Vous êtes sur la page 1sur 23

PENGARUH PERDAGANGAN BEBAS

ASEAN-CHINA (ACFTA) TERHADAP


PEREKOMIAN INDONESIA
1.1 Latar Belakang
Pada masa era globalisasi ini, melakukan suatu hubungan luar negeri sangatlah
penting untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara. termasuk salah
satunya

dengan

melakukan

kegiatan

perdagangan,

yaitu

perdagangan

internasional. Dalam kegiatan perdagangan internasional, salah satu hal yang


lazim menjadi tindakan dalam melakukan hubungan luar negeri adalah dengan
melakukan perjanjian internasional. Perjanjian tersebut dapat dilaksanakan
dengan negara atau subjek hukum internasional manapun baik bersifat bilateral,
regional maupun internasional.
Perdagangan Internasional, secara umum berkembang ke arah perdagangan
yang lebih bebas dan terbuka. Negara-negara secara bilateral, regional maupun
global, cenderung mengadakan kerja sama dalam bentuk penurunan atau
penghapusan sama sekali hambatan-hambatan perdagangan, tarif maupun non
tarif untuk menciptakan suatu mekanisme perdagangan yang lebih kondusif,
agresif dan progresif. Negara-negara semakin memahami arti pasar bebas
termasuk manfaat-manfaat yang dapat diperoleh dari mekanisme perdagangan
demikan.
ASEAN (Association of Shoutheast Asia Nations) merupakan organisasi Geopolitik dan Ekonomi Negara-negara di kawasan Asia tenggara seperti Singapura,
Malaysia, Indonesia, Brunei Darussalam, Vietnam, Filipina, Thailand, laos dan
kamboja. Pembentukan organisasi regional ini bertujuan untuk meningkatkan
kerjasama multilateral antarnegara di kawasan Asia tenggara bentuk kerjasama
antarnegara itu meliputi bidang ekonomi, sosial dan budaya, serta pertahanan
keamanan dan perdamaian antar negara ASEAN.
ASEAN-Cina Free Trade Agreement (ACFTA) merupakan kesepakatan antara
negara-negara anggota ASEAN dengan China untuk mewujudkan kawasan
perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-

hambatan perdagangan barang baik tarif ataupun non tarif, peningkatan akses
pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek
kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para pihak
ACFTA dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan Cina.
China merupakan salah satu kekuatan utama ekonomi dunia, dan bersama
dengan dua Negara Asia Timur lainnya yaitu Jepang dan Korea Selatan telah
menjadi mitra dagang terpenting Indonesia dan juga asean dari tahun ke tahun.
Untuk meningkatkan hubungan perdagangan dengan China, ASEAN, di mana
Indonesia

menjadi

salah

satu

anggota

yang

menyepakati

kerjasama

perdagangan bebas dalam kerangka ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA).


Dalam kerangka perjanjian tersebut, Negara-negara yang menjadi anggota
perjanjian saling memberikan prefential treatment di tiga sector yaitu, sector
barang jasa dan investasi dengan tujuan memacu percepatan aliran barang,
jasa dan investasi diantara Negara-negara anggota sehingga dapat terbentuk
suatu kawasan perdagangan bebas. Preferential treatment adalah perlakuan
khusus yang lebih menguntungkan dibandingkan perlakuan yang diberikan
kepada Negara mitra dagang lain non anggota pada umumnya.
Di setiap perjajnjian kerjasama suatu Negara pasti akan saling mempengaruhi,
maupun itu pengaruh yang baik ataupun pengaruh buruk. Berdasarkan latar
belakang ini, saya ingin membahas pengaruh yang terjadi di perekonomian
Indonesia akibat dari pembentukan perdagangan bebas ASEAN-China (ASEAN
China free trade area).

1.2 Tujuan Penulisan


1. Bagaimana

pertumbuhan

ekspor

dan

impor

Indonesia

setelah

mendatangani ASEAN-China (ACFTA)?


2. Bagaimana peluang perdagangan Indonesia-China setelah Asean-China
Free Trade Agreement (ACFTA)?
3. Bagaimana peluang ACFTA terhadap jumlah investasi China ke Indonesia?
4. Bagaimana dampak ACFTA terhadap keberlangsungan industry kecil
menengah?
BAB II

