Vous êtes sur la page 1sur 34

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses
peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha
regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi
mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul
tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronik yang dicirikan dengan distorsi
arsitektur hati normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi
sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal. (Price & Willson, 2005, hal :
493).
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik hati yang dikarakteristikkan oleh
gangguan struktur dan perubahan degenerasi, gangguan fungsi seluler, dan
selanjutnya aliran darah ke hati. (Doenges, dkk, 2000, hal: 544).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, Sirosis hepatis
adalah stadium akhir penyakit hati menahun dimana secara anatomis didapatkan
proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasi dan nekrosis.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Sirosis Hepatis?
2. Bagaimana etiologi dari Sirosis Hepatis?
3. Apa manifestasi klinis dari Sirosis Hepatis?
4. Bagaimana patofisiologi dari Sirosis?
5. Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada
penderita Sirosis Hepatis?
6. Bagaimana penatalaksanaan dari Sirosis Hepatis?
7. Apa saja komplikasi dari Sirosis Hepatis?
8. Bagaimana woc (web of caution) dari Sirosis Hepatis?
9. Bagaimana asuhan keperawatan yang harus dilakukan pada
penderita Sirosis Hepatis?
1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum


Menjelaskan pengertian dan asuhan keperawatan pada klien
dengan Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan definisi Sirosis Hepatis.
2. Menjelaskan etiologi/ faktor pencetus Sirosis Hepatis.
3. Menjelaskan manifestasi klinis dari Sirosis Hepatis
4. Menjelaskan patofisiologi Sirosis Hepatis.
5. Menjelaskan pemeriksaan penunjang pada Sirosis Hepatis.
6. Menjelaskan penatalaksanaan klien dengan Sirosis Hepatis.
7. Menjelaskan komplikasi dari Sirosis Hepatis.
8. Menjelaskan WOC Sirosis Hepatis.
9. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan Sirosis
Hepatis.
1.4 Manfaat
1. Mengetahui dan memahami definisi Sirosis Hepatis.
2. Mengetahui dan memahami etiologi/ faktor pencetus Sirosis
Hepatis.
3. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari Sirosis
Hepatis.
4. Mengetahui dan memahami patofisiologi Sirosis Hepatis.
5. Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang pada
Sirosis Hepatis.
6. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan
Sirosis Hepatis.
7. Mengetahui dan memahami komplikasi dari Sirosis Hepatis.
8. Mengetahui dan memahami WOC Sirosis Hepatis.

9. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan Sirosis


Hepatis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi Hati


Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar
pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah
diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada
sebelah kanan. Beratnya 1200 1600 gram. Permukaan atas terletak
bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan
di atas organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan
intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah
posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava inferior dan

mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak


diliputi oleh peritoneum disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum
dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke
hepar berupa ligament (Guyton, 2000).

Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh,


merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20
25% oksigen darah. Ada beberapa fung hati yaitu :
1.

Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat

Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan


protein saling berkaitan 1 sama lain.Hati mengubah pentosa dan heksosa
yang diserap dari usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut
glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati akan
memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen mjd
glukosa disebut glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hati merupakan
sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa
melalui heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa.
Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi,
biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/
biosintesis senyawa 3 karbon (3C)yaitu piruvic acid (asam piruvat
diperlukan dalam siklus krebs).
2.

Fungsi hati sebagai metabolisme lemak

Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi


sekaligus mengadakan katabolisis asam lemak Asam lemak dipecah
menjadi beberapa komponen :
1. Senyawa 4 karbon KETON BODIES
2. Senyawa 2 karbon ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak
dan gliserol)
3. Pembentukan cholesterol
4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid
Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan
ekskresi kholesterol. Dimana serum Cholesterol menjadi standar
pemeriksaan metabolisme lipid
3.

Fungsi hati sebagai metabolisme protein

Hati mensintesis banyak macam protein dari asam


amino. dengan proses deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam

lemak dan asam amino.Dengan proses transaminasi, hati memproduksi


asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya
organ yg membentuk plasma albumin dan - globulin dan organ utama
bagi produksi urea.Urea merupakan end product metabolisme protein. globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum
tulang globulin hanya dibentuk di dalam hati.albumin mengandung
584 asam amino dengan BM 66.000
4.

Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah

Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein


yang berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen,
protrombin, faktor V, VII, IX, X. Benda asing menusuk kena pembuluh
darah yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila ada hubungan dengan
katup jantung yang beraksi adalah faktor intrinsik.Fibrin harus isomer
biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit
K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor
koagulasi.
5.

Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin


Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E,

K
6.

Fungsi hati sebagai detoksikasi

Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses


detoksikasi terjadi pada proses oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan
konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat racun, obat over
dosis.
7.

Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas

Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen


dan berbagai bahan melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga
ikut memproduksi - globulin sebagai imun livers mechanism.
8.

Fungsi hemodinamik

Hati menerima 25% dari cardiac output, aliran darah


hati yang normal 1500
cc/ menit atau 1000 1800 cc/ menit. Darah
yang mengalir di dalam a.hepatica 25% dan di dalam v.porta 75% dari
seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor
mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat
pada waktu exercise, terik matahari, shock.Hepar merupakan organ
penting untuk mempertahankan aliran darah (Guyton, 2000).

2.2 Definisi Sirosis Hepatis


Sirosis hepatis adalah stadium akhir penyakit hati menahun dimana
secara anatomis didapatkan proses fibrosis dengan pembentukan nodul
regenerasi dan nekrosis. Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun
yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul.
Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati
yang luas, pembentukan jaringan ikat, dan usaha regenerasi nodul.
Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan
makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul
tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001:1154).
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik yang ditandai oleh distorsi
sususnan hati normal oleh pita-pita jaringan penyambung dan oleh nodulnodul sel hati yang mengalami regenerasi yang tidak berhubungan
dengan susunan normal (Sylvia Anderson, 2001:445).

2.3 Etiologi Sirosis Hepatis


Sirosis terjadi di hati sebagai respon terhadap cedera sel berulang dan
reaksi peradangan yang di timbulkan. Penyebab sirosis antara lain adalah
infeksi misalnya hepatitis dan obstruksi saluran empedu yang
menyebabkan penimbunan empedu di kanalikulus dan ruptur kanalikulus,
atau cedera hepatosit akibat toksin (Kelompok Diskusi Medikal Bedah
Universitas Indonesia, tt).
Penyebab lain dari sirosis hepatis, yaitu:
1. Alkohol, suatu penyebab yang paling umum dari sirosis, terutama di
daerah Barat. Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan
keteraturan mengonsumsi alkohol. Mengonsumsi alkohol pada
tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis dapat melukai sel-sel hati.
Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-penyakit hati,
yaitu dari hati berlemak yang sederhana dan tidak rumit (steatosis),
ke hati berlemak yang lebih serius dengan peradangan
(steatohepatitis atau alcoholic hepatitis), ke sirosis.
2. Sirosis kriptogenik, disebabkan oleh (penyebab-penyebab yang
tidak teridentifikasi, misalnya untuk pencangkokan hati). Sirosis
kriptogenik dapat menyebabkan kerusakan hati yang progresif dan
menjurus pada sirosis, dan dapat pula menjurus pada kanker hati.
3. Kelainan-kelainan genetik yang diturunkan/diwariskan berakibat
pada akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang menjurus
pada kerusakan jaringan dan sirosis. Contohnya akumulasi besi
yang abnormal (hemochromatosis) atau tembaga (penyakit Wilson).

