Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
SEPSIS
OLEH:
Dianita Ayu Retnani
NIM. 105070201131006
PROFESI NERS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2015
LAPORAN PENDAHULUAN
SEPSIS
A. DEFINISI
Sepsis merupakan respon sistemik pejamu terhadap infeksi dimana patogen atau
toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses inflamasi.
Berbagai definisi sepsis telah diajukan, namun definisi yang saat ini digunakan di klinik
adalah definisi yang ditetapkan dalam consensus American College of Chest Physician dan
Society of Critical Care Medicine pada tahun 1992 yang mendefinisikan sepsis, sindroma
respon inflamasi sistemik (systemic inflammatory response syndrome / SIRS), sepsis berat,
dan syok/renjatan septik (Chen et.al,2009).
Tabel 1. Terminologi dan Definisi Sepsis
Sindroma respons inflamasi sistemik (SIRS: systemic inflammatory response
syndrome) Respon tubuh terhadap inflamasi sistemik mencakup 2 atau lebih
keadaan berikut:
suhu >38C atau <36C
frekuensi jantung >90 kali/menit
frekuensi nafas >20 kali/menit atau PaCO2 <32 mmHg
leukosit darah >12.000/mm3, <4.000/mm3 atau batang >10%
Sepsis
Keadaan klinis berkaitan dengan infeksi dengan manifestasi SIRS.
Sepsis berat
Sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi
termasuk asidosis laktat, oliguria, dan penurunan kesadaran.
Ranjatan septik
Sepsis dengan hipotensi meskipun telah diberikan resusitasi cairan secara
adekuat atau memerlukan vasopressor untuk mempertahaankan tekanan
darah dan perfusi organ.
Sumber: Chen et. al, 2009
Syok Sepsis
Sindroma sepsis ditambah dengan
Takikardi 90x/m
gejala:
Hipertermi 38 C
Hipotensi 90 mmHg
Hipotermi 35,6 C
Hipoksemia
B. ETIOLOGI
Sepsis merupakan respon terhadap setiap kelas mikroorganisme. Dari hasil kultur darah
ditemukan bakteri dan jamur 20-40% kasus dari sepsis. Bakteri gram negatif dan gram
positif merupakan 70% dari penyebab infeksi sepsis berat dan sisanya jamur atau gabungan
beberapa mikroorganisme. Pada pasien yang kultur darahnya negatif, penyebab infeksi
tersebut biasanya diperiksa dengan menggunakan kultur lainnya atau pemeriksaan
mikroskopis (Munford, 2008). Penelitian terbaru mengkonfirmasi bahwa infeksi dengan
sumber lokasi saluran pernapasan dan urogenital adalah penyebab paling umum dari sepsis
(Shapiro, 2010)
Tabel 3. Penyebab Umum Sepsis pada Orang Sehat
Sumber lokasi
Kulit
Mikroorganisme
Staphylococcus
Saluran kemih
Saluran pernafasan
Usus dan kantung empedu
Organ pelvis
Sumber: Moss et.al,2012
bentuk
dan
batang
Bacteroides fragilis
Neissseria gonorrhea,anaerob
aureus
Mikroorganisme
gram
negatif
lainnya,
Pemasanagan kateter
Penggunaan iv kateter
Setelah operasi:
albicans
Staph. aureus, E. coli, anaerobes(tergantung lokasinya)
Wound infection
Deep infection
Luka bakar
Luka bakar
Pasien immunocompromised
Sumber: Moss et.al,2012
Pasien immunocompromised
C. FAKTOR RESIKO
1. Umur
- Pasien yang berusia kurang dari 1 tahun dan lebih dari 65 tahun
2. Pemasangan alat invasive
- Venous catheter
- Arterial lines
- Pulmonary artery catheters
- Endotracheal tube
- Tracheostomy tubes
- Intracranial monitoring catheters
- Urinary catheter
3. Prosedur invasive
- Cystoscopic
- Pembedahan
4. Medikasi/Therapeutic Regimens
- Terapi radiasi
- Corticosteroids
- Oncologic chemotherapy
- Immunosuppressive drugs
- Extensive antibiotic use
5. Underlying Conditions
- Poor state of health
- Malnutrition
- Chronic Alcoholism
- Pregnancy
- Diabetes Melitus
- Cancer
-
D. PATOFISIOLOGI
Respon inflamasi sistemik timbul bila benda asing di dalam darah atau jaringan
diketahui oleh tuan rumah. Respon ini bertujuan untuk menetralisir mikroorganisme dan
produknya sampai bersih, tetapi dapat terjadi efek negative pada tuan rumah, terutama
kerusakan jaringan. Sitokin proinflamasi dan antiinflamasi yang diaktifkan di ruang
intravascular melalui kehadiran material mikroba mempunyai efek merusak. Respon
inflamasi yang berlebihan berperan terhadap gangguan hemodinamik dan iskemia jaringan
dan berakhir sebagai multiple organ dysfunction.