TINJAUAN LITERATUR
1. Teori Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional tejadi karena masing-masing pihak yang terlibat
memperoleh manfaat dengan adanya perdagangan. Manfaat perdagangan
internasional yang diperoleh suatu Negara adalah perdagangan internasional
akan memperluas pasar dan merancang investasi, pendapatan dan tabungan
melalui alokasi sumber daya dengan lebih efisien. Dan jika dilakukan upaya
ekspornya, maka upaya-upaya ini cenderung meluaskan pasar bagi hasil
produksinya.
Perdagangan internasional akan mendorong lebih banyak pemakaian mesin,
mendorong

penemuan

dan

pembaharuan

di

berbagai

bidang

ekonomi,

meningkatkan produktivitas tenaga buruh, menurunkan biaya produksi dan


membawa perekonomian Negara kea rah pembangunan ekonomi yang lebih
berhasil. Di banyak Negara perdagangan internasional menjadi salah satu factor
utama untuk meningkatkan GDP.
2.1 Teori Klasik
1. Absolute Advantage dari Adam Smith
Teori ini lebih mendasarkan pada besaran atau variabel rill sehingga sering
dikenal dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan internasional.
Murni dalam arti bahwa teori ini berkaitan pada variabel rii seperti nilai suatu
barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk
menghasilkan barang. Semakin banyak tenaga kerja yang digunakan maka akan
semakin tinggi nilai barang tersebut (labor Theory of Value). Adam Smith juga
mengemukakan

bahwa

sumber

efisiensi

dan

produktivitas

berasal

dari

keunggulan absolute suatu Negara karena anugerah alam (factor endowment)


seperti sumberdaya alam yang melimpah dan sumberdaya manusia yang
murah.
2. Comperative Cost dari David Ricardo

Teori perdagangan internasional yang melandasi terjadinya globalisasi ekonomi


adalah

teori

keuntungan

Komparatif

dari

David

Ricardo

merupakan

penyempurnaan dari teori keunggulan absolut Adam Smith.


a. Cost Comperative Advantage ( labor Eficiency).
Menurut teori ini suatu Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan
internasional

jika melakukan spesialisasi produksi dan mengespor barang

dimana Negara tersebut dapat berproduksi lebih efisien serta mengimpor


barang di mana Negara tersebut tidak dapat memproduksi barang tersebut
secara efisien.
b. Production Comperative Advantage (labor Productifity)
Menurut teori ini suatu Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan
internasional jika melakukan spesiafilisasi produksi dan mengekspor barang
dimana negara tersebut dapat berproduksi lebih efisien serta mengimpor
barang dimana Negara tersebut tidak dapat memproduksi barang tersebut
secara efisien.
Teori ini mencoba melihat keuntungan atau kerugian dalam perbandingan
relative. Teori ini berlandaskan asumsi :
1. Labor Theory of value, yaitu bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh
jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghsilkan barang
tersebut, dimana nilai barang yang ditujar seimbang dengan jumlah
tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksinya.
2. Perdagangan internasional dilihat sebagai pertukaran barang dengan
barang.
3. Tidak diperhitungkannya biaya dari pengangkutan dan lain-lain dalam hal
pemasaran.
4. Produksi dijalankan dengan biaya tetap, yang berarti skala produksi tidak
berpengaruh.
Kesimpulannya David Ricardo lebih menekankan keunggulan relative yang
dimiliki suatu Negara dibanding Negara lain dalam hal biaya produksi yang lebih
murah dibanding Negara lain.

2.2 Teori Modern


1. Teori Hecksher-Ohlin (H-O)
Hecks-Ohlin menyatakan, suatu Negara akan melakukan perdagangan degan
Negara lain disebabkan Negara tersebut memiliki keunggulan komparatife yaitu
keunggulan dalam teknologi dan keunggulan factor produksi. Basis dari
keunggulan komparatif adalah :
1. Factor Endowment, yaitu kepemilikan

factor-faktor produksi di dalam

suatu Negara.
2. Factor Intensity, yaaitu factor teknologi yang digunakan dalam prosese
produksi, baik laborintensity maupun capital intensity.
2. Paradoks Leontief
Wassily Leontief seorang pelopor utama dalam analisis input-output matriks,
melalui studi empiris yang dilakukannya pada tahun 1953, menemukan fakta
mengenai sturktur perdagangan luar neheri (ekspor-impor).
Berdasarkan penelitian lebih lanjut yang dilakukan ahli ekonomi perdagangan
ternyata paradoks Leontief dapat terjadi karena empat sebab utama, yaitu :
1. Intensitas factor produksi yang berkebalikan
2. Tariff dan non tariff barrier
3. Perbedaan dalam skill dan humon capital
4. Perbedaan dalam faktor sumber daya alam.
3. Teori Siklus Hidup Produk Internasional ( Internasional Lifestyle Product)
Vernon
Vernon menyatakan bahwa perdagangan internasional terjadi karena barang
dan jasa yang sudah tidak laku dijual di suatu Negara (biasanya Negara maju)
bisa mudah kembali dengan dijual di Negara lain (biasanya Negara sedang
berkembang). Teori keunggulan kompetetif dari Micheal Porter menyatakan
bahwa ada beberapa unsure yang bisa diciptakan oleh Negara dan perusahaan
untuk bersaing di pasar internasional.

4. Teori non-arus utama atao Teori heterodeoks


Teori

ini

berpendapat

bahwa

perdagangan

bebas

hanya

akan

saling

menguntungkan kalau kekuatan ekonomi Negara-negara yang terlibat di


dalamnya relative seimbang. Jika keekuatan ekonomi antar Negara yang terlibat
di dalam kerjasama perdagangan bebas tidak seimbang maka Negara dengan
kekuatan ekonomi yang lebih kuat akan lebih diuntungkan dibanding Negara
yang lebih lemah.

