Vous êtes sur la page 1sur 29

BAGIAN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN

CASE PERSENTATION

UNIVERSITAS HASANUDDIN

OKTOBER 2014

NODUL THYROID

OLEH:
Agus Riansyah C111 10 335

PEMBIMBING :
dr. Fikhi Anggara Melbana

PEMBIMBING SUPERVISOR :
dr.Haryasena, Sp.B(K) Onk

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU BEDAH
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014

LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa
Nama

: Agus Riansyah

S t a m b u k : C111 10 335
Judul Kasus

: Nodul Thyroid

Universitas

: Universitas Hasanuddin

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian


Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar, Oktober 2014

Mengetahui,

SUPERVISOR,

(dr.Haryasena, Sp.B(K) Onk)

PEMBIMBING,

(dr. Fikhi Anggara Melbana)

BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTIFIKASI
Nama
Umur
Jenis kelamin
Agama
Pekerjaan
Alamat
Status

: Tn. LS
: 45 tahun
: Laki-laki
: Islam
: PNS
: Jayapura Utara
: Menikah

MRS

: 5 September 2014

Rekam Medis

: 67-74-60

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama
Benjolan di leher.

Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien dengan keluhan benjolan di leher yang dialami sejak 4 tahun

yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya disadari benjolan sebesar kelereng
perlahan-lahan semakin membesar seperti bola tenis dalam 1 tahun terakhir.
Riwayat benjolan hilang timbul tidak ada. Nyeri tidak ada. Perubahan
suara tidak ada. Nyeri saat menelan tidak ada. Riwayat batuk tidak ada.
Riwayat jantung berdebar-debar tidak ada. Riwayat demam tidak ada.
Sesak tidak ada.

Riwayat Penyakit Terdahulu/Lainnya


Riwayat hipertensi disangkal.
Riwayat diabetes mellitus disangkal.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa.


Riwayat bepergian ke daerah endemis tidak diketahui.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum :

Kesan sakit

: Sakit sedang

Kesadaran

: Composmentis

Tanda Vital:

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Nadi

: 78 x/menit

Pernapasan

: 20 x /menit

Suhu

: 36,5 o C

Status Generalis

Kepala :
o Rambut
: Hitam, tidak mudah rontok.
o Mata
: Eksoftalmus (-)
Letak
: Simetris
Pergerakan
: Dalam batas normal
Palpebrae
: Edema (-)
Kornea
: Jernih
Pupil
: Bulat, isokor
Sklera
: Tidak ikterik
Konjunctiva
: Tidak anemis
o Telinga
: Simetris, tidak terdapat serumen
o Hidung
: Pernafasan cuping hidung : (-)
o Bibir
: Sianosis (-)
o Mulut
: Gusi tidak hiperemis
Lidah bersih
Tonsil T1/T1, tenang
Faring tidak hiperemis
Leher
:
Inspeksi

: Kelenjar tiroid tampak membesar (status lokalis)

Palpasi

: Kelenjar tiroid teraba membesar (status lokalis)

JVP

: Tidak meningkat

KGB

: Tidak teraba membesar

Deviasi trakea : Axilla

: Tidak teraba KGB

Thoraks :
Inspeksi

: Bentuk gerak simetris, Ictus Cordis tampak di ICS


V LMCS

Palpasi

: Vokal Fremitus kanan sama dengan kiri, Ictus


Cordis teraba di ICS V LMCS, tidak kuat angkat,
thrill (-)

Perkusi

Auskultasi

:
Paru kanan
: Sonor
Paru kiri
: Sonor
BPH
: ICS V kanan
Jantung
:
o batas atas : ICS III LMCS
o batas kiri : ICS V LMCS
o batas kanan: ICS V LPD
:
Paru-paru

: VBS kanan sama dengan kiri


Ronkhi -/-, Wheezing -/-,
pleural friction rub (-)

Jantung

: bunyi jantung normal, reguler


S1 dan S2 normal ; S3/S4 -/Murmur (-), gallop (-)

Abdomen :
Auskultasi

: Bising usus (+)

Palpasi

: Hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: Timpani

Ekstremitas : Tidak ada kelainan

Status Lokalis
Regio colli sinistra
I : Tampak benjolan seperti bola tenis, ikut gerak menelan, warna kulit
sama dengan sekitar. Tidak tampak hematom, tidak tampak udem.
P : Teraba massa tumor soliter 1 nodul, ukuran 7x7 cm. Konsistensi padat
kenyal, permukaan rata, batas tegas, tidak ada nyeri tekan, mobile.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG (11/09/2014)

