Vous êtes sur la page 1sur 38

I.

Langkah 1
SKENARIO 3
TIDAK BISA BUANG AIR KECIL

Laki- laki, 65 tahun dating berobat ke Poliklinik Bedah dengan keluhan tidak bisa
kencing sejak 1 hari yang lalu, meskipun merasa sangat ingin kencing. Sebelumnya
riwayat LUTS (Lower Urinary Tract Syndrome) seperti hesistensi, nokturia, urgensi,
frekuensi, terminal dribbling sering dirasajan sebelumnya. IPSS ( International Prostate
Symptom Score ) > 30 dan Skor kualitas hidup (QoL) > 5. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan region supra pubik bulging dan pda pemeriksaan colok dubur didapatkan
prostat membesar. Oleh dokter yang memeriksanya dianjurkan untuk dipasang kateter
urin dan dilakukan pemeriksaan BNO-IVP.

IDENTIFIKASI KATA KATA SULIT


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Hesistensi : Kesulitan mengeluarkan urin karena ada tekanan pada uretra


Urgensi
: Desakan yang kuat untuk berkemih
Nokturia : Sering BAK pada malam hari
LUTS
: Kumpulan gejala- gejala infeksi saluran kemih bagian bawah
BNO-IVP : Pemeriksaan radiologi yang memvisualisasikan ginjal dan ureter
Terminal Dribbling: Keluaran sisa urin sampai beberapa detik pada akhir berkemih
Regio Supra Pubik Bulging
: Penonjolan di regio supra pubik
IPSS
: Gejala prostat dalam bentuk kuisioner yang berisi pertanyaan 7 gejala
Tractus urinarius bagian bawah dan satu penilaian kualitas hidup
9. QoL
: Pengukuran yang digunakan untuk menunjukkan kualitas hidup
dalam hal kondisi kesehatan berdasarkan persepsi individu

BRAINSTORMING PROBLEM
1. Mengapa dianjurkan pemeriksaan BNO-IVP?
2. Kenapa dapat terjadi disfungsi M. dectrucsor?
3. Mengapa dapat terjadi nocturia dan frekuensi terminal dribbling?
4. Apakah yang menyebabkan prostat membesar?
5. Mengapa terjad penonjolan regio supra pubik?
6. Mengapa pasien mengeluh tidak bisa BAK?
7. Apakah nilai IPSS tsb normal atau tidak? Dan berapakah skoring IPSS?
8. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus ini?
9. Jika tidak segera ditangani apakah ada komplikasinya?
10. Apa diagnosis dari kasus ini?
11. Mengapa dokter menganjurkan untuk pemasangan kateter?
12. Bagaimana pandangan Islam tentang pemeriksaan colok dubur?
13. Pemeriksaan apa saja pada kasus ini?
ANALISA MASALAH
1. Untuk memastikan secara spesifik diagnosis pada kasus ini dan melihat apa ada
kelainan dari renal dan uretra. Serta sebagai pemeriksan penunjang.
2. M. dectrusor merupakan otot yang mengelilingi vesika urinaria, kemudian saat terjadi
pembesaran prostat menyebabkan m.dectrucsor bekerja lebih keras sehingga terjadi
disfungsi otot.
3. M. dectrusor merupakan otot yang mengelilingi vesika urinaria, kemudian saat terjadi
pembesaran prostat menyebabkan M.dectrucsor bekerja lebih keras sehingga terjadi
disfungsi otot. Lalu terjadi hiperplasia M. dectrucsor sehingga terjadilah nocturia dan
hesistensi.
4. Faktor usia, saat usia semakin bertambah maka jumlah hormone testosterone
menurun akan tetapi jumlah hormone estrogen tetap. Sehingga keadaan ini

menyebabkan terjadinya pembesaran prostat. Hormon testosterone sendiri berfungsi


untuk mengurangi pembesaran prostat.
5. Saat terjadi pembesaran prostat, pembesaran tersebut menekan uretra pars prostatica
sehingga urin terus tertampung di dalam vesika urinaria.
6. Karena adanya penurunan fungsi saraf parasimpatis terhadap proses miksi dan terjadi
disfungsi M. dectrucsor.
7. Pada kasus ini, skor IPSS pasien ialah berat. Untuk skor IPSS terdiri dari; ringan (17), sedang (8-19), dan berat (20-35).
8. Watchfull observation, Tran uretra ballon dilation, agonis alfa 1.
9. Hemorrhoid, gagal ginjal, ISK.
10. Beningna prostat hyperplasia.
11. Untuk mengeluarkan urin yang tertahan di vesika urinaria.
12. Boleh karena untuk kemaslahatan kesehatan.
13. Uroflowmetri, TRUS, USG, PSA.
HIPOTESA SEMENTARA
Seorang lelaki lanjut usia yang memiliki riwayat LUTSS sebelumnya memeriksakkan
dirinya ke dokter dengan keluhan tidak dapat buang air kecil. Kemudian dokter
melakukan IPSS dan rectal tuse, berdasarkan kedua pemeriksaan tersebut dokter
mendiagnosis sementara pasien terkena benigna prostat hyperplasia (BPH). Lalu dokter
menganjurkan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui pasti diagnosis dan menghapus
diagnosis2 banding lainnya, dan hasilnya tetap BPH sehingga pasien diberikan terapi
agonis alfa 1, TUBD, watchfull observation. Jika kasus ini didiamkan akan memberikan
komplikasi gagal ginjal dan Ca prostat dan kasus ini bisa kambuh berulang. Serta adanya
pandangan Islam tentang melakukan rectal tuse.
LEARNING OBJECTIVE
LI. 1
LI. 2
LI. 3

LI. 4

Memahami dan menjelaskan anatomi prostat


1.1 Makroskopik
1.2 Mikroskopik
Memahami dan menjelaskan fisiologi prostat
Memahami dan menjelaskan Beningna Prostat Hiperplasia
3.1 Definisi
3.2 Epidemiologi
3.3 Etiologi
3.4 Klasifikasi
3.5 Patogenesis dan patofisiologi
3.6 Manifestasi klinis
3.7 Diagnosis dan diagnosis banding
3.8 Penatalaksanaan dan pencegahan
3.9 Komplikasi
3.10 Prognosis
Pandangan Islam tentang rectal tuse

II.

Langkah 2
Belajar Mandiri

III.

Langkah 3

LI. 1 Memahami dan menjelaskan anatomi prostat


1.1 Makroskopik
Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul
fibromuskuler, yang terletak di sebelahi inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian
proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah anterior rectum.
Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20
gram dengan jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm dengan
tebal 2,5 cm.
Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus
Lobus medius
Lobus Anterior
Lobus posterior
Lobus lateralis (2lobus)

Gambar 1. Lobus Prostat


(sumber: http://www.histology-world.com/factsheets/urethra1.htm)
Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior, lobus posterior akan
menjadi satu dan disebut lobus medius saja. Pada penampang, lobus medius kadangkadang tak tampak karena terlalu kecil dan lobus lain tampak homogen berwarna abuabu dengan krista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat.
Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain
adalah: zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan
zona periuretral. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional yang
letakya proksimal dari sfingter eksternus di kedua sisi dari verumontanum dan di zona

periuretral. Kedua zona tersebut hanya merupakan 2% dari seluruh volume prostat.
Sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer

Gambar 2. Zona pada Prostat


(Sumber: http://www.nature.com/nrc/journal/v7/n4/images/nrc2090-f1.jpg)
Prostat mempunyai kurang lebih 20 duktus yang bermuara di kanan dari
verumontanum dibagian posterior dari uretra pars prostatika. Di sebelah depan
didapatkan ligamentum pubo prostatika, di sebelah bawah ligamentum triangulare
inferior dan di sebelah belakang didapatkan fascia denonvilliers.
Fascia denonvilliers terdiri dari 2 lembar, lembar depan melekat erat dengan
prostat dan vesika seminalis, sedangkan lembar belakang melekat secara longgar dengan
fascia pelvis dan memisahkan prostat dengan rectum. Antara fascia endopelvic dan
kapsul sebenarnya dari prostat didapatkan jaringan peri prostat yang berisi plekus
prostatovesikal.
Pada potongan melintang kelenjar prostat terdiri dari:
1. Kapsul anatomis : sebagai jaringan ikat yang mengandung otot polos yang
membungkus kelenjar prostat
2. Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler
3. Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian:
Bagian luar disebut glandula pricipalis atau kelenjar prostat yang sebenarnya
yang menghasilkan bahan baku secret
Bagian tengah disebut kelenjar submukosa, lapisan ini disebut juga sebagai
adenomatous zone
Di sekitar uretra disebut periuretrhal gland atau glandula mukosa yang
merupakan bagian terkecil. Bagian ini sering membesar atau mengalami
hipertrofi pada usi lanjut
Prostat terbagi dalam 5 lobus:
Lobus anterior : di depan urethra, tidak punya kelenjar, dan tidak berkembang

Lobus medius : berbentuk baji, terletak diantara uretra dan ductus ejakulatorius.
Permukaan atasnya berhubungan dengan trginum vesicae dan banyak kelenjar.
Sering menjadi BPH.
Lobus lateral : paling berkembang menjadi BPH, terletak sebelah lateral dari
uretra pars prostatica.
Lobus posterior : berkembang dari dinding dorsal uretra, lobus ini yang teraba
saat rectal toucher Ca prostate, dan terletak dibawah muara ductus ejakulatorius.