Pada hemochromatosis, pasien mewarisi suatu kecenderungan


untuk menyerap suatu jumlah besi yang berlebihan dari makanan.
4. Primary Biliary Cirrhosis (PBC) adalah suatu penyakit hati yang
disebabkan oleh suatu kelainan dari sistem imun yang ditemukan
pada sebagian besar wanita. Kelainan imunitas pada PBC
menyebabkan peradangan dan kerusakan yang kronis dari
pembuluh-pembuluh kecil empedu dalam hati. Pembuluh-pembuluh
empedu adalah jalan-jalan dalam hati yang dilalui empedu menuju
ke usus. Empedu adalah suatu cairan yang dihasilkan oleh hati yang
mengandung unsur-unsur yang diperlukan untuk pencernaan dan
penyerapan lemak dalam usus serta produk-produk sisa, seperti
pigmen bilirubin (bilirubin dihasilkan dengan mengurai/memecah
hemoglobin dari sel-sel darah merah yang tua).
5. Primary Sclerosing Cholangitis (PSC) adalah suatu penyakit yang
tidak umum yang seringkali ditemukan pada pasien dengan radang
usus besar. Pada PSC, pembuluh-pembuluh empedu yang besar
diluar hati menjadi meradang, menyempit, dan terhalangi.
Rintangan pada aliran empedu menjurus pada infeksi-infeksi
pembuluh-pembuluh empedu dan jaundice (kulit yang menguning)
dan akhirnya menyebabkan sirosis.
6. Hepatitis Autoimun adalah suatu penyakit hati yang disebabkan
oleh suatu kelainan sistem imun yang ditemukan lebih umum pada
wanita. Aktivitas imun yang abnormal pada hepatitis autoimun
menyebabkan peradangan dan penghancuran sel-sel hati
(hepatocytes) yang progresif dan akhirnya menjurus pada sirosis.
7. Bayi-bayi dapat dilahirkan tanpa pembuluh-pembuluh empedu
(biliary atresia) kekurangan enzim-enzim vital untuk mengontrol
gula-gula yang menjurus pada akumulasi gula-gula dan sirosis. Pada
kejadian-kejadian yang jarang, ketidakhadiran dari suatu enzim
spesifik dapat menyebabkan sirosis dan luka parut pada paru
(kekurangan alpha 1 antitrypsin).
8. Penyebab-penyebab sirosis yang lebih tidak umum termasuk reaksireaksi yang tidak umum pada beberapa obat-obatan dan paparan
yang lama pada racun-racun, dan juga gagal jantung kronis (cardiac
cirrhosis). Pada bagian-bagian tertentu dari dunia (terutama Afrika
bagian utara), infeksi hati dengan suatu parasit (schistosomiasis)
adalah penyebab yang paling umum dari penyakit hati dan sirosis
(Kelompok Diskusi Medikal Bedah Universitas Indonesia, tt).

2.4 Klasifikasi Sirosis Hepatis


Terdiri atas:

1. Etiologi (dibahas di etiologi sirosis hepatis)


2. Morfologi
Secara makroskopik sirosis dibagi atas:
Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa
parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut di
seluruh lobul. Sirosis mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm, sedang
sirosis makronodular lebih dari 3mm. Sirosis mikronodular ada yang
berubah menjadi makonodular sehingga dijumpai campuran mikro an
makronodular.
Makronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi,
mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar di
dalamnya ada daerah luasdengan parenkim yang masih baik atau terjadi
regenerasi parenkim.
Campuran
Umumnya sirosis hati adalah jenis campuran ini.
Fungsional
Secara fungsi sirosis hati dibagi atas:
1. Kompensasi baik (laten, sirosis dini)
2. Dekompensasi (aktif disertai kegagalan hati dan hipertensi portal)

Kegagalan hati/ hepatoselular


Dapat timbul keluhan subjektif berupa lemah, berat badan turun,
gembung, mual, dll.
1)
Spider nevi/angiomata pada kulit tubuh bagian atas, muka dan
lengan atas
2)

Eritema Palmaris

3)

Asites

4)

Pertumbuhan rambut berkurang

5)

Atrofi testis dan ginekomastia pada pria

Sebagai tambahan dapat timbul:


6)

Ikterus/jaundice, subfebris, sirkulasi hiperkinetik dan factor hepatic

7)
Ensefalopati hepatic, bicara gagok/ slurred speech, flapping tremor
akibat ammonia dan produksi nitrogen (akibat hipertensi portal dan
kegagalan hati)
8)
Hipoalbuminemia, edema pretibial, gangguan koagulasi darah/
defisiensi protombin

Hipertensi portal
Bisa terjadi pertama akibat meningkatnya resistensi portal dan splanknik
karena mengurangnya sirkulasi akibat fibrosis, dan kedua akibat
meningkatnya aliran portal karena transmisi dari tekanan arteri hepatic ke
system portal akibat distorsi arsitektur hati. Bisa disebabkan satu factor
saja misalnya peningkatan resistensi atau aliran porta atau keduanya.
Biasa yang dominan adalah peningkatan resistensi. Lokasi peningkatan
resistensi bisa:
1) Prehepatik, biasa konginetal, thrombosis vena porta waktu lahir.
Tekanan splanknik meningkat tetapi tekanan portal intra hepatic normal.
Peningkatan tekanan prehepatik bisa juga diakibatkan meningkatnya
aliran splanknik karena fistula arteriovenosa atau mielofibrosis limfa.
2) Intrahepatik
a)

Presinusoidal (fibrosis dan parasit)

b) Sinusoidal (sirosis hati)


c)

Post-sinusoidal (veno oklusif)

Biasa terdapat lokasi obstruksi campuran


3) Posthepatik karena perikarditis konstriktiva, insufiensi trikuspidal
(Sjaifoellah, 2000).
Dalam buku Mary Baradero 2008, sirosis hepatis diklasifikasikan menjadi
4, antara lain:
Sirosis Laennec :

Sirosis ini disebabkan oleh alkoholisme dan malnutrisi. Pada awal tahap
ini, hepar membesar dan mengeras. Namun, pada tahap akhir, hepar
mengecil dan nodular.
Sirosis Pascanekrotik:
Terjadi nekrosis yang berat pada sirosis ini karena hepatotoksin biasanya
berasal dari hepatitis virus. Hepar mengecil dengan banyak nodul dan
jaringan fibrosa.
Sirosis Bilier:
Penyebabnya adalah obstruksi empedu dalam hepar dan duktus
koleduktus komunis (duktus sitikus).
Sirosis Cardiac:
Penyebabnya adalh gagal jantung sisi kanan (gagal jantung kongestif).