2. ACFTA
November 2001, Negara-negara ASEAN mengadakan perjanjian perdagangan
internasional dengan Negara China yang dikenal dengan ACFTA dan Indonesia
mengimplementasikannya pada 1 januari 2010 yang lalu.
Komitmen kerangka perjanjian ini terus matangkan dalam penandatanganan
perjanjian pada tahun-tahun berikutnya. Indonesia telah meratifikasi Ratifikan
Framework Agreement ASEAN-China FTA melalui keputusan Presiden No 48
Tahun 2004 pada 15 Juni 2004.
Dalam perjanjian itu menyepakati pelaksanaan liberalisasi penuh pada tahun
2010 terhadap wnam Negara ASEAN termasuk Indonesia dengan China.
Menyusul di 2015, juga akan berlaku bagi Negara ASEAN lainnya yakni Kamboja,
Laos, Vietnam, dan Myanmar.
Seiring dengan proses pematangan konsep perdagangan bebas itu, beberapa
keputusan Menteri Keuangan terbit untuk menyenergikan kebijakan nasional
dengan perjanjian ACFTA. Salah satunya adalah tentang penetapan tariff bea
masuk atas impor barang. Masalah tariff bea masuk menjadi salah satu isu
penting dalam kesepakatan ini. Tujuan dari ACFTA adalah untuk memprkecil
bahkan

menghilangkan

hambatan

perdagangan

untuk

meningkatkan

perdagangan. Selain itu, diharapkan mampu meningkatkan efisiensi dalam


produksi dan konsumsi Negara-negara anggota.
Selain itu tujuan dari Framework Agreement on ACFTA tersebut, adalah :

1. Memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan dan


investasi kedua pihak.
2. Merealisasikan perdagangan barang jasa dan investasi
3. Mencari area baru dan mengembangkan kerjasama ekonomi yang saling
menguntungkan kedua belah pihak
4. Memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dengan Negara baru
anggota ASEAN dan menjembatani gap yang berkembang di kedua belah
pihak.
Proses menuju perdagangan bebas asean-china yang seutuhnya berlangsung
selama sepuluh tahun. Upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan hal
tersebut meliputi :
Pertama, memajukan penurunan hambatan tariff dan non tariff dalam setiap
perdagangan barang.
Kedua, memajukan liberalisasi perdagangan dalam setiap sector.
Ketiga, mendirikan suatu

rezim investasi terbuka dan kompetetif yang

memfasilitasi penanaman investasi dalam ASEAN-China FTA.


Keempat, memberikan perlakuan yang berbeda dan fleksibel kepada Negaranegara anggota baru ASEAN.
Kelima, memberikan perlakuan yang fleksibel terhadap barang-barang yang
termasuk kategori barang sensitive, ketentuan terhadap hal tersebut di atur
berdasarkan kesepakatan yang telah di buat antara kedua belah pihak terlibat.
Keenam, membentuk ukuran fasilitas investasi dan perdagangan yang efektif
serta menyederhanakan peraturan atau prosedur yanag harus dilalui dalam
proses perdagangan dan investasi.
Ketujuh, pengembangan kerjasama ekonomi merupakan hasil kesepakatan
bersama antara anggota yang akan menghasilkan hubungan antara anggota.
Kedelapan, membentuk mekanisme yang sesuai untuk penerapan kebijakan
secara efektif.

Kerjasama perdagangan bebas ASEAN dan China meliputi lima prioritas bidang
yaitu

pertanian,

sumberdaya

teknologi

manusia,

informasi

investasi,

dan

serta

telekomunikasi,

pengembangan

pengembangan
sungai

Mekong.

Kerjasama tersebut dapat berkembanag di bidang-bidang yang lain seperti bank


dan keuangan, parawisata, kerjasama industry, transportasi, bio teknologi , hak

kekayaan intelektual, usaha kelas kecil dan kelas menengah, lingkungan,


kehutanan dan hasil hutan, pertambangan dan energy.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Liberalisasi Perdagangan


China lebih mengunggulkan produk tiruan mereka tetapi produk China di
Indonesia berkembang dengan pesat, hal ini dikarenakan produk-produk China
yang banyak diminati dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Banyaknya
produk-produk China di dunia, membawa dampak positif dan negative di ASEAN
bahkan di Indonesia dalam system ekspor dan impor Indonesia baik dalam
negeri maupun luar negeri.
Semenjak diberlakukannya free trade area dengan China, ekspor Indonesia tidak
pernah melebihi impor barang dan jasa dari China. Dengan demikian jelas
terlihat bahwa adanya liberalisasi perdagangan sangat merugikan Indonesia dari
sisi neraca perdagangan.
Table 1. Neraca Perdagangan Indonesia China

