Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses
peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha
regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi
mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul
tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronik yang dicirikan dengan distorsi
arsitektur hati normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi
sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal. (Price & Willson, 2005, hal :
493).
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik hati yang dikarakteristikkan oleh
gangguan struktur dan perubahan degenerasi, gangguan fungsi seluler, dan
selanjutnya aliran darah ke hati. (Doenges, dkk, 2000, hal: 544).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, Sirosis hepatis
adalah stadium akhir penyakit hati menahun dimana secara anatomis didapatkan
proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasi dan nekrosis.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Sirosis Hepatis?
2. Bagaimana etiologi dari Sirosis Hepatis?
3. Apa manifestasi klinis dari Sirosis Hepatis?
4. Bagaimana patofisiologi dari Sirosis?
5. Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada
penderita Sirosis Hepatis?
6. Bagaimana penatalaksanaan dari Sirosis Hepatis?
7. Apa saja komplikasi dari Sirosis Hepatis?
8. Bagaimana woc (web of caution) dari Sirosis Hepatis?
9. Bagaimana asuhan keperawatan yang harus dilakukan pada
penderita Sirosis Hepatis?
1.3 Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
K
6.
Fungsi hemodinamik
Eritema Palmaris
3)
Asites
4)
5)
7)
Ensefalopati hepatic, bicara gagok/ slurred speech, flapping tremor
akibat ammonia dan produksi nitrogen (akibat hipertensi portal dan
kegagalan hati)
8)
Hipoalbuminemia, edema pretibial, gangguan koagulasi darah/
defisiensi protombin
Hipertensi portal
Bisa terjadi pertama akibat meningkatnya resistensi portal dan splanknik
karena mengurangnya sirkulasi akibat fibrosis, dan kedua akibat
meningkatnya aliran portal karena transmisi dari tekanan arteri hepatic ke
system portal akibat distorsi arsitektur hati. Bisa disebabkan satu factor
saja misalnya peningkatan resistensi atau aliran porta atau keduanya.
Biasa yang dominan adalah peningkatan resistensi. Lokasi peningkatan
resistensi bisa:
1) Prehepatik, biasa konginetal, thrombosis vena porta waktu lahir.
Tekanan splanknik meningkat tetapi tekanan portal intra hepatic normal.
Peningkatan tekanan prehepatik bisa juga diakibatkan meningkatnya
aliran splanknik karena fistula arteriovenosa atau mielofibrosis limfa.
2) Intrahepatik
a)
Sirosis ini disebabkan oleh alkoholisme dan malnutrisi. Pada awal tahap
ini, hepar membesar dan mengeras. Namun, pada tahap akhir, hepar
mengecil dan nodular.
Sirosis Pascanekrotik:
Terjadi nekrosis yang berat pada sirosis ini karena hepatotoksin biasanya
berasal dari hepatitis virus. Hepar mengecil dengan banyak nodul dan
jaringan fibrosa.
Sirosis Bilier:
Penyebabnya adalah obstruksi empedu dalam hepar dan duktus
koleduktus komunis (duktus sitikus).
Sirosis Cardiac:
Penyebabnya adalh gagal jantung sisi kanan (gagal jantung kongestif).
Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berbubungan dengan keterbatasan
ekspansi dada karena hidrotoraks dan ascites.
2. Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat (anoreksia, nausea, vomitus).
Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa keperawatan : Ketidakefektifan pola nafas berbubungan
dengan keterbatasan ekspansi dada karena hidrotoraks dan asites.
Tujuan
Kriteria hasil
: Bebas dispnea dan sianosis, GDA dalam rentang
normal, pola nafas efektif, kapasitas vital alam rentang normal.
Intervensi
Rasional
Kolaborasi
Berikan tambahan O2 sesuai
indikasi.
Tujuan
Kriteria hasil
: Tidak mengalami tanda malnutrisi lebih lanjut
(mata tidak cowong, turgor kulit baik, tidak terjadi anemia), menunjukkan
peningkatan berat badan progresif mencapai tujuan dengan nilai
laboratorium normal.
Intervensi
Rasional
Kolaborasi
Konsul denga ahli diet untuk
emberikan diet tinggi dalam kalori
dan karbohidrat sederhana, rendah
lemak dan tinggi protein sedang;
batasi natrium bila perlu. Berikan
tambahan cairan sesuai indikasi.
dan Enzimpencernaan
pemasukan oral.
Pemberian antiemetik
Mandiri
Berikan makanan sedikit dan sering
sesuai dengan diet.
Kriteria hasil
: Volume cairan stabil, keseimbangan
pemasukan dan pengeluatan, tidak ada edema, berat badan stabil, tanda
vital dalam raentang normal.