2.5 Manifestasi Klinis Sirosis Hepatis


Pembesaran Hati ( hepatomegali ):
Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya
dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam
yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi
sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat sehingga mengakibatkan
regangan pada selubung fibrosa hati (kaosukalisoni). Pada perjalanan
penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan
parut sehingga menyebabkan pengerutan jaringan hati.
Obstruksi Portal dan Asites:
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang
kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari
organ-organ digestif akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke
hati. Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan
menyebabkan asites. Hal ini ditujukan melalui perfusi akan adanya
shifting dullness atau gelombang cairan. Jarring-jaring telangiektasis atau
dilatasi arteri superfisial menyebabkan jarring berwarna biru kemerahan,
yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan seluruh
tubuh.
Varises Gastroinstestinal:
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik
yang mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam

sistem gastrolintestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh


portal ke dalam pembulu darah dengan tekanan yang lebih rendah.
Edema:
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang
kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi
predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan
akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
Defisiensi Vitamin dan Anemia:
Kerena pembentukan, penggunaan, dan penyimpanan vitamin tertentu
yang tidak memadai (terutama vitamin A, C, dan K), maka tanda-tanda
defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai khususnya sebagai fenomena
hemoragi yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan
gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak
adekuat dan gangguan fungsi hati akan menimbulkan anemia yang sering
menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta
kesehatan pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang
mengganggu kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
Kemunduran mental:
Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan
ensefalopati. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada
sirosis hepatis yang mencakup perilaku umum pasien, kemampuan
kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.
Manifestasi lainnya pada sirosis hepatis, yaitu:
1. Mual-mual dan nafsu makan menurun
2. Cepat lelah
3. Kelemahan otot
4. Penurunan berat badan
5. Air kencing berwarna gelap
6. Kadang-kadang hati teraba keras
7. Ikterus, spider navi, erytema palmaris
8. Hematemesis, melena

2.6 Patofisiologi Sirosis Hepatis


Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian. Kejadian
tersebut dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadan yang
kronis atau perlukaan hati yang terus menerus yang terjadi pada
peminum alcohol aktif. Hal ini kemudian membauat hati merespon
kerusakan sel tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang
mengandung kolagen, glikoprotein, dan proteoglikans, dimana sel yang
berperan dalam proses pembentukan ini adalah sel stellata. Pada cedera
yang akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini
dimana akan memicu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya
septa fibrosa difus dan nodul sel hati sehingga ditemukan pembengkakan
pada hati (Sujono, 2002).
Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya
ukuran dari fenestra endotel hepatic menyebabkan kapilerisasi (ukuran
pori seperti endotel kapiler) dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi
kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan daerah
perisinusoidal. Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah
yang menyebabkan penekanan pada banyak vena di hati sehingga
mengganggu proses aliran darah ke sel hati dan pada akhirnya sel hati
mati. Kematian hepatocytes dalam jumlah yang besar akan menyebabkan
banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak gejala
klinis. Kompresi dari vena pada hati akan menyebabkan hipertensi portal
yang merupakan keadaan utama penyebab terjadinya manifestasi klinis
(Sujono, 2002).
Mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan
resistensi terhadap aliran darah melalui hati. Selain itu, biasanya terjadi
peningkatan aliran arteria splangnikus. Kombinasi kedua factor ini yaitu
menurunnya aliran keluar melalui vena hepatica dan meningkatnya aliran
masuk bersama-sama yang menghasilkan beban berlebihan pada system
portal. Pembebasan system portal ini merangsang timbulnya aliran
kolateral guna menghindari obstruksi hepatic (variseses) (Sujono, 2002).
Hipertensi portal ini mengakibatkan penurunan volume intravascular
sehingga perfusi ginjal pun mneurun. Hal ini meningkatkan aktivitas
plasma rennin sehingga aldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan
dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium. Dengan
peningkatan aldosteron maka terjadi retensi natrium yang pada akhirnya
menyebabkan retensi cairan lama-lama menyebabkan asites dan juga
edema (Sujono, 2002).
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa sirosis hepatis merupakan penyakit
hati menahun yang ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai
nodul dimana terjadi pembengkakan hati. Patofisiologi sirosis hepatis
sendiri dimulai dengan proses peradangan, lalu nekrosis hati yang meluas
yang akhirnya menyebabkan pembentukan jaringan ikat yang disertai
nodul (Sujono, 2002).

2.7 Pemeriksaan Penunjang Sirosis Hepatis


Pemeriksaan Diagnostik
1. Skan/biopsy hati : Mendeteksi infiltrate lemak, fibrosis, kerusakan
jaringan hati
2. Kolesistografai/Kolangiografi : Memperlihatkan penyakit duktus
empedu yang mungkin sebagai factor predisposisi.
3. Esofagoskopi : Dapat melihat adanya varises esophagus
4. Portografi Transhepatik perkutaneus : Memperlihatkan sirkulasi
system vena portal
Pemeriksaan Laboratorium
1. Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih
menurun (leukopenia), dan trombositopenia.
2. Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel
yang rusak. Namun, tidak meningkat pada sirosis inaktif.
3. Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun.
4. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel
hati.
5. masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi
hati.
6. pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan
ketidakmampuan sel hati membentuk glikogen.
7. Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan
penyebab sirosis hati seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA,
dan sebagainya.
8. Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila AFP terus meninggi atau
>500-1.000 berarti telah terjadi transformasi ke arah keganasan
yaitu terjadinya kanker hati primer (hepatoma).
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain
ultrasonografi (USG), pemeriksaan radiologi dengan menelan bubur
barium untuk melihat varises esofagus, pemeriksaan esofagoskopi untuk
melihat besar dan panjang varises serta sumber pendarahan,
pemeriksaan sidikan hati dengan penyuntikan zat kontras, CT scan,

angografi, dan endoscopic retrograde chlangiopancreatography (ERCP)


(Sjaifoellah, 2000).