Pada tahun 2007-2011 perkembangan perdagangan Indonesia dan China


semakin mengalami defisit. Adanya ACFTA mendorong produk-produk China
untuk lebih banyak masuk ke Indonesia. Kesepakatan ACFTA menghilangkan
tarif dan kuota ekspor impor antara Negara ASEAN dan China termasuk

Indonesia membuat China bebas melakukan impor barang dan jasa. Sehingga
harga barang-barang dan impor dari China di dalam negeri cenderung lebih
murah dibandingkan dengan barang dalam negeri. Hal ini merupakan salah satu
kerugian yang diterima oleh Indonesia sehingga neraca perdagangan Indonesia
China semakin defisit setiap tahunnya. Liberalisasi perdagangan meliputi
kebijakan yang bertujuan untuk perekonomian terbuka dengan mengurangi
hambatan perdagangan dalam bentuk pengurangan tariff dan peningkatan FDI
dengan sstimulasi PDB.

Gejala

liberalisasi

Perkembangan

lainnya

adalah

perekonomian

keikutsertaan

Indonesia

yang

Indonesia

cukup

stabil

pada
di

G-20.
tengah

ketidakpastian perekonomian global merupakan salah satu masalahh yang


dibahas

dalam

konferensi

G-20

pada

tahun

2013.

Salah

satu

ukuran

keberhasilan Indonesia adalah pertumbuhan ekonomi yang masih bisa mencapai


6% bahkan realisasi tahun 2012 mencapai 6,23% ditengah krisis global yang
melanda dunia beberapa tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi Indonesia
dipandang lebih tinggi dari Amerika Serikat dan Negara-Negara Eropa.
Table 2 Perekonomian Negara G-20

Percepatan Liberalisasi perekonomian melalui G-20 tidak banyak memberikan


manfaat

bagi

pertumbuhan
mengambil

Indonesia.
ekonomi

manfaat

dengan

yang

dari

kestabilan

dianggap

konferensi

perekonomian

tinggi,

G-20.

Indonesia

Unsur

politik

dan

tingkat

belum

mampu

dari

kebijakan

perekonomian industri Indonesia yang belum strategis, menjadi salah satu


kendala eksistensi Indonesia pada konferensi G-20 ini. Liberalisasi ekonomi
politik di Indonesia lebih mengarah pada sektor pertanian yang sangat sulit,
karena share tenaga kerja di sektor pertanian lebih besar dibandingkan dengan
sektor-sektor

yang

lain.

Menurut

Pasadilla

(2006)

kasus

pada

negara

berkembang (Indonesia, Filipina, dan Thailand) dimana jumlah tenaga kerja


pada sektor pertanian lebih dominan, lobi-lobi yang intents oleh kelompokkelompok pertanian membuat pemerintah lebih berhati-hati. Berbeda dengan
negara-negara

industri

seperti

China

dan

Amerika

yang

selalu

dapat

memperoleh manfaat dari adanya G-20.


Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak menjamin pada posisi politik suatu
negara di mata internasional. Hal itu dikarenakan pertumbuhan ekonomi yang

tinggi belum bisa mengindikasikan bahwa kondisi dan kebijakan perekonomian


suatu negara tepat dan benar. Misalnya, Indonesia dengan tingkat pertumbuhan
ekonomi yang relative lebih tinggi dari beberapa negara, disisi lain tingkat daya
saing global Indonesia masih rendah, dengan tingkat daya saing yang rendah,
Indonesia belum mampu bersaing baik secara ekonomi maupun secara politik
pada G-20. Oleh karena itu, pengaruh Indonesia dalam pengambilan keputusan
masih lah sangat rendah.
Free trade tidak terlepas dari penguatan kawasan untuk bersama-sama
menghadapi situasi yang serba kompleks di dunia internasional dalam bentuk
regionalisme. Pada tahun 2015 kawasan ASEAN akan membentuk regionalisme
ASEAN Economy Community (AEC) yang memiliki tujuan single market dalam
kawasan ASEAN. Konsep AEC dimulai dari Declaration of ASEAN concord II di Bali
pada Oktober 2003 yang lalu. Dalam hal ini AEC merupakan salah satu
perwujudan

dari

ASEAN Vision bersama-sama

dengan

ASEAN Security

Community (ASC) dan ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC) dengan tujuan


akhir integrasi ekonomi.
Liberalisasi perekonomian negara ASEAN sudah terjadi sejak dibentuknya
ASEAN.