Patofisiologi sepsis adalah complex karena memberikan efek pada hemodinamik.
Faktor koagulasi, respon kekebalan, dan proses metabolik berkaitan dengan serangkaian
reaksi biokimia yang distimulasi mediator endogen. Produksi mediator endogen dirangsang
oleh endotoksin, suatu lipopolisakarida yang merupakan bagian dari dinding sel bakteri
gram-negatif.
Endotoksin dilepaskan dan memulai kegiatannya setelah bakteri telah dihancurkan
oleh sistem kekebalan tubuh inang atau dengan terapi antibodi. Oleh karena itu, sepsis
dapat terjadi meskipun bakteri tidak lagi beredar pada sirkulasi intravaskular. Bakteri Gram
positif tidak menghasilkan endotoksin. Namun, mediator kimia endogen dari respon sepsis
diaktifkan dalam gram sepsis positif. bakteri Gram positif, jamur dan virus dapat
menghasilkan respon inflamasi sistemik yang mirip dengan sepsis gram negatif, walaupun
biasanya tidak parah.
Meskipun tidak adanya endotoksin dalam beberapa bentuk sepsis, efek endotoksin
dapat digunakan sebagai model untuk menjelaskan perubahan physiologyc terlihat pada
SIRS, sepsis dan syok septik.
Pengaruh endotoksin
Endotoksin mengaktifkan jalur klasik dan alternatif. C3a dan C5a adalah produk
utama komplemen protein yang diproduksi. Mediator ini menghasilkan vasodilatasi melalui
pelepasan
histamin
dan
meningkatkan
permeabilitas
kapiler,
yang
menyebabkan
diproduksi dan distimulasi oleh faktor lain Tumor nekrosis mediator endogen (TNF,
cachectin). Proses biokimia yang diaktivasi oleh endotoksin digambarkan pada tabel 5.
Tabel 5. Proses Biokimia yang dipacu oleh endotoksin dalam sepsis dan SIRS
Proses
Mediator
Aktivasi jalur klasik dan C3a dan C5a
alternatif
Efek
Vasodilatasi
Peningkatan permeabelitas kapiler
Aktivasi histamine
Kemotaksis oleh leukosit
Platelet agregasi
Koagulasi intravaskular
Hageman
factor (factor
XII)
Aktivasi kallikreinBradikinin
Vasodilatasi
bradikinin
Peningkatan permeabelitas kapiler
Aktivasi
metabolism Prostaglandin
Vasodilatasi
arachidonic acid
Leukotrien
Peningkatan permeabelitas kapiler
Platelet agregasi
Bronkokonstriksi
Depressi myokardial
Produksi Makrofag oleh Tumor
Intravascular koagulasi
sitokin
nekrosis factor Neutrofil agregasi
(TNF)
Menimbulkan perusakan dan fagosit
Interleukin 1
endotel sel dan adesi oleh Pmn
Menghasilkan proteolitik enjim
Penurunan aktivitas lipase
Demam
Pengeluaran
hormone Endorphin,
Vasodilatasi
pituitari
ACTH
Hipotensi
Hiperglikemia
Sumber : Bone,RC
Tumor necrosis factor
TNF dianggap sebagai mediator utama pada sepsis dan SIRS. Endotoksin
merangsang makrofag untuk menghasilkan TNF dan sitokin lainnya, seperti interleukin 1,
interferon dan interleukin 6. TNF memiliki efek langsung dan juga menguatkan reaksi
mediator lainnya, seperti cascade koagulasi dan produksi leukotriene.