Sintopi:
Kanan dan kiri : tepi batas M. levator ani
Dorsal
: rectum pars ampularis dan M. pubococcygeus
Ventral
: spatium prevesicale (cavum retzii) yang memisahkan dengan
symphisis pubica dan difiksasi oleh Lig. Puboprostatica mediale
Pada prostat dewasa, masih dapat dibedakan lobus lateralis kanan dan kiri yang
menonjol dan dihubungkan oleh jaringan musculo fibrosus ismus.

Gambar 3. Prostat
(Sumber: http://www.healingthebody.ca/healing-the-prostate/)
Vaskularisasi
Vaskularisasi kelenjar prostat yang utama berasal dari a.vesikalis inferior (cabang
dari a. iliaca interna), a. hemoroidalis media (cabang dari a. mesenterium inferior), dan
a. pudenda interna (cabang dari a. iliaca interna). Cabang- cabang dari arteri tersebut
masuk lewat basis prostat di Vesico Prostatic Junction. Penyebaran arteri di dalam
prostat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :
1. Kelompok arteri uretra, menembus kapsul di posterior lateral dari vesico prostatic
junction dan memberi perdarahan pada leher buli- buli dan kelompok kelenjar
periuretral.
2. Kelompok arteri capsule, menembus sebelah lateral dan memberi beberapa cabang
yang memvaskularisasi kelenjar bagian perifer (kelompok kelenjar parauretral).
6

Aliran Limfe
Aliran limfe dari kelenjar prostat membentuk plexus di peri prostat yang kemudian
bersatu untuk membentuk beberapa pembuluh utama, yang menuju ke kelenjar limfe
iliaca interna, iliaca ekterna, obturatoria dan sakral.
Persarafan
Sekeresi dan motor yang mensarafi prostat berasal dari plexus sympathicus dari
hipogastricus dan medulla sacral III-IV dari plexus sakralis. Saraf simpatis ini
merangsang otot polos prostat saat ejakulasi.
Anatomi makroskopik pada BPH:
Pada BPH, kapsul pada prostat terdiri dari 3 lapis:
1) Kapsul anatomis
2) Kapsul chirurgicum, ini terjadi akibat terjepitnya kelenjar prostat yang sebenarnya
(outer zone) sehingga terbentuk kapsul
3) Kapsul yang terbentuk dari jaringan fibromuskuler antara bagian dalam (inner zone)
dan bagian luar (outer zone) dari kelenjar prostat.
BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena mengandung
banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada bagian posterior
daripada lobus medius yang merupakan bagian tersering terjadinya perkembangan suatu
keganasan prostat. Sedangkan lobus anterior kurang mengalami hipeplasia karena
sedikit mengandung jaringan kelenjar.

Gambar 4. Anatomi prostat normal dan BPH


(Sumber: http://www.get-prostate-healthy.com/images/enlarged-prostate01.gif)

Hubungan :

Ke superior : basis prostatae berhubungan dengan collum vesicae. Otot polos


prostata terus melanjut tanpa terputus dengan otot polos collum vesicae. Urethra
masuk pada bagian tengah basis prostatae
Ke inferior : apex prostatae terletak pada facies superior diaphragma urogenitale.
Urethra meninggalkan prostate tepat diatas apex pada facies anterior.
Ke antrior : facies anterior prostatae berbatasan dengan symphysis pubica,
dipisahkan oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat di dalam spatium
retropubicum (cavum Retzius). Selubung fibrosa prostata dihubungkan dengan
aspek postrior os pubis oleh ligamenta puboprostatica. Ligamenta ini terletak di
samping kanan dan kiri linea mediana dan merupakan penebalan fascia pelvis.
Ke posterior : facies posterior prostatae berhubingan erat dengan facies antrerior
ampulla recti dan dipisahkan dari rectum oleh septum rectovesicae (fascia
Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung bawah
excavatio retrovesicalis peritonealis, yang semula meluas ke bawah sampai ke
corpus peritoneal.
Ke lateral : facies lateralis prostatae difiksasi oleh serabut anterior musculus levator
ani pada saat serabut ini berjalan ke posterior dari pubis.

1.2 Mikroskopik

Gambar 5. Mikroskopik Prostat


(Sumber: http://www.pathologyoutlines.com/topic/prostatehistology.html)
Secara histologi prostat terdiri dari kelenjar yang dilapisi dua lapis sel, bagian
basal adalah epitel kuboid yang ditutupi oleh lapisan sel sekretori kolumnar. Pada
beberapa daerah dipisahkan oleh stroma fibromuskuler. Hormon androgen testis
berfungsi untuk mengontrol pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel- sel prostat.

Prostat merupakan suatu kumpulan 30-5- kelenjar tubuloalveolar yang bercabang.


Duktusnya bermuara ke dalam uretra pars prostatika, yang menembus prostat. Kelenjar
prostat terbagi dalam beberapa zona, antara lain: zona perifer, zona sentral, zona
transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona periuretra. Zona perifer adalah zona
yang paling besar, yang terdiri dari 70 % jaringan kelenjar sedangkan zona sentral terdiri
dari 25% jaringan kelenjar dan zona transisional hanya terdiri dari 5% jaringan kelenjar.
Sebagian besar kejadian BPH terdapat pada zona transisional, sedangkan pertumbuhan
karsinoma prostat berasal dari zona perifer.
Kelenjar tubloalveloar prostat dibentuk oleh epitel bertingkat silindris atau kuboid.
Stroma fibromuskular mengelilingi kelenjar- kelenjar. Prostat dikelilingi suatu simpai
fibroelastis dengan otot polos. Septa dari simpai ini menembus kelenjar dan
membaginya dalam lobus- lobus yang tidak terbatas tegas pada orang dewasa. Seperti
halnya vesikula seminalis, struktur dan fungsi prostat bergantung pada kadar
testosterone.
Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk dan
ukurannya. Alveoli dan tubuli bercabang berkali- kali, keduanya memiliki lumen yang
lebar. Lamina basal kurang jelas dan epitel sangat berlipat- lipat. Sitoplasma banyak
mengandung butir sekret dan butir lipid. Saluran keluar mempunyai lumen yang tidak
teratur dan miripi tubuli sekretoris yang kecil.
Sekret prostat merupakan cairan seperti susu, bersifat agak alkali dan kaya dengan
enzim proteolitik, terutama fibrinolisi yang membantu pencairan semen.
LI. 2 Memahami dan menjelaskan fisiologi prostat
Kelenjar prostat menyekresi cairan encer seperti susu yang mengandum kalsium,
ion sitrar, ion fosfat, enzim pembekuan dan profibrinolisin. Selama pengisian, simpai
kelenjar prostat berkontraksi sejalan dengan kontraksi vas deferens sehingga cairan
encer seperti susu yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat menambah jumlah semen lebih
banyak lagi. Sifat cairan prostat yang sedikit basa mungkin penting untuk keberhasilan
fertilisasi ovum, karena cairan vas deverens relative asam akibat adanya asam sitrat dan
hasil akhir metabolism sperma, dan sebagai akibatnya, aka menghambat fertilisasi
sperma. Selain itu, sekret vagina bersifat asa (pH 3,5-4). Sperma tidak dapat bergerak
optimal sampai pH sekitarnya meningkat menjadi 6-6,5. Akibatnya, cairan prostat yang
sedikit basa mungkin juga menetralkan sifat asam cairan seminalis lainnya selama
ejakulasi, dan juga meningkatkan motilitas dan fertilititas sperma.
Kelenjar prostat secara relative tetap kecil sepanjang masa kank- kanan dan mulai
tumbuh pada masa pubertas di bawah rangasang testosterone. Kelenjar ini mencapai
ukuran hampir tetap pada usisa 20 tahun dan tetap dalam ukuran itu sampai pada usia
kira- kira 50 tahun. Pada waktu tersebut, beberapa organ kelenjarnya mulai berinvolusi,
bersamaan dengan penururnan pembentukan testosterone oleh testis. Kelenjar prostat
mensekresi sedikit cairan yang berwarna putih susu dan bersifat alkalis. Selama
pengeluaran cairan prostat, kapsul kelenjar prostat akan berkontraksi bersama dengan
kontraksi vas deferens dan cairan dari prostat keluar bercampur dengan semen yang
lainnya.

Fungsi prostat adalah sebagai sumber nutrisi dan perlindungan sprermatozoan


yaitu dengan cara:
Mengeluarkan cairan alkalis yang berfungsi untuk menetralkan sekresi vagina
yang asam. Fungsi ini bertujuan untuk sperma agar dapat bertahan hidup dalam
lingkungan yang sedikit basa.
Menghasilkan enzim- enzim pembekuan dan fibrinolisin. Enzim pembekuan
prostat bekerja pada fibrinogen dari vesikula seminalis untuk menghasilkan
fibrin yang bertujuan untuk membekukan semen sehingga sperma yang
diejakulasikan dapat bertahan di dalam saluran reproduksi wanita. Setelah itu
bekuan seminal diuraikan oleh fibrinolisin, yaitu suatu enzim pengurai fibrin dari
prostat, sehingga sperma motil yang dikeluarkan dapat bergerak bebas di dalam
saluran reproduksi.
LI. 3