Intervensi
Rasional
Kolaborasi
Berikan albumin bebas garam atau Albumin mungkin diperlukan untuk
plasma ekpander sesuai indikasi.
meningkatkan tekanan osmotic
koloid dalam kompartemen vaskuler,
sehingga meningkatkan volume
sirkulasi efektif dan penurunan
terjadinya asites.
Mandiri
Ukur masukan dan haluaran, catat
keseimbangan positif (pemasukan
melebihi pengeluaran). Timbang
berat badan tiap hari, dan catat
peningkatan lebih dari 0,5 kg/hari.
Ukur lingkar abdomen.
asites.
Kriteria hasil
: Pemahaman akan perubahan dan penerimaan
diri pada situasi yang ada, mengidentifikasi perasaan dan metode koping
persepsi diri negatif.
Intervensi
Rasional
Kolaborasi
Rujuk ke pelayanan pendukung,
contoh konselor, psikiatrik,
pelayanan social, pendeta, atau
program pengobatan alcohol.
Mandiri
Kriteria hasil
: Mempertahnkan Integritas kulit, menunjukkan
perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan kulit.
Intervensi
Rasional
Mandiri
Batasi natrium seperti yang
diresepkan
Berikan perhatian dan perawatan
yang cermat pada kulit.
dengan benar.
Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan setiap saat setelah rencana keperawatan dilakukan
sedangkan cara melakukan evaluasi sesuai dengan criteria keberhasilan
pada tujuan rencana keparawatan.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik yang ditandai oleh distorsi
sususnan hati normal oleh pita-pita jaringan penyambung dan oleh nodulnodul sel hati yang mengalami regenerasi yang tidak berhubungan
dengan susunan normal (Sylvia Anderson,2001:445).
Ensefalopati hepatic merupakan sindrom neuropsikiatrrik pada penderita
penyakit hati berat. Sindrom ini ditandai dengan keekacauan mental,
tremor otot dan flapping tremor yang dinamakan asteriksis (Price et al,
1995).
Pada keadaan sirosis hati lanjut, terjadi pemecahan protein otot.Dengan
demikian, diharapkan cadangan energi lebih banyak, stadium kompensata
dapat dipertahankan, dan penderita tidak mudah jatuh pada keadaan
koma.
4.2 Saran
Dari kedua kasus diatas yaitu sirosis hepatis dan enselopati hepatic
merupakan suatu keadaan masalah kesehatan yang sangat kompleks.
Oleh sebab itu diharapkan perawat mampu menerapkan pola suhan
keperawatan yang tepat dari pengkajian hingga intervensi yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Bilirubin, yang berasal dari heme pada saat perombakan sel darah merah,
diserap oleh hati dari darah dan dikeluarkan ke empedu. Sebagian besar
dari bilirubin di cairan empedu di metabolisme di usus oleh bakteri-bakteri
dan dikeluarkan di feses.
Dalam proses konjugasi yang berlangsung di dalam retikulum endoplasma
sel hati tersebut, mekanisme yang terjadi adalah melekatnya asam
glukuronat (secara enzimatik) kepada salah satu atau kedua gugus asam
propionat dari bilirubin. Hasil konjugasi (yang kita sebut sebagai bilirubin
terkonjugasi) ini, sebagian besar berada dalam bentuk diglukuronida
(80%), dan sebagian kecil dalam bentuk monoglukuronida.
Penempelan gugus glukuronida pada gugus propionat terjadi melalui
suatu ikatan ester, sehingga proses yang terjadi disebut proses
esterifikasi. Proses esterifikasi tersebut dikatalisasi oleh suatu enzim yang
disebut bilirubin uridin-difosfat glukuronil transferase (lazimnya disebut
enzim glukuronil transferase saja), yang berlokasi di retikulum
endoplasmik sel hati.
Akibat konjugasi tersebut, terjadi perubahan sifat bilirubin. Perbedaan
yang paling mencolok antara bilirubin terkonjugasi dan tidak terkonjugasi
adalah sifat kelarutannya dalam air dan lemak. Bilirubin tidak terkonjugasi
bersifat tidak larut dalam air, tapi mempunyai afinitas tinggi terhadap
lemak. Karena sifat inilah, bilirubin tak terkonjugasi tidak akan
diekskresikan ke urin. Sifat yang sebaliknya terdapat pada bilirubin
terkonjugasi.
Karena kelarutannya yang tinggi pada lemak, bilirubin tidak terkonjugasi
dapat larut di dalam lapisan lemak dari membran sel. Peningkatan dari
bilirubin tidak terkonjugasi dapat menimbulkan efek yang sangat tidak
kita inginkan, berupa kerusakan jaringan otak. Hal ini terjadi karena otak
merupakan jaringan yang banyak mengandung lemak.
f.
g.
Sebagai fagosit
Sel-sel Kupffers dari hati mampu memakan sel darah merah dan sel
darah putih yang rusak serta bakteri.
i.
Mengaktifkan vitamin D