TNF secara langsung meracuni
meningkat akibat aktivasi TNF pada sel polymorphonuclear (PMNs), melalui phagocytize sel
endotel, dan melalui pelepasan TNF promored enzim proteolitik. TNF juga terlibat dalam
metabolisme derangements. Hal ini berkaitan dengan hubungan TNF dengan penurunan
aktivitas lipase dengan mencegah penyerapan dan penyimpanan triglyserides.
Efek metabolik
Beberapa penyimpangan metabolik terlihat selama respon septik. Hypermetabolic,
Hiperglikemi, katabolik terjadi sebagai akibat dari respon stres (rilis cathecolamine),
endotoksin menstimulasi adrenocoticotropic hormon (ACTH) rilis dan TNF menyebabkan
penurunan aktivitas enzim lipase. Glukosa, lemak. dan metabolisme protein berubah. Serum
glukosa meningkat terkait dengan peningkatan produksi glukosa hepatik dan resistensi
insulin perifer. Lypolisis dan katabolisme Protein ditinagkatkan. katabolik, ditambah dengan
perfusi terganggu dan hipoksia jaringan, berkontribusi terhadap kerusakan sel dan organ.
Empat perubahan patofisiologi yang utama terjadi pada syok septik adalah, depresi
miokard, vasodilatasi masif, maldistribution volume intravaskuler dan pembentukan
microemboli (gambar 1). Depresi miokard terjadi bila kekuatan kontraksi ventrikel menurun
akibat dari mediator biokimia, termasuk yang terlibat di dalamnya adalah faktor depresi
miokard, endotoksin, tumor nekrosis faktor, endorfin, produk komplemen dan leukotrien.
vasodilatasi masif dan meningkatnya permeabilitas kapiler menyebabkan menurunnya
jumlah darah kembali ke jantung (preload). Penurunan afterload karena vasodilatasi terjadi
akibat pelepasan mediator seperti bradikinin, endorphions, produk komplemen, histamin dan
prostaglandin. Meskipn volume plasma normal pada fase awal syok septik, akan menjadi
maldistributed selama shock berlangsung karena peningkatan permeabilitas kapiler,
vasokonstriksi
selektif,
dan
oklusi
vaskuler.
Peningkatan
permeabilitas
kapiler
jaringan vaskular untuk menerima darah lebih dari yang mereka butuhkan, sementara yang
lain menerima terlalu sedikit. Maldistribution darah ini menyebabkan hipoksia dan kurangnya
dukungan gizi ke beberapa daerah, menyebabkan disfungsi seluler yang akhirnya
menyebabkan kematian sel.
Pathway Septik
ENDOTOXIN
Capillary
Permiability
Vasodilation
Platelet
Aggregation
Clotting
Cascade
Shunting of Fluids
intravascular to Interstitial
Intravascular Microemboli
Distributional Hypovolemia
Hypermetobolism &
Metabolic
Derangements
Decreased Tissue
Perfusion
Lactic Acidosis
Catabolism of
Protein
Direct Endothelial
Cell Damage
Cellular Death
Death
E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi dari respon sepsis biasanya ditekankan pada gejala dan tanda-tanda
penyakit yang mendasarinya dan infeksi primer. Tingkat di mana tanda dan gejala
berkembang mungkin berbeda dari pasien dan pasien lainnya, dan gejala pada setiap
pasien sangat bervariasi. Sebagai contoh, beberapa pasien dengan sepsis adalah normoatau hipotermia, tidak ada demam paling sering terjadi pada neonatus, pada pasien lansia,
dan pada orang dengan uremia atau alkoholisme (Munford, 2008).
Pasien dalam fase awal sepsis sering mengalami cemas, demam, takikardi, dan
takipnea (Dasenbrook & Merlo, 2008). Tanda-tanda dari sepsis sangat bervariasi.
Berdasarkan studi, demam (70%), syok (40%), hipotermia (4%), ruam makulopapular,
petekie, nodular, vesikular dengan nekrosis sentral (70% dengan meningococcemia), dan
artritis (8%). Demam terjadi pada <60% dari bayi dibawah 3 bulan dan pada orang dewasa
diatas 65 tahun (Gossman & Plantz, 2008). Infeksi menjadi keluhan utama pada pasien
(Hinds et.al,2012). Perubahan status mental yang tidak dapat dijelaskan (LaRosa, 2010)
juga merupakan tanda dan gejala pada sepsis. Adanya tanda dan gejala disseminated
intravascular coagulation (DIC) meningkatkankan angka mortalitas (Saadat, 2008).