2.8 Penatalaksanaan Sirosis Hepatis


Penatalaksaan pasien sirosis biasanya didasarkan pada gejala yang ada.
Sebagai contoh, antasid diberikan untuk mengurangi distress lambung
dan meminimalkan kemungkinan perdarahan gastrointestinal. Vitamin dan
suplemen nutrisi akan meningkatkan proses kesembuhan pada sel-sel hati
yang rusak dan memperbaiki status gizi pasien. Pemberian preparat
diuretik yang mempertahankan kalium (spironolakton) mungkin
diperlukan untuk mengurangi asites dan meminimalkan perubahan cairan
serta elektrolit yang umum terjadi pada penggunaan jenis diuretik lainnya
(Sjaifoellah, 2000).
Penatalaksaan lainnya pada sirosis hepatis, yaitu:
1. Istirahat yang cukup sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan
demam.
2. Diet rendah protein (diet hati III: protein 1 g/kg BB, 55 g protein,
2.000 kalori). Bila ada ascites diberikan diet rendah garam II (600800 mg) atau III (1.000-2.000 mg). Bila proses tidak aktif, diperlukan
diet tinggi kalori (2.000-3.000 kalori) dan tinggi protein (80-125
g/hari).
Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein
dalam makanan dihentikan (diet hati I) untuk kemudian diberikan kembali
sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian
protein yang melebihi kemampuan pasien atau meningginya hasil
metabolisme protein dalam darah visceral dapat mengakibatkan
timbulnya koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein yang cukup
perlu diperhatikan.
1. Mengatasi infeksi dengan antibiotik. Diusahakan memakai obatobatan yang jelas tiak hepatotoksik.
2. Memperbaiki keadaan gizi, bila perlu dengan pemberian asma
amino esensial berantai cabang dan glukosa.
3. Roboransia. Vitamin B Kompleks yang cukup. Dilarang makanmakanan yang mengandung alkohol.
Penatalaksanaan pada asites dan edema, yaitu:
1. Istirahat dan diet rendah garam.

2. Bila istirahat dan diet rendah garam tidak dapat mengatasi,


diberikan pengobatan diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari
(awal) dan dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila setelah 3-4
hari tidak terdapat perubahan.
3. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan
dengan terapi medikamentosa yang intensif) lakukan terapi
parasentesis.
4. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat
badan 1kg/2 hari atau keseimbangan cairan negative 600-800
ml/hari. Hati-hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam satu
saat, dapat mencetus ensefalopati hepatic (Sjaifoellah, 2000).

Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :


1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang;
misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan
interferon.
Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi
bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah
mendapatkan, pengobatan IFN seperti :
a) kombinasi IFN dengan ribavirin
b) terapi induksi IFN
c) terapi dosis IFN tiap hari
1) Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x
seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan(1000mg
untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan untukjangka waktu
24-48 minggu.
2) Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang
lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan

dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggudengan atau tanpa


kombinasiRIB
3) Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis
3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan
jaringan hati.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosishati akan diberikan jika telah
terjadi komplikasi seperti ;
1. Asites
2. Spontaneous bacterial peritonitis
3. Hepatorenal syndrome
4. Ensefalophaty hepatic (Brunner & Suddarth, 2008).

2.9 Komplikasi Sirosis Hepatis


Komplikasi yang sering timbul pada penderita Sirosis Hepatis diantaranya
adalah:
1. Perdarahan Gastrointestinal
Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi
hipertensi portal, dan timbul varises esophagus. Varises esophagus yang
terjadi pada suatu waktu mudah pecah, sehingga timbul perdarahan yang
massif. Sifat perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau
hematemesis biasanya mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri
di epigastrium. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak
akan membeku, karena sudah tercampur dengan asam lambung. Setelah
hematemesis selalu disusul dengan melena (Sujono Hadi). Mungkin juga
perdarahan pada penderita Sirosis Hepatis tidak hanya disebabkan oleh
pecahnya varises esophagus saja. FAINER dan HALSTED pada tahun 1965
melaporkan dari 76 penderita Sirosis Hepatis dengan perdarahan
ditemukan 62% disebabkan oleh pecahnya varises esofagii, 18% karena
ulkus peptikum dan 5% karena erosi lambung.
2. Koma hepatikum
Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis
adalah koma hepatikum. Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat
dari faal hati sendiri yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat
melakukan fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma hepatikum
primer. Dapat pula koma hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan,

parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-lain, dan disebut


koma hepatikum sekunder.
Pada penyakit hati yang kronis timbullah gangguan metabolisme protein,
dan berkurangnya pembentukan asam glukoronat dan sulfat. Demikian
pula proses detoksifikasi berkurang. Pada keadaan normal, amoniak akan
diserap ke dalam sirkulasi portal masuk ke dalam hati, kemudian oleh sel
hati diubah menjadi urea. Pada penderita dengan kerusakan sel hati yang
berat, banyak amoniak yang bebas beredar dalam darah. Oleh karena sel
hati tidak dapat mengubah amoniak menjadi urea lagi, akhirnya amoniak
menuju ke otak dan bersifat toksik/iritatif pada otak.
3. Ulkus peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis
lebih besar bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa
kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada
mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa,
dan kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan.
4. Karsinoma hepatoselular
SHERLOCK (1968) melaporkan dari 1073 penderita
karsinoma hati menemukan 61,3 % penderita disertai dengan Sirosis
Hepatis. Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama
pada bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang
akan berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi
karsinoma yang multiple.
5. Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi,
termasuk juga penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut
Schiff, spellberg infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis,
diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paruparu, glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis,
endokarditis, erysipelas maupun septikemi (Sujono, 2002).

2.10 Prognosis Sirosis Hepatis


Sampai sat ini belum ada bukti bahwa penyakit sirosis hepatis revesible.
Sirosis yang disebabkan hemokromatosis dan penyakit Wilsons ternyata
pada proses penyembuhan timbul regresi jaringan ikat. Sirosis karena
alcohol prognosisnya baik bila pasien berhenti minum alcohol.
Sebaiknya sirosis jangan dianggap penyakit yang tidak dapat
disembuhkan lagi, minimal penyakit ini dapat dipertahankan dalam

stadium kompensasi. Secara klasifikasi child yang dikembangkan maka


keadaan di bawah ini dianggap petunjuk suatu prognosis tidak baik dari
pasien sirosis.
1. Ikterus yang menetap atau bilirubin daerah > 1,5 mg%.
2. Asites refrakter atau memerlukan diuretic dosis besar.
3. Kadar albumin rendah (<2,5 g%)
4. Kesadaran menurun atau ensefalopati hepatic spontan tanpa factor
pencetus luar. Gagal hati tanpa factor pencetus luar mempunyai
prognosis lebih jelek dari pada yang jelas factor pencetusnya.
5. Hati mengecil
6. Pendarahan akibat pecahnya varises esophagus.
7. Komplikasi
8. Kadar protombin rendah.
9. Kadar natrium darah yang rendah (<120 meq/l), tekanan sistolik
kurang dari 100 mmHg.
10.
CHE rendah, sedian biopsy yang banyak mengandung
nekrosis fokal dan sedikit peradangan.
Peradangan tergantung pada luasnya kerusakan hati/kegagalan
hepatosesular, beratnya hipertensi portal dan timbulnya komplikasi lain.
Penyebab kematian 500 kasus sirosis hati (heterogen, Kopenhagen)
adalah sebagai berikut
43% Penyebab kematian di luar hati
22% oleh kardiovaskuler
9% keganasan ekstra hepatik
7% infeksi
5% di luar hati lainnya

57% penyebab kematian pada hati.