Pemeriksaan Darah Rutin


Hb

: 16,4 g/dl

(N : 14-18 g/dl)

Ht

: 49,3 vol%

(N : 37-47 vol%)

Leukosit

: 7200 mm

(N : 5000-10000/mm)

Eritrosit

: 5590 mm

(N : 4500-6500/ mm)

Trombosit

: 2000 mm

(N : 200000-500000/mm)

LED

: 5 mm/jam

(N : <10 mm/jam)

Pemeriksaan Kimia Klinik


SGOT

: 28 U/L

(N : < 38 U/L)

SGPT

: 49 U/L

(N : < 41 U/L)

Ureum

: 20 mg/dL

(N : 15-39 mg/dL)

Creatinin

: 1,2 mg/dL

(N : 0,9-1,3 mg/dL)

Cl

: 101 mmol/L

(N: 97-111 mmol/L)

Na

: 144 mmol/L

(N : 135-155 mmol/L)

: 3,9 mmol/L

(N : 3,5-5,5 mmol/L)

Pemeriksaan Seroimunologi
T4

: 1 ng/dL

(N : 0,932 1,71 ng/dL)

TSHs

: 0,21 mIU/mlL

(N : 0,270 4,20 uIU/mL)

Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan Rontgen Thorax PA: Cor membesar dengan CTI 0,52,


soft tissue density non klasifikasi pada regio colli sinistra yang telh
memeasuki aperture thoracic superior dan mendesak trachea ke kanan,
pulmo dan tulang normal. Kesan : Cardiomegaly, soft tissue mass regio
colli sinistra.

Pemeriksaan MSCT Scan Vertebra Cervical potongan axial tanpa


kontras dan reformat coronal sagital : Massa tyroid lobus sinistra
disertai lymphadenopathy paracervical bilateral.

Pemeriksaan Echocardiogram : Normal echocardiogram, EF 64%.


Pemeriksaan FNA : Benign folikulare nodul thyroid.
E. DIAGNOSIS BANDING

Struma Difusa Toksik

Tiroiditis

Karsinoma Tiroid
F. DIAGNOSIS KERJA
Struma Nodusa Non Toksik
G. PENATALAKSANAAN

Rencana Isthmulobectomy.
H. PROGNOSIS
Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad functionam: dubia ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI TIROID
Anatomi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher, terdiri dari 2 lobus yang
dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3. Setiap lobus tiroid
berukuran panjang 2,5-4 cm, lebar 1,5-2 cm dan tebal 1-1,5 cm. Berat kelenjar

tiroid dipengaruhi oleh berat badan dan asupan yodium. Pada orang dewasa berat
normalnya antara 10-20 gram.
Pada sisi posterior melekat erat pada fasia pratrakea dan laring melalui
kapsul fibrosa, sehingga akan ikut bergerak kea rah cranial sewaktu menelan.
Pada sebelah anterior kelenjar tiroid menempel otot pretrakealis (m.
sternotiroid dan m. sternohioid) kanan dan kiri yang bertemu pada midline. Pada
sebelah yang lebih superficial dan sedikit lateral ditutupi oleh fasia kolli profunda
dan superfisialis yang membungkus m. sternokleidomastoideus dan vena jugularis
eksterna. Sisi lateral berbatasan dengan a. karotis komunis, v. jugularis interna,
trunkus simpatikus dan arteri tiroidea inferior. Posterior dari sisi medialnya
terdapat kelenjar paratiroid, n. laringeus rekuren dan esophagus. Esofagus terletak
di belakang trakea dan laring, sedangkan n.laringeus rekuren terletak pada sulkus
trakeoesofagikus.
Vaskularisasi kelenjar tiroid termasuk amat baik. A.tiroidea superior
berasal dari a.karotis kommunis atau a.karotis eksterna, a.tiroidea inferior dari
a.subklavia, dan a.tiroidea ima berasala dari a.brakhiosefalik salah sau cabang
arkus aorta
Aliran darah dalam kelenjar tiroid berkisar 4-6 ml/gram/menit, kira-kira 50
kali lebih banyak dibanding aliran darah di bagian tubuh lainnya. Pada keadaan
hipertiroidisme, aliran darah ini akan meningkat sehingga dengan stetoskop
terdengar bising aliran darah dengan jelas di ujung bawah kelenjar.
Setiap folikel tiroid diselubungi oleh jala-jala kapiler dan limfatik,
sedangkan system venanya berasal dari pleksus parafolikuler yang menyatu di
permukaan membentuk vena tiroidea superior, lateral dan inferior.
Secara anatomis dari dua pasang kelenjar paratiroid, sepasang kelenjar
paratiroid menempel di belakang lobus superior tiroid dan sepasang lagi di lobus
medius.
Pembuluh getah bening kelenjar tiroid berhubungan secara bebas dengan
pleksus trakealis. Selanjutnya dari pleksus ini ke arah nodus pralaring yang tepat
berada di atas ismus menuju ke kelenjar getah bening brakiosefalik dan sebagian