Pada sepsis berat muncul dampak dari penurunan perfusi mempengaruhi setidaknya
satu organ dengan gangguan kesadaran, hipoksemia (PO2 <75 mmHg), peningkatan laktat
plasma, atau oliguria (30 ml / jam meskipun sudah diberikan cairan). Sekitar satu perempat
dari pasien mengalami sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS) dengan infiltrat paru
bilateral, hipoksemia (PO2 <70 mmHg, FiO2 >0,4), dan kapiler paru tekanan <18 mmHg
.Pada syok septik terjadi hipoperfusi organ (Weber & Fontana, 2007).
Diagnosis sepsis sering terlewat, khususnya pada pasien usia lanjut yang tandatanda klasik sering tidak muncul. Gejala ringan, takikardia dan takipnea menjadi satusatunya petunjuk, Sehingga masih diperlukan pemeriksaan lebih lanjut yang dapat dikaitkan
dengan hipotensi, penurunan output urin, peningkatan kreatinin plasma, intoleransi glukosa
dan lainnya (Hinds et.al,2012).
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil laboratorium sering ditemukan asidosis metabolik, trombositopenia, pemanjangan
waktu prothrombin dan tromboplastin parsial, penurunan kadar fibrinogen serum dan
peningkatan produk fibrin split, anemia, penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2,
serta perubahan morfologi dan jumlah neutrofil. Peningkatan neutrofil serta peningkatan
leukosit imatur, vakuolasi neutrofil, granular toksik, dan badan Dohle cenderung
menandakan infeksi bakteri. Neutropenia merupakan tanda kurang baik yang
menandakan perburukan sepsis. Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat menunjukkan
neutrofil dan bakteri. Pada stadium awal meningitis, bakteri dapat dideteksi dalam
cairan serebrospinal sebelum terjadi suatu respons inflamasi.
Tabel 5 Indikator Laboratorium Penderita Sepsis
Pemeriksaan
Laboratorium
Hitung leukosit
Hitung trombosit
Temuan
Uraian
Leukositosis atau
leukopenia
Trombositosis atau
trombositopenia
Endotoxemia
menyebabkan leukopenia
Peningkatan jumlahnya
diawal menunjukkan
respon fase akut;
penurunan jumlah
trombosit menunjukkan
DIC
Kaskade koagulasi
Serum fosfat
Defisiensi protein C;
defisiensi antitrombin;
peningkatan D-dimer;
pemanjangan PT dan PTT
Peningkatan kreatinin
As.laktat>4mmol/L(36mg/
dl)
Peningkatan alkaline
phosphatase, AST, ALT,
bilirubin
Hipofosfatemia
Meningkat
Procalcitonin
Meningkat
Kreatinin
Asam laktat
Enzim hati
Abnormalitas dapat
diamati sebelum
kegagalan organ dan
tanpa pendarahan
Indikasi gagal ginjal akut
Hipoksia jaringan
Gagal hepatoselular akut
disebabkan hipoperfusi
Berhubungan dengan
level cytokin
proinflammatory
Respon fase akut
Membedakan SIRS
dengan atau tanpa infeksi
2. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang digunakan foto toraks, pemeriksaan dengan prosedur
radiografi dan radioisotop lain sesuai dengan dugaan sumber infeksi primer (Opal,
2012).
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Berikut adalah tata cara pengelolaan pasien secara terstruktur menurut Surviving
Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Severe Sepsis and
Septic Shock 2012 :
1. Terapi yang diarahkan oleh tujuan secara dini (Early goal directed therapy)
Early goal directed therapy berfokus pada optimalisasi pengiriman oksigen
jaringan yang diukur dengan saturasi oksigen vena, pH, atau kadar laktat arteri.