13% kegagalan hati disertai pendarahan saluran cerna

14% pendarahan saja


4% kanker hati primer/hepatoma
2% hati lainnya (Marry, 2008)

2.12 Asuhan Keperawatan


Pengkajian
Identitas Klien
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur,
agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status
perkawinan, dan penanggung biaya.

Riwayat Sakit dan Kesehatan


Riwayat Kesehatan Sekarang:
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien,
sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat
muncul.
Riwayat Kesehatan Sebelumnya:
Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit
lain yang berhubungan dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan
penyakit Sirosis hepatis. Apakah pernah sebagai pengguna alkohol dalam
jangka waktu yang lama disamping asupan makanan dan perubahan
dalam status jasmani serta rohani pasien. Selain itu apakah pasien
memiliki penyakit hepatitis, obstruksi empedu, atau bahkan pernah
mengalami gagal jantung kanan.
Riwayat Kesehatan Keluarga:
Adakah penyakit-penyakit yang dalam keluarga sehingga membawa
dampak berat pada keadaan atau yang menyebabkan Sirosis hepatis,
seperti keadaan sakit DM, hipertensi,ginjal yang ada dalam keluarga. Hal
ini penting dilakukan bila ada gejala-gejala yang memang bawaan dari
keluarga pasien.
Riwayat Tumbuh Kembang:

Kelainan-kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan


pertumbuhan seseorang yang dapat mempengaruhi keadaan penyakit,
seperti ada riwayat pernah icterus saat lahir yang lama, atau lahir
premature, kelengkapan imunisasi, pada form yang tersedia
tidak terdapat isian yang berkaitan dengan riwayat tumbuh kembang.
Riwayat Sosial Ekonomi:
Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang sekitar yang pernah
mengalami penyakit hepatitis, berkumpul dengan orang-orang yang
dampaknya mempengaruhi perilaku pasien yaitu peminum alcohol,
karena keadaan lingkungan sekitar yang tidak sehat.
Riwayat Psikologi:
Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat
menerima, ada tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya. Kita kaji
tingkah laku dan kepribadian,karena pada pasien dengan sirosis hepatis
dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku dan kepribadian, emosi labil,
menarik diri, dan depresi. Fatique dan letargi dapat muncul akibat
perasaan pasien akan sakitnya. Dapat juga terjadi gangguan body image
akibat dari edema,gangguan integument, dan terpasangnya alat-alat
invasive (seperti infuse, kateter).Terjadinya perubahan gaya hidup,
perubaha peran dan tanggungjawab keluarga, danperubahan status
financial
3. Pemeriksaan Fisik
Tanda tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala kakiTD, Nadi, Respirasi,
Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umumpasien /
kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki
dan lebihfocus pada pemeriksaan organ seperti hati, abdomen, limpa
dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi,
perkusi), disamping itu juga penimbangan BB dan pengukuran tinggi
badan dan LLA untuk mengetahui adanya penambahan BB karena retreksi
cairan dalam tubuh disamping juga untuk menentukan tingakat gangguan
nutrisi yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan Nutrisi yang
dibutuhkan.
1. Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda
awal adanya cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis kurang
baik, konsistensi biasanya kenyal / firm, pinggir hati tumpul dan ada
nyeri tekan padaperabaan hati.
2. Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara
:-Schuffner, hati membesar ke medial dan ke bawah menuju
umbilicus (S-I-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII)-Hacket,
bila limpa membesar ke arah bawah saja.

3. Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan


adanya vena kolateral dan acites, manifestasi diluar perut:
perhatikan adanya spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu,
leher, dada, pinggang, caput medussae dan tubuh bagian bawah,
perlunya diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastiadan
atropi testis pada pria, bias juga ditemukan hemoroid
Metabolism steroid seks pria (esterogen, progesterone, testoteron)
menurun, akibatnya sifat-sifat kepriaan menurun diganti sifat-sifat
kewanitaan karena estrogen meningkat. Pada wanita, sifat-sifat
kewanitaan menurun karena testoteron meningkat.

4. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )


1. B1 (Breathing) : sesak, keterbatasan ekspansi dada karena
hidrotoraks dan asites.
1. B2 (Blood)
: pendarahan, anemia, menstruari menghilang.
Obstruksi pengeluaran empedu mengakibatkan absorpsi
lemak menurun, sehingga absorpsi vitamin K menurun.
Akibatnya, factor-faktor pembekuan darah menurun dan
menimbulkan pendarahan. Produksi pembekuan darah
menurun yang mengakibatkan gangguan pembekuan darah,
selanjutnya cenderung mengalami pendarahan dan
mengakibatkan anemia. produksi albumin menurun
mengakibatkan penurunan tekanan osmotic koloid, yang
akhirnya menimbulkan edema dan asites. Gangguan system
imun : sistesis protein secara umum menurun, sehingga
menggangu system imun, akhirnya penyembuhan melambat.
2. B3 (Brain)
: Kesadaran dan keadaan umum pasien Perlu
dikaji tingkat kesadaran pasien dari sadar tidak sadar
(composmentis coma) untuk mengetahui berat ringannya
prognosis penyakit pasien, kekacuan fungsi dari hepar salah
satunya membawa dampak yang tidak langsung terhadap
penurunan kesadaran, salah satunya dengan adanya anemia
menyebabkan pasokanO2 ke jaringan kurang termasuk pada
otak.
3. B4 (Bladder)
: urine berwarna kuning tua dan berbuih.
Bilirubin tak-terkonjugasi meningkat bilirubin dalam urine dan
ikterik serta pruritus
4. B5 (Bowel)
: anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen.
Vena-vena gastrointestinal menyempit, terjadi inflamasi
hepar, fungsi gastrointestinal terganggu. Sintetisb asam
lemak dan trigliserida meningkat yang mengakibatkan hepar

berlemak, akhirnya menjadi hepatomegali : oksidasi asam


lemak menurun yang menyebabkan penurunan produksi
tenaga. Akibatnya, berat badan menurun.
5. f.
B6 (Bone)
: keletihan, metabolism tubuh
meningkat produksi energy kurang. Glikogenesis meningkat,
glikogenolisis dan glikoneogenesis meningkat yang
menyebabkan gangguan metabolisme glukosa. Akibatnya
terjadi penurunan tenaga (Marry, 2008).

Masalah Keperawatan yang Muncul


Data subjektif
1. Keluahan : anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen.
2. Kulit, selaput lender, sclera : kekuning-kuningan, gatal, urine
berwarna kuning tua dan berbuih.
3. Kebiasaan : merokok, minum alcohol, obat-obatan terlarang, dan
sebagainya.
4. Seksualitas : impoten, libido menurun, menstruasi menghilang.
Data objektif
1. Tanda vital tekanan darah menunjukkan tekanan darah ortostatik.
2. Kulit dan skelra : ikterik, petekie, hematoma, luka bekas garukan,
spider angioma, eritema palmar, edema, ginekomastia.
3. Abdomen : gerakan paristaltik (auskultasi), distensi abdomen, nyeri
tekan, pembesaran hepar dan limpa, asites, dilatasi vena pada
abdomen (kaput medusea).
4. Neuromuscular : pengecilan otot-otot, koorsinasi berkurang, tremor,
perubahan orientasi.

Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berbubungan dengan keterbatasan
ekspansi dada karena hidrotoraks dan ascites.
2. Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat (anoreksia, nausea, vomitus).

3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi cairan karena


aldosteron menigkat, dan tekanan osmotic koloid menurun.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fisiologis
seperti ikterik, asites, edema, ginekomastia.
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritus.
6. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipoksia akibat
hipoventilasi.
7. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan metabolisme tubuh
meningkat sehingga produksi energi kurang, anemia,
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
8. Perdarahan berhubungan dengan penurunan absorbsi vit. K dan
terjadinya hemoroid.
9. Anemi berhubungan dengan perdarahan dan gangguan produksi sel
darah merah akibat splenomegali.
10.
Perubahan proses pikir berhubungan dengan peningkatan
kadar amonia serum.
11.
Nyeri berhubungan dengan peningkatan trigliserida yang
mengakibatkan hepatomegali.
12.
Potensial infeksi berhubungan dengan perubahan metabolism
protein, fungsi fagosit hepar lumpuh, kurangnya leukosit (akibat
splenomegali).
13.
Gangguan harga diri berhubungan dengan terjadinya
amenore.

Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa keperawatan : Ketidakefektifan pola nafas berbubungan
dengan keterbatasan ekspansi dada karena hidrotoraks dan asites.
Tujuan

: Pola nafas kembali efektif

Kriteria hasil
: Bebas dispnea dan sianosis, GDA dalam rentang
normal, pola nafas efektif, kapasitas vital alam rentang normal.

Intervensi

Rasional

Kolaborasi
Berikan tambahan O2 sesuai
indikasi.

Penanganan ascites; istirahat dan


diet rendah garam.

Mungkin perlu mengobati/mencegah


hipoksia. Bila pernapasan/oksigenasi
tidak adekuat, ventilasi mekanik
sesuai kebutuhan.
Bila istirahat dan diet rendah garam
tidak dapat mengatasi, diberikan
pengobatan diuretik berupa
spironolakton 50-100 mg/hari (awal)
dan dapat ditingkatkan sampai 300
mg/hari bila setelah 3-4 hari tidak
terdapat perubahan.

Memudahkan pernafasan dengan


menurunkan takanan pada
diafragma dan meminimalkan ukuran
aspirasi secret.
Mandiri
Pertahankan kepala tempat tidur
tinggi. Posisi miring.

Pernafasan dangkal cepat/dispnea


mungkin ada sehubungan dengan
hipoksia dan atau akumulasi cairan
dalam abdomen.

Awasi frekuensi, kedalaman dan


upaya pernafasan.

Perubahan mental dapat


menunjukkan hipoksemia dan gagal
pernafasan yang sering disertai
koma hepatik.

Selidiki perubahan tingkat


kesadaran

2.Diagnosa keperawatan : Perubahan status nutrisi, kurang dari


kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
(anoreksia, nausea, vomitus)

Tujuan

: Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil
: Tidak mengalami tanda malnutrisi lebih lanjut
(mata tidak cowong, turgor kulit baik, tidak terjadi anemia), menunjukkan
peningkatan berat badan progresif mencapai tujuan dengan nilai
laboratorium normal.

Intervensi

Rasional

Kolaborasi
Konsul denga ahli diet untuk
emberikan diet tinggi dalam kalori
dan karbohidrat sederhana, rendah
lemak dan tinggi protein sedang;
batasi natrium bila perlu. Berikan
tambahan cairan sesuai indikasi.

Kalori dibutuhkan pada kebanyakan


pasien yang pemasukannya
dibatasi, karbohidrat memberi
ennergi siap pakai. Lemak sulit
diserap. Protein diperlukan untuk
menurunkan edema dan
meningkatkan regenerasi sel hati.
Catatan: Protein dan makanan tinggi
ammonia dibatasi bila kadar
ammonia meninggi atau pasien
mempunyai tanda klinis
ensefalopati hepatic.

Glukosa menuurn karena gangguan


glikogenesis, penurunan simpanan
glikogen, atau masukan tak
adekuat. Protein menurun karena
Awasi pemeriksaan laboratorium,
gangguan metabolism, penurunan
contoh glukosa serum, albumin, total sintesis hepatic, atau ascites.
protein, amonia
Peningkatan kadar ammonia perlu
pembatasan masukan protein untuk
mencegah komplikasi serius.
Hati yang rusak tidak dapat
menyimpan Vitamin A, B kompleks,
D dan K, juga terjadi kekurangan
besi dan asam folat yang
menimbulkan anemia. Dan
meningkatkan pencernaan lemak
dan dapat menurunkan diare.
Berikan obat sesuai dengan
Untuk menghilangkan mual atau
indikasi: Tambahan vitamin, thiamin, muntah dan dapat meningkatkan
besi, asam folat

dan Enzimpencernaan

pemasukan oral.

Meminimalkan anoreksia dan mual


sehubungan dengan status uremik.
Memberikan informasi tentang
kebutuhan pemasukan atau
defisiensi.

Pemberian antiemetik

Mandiri
Berikan makanan sedikit dan sering
sesuai dengan diet.

Diet yang tepat penting untuk


penyembuhan. Pasien mungkin
makan lebih baik bila keluarga
terlibat dan makanan yang disuka
sebanyak mungkin.

Ukur masukan diet harian dengan


jumlah kalori.
Pasien mungkinmencungkil atau
Bantu dan dorong pasien untuk
hanya makan sedikit gigitan karena
makan; jelaskan alasan tipe diet. Beri kehilangan minat pada makanan
pasien makan bila pasien mudah
dan mengalami mual, kelemahan
lelah, atau biarkan orang terdekat
umum, malaise.
membantu pasien. Pertimbangkan
makanan yang disukai.
Perdarahan dari varises esophagus
dapat terjadi pada sirosis berat.
Dorong pasien untuk makan semua
makanan atau makanan tambahan.

Berikan makanan halus, hindari


makanan kasar sesuai indikasi.

1. Diagnosa keperawatan : Kelebihan volume cairan yang


berhubungan dengan retensi cairan karena aldosteron menigkat,
dan tekanan osmotic koloid menurun.
Tujuan
ekstravaskuler

: Mengurangi retensi cairan dalam area

Kriteria hasil
: Volume cairan stabil, keseimbangan
pemasukan dan pengeluatan, tidak ada edema, berat badan stabil, tanda
vital dalam raentang normal.