Namun,

pembentukan

AEC

merupakan

penegasan

integrasi

perekonomian yang sangat kental dengan aspek ekonomi politik. Menurut


Winantyo (2008) pada dekade 80-an dan 90-an, ketika negara-negara di
berbagai belahan dunia mulai melakukan upaya-upaya untuk menghilangkan
hambatan-hambatan ekonomi, negara-negara anggota ASEAN menyadari bahwa
cara terbaik untuk bekerjasama adalah dengan saling membuka perekonomian
untuk mencipatakan kawasan integrasi ekonomi.
Dalam pelaksanaan AEC 2015 mendatang terdapat lima pilar perekonomian
utama yaitu:
1. Aliran Bebas Barang
2. Aliran Bebas Jasa
3. Aliran Bebas Investasi
4. Aliran Bebas Tenaga Kerja Terampil
5. Aliran Bebas Moda

Kelima

pilar

tersebut

menunjukan

arah

liberalisasi

perdagangan

dan

perekonomian. Indonesia menjadi koridor coordinator dalam bidang otomotif


dan agribisnis.
3.2 Pertumbuhan ekspor impor dan Prospek Perdagangan Indonesia
sebelum dan setelah mendatangani ASEAN-China (ACFTA).
Ekspor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu
Negara ke Negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan.
Proses ekspor pada umumnya adalah tindakan untuk mengeluarkan barang atau
komoditas dari dalam negeri untuk memasukannya ke Negara lain. Ekspor
barang secara umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di
Negara pengirim maupun penerima. Ekspor adalah bagian paling penting dalam
perdagangan internasional.
Impor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu Negara ke
Negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses impor
barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di
Negara pengirim maupun penerima. Impor juga merupakan bagian terpenting
dalam perdagangan internasional.
latif Adam (2003) melakukan studi tentang ACFTA dalam perspektif
hubungan dagang Indonesia China. Menurut Adam ada dua perspektif dalam
hubungan dagang antara Indonesia China yaitu :
Pola perdagangan , dan
Struktur perdagangan.
Dengan

melihat

pola

perdagangan

Indonesia

China,

ACFTA

berpotensi

menganggu eksistensi perekonomian nasional. Berbagai indicator mengenai


pola perdagangan antara kedua Negara menunjukkan bahwa produk Indonesia
semakin lama semakin inferior terhadap produk China. Secara eksplisit, hal ini
terindikasi cukup jelas dari perkembangan ekspor dan impor.
Table 3

TABEL 4
Perkembangan Nilai Ekspor Nonmigas Indonesia Berdasarkan Tujuan
2007-2009

Nilai ekspor Indonesia ke China mengalami peningkatan yang berkelanjutaan


sejak tahun 2002 dengan nilai kumulatif per tahun sebesar 15-45%, sepanjang
periode 2002-2007. Krisis financial global yang terjadi pada tahun 2008 sempat

menurunkan nilai ekspor ke China dengan cukup dalam. Namun, hal ini lebih
signifikan terjadi pada nilai ekspor ke Negara lainnya.
Jika dilihat proposi nilai ekspor berdasarkan negrara tujuan, nilai ekspor non
migas dengan tujuan Jepang dan Amerika Serikat mengalami penurunan daari
tahun ke tahun. Jumlah ekspor dengan tujuan AS dan Jepang pada semester I
2007 masing-masing sebesar 11,98% dan 15,52% , menurun menjadi masingmasing sebesar 11,50% dan 11,91% pada semester I 2008. Pada semester I
2009, nilai tersebut kembali menurun menjadi masing-masing sebesar 11,24%
dan 11,58%.
Hal ini berbeda dengan China dan India pada semester I 2007, jumlah ekspor
nonmigas dengan tujuan China dan India masing-masing sebesar 7,36% dan
5,23%, kemudian meningkat menjadi masing-masing sebesar 8,02% dan 6,05%
pada semester I 2008. Pada semester I 2009, nilai tersebut kembali meningkat
lagi menjadi masing-masing 8,39% dan 7,65%.

Pada persamaan fungsi impor menunjukkan bahwa koefisien variabel-variabel


ada yang berpengaruh positif dan ada yang berpengaruh negative. Pada table 5
menunjukkan koefisien regresi variabel harga impor 1= 0,273 yang berarti
harga impor berpengaruh negative pada impor Indonesia. Koefisien regresi
variabel ekspor Negara China 3 = 0,239 yang berarti ekspor Negara China
berpengaruh positif terhadap laju impor Indonesia. Koefisien regresi variabel
impor China ke Indonesia 4 = 0,158 yang berarti impor China ke Indonesia
berpengaruh positif terhadap permintaan impor Indonesia.
Tabel 5

3.3 Dampak penerapan ACFT Terhadap Keberlangsungan IKM


IKM merupakan salah satu oenggerak yang krusial bagi pembangunan
dan pertumbuhan ekonomi di banyak Negara di dunia termasuk Indonesia. Hal
ini karena, IKM membantu menyerap tenaga kerja di Indonesia dalaam rangka
mengurangi pengangguran. Selain itu, IKM memegang peran penting dalam
penciptaan lapangan kerja.
Berdasarkan survei HSBC Indonesia yang dirangkum dalam Bisnis Indonesia,
sebanyak 55% responden IKM tidak merasakan dampak dari ACFTA, tetapi lebih
dirasakan dampak pada perdagangan bebas tersebut sebesar 15%, sementara
30% masih dalam proses penyesuaian dalam 2-3 tahun mendatang. Dapat
dilihat pada gambar 1 berikut.
Gambar `1
Hasil survey Dampak ACFTA terhadaap IKM di Indonesia

Sejak ditandatanganinya perjanjian ACFTA membuat IKM harus lebih giat dalam
meningkatkan kualitas produknya. Hal ini disebabkan banyak Negara di dunia
berlomba untuk dapat memasarkan prduk dan jasa mereka ke seluruh penjuru
dunia tanpa hambatan apapun, dengan demikian maka produk dalam negeri
harus mampu bersaing dengan produk luar negeri di dalam Negara sendiri.