Memahami dan menjelaskan Beningna Prostat Hiperplasia


3.1 Definisi
Benigna Prostat Hiperplasi adalah perbesaran prostat, kelenjar prostat membesar,
memanjang kearah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urine, dapat
mengakibatkan hidronefrosis dan hidroureter (Brunner & Suddarth, 2000).
Benigna Prostat Hiperplasi adalah pembesaran dari beberapa dari kelenjar ini
yang mengakibatkan obstruksi urine (Mary Buradero dkk, 2000).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria
lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan
aliran urinarius (Marilynn, E.D, 2000).
Hipertropi adalah pembesaran sel, sedangkan hiperplasi adalah pertambahan
jumlah sel,sehingga terjadi pembentukan jaringan yang berlebihan. Benigna Prostat
Hiperplasi adalah pembesaran kelenjar prostat, memanjang ke arah depan ke dalam
kandung kemih, yang mengakibatkan obstruksi urine (Poppy, 1998).
Dari pengertian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa benigna prostat
hyperplasia adalah pembesaran dari prostat yang biasanya terjadi pada orang berusia
lebih dari 50 tahun yang mendesak saluran perkemihan.
3.2 Epidemiologi
Pembesaran prostat jinak (BPH) merupakan penyakit pada laki-laki usia diatas
50 tahun yang sering dijumpai. Karena letak anatominya yang mengelilingi uretra,
pembesaran dari prostat akan menekan lumen uretra yang menyebabkan sumbatan dari
aliran kandung kemih. Signifikan meningkat dengan meningkatnya usia. Pada pria
berusia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%.
Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan menyebabkan gejala dan tanda klinik.
Karena proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan maka efek perubahan
juga terjadi perlahan-lahan (Sjamsuhidajat, 1996).
Di Indonesia BPH merupakan urutan kedua setelah batu saluran kemih dan
diperkirakan ditemukan pada 50% pria berusia diatas 50 tahun dengan angka harapan
hidup rata-rata di Indonesia yang sudah mencapai 65 tahun dan diperkirakan bahwa
lebih kurang 5% pria Indonesia sudah berumur 60 tahun atau lebih. Kalau dihitung dari
10

seluruh penduduk Indonesia yang berjumlah 200 juta lebih, kira-kira 100 juta terdiri dari
pria, dan yang berumur 60 tahun atau lebih kira-kira 5 juta, sehingga diperkirakan ada
2,5 juta laki-laki Indonesia yang menderita BPH.
Dengan semakin membaiknya pembangunan dinegara kita yang akan
memberikan dampak kenaikan umur harapan hidup, maka BPH akan semakin
bertambah. Oleh karena itu BPH harus dapat dideteksi oleh para dokter, dengan
mengenali manifestasi klinik dari BPH dan dapat dikelola secara rasional sehingga akan
memberikan morbiditas dan mortalitas yang rendah dengan biaya yang optimal
(Rahardjo,1997).
3.3 Etiologi
Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti.
Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat pula dianggap
undangan (counter part). Oleh karena itu yang dianggap etiologi adalah karena tidak
adanya keseimbangan endokrin. Namun menurut Syamsu Hidayat dan Wim De Jong
tahun1998 etiologi dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah :
1. Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan keseimbangan
testosteron dan estrogen. Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan
hormon Estrogen dan penurunan testosteron sedangkan estradiol tetap yang dapat
menyebabkan terjadinya hyperplasia stroma.
2. Ketidakseimbangan endokrin.
3. Faktor umur/usia lanjut. Biasanya terjadi pada usia diatas 50 tahun.
4. Unknown / tidak diketahui secara pasti. Penyebab BPH tidak diketahui secara pasti
(idiopatik), tetapi biasanya disebabkan oleh keadaan testis dan usia lanjut.
Beberapa hipotesis yang di duga sebagai penyebab timbulnya hyperplasia prostat adalah :
1. Teori Dihidrotesteron
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting
pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosterone di dalam sel
prostat oleh enzim 5 alfa-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang
telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHTRA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi
pertumbuhan sel prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh
berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5
alfa-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini
menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitive terhadap DHT sehingga replikasi
sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.
2. Ketidakseimbangan antara estrogentestosterone
Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun sedangkan kadar
estrogen relative tetap, sehingga perbandingan antara estrogen dan testosterone relative
meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya

11

proloferasi sel sel kelenjar prosta dengan cara meningkatkan sensitifitas sel sel prostat
terhadap rangsangan hormone androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen dan
menurunkan jumlah kematian sel sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua
keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan
testosterone menurun, tetapi sel sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih
pajang sehingga massa prostat jadi lebih besar.
3. Interkasi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel
prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel sel stroma melalui suatu mediator
(growth factor) tertentu. Setelah sel sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan
estradiol, sel sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya
mempengaruhi sel sel stroma itu sendiri secara intakrin dan autokrin,serta
mempengaruhi sel sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya
proloferasi sel sel epitel maupun sel stroma.
4. Berkurangnya kematian sel porstat
Program kematian sel (apotosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik
untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi
dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis
oleh sel sel disekitarnya kemudian di degradasi oleh enzim lisosom. Pada jaringan normal,
terdapat keseimbangan antara laj proliferasi sel dengan kematian sel.
Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan
jumlah sel sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya
jumlha sel sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan
pertambahan massa prostat.
Diduga hormone androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel
setelah dilakukan kastrasi, terjai peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat.
Estrogen diduga mampu memperpanjang usia sel sel prostat, sedangkan faktor
pertumbuhan TGFbeta berperan dalam proses apoptosis.
5. Teori sel stem
Untuk mengganti sel sel yang telah apoptosis, selalu dibentuk sel sel baru. Di
dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan
berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan
hormone androgen, sehingga jika hormone ini kadarnya menurun seperti yang terjadi
pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel sel pada
BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi
produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.
Faktor Resiko:

12

1. Kadar Hormon

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Kadar hormon testosteron yang tinggi berhubungan dengan peningkatan risiko


BPH. Testosteron akan diubah menjadi androgen yang lebih poten yaitu
dihydrotestosteron (DHT) oleh enzim 5-reductase, yang memegang peran penting
dalam proses pertumbuhan sel-sel prostat 10
Usia
Pada usia tua terjadi kelemahan umum termasuk kelemahan pada buli (otot
detrusor) dan penurunan fungsi persarafan. Perubahan karena pengaruh usia tua
menurunkan kemampuan buli-buli dalammempertahankan aliran urin pada proses
adaptasi oleh adanya obstruksi karena pembesaran prostat, sehingga menimbulkan
gejala. Sesuai dengan pertambahan usia, kadar testosteron mulai menurun secara
perlahan pada usia 30 tahun dan turun lebih cepat pada usia 60 tahun keatas.
Ras
Orang dari ras kulit hitam memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk terjadi BPH
dibanding ras lain. Orang-orang Asia memiliki insidensi BPH paling rendah.
Riwayat keluarga
Riwayat keluarga pada penderita BPH dapat meningkatkan risiko terjadinya kondisi
yang sama pada anggota keluarga yang lain. Semakin banyak anggota keluarga
yang mengidap penyakit ini, semakin besar risiko anggota keluarga yang lain untuk
dapat terkena BPH. Bila satu anggota keluarga mengidap penyakit ini, maka risiko
meningkat 2 kali bagi yang lain. Bila 2 anggota keluarga, maka risiko meningkat
menjadi2-5 kali.
Obesitas
Obesitas akan membuat gangguan pada prostat dan kemampuan seksual, tipe bentuk
tubuh yang mengganggu prostat adalah tipe bentuk tubuh yang membesar di bagian
pinggang dengan perut buncit, seperti buah apel. Beban di perut itulah yang
menekan otot organ seksual, sehingga lama-lama organ seksual kehilangan
kelenturannya, selain itu deposit lemak berlebihan juga akan mengganggu kinerja
testis. Pada obesitas terjadi peningkatan kadar estrogen yang berpengaruh terhadap
pembentukan BPH melalui peningkatan sensitisasi prostat terhadap androgen dan
menghambat proses kematian sel-sel kelenjar prostat. Pola obesitas pada laki-laki
biasanya berupa penimbunan lemak pada abdomen.
Pola Diet
Kekurangan mineral penting seperti seng, tembaga, selenium berpengaruh pada
fungsi reproduksi pria. Yang paling penting adalah seng, karena defisiensi seng
berat dapat menyebabkan pengecilan testis yang selanjutnya berakibat penurunan
kadar testosteron.6Selain itu, makanan tinggi lemak dan rendah serat juga membuat
penurunan kadar testosteron Aktivitas Seksual Kalenjar prostat adalah organ yang
bertanggung jawab untuk pembentukan hormon laki-laki. BPH dihubungkan dengan
kegiatan seks berlebihan dan alasan kebersihan. Saat kegiatan seksual, kelenjar
prostat mengalami peningkatan tekanan darah sebelum terjadi ejakulasi. Jika suplai
darah ke prostat selalu tinggi, akan terjadi hambatan prostat yang mengakibatkan
kalenjar tersebut bengkak permanen. Seks yang tidak bersih akan mengakibatkan
infeksi prostat yang mengakibatkan BPH. Aktivitas seksual yang tinggi juga
berhubungan dengan meningkatnya kadar hormon testosteron.20 Penelitian
terdahulu didapatkan OR : 2,40.
Kebiasaan merokok
Nikotin dan konitin (produk pemecahan nikotin) pada rokok meningkatkan aktifitas
enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan penurunan kadar testosterone.
Kebiasaan minum-minuman beralkohol