Intervensi

Rasional

Kolaborasi
Berikan albumin bebas garam atau Albumin mungkin diperlukan untuk
plasma ekpander sesuai indikasi.
meningkatkan tekanan osmotic
koloid dalam kompartemen vaskuler,
sehingga meningkatkan volume
sirkulasi efektif dan penurunan
terjadinya asites.

Berikan obat sesuai indikasi :


diuretic, contok (aldakton) :
furosemid (lasix)

Mandiri
Ukur masukan dan haluaran, catat
keseimbangan positif (pemasukan
melebihi pengeluaran). Timbang
berat badan tiap hari, dan catat
peningkatan lebih dari 0,5 kg/hari.
Ukur lingkar abdomen.

Dorong untuk tirah baring bila ada

Digunakan untuk mengontrol edema


dan asites. Menghambat efek
aldosteron, meningkatkan ekskresi
air sambil menghemat kalium, bila
terapi konservatif dengan tirah
baring dan pembatasan natrium
tidak mengatasi.

Menunjukkan status volume sirkulasi,


terjadinya perbaikan pindahan
cairan, dan respon terhadap terapi.
Keseimbangan positif/peningkatan
berat badan sering menunjukkan
retensi cairan lanjut.
Menunjukkan akumulasi secret
(asites) diakibatkan oleh kehilangn
protein plasma/cairan kedalam area
peritoneal.
Dapat meningkatkan posisi
rekumben untuk diuresis.

asites.

4. Diagnosa keperawatan : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan


perubahan fisiologis seperti ikterik, asites, edema, ginekomastia.
Tujuan

: Mempertahankan koping yang efektif.

Kriteria hasil
: Pemahaman akan perubahan dan penerimaan
diri pada situasi yang ada, mengidentifikasi perasaan dan metode koping
persepsi diri negatif.

Intervensi

Rasional

Kolaborasi
Rujuk ke pelayanan pendukung,
contoh konselor, psikiatrik,
pelayanan social, pendeta, atau
program pengobatan alcohol.

Peningkatan kerentanan atau maslah


sehubungan dengan penyakit ini
memerlukan sumber professional
pelayanan tambahan.

Mandiri

Pasien sangat sensitive terhadap


perubahan tubuh dan juga
Diskusiskan situasi/dorong
mengalami perasaan bersalah bila
pernyataan takut/masalah. Jelaskan penyebab berhubungan dengan
hubungan antar gejala dengan asal alcohol 80% atau penggunaan obat
penyakit.
lain.
Pemberi perawatan kadang-kadang
memungkinkan penilaian perasaan
untuk mempengaruhi perawatan
pasien dan kebutuhan untuk
Dukung dan dorong pasien, berikan membuat upaya untuk membantu
perawatan dengan positif, perilaku pasien merasakan nilai pribadi.
bersahabat.
Pasien dapat menunjukkan
penampilan kurang menarik
sehubungan dengan ikterik ascites,
area ekimosis. Memberikan

dukungan dapat meningkatkan harga


diri dan rasa kontrol.
Bantu pasien atau orang terdekat
untuk mengatasi perubaha pada
penampilan; anjurkan memakai baju
yang tidak menonjolkan gangguan
penampilan contoh menggunakan
pakaian merah, biru, hitam.

5. Diagnosa keperawatan : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan


pruritus.
Tujuan

: Mengurangi kerusakan kulit.

Kriteria hasil
: Mempertahnkan Integritas kulit, menunjukkan
perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan kulit.

Intervensi

Rasional

Mandiri
Batasi natrium seperti yang
diresepkan
Berikan perhatian dan perawatan
yang cermat pada kulit.

Ubah posisi tidur pasien dengan


sering.

Meminimalkan pembentukan edema.


Jaringan dan kulit yang edematus
mengganggu suplai nutrien dan
sangat rentanterhadap tekanan serta
trauma.
Meminimalkan tekanan yang lama
dan meningkatkan mobilisasi edema.
Meningkatkan aliran balik vena dan
menurunkan edema pada
ekstremitas.

Tinggikan ekstremitas bawah.


Meningkatkan sirkulasi dan
perbaikan atau mempertahankan
mobilitas sendi.
Lakukan latihan gerak secara pasif
atau aktif

Melindungi tonjolan tulang dan


meminimalkan trauma jika dilakukan

Letakkan bantalan busa yang kecil


dibawah tumit, maleolus dan
tonjolan tulang lainnya.

dengan benar.

Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan setiap saat setelah rencana keperawatan dilakukan
sedangkan cara melakukan evaluasi sesuai dengan criteria keberhasilan
pada tujuan rencana keparawatan.

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik yang ditandai oleh distorsi
sususnan hati normal oleh pita-pita jaringan penyambung dan oleh nodulnodul sel hati yang mengalami regenerasi yang tidak berhubungan
dengan susunan normal (Sylvia Anderson,2001:445).
Ensefalopati hepatic merupakan sindrom neuropsikiatrrik pada penderita
penyakit hati berat. Sindrom ini ditandai dengan keekacauan mental,
tremor otot dan flapping tremor yang dinamakan asteriksis (Price et al,
1995).
Pada keadaan sirosis hati lanjut, terjadi pemecahan protein otot.Dengan
demikian, diharapkan cadangan energi lebih banyak, stadium kompensata
dapat dipertahankan, dan penderita tidak mudah jatuh pada keadaan
koma.
4.2 Saran
Dari kedua kasus diatas yaitu sirosis hepatis dan enselopati hepatic
merupakan suatu keadaan masalah kesehatan yang sangat kompleks.
Oleh sebab itu diharapkan perawat mampu menerapkan pola suhan
keperawatan yang tepat dari pengkajian hingga intervensi yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

Baradero, mary. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Hati. Penerbit


buku kedocteran egc. Jakarta.
Black & Hawks. 2005. Medical surgical nursing : Clinical management for
positive outcome. St.Louis : Elvier Saunders
Brunner & Suddarth. 2008. Textbook of medical surgical nursing, eleventh
edition. Philadelpia: Lippincott William & Wilkins
Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser.
(1999). Rencana asuhankeperawatan : pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: PenerbitBuku Kedokteran
(EGC
Elizabeth J. Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Johnson, M. et.al. 2000. Nursing Outcome Classification (NOC) 2nd ed. USA:
Mosby
McCloskey, J. C. & Bulechek, G. M. 1996. Nursing Interventions
Classification (NIC). USA: Mosby
Guyton &Hall. 2000. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Keyman, Withfield. 2006. Dietary proteins intake in patients with hepatic
encephalopahaty and chirrosis : current practice in NSW and ACT. Diakses
pada tanggal 3 OKTOBER 2011 dari :
http://www.healthsystem.virginia.edu/internet/digestiveKrenitsky. 2002. Nutrition for patient with hepatic failure. Diakses tanggal
3 Oktober 2011. Dari:
http://www.mja.com.au/public/issues/185_10_201106/hey10248_fm.pdf
Maryani, Sutadi. 2003. Sirosis hepatic. Medan : Bagian ilmu penyakit
dalam USU
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis
prose