ada yang langsung ke duktus torasikus. Hubungan getah bening ini penting untuk
menduga penyebaran keganasan yang berasal dari kelenjar tiroid.

Gambar 1. Anatomi Tiroid

Histologi Kelenjar Tiroid


Secara histologi, parenkim kelenjar ini terdiri atas:
1. Folikel-folikel dengan epithetlium simplex kuboideum yang mengelilingi suatu
massa koloid. Sel epitel tersebut akan berkembang menjadi bentuk kolumner
katika folikel lebih aktif (seperti perkembangan otot yang terus dilatih).
2. Cellula perifolliculares (sel C) yang terletak di antara beberapa folikel yang
berjauhan.

Gambar 3. Histologi Kelenjar Tiroid

Fisiologi Hormon Tiroid


Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama, yaitu tiroksin (T4).
Bentuk aktif ini adalah triyodotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari
konversi hormon T4 di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar
tiroid. Yodida anorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku
hormon tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali yang afinitasnya
sangat tinggi di jaringan tiroid. Yodida anorganik mengalami oksidasi menjadi
bentuk organik dan selanjutnya menjadi bagian dari tirosin yang terdapat dalam
tiroglobulin sebagai monoyodotirosin (MIT) atau diyodotirosin (DIT). Senyawa
atau konjugasi DIT dengan MIT atau dengan DIT yang lain akan menghasilkan
T3 atau T4, yang disimpan dalam koloid kelenjar tiroid. Sebagian besar T4
dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian
mengalami deyodinasi untuk selanjutnya menjalani daur ulang. Dalam sirkulasi,
hormon tiroid terikat pada protein, yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid binding
globulin,

TBG)

atau

prealbumin

pengikat

tiroksin

(thyroxine

binding

prealbumine, TBPA).
Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh suatu hormon stimulator tiroid
(thyroid stimulating hormone, TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar
hipofisis. Kelenjar hipofisis secara langsung dipengaruhi dan diatur aktivitasnya
oleh kadar hormon tiroid dalam sirkulasi yang bertindak sebagai negative

feedback terhadap lobus anterior hipofisis, dan terhadap sekresi thyrotropine


releasing hormone (TRH) dari hipotalamus.
Pada kelenjar tiroid juga didapatkan sel parafolikuler, yang menghasilkan
kalsitonin. Kalsitonin adalah suatu polipeptida yang turut mengatur metabolisme
kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum, melalui pengaruhnya terhadap
tulang.
Jadi, kesimpulan pembentukan hormon tiroksin melalui beberapa langkah,
yaitu:
1. Iodide Trapping, yaitu pejeratan iodium oleh pompa Na+/K+ ATPase.
2. Yodium masuk ke dalam koloid dan mengalami oksidasi. Kelenjar tiroid
merupakan satu-satunya jaringan yang dapat mengoksidasi I hingga
mencapai status valensi yang lebih tinggi. Tahap ini melibatkan enzim
peroksidase.
3. Iodinasi tirosin, dimana yodium yang teroksidasi akan bereaksi dengan
residu tirosil dalam tiroglobulin di dalam reaksi yang mungkin pula
melibatkan enzim tiroperoksidase (tipe enzim peroksidase).
4. Perangkaian

