang dan sekret hidung

TATALAKSANA EPISTAKSIS

Pasien Epitaksis

Spontan

Tumor

Angiofibroma,
Carsinoma
nasofaring,
hemangioma

Kelainan
darah/
Hemofilia,
anemia,
leukimia

Infeksi

Trauma

Rhinosinusi
tis kronis,
DBD

Kardiovaskul
er
HT, DM,
aterosklerosis
, sirosis

Pantau KUVS (waspada syok, aspirasi), stabilkan KU, posisikan duduk, pasang
infuse.
Pasang tampon adrenalin 1/1000 + lidokain 2% selama 10-15 menit (pada
hipertensi pasang tampon tanpa adrenalin, tekanan ringan)
Epitaksis Anaterior

Observasi
ulang/
Diagnosa

Epitaksis Posterior

Darah yang mengalir


dari lubang hidung
depan.
Titik perdarahan
dapat ditentukan,
bila perdarahan
berhenti.
Bila perdarahan
berlanjut pasang
tampon anterior
dengan antibiotic

Darah hanya mengalir


dari lubang hidung
depan dan belakang
(ludah campur darah/
hematemesis
Pasang tampon anterior
dan bellocq dengan
antibiotic dan antiseptic
selama 2 hari

Plan

D. DIAGNOSIS BANDING

Stabilkan KUVS, cari dan obati penyakit yang mendasari, cek darah
lengkap, rontgen, CT Scan

Diagnosis banding dari epistaksis berdasarkan penyebabnya teriri dari:


a) Trauma
Epistaksis yang berhubungan dengan tauma biasanya mengeluarkan sekret dengan kuat,
bersin, mengorek hidung, trauma seperti terpukul, jatuh dan sebagainya. Selain itu iritasi
oleh gas yang merangsang dan trauma pada pembedahan dapat juga menyebabkan
epistaksis.
b)

Infeksi
Infeksi hidung dan sinus paranasal, rinitis, sinusitis serta granuloma spesifik, seperti
lupus, sifilis dan lepra dapat menyebabkan epistaksis.

c)

Neoplasma
Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit dan intermiten,
kadang-kadang ditandai dengan mukus yang bernoda darah, Hemongioma, karsinoma,
serta angiofibroma dapat menyebabkan epistaksis berat.

d)

Kelainan kongenital
Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah perdarahan telangiektasis
heriditer (hereditary hemorrhagic telangiectasia/Osler's disease).

e)

Sebab-sebab lain termasuk benda asing dan perforasi septum.


Perforasi septum nasi atau abnormalitas septum dapat menjadi predisposisi perdarahan
hidung. Bagian anterior septum nasi, bila mengalami deviasi atau perforasi, akan
terpapar aliran udara pernafasan yang cenderung mengeringkan sekresi hidung.
Pembentukan krusta yang keras dan usaha melepaskan dengan jari menimbulkan trauma
digital. Pengeluaran krusta berulang menyebabkan erosi membrana mukosa septum dan
kemudian perdarahan.

f)

Pengaruh lingkungan
Misalnya tinggal di daerah yang sangat tinggi, tekanan udara rendah atau lingkungan
udaranya sangat kering.

2) Sistemik
a)

Kelainan darah
Misalnya trombositopenia, hemofilia dan leukemia.

b)

Penyakit kardiovaskuler, hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti pada


aterosklerosis, nefritis kronik, sirosis hepatis, sifilis, diabetes melitus dapat

menyebabkan epistaksis. Epistaksis akibat hipertensi biasanya hebat, sering kambuh dan
prognosisnya tidak baik.
c)

Infeksi sistemik akut

Demam berdarah, demam typhoid, influenza, morbili, demam tifoid.


d)

Gangguan endokrin
Pada wanita hamil, menarche dan menopause sering terjadi epistaksis, kadang-kadang
beberapa wanita mengalami perdarahan persisten dari hidung menyertai fase menstruasi.
Termasuk perdarahan yang bukan berasal dari hidung tetapi darah mengalir keluar dari

hidung seperti hemoptisis, varises oesofagus yang berdarah, perdarahan di basis cranii yang
kemudian darah mengalir melalui sinus sphenoid ataupun tuba eustachius.
E. OBAT
Pada pasien yang dipasang tampon anterior, berikan antibiotik profilaksis.
-

Vasokontriktor topikal : Oxymetazoline 0,05%.

o Menstimulasi reseptor alfa-adrenergik sehingga terjadi vasokonstriksi.


o Dosis : 2-3 spray pada lubang hidung setiap 12 jam.
o Kontraindikasi : hipersensitivitas
o Hati-hati pada hipertiroid, penyakit jantung iskemik, diabetes melitus, meningkatkan
tekanan intraokular.
- Anestesi lokal : lidokain 4%
o Digunakan bersamaan dengan oxymetazoline
o Menginhibisi depolarisasi, memblok transmisi impuls saraf
o Kontraindikasi : hipersensitivitas.
- Salep antibiotik : mopirocin 2% (Bactroban Nasal)
o menghambat pertumbuhan bakteri.
o Dosis : 0,5 g pada setiap lubang hidung selama 5 hari.
o Kontraindikasi : hipersensitivitas.
- Perak Nitrat
o Mengkoagulasi protein seluler dan menghancurkan jaringan granulasi

THT-KL
EPITAKSIS

Oleh :
Firza Fatchya
G99141117

Pembimbing
Dr. Antonius C., M.Kes., Sp. THT-KL

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2015

Vous aimerez peut-être aussi