Vous êtes sur la page 1sur 3

STADIUM ANESTESI

Guedel (1920) membagi anestei umum dengan eter dalam 4 stadium


(stadium III dibagi menjadi 4 plana), yaitu (Wirjoatmodjo, 2000) :
1.

Tahap I (Stadium I, tahap analgesi)


Mulai anestesi diberikan sampai hilangnya kesadaran.
Pada tahap ini penderita masih sadar, karena itu tak ada pola tertentu dari
pernafasan, gerak bola mata maupun lebar pupil.

2.

Tahap II (Stadium II, tahap eksitasi)


Mulai dari hilangnya kesadaran sampai permulaan tahap bedah.
Tahap I dan II bersama-sama disebut tahap induksi. Pada tahap ini
penderita mulai tidak sadar.
a) Nafas : tidak teratur baik iramanya maupun amplitudonya nafas
kadang-kadang cepat, pelan atau berhenti sebentar Amplitudo sesaat
besar sesaat kecil. Perlu dibedakan disini antara nafas yang berhenti
sebentar karena tahap nafas (breath-holding) pada tahap II dan arrest
nafas (respiratory arrest) karena kelumpuhan medulla pada tahap IV.
Tahan nafas dapat diketahui karena adanya tanda-tanda yang lain
misalnya penderita bergerak-gerak disamping anestesi baru sebentar
dimulai.
b) Bola mata
c) Pupil
d) Reflex-reflex
Penderita dapat

: Masih bergerak
: Lebar
: Reflex reflex jalan nafas meninggi
batuk-batuk atau mengalami kejang

tenggorok

(laryngospasmus). Terjadi juga hipersalivasi. Muntah terjadi pada akhir tahap


II pada waktu induksi juga pada waktu akan siuman (menergence). Bahaya
dari muntah adalah terjadinya aspirasi. Penderita sering memberontak
menunjukkan gerakan-gerakan berusaha lepas dari meja operasi. Penderita
sakit jantung dapat mengalami dekompensasi karena gerakan-gerakan yang
berlebihan ini. Karena gangguan yang sering timbul pada tahap II ini
(hipersalivasi, batuk, kejang tenggorok, muntah dan eksitasi yang berlebihan)
teknik pemberian anestesi ditujukan untuk melewati tahap ini secepat
mungkin. Kalau perlu diberikan obat lain untuk induksinya yang tidak

menimbulkan eksitasi baru kemudian untuk maintenace (lanjutan) digunakan


eter.
3. Tahap III (Stadium III, tahap pembedahan)
Mulai dari berakhirnya tahap II sampai berhentinya napas spontan(arrest

napas)
Ciri umum dari tahap III ini adalah :
a) Nafas jadi teratur (ini dapat dinilai dari gerak dan suara nafas) seperti
orang yang tidur nyenyak.
b) Reflex bulu mata negatif
c) Otot-otot jadi lemas, sehingga misalnya kepala mudah digerakkan ke

kiri dan ke kanan.


Tahap ini dibagi menjadi 4 bidang (plane), bidang 1 sampai 4.
A. Bidang 1 (plane 1)
Nafas
:
o Teratur, dalam (amplitudo besar), gerak dada dan perut serentak
(waktu dada naik perut juga naik)
o Amplitudo gerak dada dan perut sama atau hampir sama.
o Pernafasan dada sangat nyata.
Bola mata
: Bergerak
Pupil
: Kecil
B. Bidang 2 (plane 2)
Nafas
:Sama seperti pada bidang 1 hanya besarnya
(amplitudo)berkurang
Bola mata
: Tak bergerak (fixed)
Pupil
: Kecil
C. Bidang 3 (plane 3)
Nafas
: Nafas perut mulai lebih besar dari nafas dada.Gerak
dada ketinggalan (perut naik lebih dulu baru disusul dada).
Bola mata
: Tak bergerak
Pupil : Mulai melebar (lebar sedang).Refleks cahaya positif.
D. Bidang 4 (plane 4)
Nafas
: Otot-otot interkostal telah lumpuh sama sekali. Nafas
hanya nafas perut semata-mata
Ciri lain

:Inspirasi sangat cepat (jerky, gasping) seperti orang


terisak

(tersedu)

waktu

menangis.

Pause

(waktu

mengaso) setelah ekspirasi adalah lama akhirnya nafas


berhenti sama sekali waktu penderita masuk tahap IV.
Bola mata
Pupil

:Tak bergerak
: Melebar hampir maximum, refleks cahaya negatif

Tanda peringatan sebelum penderita masuk tahap IV (preparalytic stage)


ialah :
1) Nafas hanya semata-mata nafas perut (abdominal), dekat sebelum
arrest nafas biasanya penderita megap-megap (gasping)
2) Pupil melebar hampir maximum, refleks cahaya negatif.
3) Nadi kecil tensi rendah
4) Kulit pucat dingin dan basah dingin dan basah berkeringat

4.

Tahap IV (stadium/ tahap kelumpuhan medulla)


Mulai arrest nafas sampai gagalnya sirkulasi (arrest jantung). Pasien
sebaiknya tidak mencapai stadium ini karena berarti telah terjadi kedalaman

anastesi yang berlebihan.


Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis total, pupil
sangat midriasis, refleks cahaya hilang, refleks sfingter ani dan kelenjar air
mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempurna (tonus otot sangat menurun).
Sampai tahap 3 plane 2, efek depresi otot jantung tak nampak jelas karena

eter merangsang saraf simpatis serta sekresi adrenalin-nor adrenalin. Pada stadium
dalam, terjadi depresi nafas dan depresi otot jantung.
Pada tahap 3 plane 3 ini telah terjadi depresi nafas dan sirkulasi yang cukup
berbahaya, sehingga plane 3 hanya boleh untuk waktu singkat saja. Cara lain yang
lebih aman adalah dengan menggunakan obat pelumpuh otot disertai nafas buatan.
Pembedahan dilakukan pada tahap (stadium) 3:

Plane 1, untuk pembedahan di tangan, kaki, dan permukaan tubuh.


Plane 2, untuk pembedahan rongga perut bagian bawah, SC, hernia, usus

buntu.
Plane 3, untuk pembedahan rongga perut bagian atas dan lainnya yang
memerlukan relaksasi otot sebaik-baiknya, tetapi tahap ini sangat
berbahaya karena pada tahap ini sudah mulai terjasi depresi nafas dan
sirkulasi. Bila diperlukan relaksasi untuk pembedahan perut bagian atas
maka ditambahkan obat pelumpuh otot curarine atau derivatnya.

Vous aimerez peut-être aussi