Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Astigmatisma merupakan ametropia yang disebabkan oleh perbedaan
kelengkungan pada meridian yang berbeda dari permukaan refraktif mata
sehingga berkas cahaya tidak terfokus dengan baik pada retina. (Dorland,
1998).
Insidensi kelainan refraksi dalam suatu populasi sangat bervariasi
berdasarkan pada umur, jenis kelamin, ras, etnis, pekerjaan, lingkungan dan
negara. Menurut Maths Abrahamsson dan Johan Sjostrand pada tahun 2003,
angka kejadian astigmatisma bervariasi antara 30%-70%. (James B, 2003).
Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan sekitar 800 juta sampai
2,3 milyar. Di Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan
pertama pada penyakit mata. Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun terus
mengalami peningkatan. Ditemukan jumlah penderita kelainan refraksi di
Indonesia hampir 25% populasi penduduk atau sekitar 55 juta jiwa. (James B,
2003).
Pada penelitian didapatkan prevalensi kelainan refraksi pada anak SD di
Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 1,99 % dengan distribusi 1147 (53 %)
mata myopia, 647 (28,89 %) mata astigmatisma, 25 (1,16%) mata
hipermetropia dan 202 (9,33 %) mata emetropia. (Gunawan W, 2006).
Dalam tinjauan pustaka, penulis membahas secara singkat mengenai
anatomi dan fisiologi mata, persarafan mata, media refraksi, fisiologi refraksi,
definisi, etiologi, klasifikasi, tanda dan gejala, diagnosis dan penatalaksanaan
pada astigmatisma.
I.2 Tujuan
I.2.1 Tujuan Umum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.I Anatomi dan Fisiologi Mata
Bola mata bentuknya menyerupai kistik yang dipertahankan oleh
adanya tekanan di dalamnya. Walaupun secara umum bola mata dikatakan
bentuknya bulat atau globe namun bentuknya tidak bulat sempurna. Orbita
adalah tulang-tulang rongga mata yang didalamnya terdapat bola mata, otototot ekstraokular, nervus, lemak dan pembuluh darah. Tiap-tiap tulang
bagian posteriornya
suatu bayangan
yang
akurat
mengenai
sumber
cahaya.
media
lainnya
adalah
lensa
kristalin.
Kesalahan
tidak tegak lurus tapi miring dengan axis 450 dan 1350. (Wijana N, 1993).
Astigmatisma irregular
Astigmatisma irregular merupakan astigmatisma yang terjadi tidak
mempunyai dua meridian saling tegak lurus. Astigmatisma ini dapat terjadi
akibat kelengkungan kornea pada meridian yang sama berbeda sehingga
bayangan menjadi irregular. Dan astigmatisma irregular terjadi akibat
infeksi kornea, trauma dan distrofi atau akibat kelainan pembiasan pada
meridian lensa yang berbeda. (Ilyas, 2004).
Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina,
astigmatisme terdiri dari:
1) Astigmatisma Miopia Simpleks
Astigmatisma jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik
B berada tepat pada retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya
bias terkuat sedangkan titik B adalah titik fokus dari daya bias terlemah).
(Sidarta I, 2003).
10
11
12
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
13
II.10 Penatalaksanaan
Astigmatisma ringan, yang tidak mengalami gangguan ketajaman
penglihatan (0,5 D atau kurang) tidak perlu dilakukan koreksi. Pada
astigmatisma yang berat dipergunakan kacamata silinder, lensa kontak atau
pembedahan.
1. Koreksi lensa
Astigmatismus dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa
silinder. Karena dengan koreksi lensa cylinder penderita astigmatismus
akan dapat membiaskan sinar sejajar tepat di retina, sehingga penglihatan
akan bertambah jelas. (Hardten D, 2009).
2. Orthokeratology
Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa
kontak, lebih dari satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi
datar dan menurunkan myopia. Kekakuan lensa kontak yang digunakan
sesuai dengan standar. Pada astigmatismus irregular dimana terjadi
14
15
DAFTAR PUSTAKA