Hati adalah sebuah kelenjar terbesar dan kompleks dalam tubuh,


berwarna merah kecoklatan, yang mempunyai berbagai macam fungsi,
termasuk perannya dalam membantu pencernaan makanan dan
metabolisme zat gizi dalam sistem pencernaan.
Hati manusia dewasa normal memiliki massa sekitar 1,4 Kg atau sekitar
2.5% dari massa tubuh. Letaknya berada di bagian teratas rongga
abdominal, disebelah kanan, dibawah diagfragma dan menempati hampir
seluruh bagian dari hypocondrium kanan dan sebagian epigastrium
abdomen. Permukaan atas berbentuk cembung dan berada dibawah
diafragma, permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan
fisura transverses. Permukaannya dilapisi pembuluh darah yang keluar
masuk hati.
Secara fisiologis, fungsi utama dari hati adalah:
a. Membantu dalam metabolisme karbohidrat
Fungsi hati menjadi penting, karena hati mampu mengontrol kadar gula
dalam darah. Misalnya, pada saat kadar gula dalam darah tinggi, maka
hati dapat mengubah glukosa dalam darah menjadi glikogen yang
kemudian disimpan dalam hati (Glikogenesis), lalu pada saat kadar gula
darah menurun, maka cadangan glikogen di hati atau asam amino dapat
diubah menjadi glukosa dan dilepakan ke dalam darah (glukoneogenesis)
hingga pada akhirnya kadar gula darah dipertahankan untuk tetap
normal. Hati juga dapat membantu pemecahan fruktosa dan galaktosa
menjadi glukosa dan serta glukosa menjadi lemak.
b. Membantu metabolisme lemak
Membantu proses Beta oksidasi, dimana hati mampu menghasilkan asam
lemak dari Asetil Koenzim A. Mengubah kelebihan Asetil Koenzim A
menjadi badan keton (Ketogenesis). Mensintesa lipoprotein-lipoprotein
saat transport asam-asam lemak dan kolesterol dari dan ke dalam sel,
mensintesa kolesterol dan fosfolipid juga menghancurkan kolesterol
menjadi garam empedu, serta menyimpan lemak.
c. Membantu metabolisme Protein
Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah dalam deaminasi
(mengubah gugus amino, NH2) asam-asam amino agar dapat digunakan
sebagai energi atau diubah menjadi karbohidrat dan lemak. Mengubah
amoniak (NH3) yang merupakan substansi beracun menjadi urea dan
dikeluarkan melalui urin (ammonia dihasilkan saat deaminase dan oleh
bakteri-bakteri dalam usus), sintesis dari hampir seluruh protein plasma,
seperti alfa dan beta globulin, albumin, fibrinogen, dan protombin
(bersama-sama dengan sel tiang, hati juga membentuk heparin) dan
transaminasi transfer kelompok amino dari asam amino ke substansi (alfa-

keto acid) dan senyawa lain.


d.

Menetralisir obat-obatan dan hormon

Hati dapat berfungsi sebagai penetralisir racun, yakni pada obat-obatan


seperti penisilin, ampisilin, erythromisin, dan sulfonamide juga dapat
mengubah sifat-sifat kimia atau mengeluarkan hormon steroid, seperti
aldosteron dan estrogen serta tiroksin.
e.

Mensekresikan cairan empedu

Bilirubin, yang berasal dari heme pada saat perombakan sel darah merah,
diserap oleh hati dari darah dan dikeluarkan ke empedu. Sebagian besar
dari bilirubin di cairan empedu di metabolisme di usus oleh bakteri-bakteri
dan dikeluarkan di feses.
Dalam proses konjugasi yang berlangsung di dalam retikulum endoplasma
sel hati tersebut, mekanisme yang terjadi adalah melekatnya asam
glukuronat (secara enzimatik) kepada salah satu atau kedua gugus asam
propionat dari bilirubin. Hasil konjugasi (yang kita sebut sebagai bilirubin
terkonjugasi) ini, sebagian besar berada dalam bentuk diglukuronida
(80%), dan sebagian kecil dalam bentuk monoglukuronida.
Penempelan gugus glukuronida pada gugus propionat terjadi melalui
suatu ikatan ester, sehingga proses yang terjadi disebut proses
esterifikasi. Proses esterifikasi tersebut dikatalisasi oleh suatu enzim yang
disebut bilirubin uridin-difosfat glukuronil transferase (lazimnya disebut
enzim glukuronil transferase saja), yang berlokasi di retikulum
endoplasmik sel hati.
Akibat konjugasi tersebut, terjadi perubahan sifat bilirubin. Perbedaan
yang paling mencolok antara bilirubin terkonjugasi dan tidak terkonjugasi
adalah sifat kelarutannya dalam air dan lemak. Bilirubin tidak terkonjugasi
bersifat tidak larut dalam air, tapi mempunyai afinitas tinggi terhadap
lemak. Karena sifat inilah, bilirubin tak terkonjugasi tidak akan
diekskresikan ke urin. Sifat yang sebaliknya terdapat pada bilirubin
terkonjugasi.
Karena kelarutannya yang tinggi pada lemak, bilirubin tidak terkonjugasi
dapat larut di dalam lapisan lemak dari membran sel. Peningkatan dari
bilirubin tidak terkonjugasi dapat menimbulkan efek yang sangat tidak
kita inginkan, berupa kerusakan jaringan otak. Hal ini terjadi karena otak
merupakan jaringan yang banyak mengandung lemak.
f.

Mensintesis garam-garam empedu

Garam-garam empedu digunakan oleh usus kecil untuk mengemulsi dan


menyerap lemak, fosfolipid, kolesterol, dan lipoprotein.

g.

Sebagai tempat penyimpanan

Selain glikogen, hati juga digunakan sebagai tempat menyimpan vitamin


(A, B12, D, E, K) serta mineral (Fe dan Co). Sel-sel hati terdiri dari sebuah
protein yang disebut apoferritin yang bergabung dengan Fe membentuk
Ferritin sehingga Fe dapat disimpan di hati. Fe juga dapat dilepaskan jika
kadarnya didarah turun.
h.

Sebagai fagosit

Sel-sel Kupffers dari hati mampu memakan sel darah merah dan sel
darah putih yang rusak serta bakteri.
i.

Mengaktifkan vitamin D

Hati dan ginjal dapat berpartisipasi dalam mengaktifkan vitamin D.


j.

Menghasilkan kolesterol tubuh

Hati menghasilkan sekitar separuh kolesterol tubuh, sisanya berasal dari


makanan. Sekitar 80% kolesterol yang dibuat di hati digunakan untuk
membuat empedu. Kolesterol merupakan bagian penting dari setiap
selaput sel dan diperlukan untuk membuat hormon-hormon tertentu
(termasuk hormon estrogen, testosteron dan hormonadrenal).

Vous aimerez peut-être aussi