iodotironil,

yaitu

perangkaian

dua

molekul

DIT

(diiodotirosin) menjadi T4 (tiroksin, tetraiodotirosin) atau perangkaian


MIT (monoiodotirosin) dan DIT menjadi T3 (triiodotirosin). reaksi ini
diperkirakan juga dipengaruhi oleh enzim tiroperoksidase.
5. Hidrolisis yang dibantu oleh TSH (Thyroid-Stimulating Hormone) tetapi
dihambat oleh I, sehingga senyawa inaktif (MIT dan DIT) akan tetap
berada dalam sel folikel.
6. Tiroksin dan triiodotirosin keluar dari sel folikel dan masuk ke dalam
darah. Proses ini dibantu oleh TSH.
7. MIT dan DIT yang tertinggal dalam sel folikel akan mengalami
deiodinasi, dimana tirosin akan dipisahkan lagi dari I. Enzim deiodinase
sangat berperan dalam proses ini.

8. Tirosin akan dibentuk menjadi tiroglobulin oleh retikulum endoplasma dan


kompleks golgi.

Gambar 4. Sintesis dan Sekresi Hormon Tiroid

B. ETIOLOGI
Penyebab pasti pembesaran kelenjar tiroid pada struma nodosa tidak
diketahui, namun sebagian besar penderita menunjukkan gejala-gejala tiroiditis
ringan; oleh karena itu, diduga tiroiditis ini menyebabkan hipotiroidisme ringan,
yang selanjutnya menyebabkan peningkatan sekresi TSH (thyroid stimulating
hormone) dan pertumbuhan yang progresif dari bagian kelenjar yang tidak
meradang. Keadaan inilah yang dapat menjelaskan mengapa kelenjar ini biasanya
nodular, dengan beberapa bagian kelenjar tumbuh namun bagian yang lain rusak
akibat tiroiditis.
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid
merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :

a. Defisiensi iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di
daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium,
misalnya daerah pegunungan.
b. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon
tyroid.
a. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi
dalam kol, lobak, kacang kedelai).
b. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya :
thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).
c. Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid.
Pada umumnya ditemui pada masa pertumbuhan, puberitas, menstruasi,
kehamilan, laktasi, menopause, infeksi dan stress lainnya. Dimana menimbulkan
nodularitas kelenjar tiroid serta kelainan arseitektur yang dapat bekelanjutan
dengan berkurangnya aliran darah didaerah tersebut.
Akhirnya, ada beberapa makanan yang mengandung substansi goitrogenik
yakni makanan yang mengandung sejenis propiltiourasil yang mempunyai
aktifitas antitiroid sehingga juga menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid akibat
rangsangan TSH. Beberapa bahan goitrogenik ditemukan pada beberapa varietas
lobak dan kubis.
C.

PATOFISIOLOGI
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk
pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus,
masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid..
Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang
distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul
tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul
diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3).
Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi
Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang
tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan
keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid

sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik
negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini
menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.
D.

GAMBARAN KLINIS
Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat.
Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma
cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada
respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan.
Pasien

tidak

mempunyai

keluhan

karena

tidak

ada

hipo

atau

hipertirodisme. Benjolan di leher. Peningkatan metabolism karena klien hiperaktif


dengan meningkatnya denyut nadi. Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi
berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan
kelelahan.
Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam hal :
a.
b.
c.
d.
e.

E.

Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel).


Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras
Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada
Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.
Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak ada.

KLASIFIKASI
Adenoma
Adenoma

Karsinoma
Kista
Lain-lain
Papiler
(75 Kista sederhana Inflamasi tiroid

makrofolikuler

persen)

(koloid sederhana)
Adenoma

Folikuler

mikrofolikuler

persen)

(fetal)
Adenoma

(symple cyst)
(10 Tumor

Tiroiditis subakut

kistik/padat
(perdarahan,

Meduler

nekrotik)
(5-10 Nodul kolloid

Tiroiditis

embrional

persen)

(trabekular)
Adenoma
hurthle

sel Anaplastik

limfositik khronik
(5 Nodul

(oksifilik, persen)

onkositik)
Adenoma atipik

pada

dominan Penyakit
strauma granulomatosa

multinodosa
Lain-lain

limpoma tiroid (5

Gangguan
pertumbuhan

pesen)
Adenoma

dengan

Dermatoid

papilla
Signet-ring

Agenesis

adenoma

tiroid

lobus
unilateral

(jarang)
Tabel 5. Klasifikasi nodul thyroid berdasarkan etiologinya

Menurut American society for Study of Goiter membagi :