Banyak penelitian yang pro mengenai adanya ACFTA ataupun perdagangan


bebas terhadap idustri kecil ataupun usaha kecil menengah di Indonesia.
Menurut Tambunan (2011) dengan tujuan penelitiannya untuk menganalisis
dampak liberalisasi perdagangan terhadap pengembangan UKM di Negara
Bagian, menyatakan bahwa barang-barang konsumsi, makanan, dan tekstil dan
pakaian selama era Soeharto, sama sekali tidak kompetetif. Sebaliknya,
perusahaan dalam industry yang kurang dilindungi lebih mampu menangani
dengan tekanan persaingan dari barang impor. Selain itu Tambunan juga
menjelaskan bahwa ternyata perkembangan industry dalam jangka panjang
masih di pertanyakan, di sisi input, industry cenderung menderita kelangkaan
meningkat dan meningkatnya biaya.
Dampak penerapan ACFTA terhadap IKM yaitu terjadinya kenaikan harga
domestic dan penurunan kuantitas IKM. Hal ini ditunjukkan pada hasil estimisi

3sls, di mana dummy variabel berpengaruh positif secara signifikan terhadap


harga dan berpengaruh negative secara signifikan terhadap kuantitas. Kondisis
mengindikasikan bahwa penerapan perdagangan bebas ACFTA memiliki dampak
negative terhadap keberlangsungan IKM. Adanya ACFTA membuka banyak
pemain China masuk dalam pasar Indonesia yang menyebabkan kuantitas IKM
menurun. Secara rinci Dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2

Gambar 2 menunjukkan terdapat tambahan pelaku ekonomi yang bebas masuk


pasar

setelah

di

terapkannya

ACFTA,

yaitu

China.

Gambar

tersebut

menunjukkan sebuah tataniaga perdagangan yang umumnya dilakukan oleh


IKM.
Kenyataannya surplus produsen ternyata tidak dinikmati oleh IKM, hal ini
dikarenakan adanya perantara pedagangan dalam penguasaan pasar. Sehingga
penerapan kebijakan ACFTA cenderung merugikan konsumen dan IKM.
Adanya ACFTA ini jusrtu menguntungkan bagi perantara, karena mereka bisa
memainkan harga. Ketika permintaan naik yang menyebabkan harga barang
juga

akan

naik,

perantara

akan

memanfaatkan

kondisi

tersebut

untuk

mengimpor barang yang biasanya lebih murah. Apabila pasar belum tercukupi
dan barang impor tidak bisa memenuhi, baru perantara akan mengambil barng
dari IKM. Sehingga kuantitas IKM cenderung lebih turun karena banyaknya
barang impor yang masuk dalam pasar domestic

Dampak negative adanya penerapan ACFTA ini dapat disebabkana oleh dua hal,
yaitu, (i) adanya permainan perantara dan (ii) adanya disparitas harga yang
cukup tinggi. Pertama, perantara sebagai pemilik informasi mudah untuk
memainkan harga. Kedua, adanya disparitas harga yang cukup tinggi antara
produsen IKM dan importor. Hal ini sering dimanfaatkan oleh perantara
perdagangan. Perantara lebih memilih untuk mengimpor barang karena adanya
ACFTA tentu tidak ada hambatan tariff yang harus dibayar oleh perantara. Selain
itu produk China cenderung lebih murah jika jika dibandingkaan dengan produkproduk yang dibuat oleh IKM. Perdagangan bebas ACFTA lebih menguntungkan
bagi perantara bukan bagi produsen.
3.4 Kekuatan, Kelemahan, Peluang serta Ancaman Investasi China ke
Indonesia Setelah Pembentukan ACFTA.
Banyaknya investasi yang masuk ke Indonesia dan jumlah perdagangan
yang dilakukan Indonesia ke luar negeri tergantung dari pendapatan perkapita
suatu Negara
Gambar 3

Gambar 3 menunjukkan hubungan antara ACFTA dengan perekonomian


Indonesia, khususnya pada sector investasi dan perdagangan Indonesia, serta

hubungan pendapata perkapita China terhadap jumlah ekspor Indonesia.