13

Konsumsi alkohol akan menghilangkan kandungan zink dan vitamin B6 yang


penting untuk prostat yang sehat. Zink sangat penting untuk kelenjar prostat. Prostat
menggunakan zink 10 kali lipat dibandingkan dengan organ yang lain. Zink
membantu mengurangi kandungan prolaktin di dalam darah. Prolaktin
meningkatkan penukaran hormon testosteron kepada DHT.
9. Olah raga
Para pria yang tetap aktif berolahraga secara teratur, berpeluang lebih sedikit
mengalami gangguan prostat, termasuk BPH. Dengan aktif olahraga, kadar
dihidrotestosteron dapat diturunkan sehingga dapat memperkecil risiko gangguan
prostat. Selain itu, olahraga akan mengontrol berat badan agar otot lunak yang
melingkari prostat tetap stabil. Olahraga yang dianjurkan adalah jenis yang
berdampak ringan dan dapat memperkuat otot sekitar pinggul dan organ seksual.
10. Penyakit Diabetes Mellitus Laki-laki yang mempunyai kadar glukosa dalam darah >
110 mg/dL mempunyai risiko tiga kali terjadinya BPH, sedangkan untuk laki-laki
dengan penyakit Diabetes Mellitus mempunyai risiko dua kali terjadinya BPH
dibandingkan dengan laki-laki dengan kondisi normal.
3.4 Klasifikasi
Menurut Rumahorbo (2000 : 71), terdapat empat derajat pembesaran kelenjar
prostat yaitu sebagai berikut :
a. Derajat Rektal
Derajat rektal dipergunakan sebagai ukuran dari pembesaran kelenjar prostat ke
arah rektum. Rectal toucher dikatakan normal jika batas atas teraba konsistensi elastis,
dapat digerakan, tidak ada nyeri bila ditekan dan permukaannya rata. Tetapi rectal
toucher pada hipertropi prostat di dapatkan batas atas teraba menonjol lebih dari 1 cm
dan berat prostat diatas 35 gram.
Ukuran dari pembesaran kelenjar prostat dapat menentukan derajat rectal yaitu sebagai
berikut :
1). Derajat O : Ukuran pembesaran prostat 0-1 cm
2). Derajat I : Ukuran pembesaran prostat 1-2 cm
3). Derajat II : Ukuran pembesaran prostat 2-3 cm
4). Derajat III : Ukuran pembesaran prostat 3-4 cm
5). Derajat IV : Ukuran pembesaran prostat lebih dari 4 cm
Gejala BPH tidak selalu sesuai dengan derajat rectal, kadang-kadang dengan
rectal toucher tidak teraba menonjol tetapi telah ada gejala, hal ini dapat terjadi bila
bagian yang membesar adalah lobus medialis dan lobus lateralis. Pada derajat ini klien
mengeluh jika BAK tidak sampai tuntas dan puas, pancaran urine lemah, harus
mengedan saat BAK, nocturia tetapi belum ada sisa urine.
b. Derajat Klinik
Derajat klinik berdasarkan kepada residual urine yang terjadi. Klien disuruh
BAK sampai selesai dan puas, kemudian dilakukan katerisasi. Urine yang keluar dari
kateter disebut sisa urine atau residual urine. Residual urine dibagi beberapa derajat
yaitu sebagai berikut :
1). Normal sisa urine adalah nol

14

2). Derajat I sisa urine 0-50 ml


3). Derajat II sisa urine 50-100 ml
4). Derajat III sisa urine 100-150 ml
5). Derajat IV telah terjadi retensi total atau klien tidak dapat BAK sama
sekali.
Bila kandung kemih telah penuh dan klien merasa kesakitan, maka urine akan
keluar secara menetes dan periodik, hal ini disebut Over Flow Incontinencia. Pada
derajat ini telah terdapat sisa urine sehingga dapat terjadi infeksi atau cystitis, nocturia
semakin bertambah dan kadang-kadang terjadi hematuria.
c. Derajat Intra Vesikal
Derajat ini dapat ditentukan dengan mempergunakan foto rontgen atau
cystogram, panendoscopy. Bila lobus medialis melewati muara uretra, berarti telah
sampai pada stadium tida derajat intra vesikal. Gejala yang timbul pada stadium ini
adalah sisa urine sudah mencapai 50-150 ml, kemungkinan terjadi infeksi semakin hebat
ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, menggigil dan nyeri di daerah pinggang serta
kemungkinan telah terjadi pyelitis dan trabekulasi bertambah.
d. Derajat Intra Uretral
Derajat ini dapat ditentukan dengan menggunakan panendoscopy untuk melihat
sampai seberapa jauh lobus lateralis menonjol keluar lumen.
3.5 Patogenesis dan patofisiologi
Patogenenis

Gambar 6. Skema Patogenesis BPH


(Sumber: Buku Dasar Patologis Penyakit edisi ke-7)
Pembesaran prostat ini berkaitan dengan kerja androgen. Sebagai contoh,
kastrasi prapubertas mencegah terbentuknya hyperplasia nodular. Dihidrotestosteron
(DHT), suatu metabolit testosterone, merupakan mediator utama pertumbuhan prostat.

15

Zat ini disintesis di prostat dari testosterone darah oleh kerja enzim 5- reduktase, tipe
2. Enzim ini terutama terletak di sel stroma. Oleh karena itu, sel- sel ini merupakan
tempat utama sintesis DHT. Setelah terbentuk, DHT dapat bekerja secara autokrin pada
sel stroma taua parakrin dengan berdifusi ke sel epitel sekita. Di kedua jenis sel ini,
DHT berikatan dengan reseptor androgen di nucleus dan menyebabkan transkripsi faktor
pertumbuhan yang berisfat mitogenik bagi sel epitel dan sel stroma.
Meskipun testosterone juga dapat berikatan dengan reseptor androgen dan
menyebabkan pertumbuhan, DHT 10 kali lebih kuat Karena lebih lambat terlepas dari
reseptor androgen. Walaupun DHT merupakan faktor trofik utama yang memperantai
hyperplasia prostat, tampaknya estrogen juga ikut berperan, dengan mebuat sel lebih
peka terhadap kerja DHT.
Interaksi sel stroma-epitel yang diperantai faktor pertumbuhan peptide juga
merupakan bagian integral dari proses ini. Selain akibat efek mekanis prostat yang besar,
gejala klinis sumbatan saluran kemih bawah juga disebabkan oleh kontraksi otot polos
prostat. Tegangan pada otot polos prostat diperantai oleh adrenoreseptor 1 yang terletak
di stroma prostat. Ini merupakan dasar pemakaian antagonis reseptor adrenergic untuk
mengatasi obstruksi aliran kemih pasien dengan BPH.

Patofisiologi

16

Gambar 7. Skema Patofisiologi BPH


Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih
kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan
perubahan anatomi buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya
selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut,
oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau LUTS
yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus.
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks
vesikoureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
Obstruksi yang diakibatkan oleh hyperplasia prostat benigna tidak hanya
disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga
disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot
polos pada leher buli-buli. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal
dari nervus pudendus.
Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap kelenjar. Pada
prostat normal rasio stroma dibanding dengan kelanjar adalah 2:1, pada BPH, rasionya
meningkat menjadi 4:1, hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus
otot polos prostat dibandingkan dengan prostat normal. Dalam hal ini massa prostat
yang menyebabkan obstruksi komponen static sedangkan tonus otot polos yang
merupakan komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi prostat

17

3.6 Manifestasi klinis


Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas gejala obstruktif
dan gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars
prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor
untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus.
Gejalanya ialah :
- Harus menunggu pada permulaan miksi (hesistansi)
- Pancaran miksi yang lemah (weak stream)
- Miksi terputus (intermitten)
- Menetes pada akhir miksi (terminal dribbling)
- Rasa belum puas sehabis miksi (sensation of incomplete bladder emptying)
Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hyperplasia prostat masih tergantung
pada tiga faktor, yaitu:
- Volume kelenjar periuretral
- Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
- Kekuatan kontraksi otot dectrucsor
Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi,
sehingga meskipun volume kelenjar periurethral sudah membesar dan elastisitas leher
vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih
dikompensasi dengan kenaikan daya kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi belum
dirasakan.
Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang tidak
sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh hipersensitifitas otot detrusor karena
pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering
berkontraksi meskipun belum penuh.
Gejalanya :
- Bertambahnya frekuensi miksi (frekuensi)
- Nokturia
- Miksi sulit ditahan (urgency)
- Dysuria (nyeri pada waktu miksi)

Tabel 1. Manifestasi Klinis BPH

18

Secara klinis derajat berat gejalanya adalah:


Grade I
: Gejala prostatimus + sisa kencing < 50 ml
Grade II
: Gejala prostatimus + sisa kencing > 50 ml
Grade III
: Retensi urin dengan ada gangguan saluran kemih bagian atas
+ sisa urin > 150 ml

Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah
bawah, WHO menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang
disebut Skor Internasional Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom
Score). Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan
keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup
pasien. Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0 sampai
dengan 5, sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1
hingga 7. Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu:
Ringan : skor 0-7
Sedang: skor 8-19
Berat : skor 20-35
Timbulnya gejala LUTS merupakan menifestasi kompensasi otot vesica urinaria
untuk mengeluarkan urin. Pada suatu saat otot-otot vesica urinaria akan mengalami
kepayahan (fatique) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan
dalam bentuk retensi urin akut.
3.7 Diagnosis dan diagnosis banding
Diagnosis BPH dapat ditegakkan berdasarkan atas berbagai pemeriksaan awal dan
pemeriksaan tambahan. Jika fasilitas tersedia, pemeriksaan awal harus dilakukan oleh
setiap dokter yang menangani pasien BPH. Pada 5th International Consultation on BPH
(IC-BPH) membagi beberapa kategori pemeriksaan untuk mendiagnosis BPH menjadi
pemeriksaan awal (recommended) dan pemeriksaan spesifik uologi (optional)
sedangakan guidelines yang disusun oleh EAU membagi pmeriksaan itu dalam:
modulatory, recommended, optional, dan not recommended.
Anamanesis
Pemeriksaan awal terhadap pasien BPH adalah melakukan anamnesis untuk
mendapatkan data tentang riwayat penyakit yang dideritanya, meliputi:
Keluhan yang dirasakan dan seberapa lama keluhan itu telah mengganggu
Riwayat penyakit lain dan penyakit pada urogenitalia (pernah mengalami cedera,
infeksi, atau pembedahan)
Riwayat kesehatan secara umum dan keadaan fungsi seksual
Obat- obatan yang saat ini dikonsumsi yang dapat menimbulkan keluhan miksi