Pendekatan ini telah menunjukkan peningkatan kelangsungan hidup dibandingkan
dengan resusitasi cairan dan pemeliharaan tekanan darah yang standar. Tujuan
fisiologis selama 6 jam pertama resusitasi sebagai berikut:
a. Tekanan vena sentral (CVP) 8-12mmHg
b. Tekanan arterial rata-rata (MAP) 65mmHg
c. Saturasi oksigen vena sentral (SavO2) 70%
d. Urine output 0,5ml/kg/jam (menggunakan transfusi, agen inotropik, dan
oksigen tambahan dengan atau tanpa ventilasi mekanik)
Gambar 1. Algoritma early goal directed therapy
Penanganan hipotensi pertama kali adalah dengan resusitasi volume secara agresif, baik
dengan kristaloid isotonik, atau dalam kombinasi dengan koloid. Jangan mengganggu
denyut jantung: karena takikardia adalah manuver kompensasi
Airway harus dikontrol dan pasien diberikan oksigen dengan menggunakan ventilasi
mekanik . Hal ini biasanya membutuhkan intubasi endotrakeal dan ventilator. Tujuan dari
semua upaya resusitasi adalah untuk menjaga pengiriman oksigen tetap adekuat. Indikasi
untuk intubasi dan ventilasi mekanik adalah: kegagalan jalan napas, adanya perubahan
status mental, kegagalan ventilasi dan kegagalan untuk oksigenasi. Pada sepsis, oksigen
tambahan hampir selalu diperlukan. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan
kebutuhan oksigen oleh otot-otot pernafasan,bronkokonstriksi dan asidosis; penggunaan
ventilasi mekanis bertujuan untuk mengatasi hal tersebut.
Stage C: re-establishing the circulation
Hipotensi disebabkan oleh depresi miokard, vasodilatasi extravascation patologis dan
sirkulasi volume karena kebocoran kapiler luas. Upaya pernafasan awal adalah upaya untuk
memperbaiki hipovolemia absolut dan relatif dengan mengisi pohon vaskular. Ada bukti yang
bagus bahwa tujuan awal diarahkan resusitasi volume agresif meningkatkan hasil pada
sepsis
Pemberian cairan resusitasi
Hasil kultur (menentukan jenis dari bakteri dan resistensi terhadap mikroba)
Status immune pasien (pasien dengan neutropenia dan penggunaan obat
diperlakukan
Pemberian activated protein C bila ada indikasiActivated protein C memodulasi
inflamasi dan koagulasi baik pada sepsis berat, dan mengurangi kematian. Activated
protein C (drotrecogin alfa) merupakan protein endogen yang mempromosikan
fibrinolisis dan menghambat trombosis dan inflamasi.
akan menunjukkan situs infeksi, tes diagnostic lain yang lebih mahal-luas mungkin perlu
dilakukan, seperti tomografi terkomputerisasi. Dengan cara ini 95 % dari 100 sumber dapat
dilokalisasi dan dikendalikan.
Step G = Gut: feed it to prevent villus atrophy and bacterial translocation
-
Pencegahan atrofi vili mukosa usus dan bakteri translokasi melibatkan restorasi
aliran darah splanknik dan gizi lumen usus.
Efek obat vasoaktif terhadap aliran darah ke usus. Lapisan usus membutuhkan
oksigen, dari darah, dan nutrisi, agar lumen usus tetap utuh. Keberadaan lapisan ini
line dapat menimbulkan pneumothoraks, emboli udara. Sehingga perlu dikaji betul
manfaat dari semua intervensi yang dilakukan.
Step KL = Keep Looking. Have we adequately controlled the source? Are there
secondary sources of infection/inflammation.
-
Monitor segala sesuatu yang mungkin terjadi, apakah kita sudah menguasai sumber
H. KOMPLIKASI
Komplikasi bervariasi berdasarkan etiologi yang mendasari. Potensi komplikasi yang
mungkin terjadi meliputi:
1. Cedera paru akut (acute lung injury) dan sindrom gangguan fungsi respirasi akut (acute
respiratory distress syndrome)
Milieu inflamasi dari sepsis menyebabkan kerusakan terutama pada paru. Terbentuknya
cairan inflamasi dalam alveoli mengganggu pertukaran gas, mempermudah timbulnya
kolaps paru, dan menurunkan komplian, dengan hasil akhir gangguan fungsi respirasi
dan hipoksemia. Komplikasi ALI/ ARDS timbul pada banyak kasus sepsis atau sebagian
besar kasus sepsis yang berat dan biasanya mudah terlihat pada foto toraks, dalam
bentuk opasitas paru bilateral yang konsisten dengan edema paru. Pasien yang septik
yang pada mulanya tidak memerlukan ventilasi mekanik selanjutnya mungkin
memerlukannya jika pasien mengalami ALI/ ARDS setelah resusitasi cairan.
2. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
Pada DIC yang disebabkan oleh sepsis, kaskade koagulasi diaktivasi secara difus
sebagai bagian respons inflamasi. Pada saat yang sama, sistem fibrinolitik, yang
urosepsis
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Menggunakan pendekatan ABCDE
a. Airway : yakinkan kepatenan jalan napas, berikan alat bantu napas jika perlu (guedel
atau nasopharyngeal), jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli
anestesi dan bawa segera mungkin ke ICU.
b. Breathing: kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang
signifikan, kaji saturasi oksigen, periksa gas darah arteri untuk mengkaji status
oksigenasi dan kemungkinan asidosis, berikan 100% oksigen melalui non re-breath
mask, auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada, periksa foto thorak.
c. Circulation : kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan,
monitoring tekanan darah, tekanan darah, periksa waktu pengisian kapiler, pasang
infuse dengan menggunakan canul yang besar, berikan cairan koloid gelofusin atau
haemaccel, pasang kateter, lakukan pemeriksaan darah lengkap, siapkan untuk
pemeriksaan
kultur, catat
temperature,
kemungkinan
pasien
pyreksia
atau
temperature kurang dari 36Oc, siapkan pemeriksaan urin dan sputum, berikan
antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.
d. Disability: Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal
sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan
menggunakan AVPU.
e. Exposure : Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat
f.
pulmonal.
Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan O2 , edema paru.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload dan
preload.
3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan cardiac output
yang tidak mencukupi.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Intervensi
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan O2 edema paru.
Tujuan & Kriteria hasil
( NOC)
Intervensi
(NIC)
Setelah
2.
dilakukan
Temperature Regulation
Beri banyak minum ( 1-1,5 liter/hari) sedikit
tapi sering
Ganti pakaian klien dengan bahan tipis
menyerap keringat.
Mampu
mengidentifikasi
dan
bertanya tentang kondisi pasien.
mengungkapkan gejala cemas
Beri penjelasan tiap prosedur/ tindakan yang
TTV normal
Menunjukkan
teknik
untuk akan dilakukan terhadap pasien dan
mengontrol cemas.
DAFTAR PUSTAKA
Chen, K., and Pohan, H.T., 2009. Penatalaksanaan Syok Septik. In: Sudoyo, A.W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing, 252-256 Emergency Nurses association,
2005, Manual of emergency care, Mosby, st Louis.
Dasenbrook, E., and Merlo, C., 2008. Critical Care. In: Le, T., Hong, P.C., and Baudendistel,
T.E., ed. First Aid for The Internal Medicine Boards. 2nd ed. USA: Mc Graw Hill, 157159.
LaRosa, S.P., 2010. Sepsis. In: Gordon, S., ed. Current Clinical Medicine. 2nd ed.
Philadelphia: Saunders Elsevier, 720-725.
Linda D, Kathleen, M Stacy, Mary E,L, 2006, Critical care nursing diagnosis and
management, Mosby, USA.
Monahan, Sand, Neighbors, 2007.Phipps Medical surgical nursing, Mosby, St Louis.
Moss, P.J., Langmead, L., Preston, S.L., Hinds, C.J., Watson, D., Pearse, R.M., 2012.
Kumar and Clarks Clinical Medicine. 8th ed. Spanyol: Saunders Elsevier.
Munford, R.S., 2008. Severe Sepsis and Septic Shock. In: Fauci et al., ed. Harrison,s
Principles of Internal Medicine. 17th ed. USA: Mc Graw Hill, 1695-1702.
Opal, S.M., 2012. Septicemia. In: Ferri et al., ed. Ferris Clinical Advisor 2012: 5 Books in 1.
Philadelphia: Elsevier Mosby, 924-925.
Persatuan Dokter spesialis penyakit dalam Indonesia.2006, Buku ajar ilmu penyakit dalam,
PDSPDI. Jakarta.
Shapiro, N.I., Zimmer, G.D., and Barkin, A.Z., 2010. Sepsis Syndromes. In: Marx et al., ed.
Rosens Emergency Medicine Concepts and Clinical Practice. 7th ed. Philadelphia:
Mosby Elsevier, 1869-1879.