Gambar tersebut merupakan suatu kerangka pemikiran yang sistematis.
1. Kekuatan
Peningkatan investasi China ke Indonesia bisa dicapai dengan mudah karena
Indonesia mempunyai banyak keunggulan, seperti stabilitasi ekonomi yang
relative baik, masalah sosial politik yang cukup kondusif, yang berarti risk
country Indonesia semakin menurun.
Kekuatan utama lainnya adalah dari sumber daya alam. Kenyataan bahwa
Indonesia mempunyai sumber daya alam yang melimpah. Bukan hanya sumber
daya alam baahkan sumber energy, seperti minyak dan gas bumi, batu bara,
selain itu juga sumber daya manusia di Indonesia yang terbilang murah. Dengan
berbagai kekuatan dan kelebihan ini diharapkan para investor China akan
tertarik untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
2. Kelemahan
Infrastruktur untuk mendukung peningkatan investasi di Indonesia
masih belum memadai. Infrastruktur tersebut berkaitan dengan investasi lunak
seperti iklim usaha, pelayanan, undang-undang, komunikasi, dan lain-lain. Dan
juga infrastruktur keras

seperti sarana transportasi,

sarana komunikasi,

pelabuhan, jalan, dan lain-lain.


Pelayanan dan birokarasi di Indonesia yang masih belum optimal juga
merupakan kelemahan bagi Indonesia, banyaknya pungutan yang menimbulkan
biaya tinggi, serta isu tingginya korupsi di Indonesia. Itu semua menjadi
timbangan para investor asing untuk menanamkan modal mereka di Indonesia.
3. Peluang
Dari segi investasi maupun penanaman modal membawa pengaruh yang cukup
baik, mengingat kebijakana pemerintah yang berencana merestrukturisasi
perekonomian mereka dengan melakukan ekspansi dan investasi di luar negeri.
Hal ini akan membawa Indonesia sebagai pasar potensial yang dapat menarik
investor China untuk membuka perusahaan sebagai basis produksi dan
menanamkan modal mereka di Indonesia. Indonesia mempunyai peluang yang
cukup besar untuk meningkatkan investasi dari China. Factor utama peluang

lainnya adalah keunggulan Indonesia karena mempunyai sumber-sumber yang


melimpah.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dengan diterapkannya perdagangan bebas ASEAN China Free Trade Agreement
(ACFTA) dengan tariff 0% telah memberikan pengaruh yang cukup signifikan
terhadap

keberlangsungan

Industri

Kecil

Menengah

(IKM).

Di

mana,

perdagangan bebas ini membuat harga cenderung naik dan omset cenderung
turun. Hala ini menunjukkan bahwa produk-produk China telah membanjiri pasar
local, terutama sejak diterapkannya ACFTA.
Adanya liberalisasi perdagangan dunia menimbulkan banyak dampak bagi
masing-masing

negara.

dampak-dampak

yang

diperoleh

tergantung

dari

kekuatan ekonomi politik yang diterapkan oleh masing-masing pemerintah


negara-negara tersebut. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki
kekuatan ekonomi politik yang lebih rendah di bandingkan dengan beberapa
negara maju didunia. Oleh sebab itu, perlu adanya penguatan ekonomi politik
dari pemerintah untuk mendongkrak posisi Indonesia di mata dunia.
Dampak liberalisasi ekonomi terhadap perekonomian nasional tidak dapat
dipisahkan dalam arti positif dan negative atau untung dan rugi. Kedua hal
tersebut akan saling berinteraksi dan akhirnya seberapa besar manfaat yang
diperoleh akan sangat ditentukan oleh sejauh mana perekonomian nasional
dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi kegiatan investasi.
Dampak liberalisasi ekonomi terhadap kesejahteraan dipengaruhi oleh beberapa
factor, yaitu pertama, lingkup liberalisasi: apakah multilateral, regional, atau
unilateral. Kedua, komitmen untuk menjalankan liberalisasi: terpaksa atau
komitmen yang sukarela. Ketiga, cakupan skema liberalisasi: contohnya apakah
hal ini melibatkan pengurangan distorsi domestic, pengurangan hambatan non
tariff atau hanya pengurangan dari hambatan tariff. Terakhir, kecepatan proses
skema liberalisasi. Interaksi antara keempat factor tersebut akan menentukan

perubahan dalam alokasi sumber daya dan jumlah kerugian/keuntngan yang


akana diterima oleh masing-masing Negara.
Aspek ekonomi dari liberalisasi perdagangan dunia adalah efisiensi biaya, yang
disandingkan

dengan

aspek

perdagangan

internasional.