1. Struma Non Toksik Diffusa
2. Struma Non Toksik Nodusa
3. Stuma Toksik Diffusa
4. Struma Toksik Nodusa
Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi
fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotiroid, sedangkan istilah
nodusa dan diffusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi.
1. Struma non toksik nodusa
Adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa gejalagejala hipertiroid. Penyebab paling banyak dari struma non toksik adalah
kekurangan iodium. Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma yang
sporadis, penyebabnya belum diketahui. Struma non toksik disebabkan
oleh beberapa hal, yaitu :
a) Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi
sedang yodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi

berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan


hypothyroidism dan cretinism.
b) Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada
preexisting penyakit tiroid autoimun
c) Goitrogen :

Obat:

Propylthiouracil,

litium,

phenylbutazone,

aminoglutethimide, expectorants yang mengandung yodium

Agen lingkungan: Phenolic dan phthalate ester derivative


dan resorcinol berasal dari tambang batu dan batubara.

Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis,


lobak cina, brussels kecambah), padi-padian millet,
singkong, dan goitrin dalam rumput liar.

d) Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon


kelejar tiroid
e) Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa
kanak-kanak mengakibatkan nodul benigna dan maligna.
2. Struma Non Toksik Diffusa
Etiologi :
a) Defisiensi Iodium
b) Autoimmun thyroiditis: Hashimoto oatau postpartum thyroiditis
c) Kelebihan iodium (efek Wolff-Chaikoff) atau ingesti lithium,
dengan penurunan pelepasan hormon tiroid.
d) Stimulasi reseptor TSH oleh TSH dari tumor hipofisis, resistensi
hipofisis terhadap hormo tiroid, gonadotropin, dan/atau tiroidstimulating immunoglobulin
e) Inborn errors metabolisme yang menyebabkan kerusakan dalam
f)
g)
h)
i)
j)
k)
l)
m)

biosynthesis hormon tiroid.


Terpapar radiasi
Penyakit deposisi
Resistensi hormon tiroid
Tiroiditis Subakut (de Quervain thyroiditis)
Silent thyroiditis
Agen-agen infeksi
Suppuratif Akut : bacterial
Kronik: mycobacteria, fungal, dan penyakit granulomatosa parasit

n) Keganasan Tiroid
3. Struma Toksik Nodusa
Etiologi :
a) Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurunan level T4
b) Aktivasi reseptor TSH
c) Mutasi somatik reseptor TSH dan Protein G
d) Mediator-mediator pertumbuhan termasuk : Endothelin-1 (ET-1),
insulin like growth factor-1, epidermal growth factor, dan
fibroblast growth factor.
4. Struma Toksik Diffusa
Yang termasuk dalam struma toksik difusa adalah grave desease, yang
merupakan penyakit autoimun yang masih belum diketahui penyebab
pastinya.

F.

DIAGNOSIS
Diagnosis struma nodosa non toksik ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, penilaian resiko keganasan, dan pemeriksaan penunjang.
Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami keluhan karena tidak
ada hipo- atau hipertiroidisme. Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda
dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena pertumbuhannya
berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di
leher. Sebagian besar penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan
strumanya tanpa keluhan.
Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena
menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila
pembesarannya

bilateral.

Struma

nodosa

unilateral

dapat

menyebabkan

pendorongan sampai jauh ke arah kontra lateral. Pendorongan demikian mungkin


tidak

mengakibatkan

gangguan

pernafasan.

Penyempitan

yang

berarti

menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan


stridor inspirator.
Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu menelan trakea naik
untuk menutup laring dan epiglotis sehingga terasa berat karena terfiksasi pada
trakea.
Pemeriksaan pasien dengan struma dilakukan dari belakang kepala
penderita sedikit fleksi sehingga muskulus sternokleidomastoidea relaksasi,
dengan demikan tiroid lebih mudah dievaluasi dengan palpasi. Gunakan kedua
tangan bersamaan dengan ibu jari posisi di tengkuk penderita sedang keempat jari
yang lain dari arah lateral mengeveluasi tiroid serta mencari pole bawah kelenjar
tiroid sewaktu penderita disuruh menelan.
Pada struma yang besar dan masuk retrosternal tidak dapat di raba trakea
dan pole bawah tiroid. Kelenjar tiroid yang normal teraba sebagai bentukan yang
lunak dan ikut bergerak pada waktu menelan. Biasanya struma masih bisa
digerakkan ke arah lateral dan susah digerakkan ke arah vertikal. Struma menjadi
terfiksir apabila sangat besar, keganasan yang sudah menembus kapsul, tiroiditis
dan sudah ada jaringan fibrosis setelah operasi.
Untuk memeriksa struma yang berasal dari satu lobus (misalnya lobus kiri
penderita), maka dilakukan dengan jari tangan kiri diletakkan di mediall di bawah
kartilago tiroid, lalu dorong benjolan tersebut ke kanan. Kemudian ibu jari tangan
kanan diletakkan di permukaan anterior benjolan. Keempat jari lainnya diletakkan
pada tepi belakang muskulus sternokleidomastoideus untuk meraba tepi lateral
kelenjar tiroid tersebut.
Pada pemeriksaan fisik nodul harus dideskripsikan:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus


ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang
jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa)
konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras
nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi
mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus

sternokleidomastoidea
g. pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid: ada atau tidak.

Inspeksi : leher dibatasi di cranial oleh tepi rahang bawah, di kaudal oleh
kedua tulang selangka dan tepi cranial sternum, di lateral oleh pinggir depan m.
trapezius kiri dan kanan. Kedua m.sternocleidomastoideus selalu jelas terlihat, dan
pada garis tengah dari cranial ke kaudal terdapat tulang hyoid serta kartilago
tiroid, krikoid, dan trakea.
Palpasi : palpasi dapat dilakukan pada pasien dalam sikap duduk atau
berbaring, dengan kepala dalam sikap fleksi ringan supaya regangan otot pita
leher tidak mengganggu palpasi. Pada sikap duduk dilakukan pemeriksaan dari
belakang penderita maupun dari depan. Sedangkan pada sikap berbaring
digunakan bantal tipis di bawah kepala. Tulang hyoid, kartilago tiroid dan krikoid
sampai cincin kedua trakaea biasanya mudah diraba di garis tengah. Cincin trakea
yang lebih kaudal makin sukar diraba karena trakea mengarah ke dorsal. Pada
gerakan menelan, seluruh trakea bergerak naik turun. Satu-satunya struktur lain
yang turut dengan gerakan ini adalah kelenjar tiroid atau sesuatu yang berasal dari
kelenjar tiroid.
Sekitar 5% struma nodosa mengalami keganasan. Di klinik perlu dibedakan
nodul tiroid jinak dan nodul ganas yang memiliki karakteristik:
1

Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul dan
sukar digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami degenerasi

kistik dan kemudian menjadi lunak.


Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun
nodul yang mengalami kalsifikasi dapat dtemukan pada hiperplasia

adenomatosa yang sudah berlangsung lama.


Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupakan tanda keganasan,
walaupun nodul ganas tidak selalu mengadakan infiltrasi. Jika ditemukan
ptosis, miosis dan enoftalmus (Horner syndrome) merupakan tanda

infiltrasi atau metastase ke jaringan sekitar.


20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang

ganas, tetapi nodul multipel dapat ditemukan 40% pada keganasan tiroid.
Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurgai ganas
terutama yang tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-tiba
membesar progresif.

Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah

bening regional atau perubahan suara menjadi serak.


Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus sternokleido
mastoidea

karena

desakan

pembesaran

nodul

(Berrys

sign).

Kecurigaan suatu keganasan pada nodul tiroid bisa dirangkum:


1 Sangat mencurigakan
a. riwayat keluarga karsinoma tiroid medulare
b. cepat membesar terutama dengan terapi dengan levotirosin
c. nodul padat atau keras
d. sukar digerakkan atau melekat pada jaringan sekitar
e. paralisis pita suara
f. metastasis jauh
2 Kecurigaan sedang
a umur di bawah 20 tahun atau di atas 70 tahun
b pria
c riwayat iradiasi pada leher dan kepala
d nodul >4cm atau sebagian kistik
e keluhan penekana termasuk disfagia,disfonia, serak, dispnu dan batuk.
3 Nodul jinak
a riwayat keluarga: nodul jinak
b struma difusa atau multinodosa
c besarnya tetap
d FNAB: jinak
e kista simpleks
f nodul hangat atau panas
g mengecil dengan terapi supresi levotiroksin.
Index Wayne digunakan untuk menentukan apakah pasien mengalami
eutiroid, hipotiroid atau hipertiroid.
Gejala subjektif
Dispneu d effort
Palpitasi
Capai/lelah
Suka panas
Suka dingin
Keringat banyak
Nervous
Tangan basah
Tangan panas