19

Tingkat kebugaran pasien yang mungkin diperlukan untuk tindakan pembedahn

Salah satu pemandu yang tepat untuk mengarahkan dan menetukan adaya gejala
obstruksi akibat pembesaran prostat adalah IPSS WHO dan AUA. Skor pada IPSS ini
berguna untuk menilai dan memantau keadaan pasien BPH. Kusioner IPSS ini dibagikan
kepada pasien dan diharapkan pasien mengisi sendiri, selain 7 pertanyaan pada IPSS di
dalam IPSS terdapat satu pertanyaan tunggal mengenai kualitas hidup (quality of life
atau QoL).
Tabel 1. International Prostate Symptom Score (IPSS)

(Sumber: Buku Kapita Selekta Kedokteran)


Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus
spingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti
benjolan di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus
diperhatikan :
a) Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)
b) Adakah asimetris
c) Adakah nodul pada prostate

20

d) Apakah batas atas dapat diraba


e) Sulcus medianus prostate
f) Adakah krepitasi
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan prostat teraba membesar,
konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, permukaan rata, lobus kanan
dan kiri simetris, tidak didapatkan nodul, dan menonjol ke dalam rektum. Semakin berat
derajat hiperplasia prostat, batas atas semakin sulit untuk diraba. Sedangkan pada
carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus
prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi. Pemeriksaan
fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas kadang-kadang
ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pielonefritis akan disertai sakit pinggang
dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi
total, daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia.
Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang
lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau
uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus.
Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kencing yang terisi penuh dan
teraba masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang terdapat
nyeri tekan supra simfisis.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berperan dalam menentukan ada tidaknya komplikasi.
a) Darah
Ureum dan Kreatinin normal fungsi ginjal dan VU normal tidak ada
urolithiasis, Ca atau hiperplasia prostat berat
Elektrolit
Blood urea nitrogen
Gula darah

b)

Urin
Kultur urin + sensitifitas test
Sedimen
Pemeriksaan urinalisis dapat mengungkapkan adanya leukosituria dan hematuria.
BPH yang sudah menimbulkan komplikasi infeksi saluran kemih, batu buli-buli atau
penyakit lain yang menimbulkan keluhan miksi, di antara-nya: karsinoma buli-buli in
situ atau striktura uretra, pada pemeriksaan urinalisis menunjukkan adanya kelainan.
Untuk itu pada kecurigaan adanya infeksi saluran kemih perlu dilakukan pemeriksaan
kultur urine, dan kalau terdapat 3 kecurigaan adanya karsinoma buli-buli perlu
dilakukan pemeriksaan sitologi urine. Pada pasien BPH yang sudah mengalami
retensi urine dan telah memakai kateter, pemeriksaan urinalisis tidak banyak
manfaatnya karena seringkali telah ada leukosituria maupun eritostiruria akibat
pemasangan kateter

c) PSA (Prostate Spesific Antigen)


21

Prostate Specific Antigen (PSA) merupakan suatu glikoprotein protease yang


diproduksi dan disekresi oleh sel epitel prostat, yang merupakan tanda paling efektif
untuk mengetahui adanya kanker prostat dan keadaanya meningkat pada BPH.
Peningkatan PSA juga sebagai dari akibat colok dubur (DRE = Digital Rectal
Examination), pemasangan kateter, sistoskopi, biospsi jarum, ultrasonografi trasnrectal
Transrectal Ultrasound), reseksi prostat transuretra (TURP, Transurethral Resection of
the Prostate), bertambahnya umur dan retensi urin serta besarnya volume.
PSA disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specific tetapi bukan
cancer specific. Jika kadar PSA tinggi berarti:
Pertumbuhan volume prostat lebih cepat
Keluhan akibat BPH/laju pancaran urine lebih jelek dan lebih mudah terjadinya
retensi urine akut.
Pemasangan kateter, sistoskopi, biopsi jarum, ultrasonografi (Transrectal Ultrasound),
reseksi prostat transuretra (TURP, Transurethral Resection of the Prostate)
Pertumbuhan volume kelenjar prostat dapat diprediksikan berdasarkan kadar PSA.
Dikatakan oleh Roehrborn et al (2000) bahwa makin tinggi kadar PSA makin cepat laju
pertumbuhan prostat. Laju pertumbuhan volume prostat rata-rata setiap tahun pada kadar
PSA 0,2- 1,3 ng/dl laju adalah 0,7 mL/tahun, sedangkan pada kadar PSA 1,4-3,2 ng/dl
sebesar 2,1 mL/tahun, dan kadar PSA 3,3-9,9 ng/dl adalah 3,3 mL/tahun19. Kadar PSA
di dalam serum dapat mengalami peningkatan pada keradangan, setelah manipulasi pada
prostat (biopsi prostat atau TURP), pada retensi urine akut, kateterisasi, keganasan
prostat, dan usia yang makin tua. Sesuai yang dikemukakan oleh Wijanarko et al (2003)
bahwa serum PSA meningkat pada saat terjadi retensi urine akut dan kadarnya
perlahanlahan menurun terutama setelah 72 jam dilakukan kateterisasi. Rentang kadar
PSA yang dianggap normal berdasarkan usia adalah:
40-49 tahun: 0-2,5 ng/ml
50-59 tahun:0-3,5 ng/ml
60-69 tahun:0-4,5 ng/ml
70-79 tahun: 0-6,5 ng/ml
Meskipun BPH bukan merupakan penyebab timbulnya karsinoma prostat, tetapi
kelompok usia BPH mempunyai resiko terjangkit karsinoma prostat. Pemeriksaan PSA
bersamaan dengan colok dubur lebih superior daripada pemeriksaan colok dubur saja
dalam mendeteksi adanya karsinoma prostat. Oleh karena itu pada usia ini pemeriksaan
PSA menjadi sangat penting guna mendeteksi kemungkinan adanya karsinoma
prostat. Sebagian besar petunjuk yang disusun di berbagai negara
merekomendasikan pemeriksaan PSA sebagai salah satu pemeriksaan awal pada BPH,
meskipun dengan sarat yang berhubungan dengan usia pasien atau usia harapan hidup
pasien.
Tes PSA ini sebaiknya dilakukan setiap tahun sejak berumur 50 tahun, namun
untuk pria yang memiliki riwayat penyakit kanker prostat atau orang keturunan AfrikaAmerika, tes PSA sebaiknya dimulai sejak umur 40 tahun.
d) Pemeriksaan fungsi ginjal
Obstruksi infravesika akibat BPH menyebabkan gangguan pada traktus urinarius
bawah ataupun bagian atas. Dikatakan bahwa gagal ginjal akibat BPH terjadi sebanyak
22

0,3-30% dengan rata-rata 13,6%. Gagal ginjal menyebabkan resiko terjadinya


komplikasi pasca bedah (25%) lebih sering dibandingkan dengan tanpa disertai gagal
ginjal (17%), dan mortalitas menjadi enam kali lebih banyak. Pasien LUTS yang
diperiksa ultrasonografi didapatkan dilatasi sistem pelvikalises 0,8% jika kadar kreatinin
serum normal dan sebanyak 18,9% jika terdapat kelainan kadar kreatinin serum10. Oleh
karena itu pemeriksaan faal ginjal ini berguna sebagai petunjuk perlu tidaknya
melakukan pemeriksaan pencitraan pada saluran kemih bagian atas.

Pemeriksaan pencitraan
a) Foto polos abdomen (BNO)
Dari sini dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit lain misalnya batu
saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel kandung kemih juga dapat untuk
menghetahui adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat.
b) Pielografi Intravena (IVP)
Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek isian kontras (filling
defect/indentasi prostat) pada dasar kandung kemih atau ujung distal ureter
membelok keatas berbentuk seperti mata kail (hooked fish).
Untuk mengetahui adanya kelainan pada ginjal maupun ureter berupa
hidroureter ataupun hidronefrosis serta penyulit yang terjadi pada buli buli
yaitu adanya trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli buli.
Foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin.
IVP memerlukan persiapan yaitu :
Malam sebeleum pemeriksaan diberi pencahar untuk membersihakan kolon
dari feses yang menutupi daerah ginjal
Pasien tidak diberi cairan mulai dari jam 10 sebelum pemeriksaan untuk
mendapatkan kondisi dehidrasi
Keesokan hari pasien diminta untuk berpuasa
Sebelum pasien disuntukian urografin 60 mg%, terlebih dahulu dilakukan
penngujian subkutan atau intravena kontras (conray/ meglumineiothalamat
60%) jika pasien alergi terhadap kontras, maka IVP dibatalkan

23

IVP Normal
IVP Abnormal
Semua organ saluran kemih normal Bentuk, ukuran, posisi saluran kemih
posisi, bentuk dan ukuran
abnormal (contoh: ginjal tak terlihat,
tambahan ginjal atau ureter)
TIdak terlihat adanya sumbatan
Kontras lama mencapai ginjal
Kontras mencapai ginjal sesuai waktunya Terdapat tumor, kista, abses, batu, cidera
dan jaringan parut
Pada pria ukuran prostat normal
Pada pria ukuran prostat membesar
Keuntungan
Kerugian
Prosedur minimal invasiv, karena hanya Bahan kontras menimbulkan alergi
membutuhkan tusukkan kecil
Memberikan
diagnosis

informasi

rinci

untuk Tidak dianjurkan pada ibu hamil dan


anak

Tidak menimbulkan radiasi tetap setelah


di x-ray
Perbedaan IVP normal dan abnormal
Tabel 2. Perbedaan IVP Normal dan Abnormal