politik

dari

penghapusan

keseluruhan

hambatan-hambatan

perjanjian

dan

organisasi

perdagangan internasional yang diikuti oleh Indonesia, menerapkan non tarif


barrires untuk memaksimalkan keuntungan masing-masing negara.
Hal tersebut menjadi salah satu tantangan bagi Indonesia saat ini. Kebijakan
tegas dari pemerintah Indonesia diperlukan untuk mencegah terjadinya
kerugian dari seluruh kerjasama perdagangan bebas yang dilaksanakan. Salah
satu upaya yang harus dilakukan pemerintah Indonesia adalah mendorong daya
saing nasional di kancah global. Daya saing produk somestik yang tinggi akan
membawa keberhasilan dalam era liberalalisasi perdagangan. Penguatan daya
saing domestic perlu dilakuakan mulai dari aspek modal, sumber daya manusi,
dan juga teknologi. Penguatan aspek modal dapat dilakukan dengan kerjasama
dengan pihak-pihak perbankan yang ada di Indonesia. penguatan daya saing
sumber daya manusia dapat dilakukan dengan perbaikan tingkat pendidikan,
dan mendorong penguatan skill tenaga kerja. Sedangkan penguatan teknologi
dapat dilakukan dengan cara mendongkrak inovasi dan kreatifitas masyarakat
Indonesia.
Tujuan kebijakan utama pemerintah adalah mengarahkan aspek politik dan
ekonomi untuk membawa liberalisasi perdagangan dunia lebih bermanfaat bagi
Indonesia.

Dengan

demikian

aspek

politik

yang

berupa

kebijakan

dari

pemerintah dapat digunakan untuk mentrigger aspek perekonomian Indonesia


dengan tujuan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
SBM, Nugroho. 2011. Pro-Kontra Perdagangan Bebas ASEAN-China(ACFTA).
Jurnal Media Ekonomi Dan Manajemen, vol. 24, No .2.
Sihombing, Jonker. 2013. Kerjasama ASEAN: Manfaat Dan Tantangannya Bagi
Indonesia. Law Review, Vol. 8, No .2.

Indriastuti,

Suyani.

2005.

Pembentukan

Perdagangan

Bebas

ASEAN-

China(ACFTA) Dan Dampaknya Bagi Petani Di Indonesia. Vol.1, No.2.


Wahyuni, Sri. Indrayani. 2010. Analisis Pengaruh Ekspor-Impor China Terhadap
Laju

Pertumbuhan

Ekspor

Dan

Impor

Indonesia

Menjelang

ACFTA

Di

Implementasi. Vol.2, No.4.


Muslikhati. 2010. Analisis Perdagangan Indonesia Pasca Pemberlakuan ACFTA
(Studi Komporatif Indonesia-China). Vol.2, No.4.
Dias Sastria, Farah Wulandari. Akktualisasi Nilai-Nilai Konstitusi Dalam Kebijakan
Perdagangan Indonesia Di Tingkat Regional dan Multirateral.
Gandhi, Arie I, Atom. 2011. Profil Potensi Dan Pola Strategi Bisnis Usaha Kecil
Dan Menengah Dalam Mengadapi Persaingan Paska Perjanjian ACFTA. Vol.2, No.
Suatma, Jasa. 2012. Kesiapan Indonesia Dalam Menghadapi ASEAN Economic
Community 2015. Jurnal STIE Semarang, Vol.4, No.1.
Rifqi, Muhammad. 2013. Dampak Globalisasi Perdagangan Antara ASEAN-5 dan
China. Jurnal Ilmiah, Vol.2, No,2.
Widyastutik, Ahmad Zaaenal Ashiqin. 2011. Analisis Daya Saing Dan FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Ekspor CPO Indonesia Kee China, Malaysia, Dan
Singapura Dalam Skema ASEAN-China Free Trade Agreement. Jurnal Manajemen
& Agribisnis, Vol. 8, No. 2.
Yusida,

Ernita.

2013.

Dampak

Penerapan ASEAN-China

Free

Trade

Agreement (ACFTA) Terhadap Kelangsungan Indusrti Kecil Menengah Dilihat Dari


Perspektif Varian Produk IKM Di Jawa.
Suspim G.P, Budiman Ginting, Mahmul Siregal. 2013. Tinjauan Yuridis Terhadap
ASEAN-China Free

Trade

Agreement (ACFTA)

Dan

Implikasinya

Terhadap

Pengaturan Penanaman Modal. Jurnal Hukum Ekonomi, vol.1, No, 1.


Gunadi, Ariawan. 2013. Perdagangan Bebas Dalam Perdagangan Internasional:
Peluang

Dan

Tantangan

Indonesia

Dalam

ASEAN-China Free

Trade

Agreement (ACFTA). Jurnal Ekonomi, Vol. 18, No. 2.


Haryanti, Setyani Sri. Indonesia Harus Tingkatkan Daya Saing Dalam CAFTA.

Wargionto.
Bersaing

Manejemen
Pada

Rantai

Liberalisasi

Pasokan

Menghasilkan

Perdagangan

The

Kemampuan

untuk

ASEAN-China Free

Trade

Agreement (ACFTA).
Ari Ratna, Afifah, setyo Widagdo. Perlindungan Hukum Usaha Mikro Kecil
Menengah (UKKM) Dari Dampak Adanya Perjanjian ASEAN-China Free Trade
Agreement (ACFTA).

Vous aimerez peut-être aussi