Angka
+1
+2

Gejala objektif
Ada
Tiroid teraba
+3
Bruit
diatas +2

+2
-5
+5
+3
+2
+1
-1

systole
Eksoftalmus
Lid retraksi
Lid lag
Hiperkinesis
Tangan panas
Nadi
<80x/m

Tidak
-3
-2

+2
+2
+1
+4
+2

-2
-2

-3

Nafsu makan
Nafsu makan
BB
BB
Fibrilasi atrium
Jumlah

+3
-3
-3
+3
+3

80-90x/m
>90x/m
< 11 eutiroid

+3

11-18 normal
> 19 hipertiroid

Pemerikasaan laboratorium yang digunakan dalam diagnosa penyakit


tiroid terbagi atas:
1

Pemeriksaan

untuk

mengukur

fungsi

tiroid

Pemerikasaan hormon tiroid dan TSH paling sering menggunakan


radioimmuno-assay (RIA) dan cara enzyme-linked immuno-assay
(ELISA) dalam serum atau plasma darah. Pemeriksaan T4 total
dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid, kadar normal pada
orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL; T3 sangat membantu
untuk hipertiroidisme, kadar normal pada orang dewasa antara 1,0-2,6
nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat membantu untuk mengetahui
hipotiroidisme primer di mana basal TSH meningkat 6 mU/L. Kadang2

kadang meningkat sampai 3 kali normal.


Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab

gangguan

tiroid.

Antibodi terhadap macam-macam antigen tiroid ditemukan pada serum


penderita dengan penyakit tiroid autoimun.
a antibodi tiroglobulin
b antibodi mikrosomal
c antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)
d antibodi permukaan sel (cell surface antibody)
e thyroid stimulating hormone antibody (TSA)
Pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen dapat memperjelas adanya
deviasi trakea, atau pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara
klinis pun sudah bisa diduga, foto rontgen leher [posisi AP dan Lateral diperlukan
untuk evaluasi kondisi jalan nafas sehubungan dengan intubasi anastesinya,
bahkan tidak jarang intuk konfirmasi diagnostik tersebut sampai memelukan CTscan leher.

USG bermanfaat pada pemeriksaan tiroid untuk:


1
2
3
4

Dapat menentukan jumlah nodul


Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik,
Dapat mengukur volume dari nodul tiroid
Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak

menangkap iodium, yang tidak terlihat dengan sidik tiroid.


Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat
dilakukan, pemeriksaan USG sangat membantu mengetahui adanya

pembesaran tiroid.
Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan

dilakukan biopsi terarah


Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan.

Pemeriksaan

tiroid

dengan

menggunakan

radio-isotop

dengan

memanfaatkan metabolisme iodium yang erat hubungannya dengan kinerja tiroid


bisa menggambarkan aktifitas kelenjar tiroid maupun bentuk lesinya. Penilaian
fungsi kelenjar tiroid dapat juga dilakukan karena adanya sistem transport pada
membran sel tiroid yang menangkap iodida dan anion lain. Iodida selain
mengalami proses trapping juga ikut dalam proses organifikasi, sedangkan ion
pertechnetate hanya ikut dalam proses trapping. Uji tangkap tiroid ini berguna
untuk menentukan fungsi dan sekaligus membedakan berbagaii penyebab
hipertiroidisme dan juga menentukan dosis iodium radioaktif untuk pengobatan
hipertiroidisme.
Uji tangkap tiroid tidak selalu sejalan dengan keadaan klinik dan kadar
hormon tiroid. Pemeriksaan dengan sidik tiroid sama dengan uji angkap tiroid,
yaitu dengan prinsip daerah dengan fungsi yang lebih aktif akan menangkap
radioaktivitas yang lebih tinggi.
Pemerikasaan histopatologis dengan biopsi jarum halus (fine needle
aspiration biopsy FNAB) akurasinya 80%. Hal ini perlu diingat agar jangan
sampai menentukan terapi definitif hanya berdasarkan hasil FNAB saja.
Berikut ini penilaian FNAB untuk nodul tiroid.