Tabel 3. Keuntungan dan Kerugian IVP

Yang dapat mempengaruhi pemeriksaan IVP


24

Pasien yang tidak bisa diam


Masih terdapat fese, gas dalam kolon
Pasien belum lama melakukan tes enema barium, tes untuk pemeriksaan kolon

c) Sistogram retrograde
Apabila penderita sudah dipasang kateter oleh karena retensi urin, maka sistogram
retrograd dapat pula memberi gambaran indentasi.
d) Transrektal Ultrasonografi (TRUS)
Deteksi pembesaran prostat
Mengukur volume residu urin

e) MRI atau CT jarang dilakukan


Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan bermacam-macam
potongan.
f) Uretrosistoskopi
Pemeriksaan ini secara visual dapat mengetahui keadaan uretra prostatika dan
buli-buli. Terlihat adanya pembesaran prostat, obstruksi uretra dan leher buli-buli, batu
buli-buli, trabekulasi buli-buli, selule, dan divertikel bulibuli. Selain itu sesaat sebelum
dilakukan sistoskopi diukur volume residual urine pasca miksi. Sayangnya pemeriksaan
ini tidak mengenakkan bagi pasien, bisa menimbulkan komplikasi perdarahan, infeksi,
cedera uretra, dan retensi urine sehingga tidak dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin
pada BPH.
Uretrosistoskopi dikerjakan pada saat akan dilakukan tindakan pembedahan untuk
menentukan perlunya dilakukan TUIP, TURP, atau prostatektomi terbuka. Disamping itu
pada kasus yang disertai dengan hematuria atau dugaan adanya karsinoma buli-buli
sistoskopi sangat membantu dalam mencari lesi pada buli-buli.
Pemeriksaan Patologi Anatomi
Mikroskopis :
Jaringan prostat terdiri dari stroma dan asini kelenjar prostat.Asini dilapisi epitel kubis
proliferative, sebagian asini dengan lumen melebar kistik, dalam lumen terdapat corpora
amylaceae. Stroma jaringan ikat fibromuskuler berserbukan sel limfosit.

25

Gambar 8. Mikroskopik BPH


(Sumber: www.microscopyu.com)
Diagnosis Banding
1) Kelemahan Detrusor Kandung Kemih
Kelainan medula spinalis
Neuropatia diabetes mellitus
Pasca bedah radikal di pelvis
Farmakologik
2) Kandung Kemih Neuropati
Kelainan neurologik
Diabetes mellitus
Alkoholisme
Farmakologik (obat penenang, penghambat alfa dan parasimpatolitik)
3) Obstruksi Fungsional
Dissinergi detrusor-sfingter terganggunya koordinasi antara kontraksi detrusor
dengan relaksasi sfingter
Ketidakstabilan detrusor
4) Kekakuan Leher Kandung Kemih
Fibrosis
5) Resistensi Urethra yang Meningkat
Hiperplasia prostat jinak atau ganas
Kelainan yang menyumbatkan uretra
Uretralitiasis
Uretritis akut atau kronik
Striktur uretra
Prostatitis akut atau kronis

26

3.8 Penatalaksanaan dan pencegahan


Tidak semua pasien BPH perlu menjalani tindakan medik. Kadang-kadang
mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi
apapun atau hanya dengan nasehat dan konsultasi saja. Namun di antara mereka ada
yang membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medic yang lain karena
keluhannya semakin parah. Tujuan terapi pada pasien hyperplasia prostat:

Memperbaiki keluhan miksi, meningkatan kualitas hidup


Mengurangi obstruksi infravesika
Mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal
Mengurangi volume residu urine setelah miksi
Mencegah progresifitas penyakit.

BPH adalah penyakit yang progresif, yang artinya semakin bertambah usia,
volume prostat semakin bertambah, laju pancaran urine semakin menurun, keluhan yang
berhubungan dengan miksi semakin bertambah, penyulit yang terjadi semakin banyak:
diantaranya adalah retensi urine sehingga dibutuhkan tindakan pembedahan. Salah satu
marker untuk meramalkan progresifitas prostat adalah serum PSA. Semakin tinggi nilai
PSA (setelah disingkirkan tidak ada kanker prostat), semakin besar kemungkinan BPH
menimbulkan masalah.

OBSERVASI

MEDIKAMENTOSA

OPERASI

Menunggu
(Watchful
waiting)

Penghambat
adrenergik

Prostatektomi
terbuka

Penghambat
reduktase

Endourologi :
TURP
TUIP
TULP
Elektrovaporasi

Fitofarmaka
Hormonal
Tabel 4. Pilihan Terapi pada BPH

INVASIF
MINIMAL
TUMT
TUBD

Stent uretra
TUNA

1. Tanpa terapi (watchful waiting)


Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS <7, yaitu
keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapatkan
terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin
dapat memperburuk keluhannya, misalnya jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol

27

setelah makan malam, kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi bulibuli (kopi atau cokelat), batasi penggunaan obat-obatan influenza yang mengandung
fenilpropanolamin, kurangi makanan pedas dan asin, dan jangan menahan kencing
terlalu lama.
Secara periodic pasien diminta untuk dating control dengan ditanya keluhannya
yang mungkin menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu
dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urine, atau uroflometri. Jika keluhan miksi
bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu difikirkan untuk memilih terapi
yang lain.
2. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk mengurangi resistensi
otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi intravesika
dengan obat-obatan penghambat adrenergik- (adrenergic -blocker) dan
mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan cara menurunkan
kadar hormon testosteron/dihidrotestosteron melalui penghambat 5-reduktase. Selain
kedua cara di atas, sekarang banyak dipakai obat golongan fitofarmaka yang
mekanisme kerjanya masih belum jelas.
a) Penghambat adrenergik
Seperti kita ketahui persyarafan trigonum leher vesika, otot polos prostat dan
kapsul prostat terutama oleh serabut-serabut saraf simpatis, terutama mengandung
reseptor alpha, jadi dengan pemberian obat golongan alpha adrenergik bloker, terutama
alpha 1 adrenergik bloker maka tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
akan berkurang, sehingga sehingga menghasilkan peningkatan laju pancaran urin dan
memperbaiki gejala miksi. Bila serangan prostatismus memuncak menjurus kepada
retensio urin ini adalah pertanda bahwa tonus otot polos prostat meningkat atau
berkontraksi sehingga pemberian obat ini adalah sangat rasional. Episode serangan
biasanya cepat teratasi.
Contoh obat yang dipakai:
A. Fenoksibenzamin (- bloker non selektif)
Farmokodinamik : karena sifat hambatan yang praktis irreversibel.
Fenoksibenzamin dapat dianggap bekerja dengan cara mengurangi jumlah
adrenoreseptor yang tersedia untuk dirangsang. Fenoksibenzamin memblok
reseptor 1 maupun 2 pada otot polos arteriol dan vena sehingga menimbulkan
vasodilatasi dan venodilatasi.
Farmakokinetik : absorpsi dari saluran cerna hanya 20-30%. Waktu paruhnya
kurang dari 24 jam, tetapi lama kerjanya bergantung juga pada kecepatan sintesis
reseptor .
Intoksikasi dan efek samping : yang utama adalah hipotensi ortostatik. Hambatan
ejakulasi yang reversibel dapat terjadi akibat hambatan kontraksi otot polos vas
deferens dan saluran ejakulasi.
Penggunaan terapi : sebagai kompensasi berkurangnya produksi testoteron,
dibentuk lebih banyak enzim 5 reduktase yang mereduksi testoteron menjadi
dihidrotestoteron (DHT) yang lebih aktif. Tetapi DHT merangsang pertumbuhan
prostat. Obat ini dapat memperbaiki aliran urin dan mengurangi gejala-gejala
akibat obstruksi prostat. Dosis 2x10 mg/hari. Pengobatan ini efektif untuk BPH
tetapi karena efek samping yang ditimbulkan obat ini tidak lagi digunakan.
28

B. Prazosine, Terazosin, Tamzulosin dan Doxazosin (1- bloker selektif)


Farmakodinamik : efeknya yang utama adalah hasil hambatan reseptor 1 pada
otot polos arteriol dan vena, yang menimbulkan vaso- dan venodilatasi sehingga
menurunkan resistensi perifer dan alir balik vena. Kelompok obat ini cenderung
mempunyai efek yang baik terhadap lipid serum pada manusia, menurunkan
kolesterol LDL dan trigliserid serta meningkatkan kadar kolesterol HDL.
Farmakokinetik : diabsorpsi dengan baik pada pemberian oral, terikat kuat pada
protein plasma (terutama 1-glikoprotein), mengalami metabolisme yang ekstensif
di hati, dan hanya sedikit yang dieksresi utuh melalui ginjal.
Efek samping : yang utama adalah fenomena dosis pertama, yakni hipotensi
posturnal yang hebat dan sinkop yang terjadi 30-90 menit setelah pemberian dosis
pertama. Efek samping yang paling sering berupa pusing (hipotensi postural), sakit
kepala, ngantuk, palpitasi, edema perifer dan mual.
Penggunaan terapi : pemberian obat ini menyebabkan relaksasi otot-otot trigon
dan sfingter di leher kandung kemih serta otot polos kelenjar prostat yang
membesar, sehingga memperbaiki aliran urin serta gejala-gejala lain yang
menyertai obstruksi prostat tersebut adalah 1-5 mg/hari.
b).