Jinak (negatif)
Tiroid normal
Nodul koloid
Kista
Tiroiditis subakut
Tiroiditis Hashimoto
Curiga (indeterminate)
Neoplasma sel folikuler
Neoplasma Hurthle
Temuan kecurigaan keganasan tai tidak pasti
Ganas (positif)
Karsinoma tiroid papiler
Karsinoma tiroid meduler
Karsinoma tiroid anaplastik.5

Pemeriksaan potong beku (VC = Vries coupe) pada operasi tiroidektomi


diperlukan untuk meyakinkan bahwa nodul yang dioperasi tersebut suatu
keganasan atau bukan. Lesi tiroid atau sisa tiroid yang dilakukan VC dilakukan
pemeriksaan patologi anatomis untuk memastika n proses ganas atau jinak serta
mengetahui jenis kelainan histopatologis dari nodul tiroid dengan parafin block.

G. PENATALAKSANAAN
Pilihan terapi nodul tiroid:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Terapi supresi dengan hormon levotirosin


Pembedahan
Iodium radioaktif
Suntikan etanol
US Guided Laser Therapy
Observasi, bila yakin nodul tidak ganas.

Indikasi operasi pada struma adalah:


a.
b.
c.
d.

struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa


struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan
struma dengan gangguan tekanan
kosmetik.

Kontraindikassi operasi pada struma:


a

struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya

b struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik yang lain yang
c

belum terkontrol
struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit digerakkan
yang biasanya karena karsinoma. Karsinoma yang demikian biasanya
sering dari tipe anaplastik yang jelek prognosanya. Perlekatan pada trakea
ataupun laring dapat sekaligus dilakukan reseksi trakea atau laringektomi,
tetapi perlekatan dengan jaringan lunak leher yang luas sulit dilakukan

eksisi yang baik.


d struma yang disertai dengan sindrom vena kava superior. Biasanya karena
metastase luas ke mediastinum, sukar eksisinya biarpun telah dilakukan
sternotomi, dan bila dipaksakan akan memberikan mortalitas yang tinggi
dan sering hasilnya tidak radikal.
Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah
nodul tiroid tersebut suspek maligna atau suspek benigna.
Bila nodul tersebut suspek maligna dibedakan atas apakah kasus tersebut
operabel atau inoperabel. Bila kasus yang dihadapi inoperabel maka dilakukan
tindakan biopsi insisi dengan pemeriksaan histopatologi secara blok parafin.
Dilanjutkan

dengan

tindakan

debulking

dan

radiasi

eksterna

atau

khemoradioterapi.
Bila nodul tiroid suspek maligna tersebut operabel dilakukan tindakan
isthmolobektomi dan pemeriksaan potong beku (VC ).
Ada 5 kemungkinan hasil yang didapat :
1

Lesi jinak.
Maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi

Karsinoma papilare.
Dibedakan atas risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan klasifikasi
AMES.

Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan

observasi.
b
Bila risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total.
3 Karsinoma folikulare.
Dilakukan tindakan tiroidektomi total

Karsinoma medulare.
Dilakukan tindakan tiroidektomi total

Karsinoma anaplastik.
a Bila memungkinkan dilakukan tindakan tiroidektomi total.
b Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan tindakan debulking
dilanjutkan dengan radiasi eksterna atau khemoradioterapi.

Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan FNAB
( Biopsi Jarum Halus ). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin didapat yaitu :
1

Hasil FNAB suspek maligna, foliculare Pattern dan Hurthle


Cell. Dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan

potong beku seperti diatas.


Hasil FNAB benigna.
Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama 6 bulan
kemudian dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti dengan
tindakan observasi dan apabila nodul tersebut tidak ada perubahan
atau

bertambah

besar

sebaiknya

dilakukan

tindakan

isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas.

Bagan Penatalaksanaan Nodul Tiroid


Bagan I
Nodul Tiroid
Klinis
Suspek Maligna
Inoperabel

Suspek Benigna

Operabel
FNAB

Biopsi Insisi
Lesi jinak

Isthmolobektomi
VC

Suspek maligna
Benigna
Folikulare pattern
Hurthle cell

Papilare

Folikulare

Medulare

Anaplastik
Supresi TSH
6 bulan

Risiko
Rendah

Risiko
Tinggi

Membesar
Tidak ada
Perubahan

Mengecil

Debulking
Observasi

Tiroidektomi total

Radiasi eksterna/
Khemotherapi

H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi adalah perubahan kearah keganasan ( Ca tiroid )

Vous aimerez peut-être aussi