Fitoterapi

Kelompok kemoterapi pada umumnya telah mempunyai informasi farmakokinetik


dan farmakodinamik terstandar secara konvensional dan universal. Kelompok obat ini
juga disebut dengan obat modern. Tidak semua penyakit dapat diobati secara tuntas
dengan kemoterapi ini. Banyak penyakit kronis, degeneratif, gangguan metabolisme,
dan penuaan yang belum ada obatnya seperti: kanker, hepatitis, HIV, demensia, dll.
Banyak pula yang belum bisa dituntaskan pengobatannya. Termasuk ini adalah: BPH,
DM, hipertensi, rematik, dll. Sehingga diperlukan terapi komplementer atau alternatif.
Kelompok terapi ini disebut Fitoterapi. Disebut demikian karena berasal dari tumbuhan.
Bahan aktifnya belum diketahui dengan pasti, masih memerlukan penelitian yang
panjang.
Namun secara empirik, manfaat sudah lama tercatat dan semakin diakui. Diantara
sekian banyak fitoterapi yang sudah masuk pasaran, diantaranya yang terkenal adalah
Serenoa repens atau Saw Palmetto dan Pumpkin seeds yang digunakan untuk
pengobatan BPH. Keduanya, terutama Serenoa repens semakin diterima pemakaiannya
dalam upaya pengendalian prosatisme BPH dalam kontek watchfull waiting strategy.
Di Jerman 90% kasus BPH di terapi dengan Serenoa repens tunggal atau kombinasi, dan
di negara-negara Eropa dan Amerika pemakaiannya terus meningkat dengan cepat.
Saw Palmetto Berry (SPB) yang disebut juga Serenoa repens adalah suatu obat
tradisional Indian. Catatan empiriknya tentang manfaat tumbuhan ini untuk gangguan
urologis sudah ada sejak tahun 1900. Isu back to nature memberikan iklim yang
kondusif bagi pemakaian obat ini.
Bukti-bukti empirik lapangan dan empirik uji klinik semakin banyak mencatat
efektifitas dan keamanannya. Dalam Current Medical Diagnosis and Treatment (2001)
dinyatakan bahwa Saw Palmetto Berry (SPB) ini didalam 18 RCT (Randomized Clinical

29

Trial) dengan 2939 subyek adalah superior terhadap placebo dan efektifitasnya sama
dengan finasteride. Efek samping obat berupa disfungsi ereksi = 1,1% sedangkan
finasteride = 4,9%. Dalam Life Extension Update dimuat, dari sebanyak 32 publikasi
studi terdapat catatan bahwa extract dari SPB ini secara signifikan menunjukan
perbaikan klinis dalam hal :
Frekuensi nokturia berkurang
Aliran kencing bertambah lancar
Volume residu dikandung kencing berkurang
Gejala kurang enak dalam mekanisme urinoir berkurang
Mekanisme kerja obat ini belum dapat dipastikan tetapi diduga kuat ia :
Menghambat aktifitas enzim 5 alpha reduktase dan memblokir reseptor androgen
Bersifat anti inflamasi dan anti udem dengan cara menghambat aktifitasenzim
cycloxygenase dan 5 lipoxygenase.
Pumpkin seeds (Cucurbitae peponis semen), testimoni empirik tradisional
bahan ini telah digunakan di Jerman dan Austria sejak abad 16 untuk gangguan urinoir
dan belakangan ini ekstraknya dipakai untuk mengatasi gejala yang berhubungan dengan
BPH didalam konteks farmakoterapi maupun uji klinis kombinasi dengan ekstraks
serenoa repens.
Penelitian di Jerman melakukan studi terhadap preparat yang mengandung
komponen utama beta-sitosterol dengan sedikit campuran campesterot dan stigmasterol
untuk mengobati hiperplasia prostat. Hasilnya, terjadi perbaikan seperti halnya terapi
menggunakan penghambat reseptor alpha dan 5-alpha reduktase, tetapi dengan efek
samping yang lebih minimal. Walaupun mekanisme kerja dari preparat campuran
fitosterol ini belum dapat dibuktikan, penelitian terus dikembangkan untuk keperluan di
masa depan.
3).

Hormonal

Pada tingkat supra hypofisis dengan obat-obat LH-RH (super) agonist yaitu obat
yang menjadi kompetitor LH-RH mempunyai afinitas yang lebih besar dengan reseptor
bagi LH-RH, sehingga obat ini akan menghabiskan reseptor dengan membentuk LHRH super agonist reseptor kompleks.
4).

Operatif

a) Prostatektomi terbuka
Retropubic infravesika (Terence millin)
Keuntungan :
- Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar pada subservikal
- Mortaliti rate rendah
- Langsung melihat fossa prostat
- Dapat untuk memperbaiki segala jenis obstruksi leher buli
- Perdarahan lebih mudah dirawat
- Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak perlu selama bila
membuka vesika.
Kerugian :
- Dapat memotong pleksus santorini
30

Mudah berdarah
Dapat terjadi osteitis pubis
Tidak bisa untuk BPH dengan penyulit intravesikal
Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari
dalam vesika

Komplikasi :
- Perdarahan
- Infeksi
- Osteitis pubis
- Trombosis

Suprapubic transvesica/TVP (Freyer)


Keuntungan :
- Baik untuk kelenjar besar
- Banyak dikerjakan untuk semua jenis pembesaran prostat
- Operasi banyak dipergunakan pada hiperplasia prostat dengan penyulit :
Batu buli
Batu ureter distal
Divertikel
Uretrokel
Adanya sistsostomi
- Kerusakan spingter eksterna minimal
Kerugian :
- Memerlukan pemakain kateter lebih lama sampai luka pada dinding vesica
sembuh
- Sulit pada orang gemuk
- Sulit untuk kontrol perdarahan
- Merusak mukosa kulit
- Mortality rate 1 -5 %
Komplikasi :
- Striktura post operasi (uretra anterior 2 5 %, bladder neck stenosis 4%)
- Inkontinensia (<1%)
- Perdarahan
- Epididimo orchitis
- Recurent (10 20%)
- Carcinoma
- Ejakulasi retrograde
- Impotensi
- Fimosis
- Deep venous thrombosis

Transperineal
Keuntungan :
- Dapat langssung pada fossa prostat

31

Pembuluh darah tampak lebih jelas


Mudah untuk pinggul sempit
Langsung biopsi untuk karsinoma

Kerugian :
- Impotensi
- Inkontinensia
- Bisa terkena rektum
- Perdarahan hebat
- Merusak diagframa urogenital

b) Endourologi
Trans urethral resection (TUR)
Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir
seluruhnya terdiri dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer ditinggalkan bersama
kapsulnya. Metode ini cukup aman, efektif dan berhasil guna, bisa terjadi ejakulasi
retrograd dan pada sebagaian kecil dapat mengalami impotensi. Hasil terbaik diperoleh
pasien yang sungguh membutuhkan tindakan bedah. Untuk keperluan tersebut, evaluasi
urodinamik sangat berguna untuk membedakan pasien dengan obstruksi dari pasien nonobstruksi. Evaluasi ini berperan selektif dalam penentuan perlu tidaknya dilakukan TUR.
Suatu penelitian menyebutkan bahwa hasil obyektif TUR meningkat dari 72% menjadi
88% dengan mengikutsertakan evaluasi urodinamik pada penilaian pra-bedah dari 152
pasien. Mortalitas TUR sekitar 1% dan morbiditas sekitar 8%.
Saat ini tindakan TUR P merupakan tindakan operasi paling banyak dikerjakan di
seluruh dunia. Reseksi kelenjar prostat dilakukan trans-uretra dengan mempergunakan
cairan irigan (pembilas) agar supaya daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak
tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionik, yang
dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering
dipakai dan harganya cukup murah adalah H2O steril (aquades). Salah satu kerugian dari
aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini dapat masuk ke sirkulasi
sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada saat reseksi. Kelebihan air
dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi air atau
dikenal dengan sindroma TUR P. Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai
gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi.
Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh
dalam keadaan koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TUR P ini adalah
sebesar 0,99%. Karena itu untuk mengurangi timbulnya sindroma TUR P dipakai cairan
non ionik yang lain tetapi harganya lebih mahal daripada aquades, antara lain adalah
cairan glisin , membatasi jangka waktu operasi tidak melebihi 1 jam, dan memasang
sistostomi suprapubik untuk mengurangi tekanan air pada buli-buli selama reseksi
prostat.
Keuntungan :
- Luka incisi tidak ada
- Lama perawatan lebih pendek
- Morbiditas dan mortalitas rendah
- Prostat fibrous mudah diangkat

32

Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol

Kerugian :
Tehnik sulit
Resiko merusak uretra
Intoksikasi cairan
Trauma spingter eksterna dan trigonum
Tidak dianjurkan untuk BPH yang besar
Alat mahal
Ketrampilan khusus

Trans urethral incision of prostate (TUIP)


Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif, tetapi ukuran
prostatnya mendekati normal. Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu besar dan pada
pasien yang umurnya masih muda umumnya dilakukan metode tersebut atau incisi leher
buli-buli atau bladder neck incision (BNI) pada jam 5 dan 7. Terapi ini juga dilakukan
secara endoskopik yaitu dengan menyayat memakai alat seperti yangg dipakai pada
TUR P tetapi memakai alat pemotong yang menyerupai alat penggaruk, sayatan dimulai
dari dekat muara ureter sampai dekat ke verumontanum dan harus cukup dalam sampai
tampak kapsul prostat. Kelebihan dari metode ini adalah lebih cepat daripada TUR dan
menurunnya kejadian ejakulasi retrograde dibandingkan dengan cara TUR.
Pembedahan dengan laser (Laser Prostatectomy)
- Trans urethral ultrasound guided laser induced prostatectomy (TULIP)
- Trans urethral evaporation of prostate (TUEP)
- Teknik koagulasi

Keuntungan bedah laser ialah :


Tidak menyebabkan perdarahan sehingga tidak mungkin terjadi retensi akibat
bekuan darah dan tidak memerlukan transfusi
Teknik lebih sederhana
Waktu operasi lebih cepat
Lama tinggal di rumah sakit lebih singkat
Tidak memerlukan terapi antikoagulan
Resiko impotensi tidak ada
Resiko ejakulasi retrograd minimal

Kerugian :
Penggunaan laser ini masih memerlukan anestesi (regional)

c) Invasif minimal
Trans urethral ballon dilatation (TUBD)
Dilatasi uretra pars prostatika dengan balon ini mula-mula dikerjakan dengan jalan
melakukan commisurotomi prostat pada jam 12.00 dengan jalan melalui operasi terbuka
(transvesikal). Pertama kali dikerjakan oleh Hollingworth 1910 dan Franck 1930.
Kemudian Deisting 1956 melakukan dengan dilator transuretral. Tetapi sebenarnya

33

pelopor penggunaan balon adalah H.Joachus Burhenne yang mula-mula mencoba pada
anjing dan cadaver, akhirnya dicoba di klinik.
Castaneda bersama-sama Reddy dan Hulbert kemudian menyempurnakan tehnik
Burhenne tersebut. Konsep dilatasi dengan balon ini ialah mengusahakan agar uretra
pars prostatika menjadi lebar melalui mekanisme:
- Prostat di tekan menjadi dehidrasi sehingga lumen uretra melebar
- Kapsul prostat diregangkan
- Tonus otot polos prostat dihilangkan dengan penekanan tersebut
- Reseptor alpha adrenergic pada leher vesika dan uretra pars prostatika dirusak
Prosedur ini meskipun bisa dilakukan dengan anestesi topikal, sebaiknya
dilakukan dengan narkose. Balon mempunyai diameter 30 mm kemudian dengan alat
dikembangkan sampai 4 atm yang sama dengan 58,8 psi atau 3040 mmHg dan kaliber
uretra menjadi 30 mm atau 90 F. Kemudian setelah balon dikempeskan kembali kateter
dilepaskan dengan menggunakan guide wire dan kateter dilepas memutar kebalikan dari
arah jarum jam sementara dapat dipasang cystostomi dengan trocard. TUBD ini
biasanya memberikan perbaikan yang bersifat sementara.

Gambar 9. Skema Pengelolaan BPH

34

(Sumber: Pedoman Penatalaksanaan BPH di Indonesia)

Pengawasan Berkala
Semua pasien BPH setelah mendapatkan terapi atau petunjuk watchful waiting
perlu mendapatkan pengawasan berkal (follow up) untuk mengetahui hasil terapi serta
perjalanan penyakitnya sehingga mungkin perlu dilakukan pemilihan terapi lain atau
dilakukan terapi ulang jika dijumpai adanya kegagalan dari terapi itu. Secara rutin
dilakukan pemeriksaan IPSS, uroflowmetri atau pengukuran volume residu urin pasca
miksi. Pasien yang menjalani tindakan intervensi perlu dilakukan pemeriksaan kultur
urin untuk melihat kemungkinan penyulit infeksi saluran kemih akibat tindakan itu.
Jadwal pemeriksaan tergantung pada terapi yang dijalani oleh pasien seperti terlihat pada
tabel di bawah ini.
Tabel 5. Pengawasan Berkala BPH
(Sumber: Adaptasi dari EAU BPH guidelines 2012)

Sumber: Adaptasi dari EAU BPH guidelines 2012


3.9 Komplikasi
1.
2.
3.
4.
5.

Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi


Infeksi saluran kemih
Involusi kontraksi kandung kemih
Refluk kandung kemih
Hidroureter dan hidronefrosis
Dapat terjadi karena produksi urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli
tidak mampu lagi menampung urin yang akan mengakibatkan tekanan intravesika
meningkat.
6. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi

35

7. Hematuri
Terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat terbentuk batu endapan
dalam buli-buli, batu ini akan menambah keluhan iritasi. Batu tersebut dapat pula
menibulkan sistitis, dan bila terjadi refluks dapat mengakibatkan pielonefritis.
8. Hernia atau hemoroid lama- kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada waktu miksi
pasien harus mengedan
3.10 Prognosis
Lebih dari 90% pasien mengalami perbaikan sebagian atau perbaikan dari gejala
yang dialami. Sekitar 10-20% akan mengalami kekambuhan penyumbatan dalam lima
tahun. Apabila tidak segera ditindak, BPH memiliki prognosis buruk karena dapat
berkembang menjadi kanker prostat.
Prognosis BPH adalah:
1. Tergantung dari lokasi, lama dan kerapatan retensi.
2. Keparahan obstruksi yang lamanya 7 hari dapat menyebabkan kerusakan ginjal. Jika
keparahan obstruksi diperiksa dalam dua minggu, maka akan diketahui sejauh mana
tingkat keparahannya. Jika obstruksi keparahannya lebih dari tiga minggu maka akan
lebih dari 50% fungsi ginjal hilang.
3. Prognosis yang lebih buruk ketika obstruksi komplikasi disertai dengan infeksi.
4. Umumnya prognosis lebih bagus dengan pengobatan untuk retensi urine.
5. Lebih dari 90% pasien mengalami perbaikan sebagian atau perbaikan dari gejala
yang dialaminya. Sekitar 10 20% akan mengalami kekambuhan penyumbatan
dalam 5 tahun.
6. Penelitian pun menunjukan bahwa pria dengan BPH yang tidak mendapatkan terapi,
31-55% mengalami perburukan gejala dan hanya 1-5% yang berkembang menjadi
komplikasi
LI. 4 Pandangan Islam tentang Rectal Tuse
Sebagaimana hukum asalnya, bila ada dokter lelaki yang ahli, maka dialah yang
wajib menjalankan pemeriksaan atas seorang pasien lelaki. Bila tidak ada dokter wanita
non muslim yang dipilih. Jika masih belum ditemukan, maka dokter wanita muslim yang
melakukannya. Bila keberadaan dokter muslim tidak tersedia, bisa saja dokter nonmuslim yang menangani.
Akan tetapi harus diperhatikan, dokter pria yang melakukan pemeriksaan hanya
boleh melihat tubuh pasien wanita itu sesuai dengan kebutuhannya saja, yaitu saat
menganalisa penyakit dan mengobatinya, serta harus menjaga pandangan. Dan juga, saat
dokter wanita menangani pasien lelaki, maka pasien lelaki itu harus disertai mahram,
atau istrinya, atau lelaki yang dapat dipercaya supaya tidak terjadi khalwat.
Dalam semua kondisi di atas, tidak boleh ada orang lain yang menyertai dokter
wanita kecuali yang memang diperlukan perannya. Selanjutnya, para dokter wanita itu
harus menjaga kerahasiaan si pasien lelaki.
Bertolak dari keterangan di atas, bagaimanapun keadaannya, sangat diperlukan
kejujuran kaum wanita dan keluarganya tentang masalah ini. Hendaklah terlebih dulu

36

beriktikad untuk mencari dokter laik-laki. Tidak membuat bermacam alasan dikarenakan
malas untuk berusaha. Semua harus dilandasi dengan takwa dan rasa takut kepada Allah,
kemudian berusaha untuk mewujudkan tujuan-tujuan mulia di atas.Allah Taala
menyebutkan dalam firman-Nya surat al-Anam ayat 119:

Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkanNya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. Dan sesungguhnya
kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa
nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang melampaui batas
Meskipun dibolehkan dalam kondisi yang betul-betul darurat, tetapi harus
mengikuti rambu-rambu yang wajib untuk ditaati. Tidak berlaku secara mutlak.
Keberadaan mahram adalah keharusan, tidak bisa ditawar-tawar. Sehingga tatkala
seorang muslimah terpaksa harus bertemu dan berobat kepada dokter yg berlainan jenis,
ia harus didampingi mahram atau suami/istrinya saat pemeriksaan. Tidak berduaan
dengan sang dokter di kamar praktek atau ruang periksa.
Syarat ini disebutkan Syaikh Bin Baz rahimahullah untuk pengobatan pada bagian
tubuh yang nampak, seperti kepala, tangan dan kaki. Jika obyek pemeriksaan
menyangkut aurat, meskipun sudah ada perawat laki-laki umpamanya maka
keberadaan suami atau wanita lain (selain perawat) tetap diperlukan, dan ini lebih baik
untuk menjauhkan dari kecurigaan.

37

Daftar Pustaka
Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29. Jakarta: EGC
EAU. 2012. Beningn Prostatica Hyperplasia guidelines 2012 .
Guyton, AC. 1996. Fisologi Kedokteran edisi 9. Jakarta : EGC.
L., Sherwood. 2001. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem, Edisi 2. Jakarta: EGC
Leeson, Thomas S. & Anthony A. Paparo. 1996. Buku Ajar Histologi. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. 2009. Kapita Selekta Kedokteran Edisis 3 Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius UI
Mc Neal. 1976.
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6 vol 1
Robin, Cofran (2005). Buku Ajar Patologi, Edisi 7 vol.2, Elsuier Saunders,
Philadelphia.EGC
Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, Edisi 6. Jakarta:
EGC

38

Vous aimerez peut-être aussi