Vous êtes sur la page 1sur 22

BAB I

DISLIPIDEMIA
I.

Definisi
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan
peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang
utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida serta
penurunan kadar kolesterol HDL (Sunita, 2004) . Dislipidemia adalah keadaan
terjadinya peningkatan kadar LDL kolesterol dalam darah atau trigliserida dalam
darah yang dapat disertai penurunan kadar HDL kolesterol (Hartono, 2000).
Banyak penelitian hingga saat ini menemukan bahwa dislipidemia sebagai
penyebab morbiditas, mortalitas, dan biaya pengobatan yang tinggi. World Health
Organization memperkirakan dislipidemia berhubungan dengan kasus penyakit
jantung iskemik secara luas, serta menyebabkan 4 juta kematian per tahun.1 Survei
MONICA (Monitoring Trends and Determinant in Cardiovascular Disease Survey)
yang dilakukan pada populasi usia 25-64 tahun di Jakarta pada tahun 1993
menunjukkan adanya peningkatan dislipidemia dari 13,4% menjadi 16,4%. Salah satu
faktor yang perlu diperhatikan adalah dislipidemia seringkali tidak disertai gejala
sehingga masyarakat kurang waspada akan bahayanya (Anonim,2012).
Dislipidemia dalam proses terjadinya aterosklerosis semuanya memiliki peran
yang penting dan sangat berkaitan satu dengan yang lain,sehingga tidak mungkin
dibahas sendiri-sendiri. Ketiganya dikenal sebagai triad lipid, yaitu:
1. Kolesterol total
Banyak penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara kadar kolesterol total
darah dengan resiko penyakit jantung koroner (PJK) sangat kuat, konsisten,
dan

tidak bergantung

pada

faktor resiko lain.

Penelitian

genetik,

eksperimental, epidemiologis, dan klinis menunjukkan dengan jelas bahwa


peningkatan kadar kolesterol total mempunyai peran penting pada patogenesis
penyakit jantung koroner (PJK).
2. Kolesterol HDL dan kolesterol LDL
Bukti epidemiologis dan klinis menunjang hubungan negatif antara kadar
kolesterol HDL dengan penyakit jantung koroner. Intervensi obat atau diet
dapat menaikan kadar kolesterol HDL dan dapat mengurangi penyakit jantung
koroner.
3. Trigliserida

Kadar trigliserida diantara 250-500 mg/dl dianggap berhubungan dengan


penyakit jantung koroner apabila disertai adanya penurunan kadar kolesterol
HDL.
Tabel 1
Kadar Lemak Darah dalam Tubuh

Sumber : Bahri Anwar, 2004


Dislipidemia sebagian besar (hingga 80%) disebabkan oleh faktor gaya hidup,
sedangkan 20% sisanya disebabkan oleh faktor genetik. Low Density Lipoprotein
(LDL) dan total kolesterol (TC) merupakan salah satu parameter yang menjadi fokus
utama terapi dislipidemia, dimana kedua parameter tersebut masih dapat dimodifikasi
dengan perubahan gaya hidup dan terapi obat (Anonim, 2012).
II.

Klasifikasi Dislipidemia
Klasifikasi dislipidemia berdasarkan patogenesis penyakit adalah sebagai berikut:
1. Dislipidemia Primer
Yaitu kelainan penyakit genetik dan bawaan yang dapat menyebabkan
kelainan kadar lipid dalam darah.
2. Dislipidemia Sekunder
Yaitu disebabkan oleh suatu keadaan seperti hiperkolesterolemia yang
diakibatkan oleh hipotiroidisme, nefrotik syndroma, kehamilan, anoreksia
nervosa, dan penyakit hati obstruktif. Hipertrigliserida disebabkan oleh DM,
konsumsi alkohol, gahal ginjal kronik, miokard infark, dan kehamilan. Dan
dislipidemia dapat disebabkan oleh hipotiroidisme, nefrotik sindroma, gagal
ginjal akut, penyakit hati, dan akromegali.
(Suyono, Slamet. 1996)
Sedangkan klasifikasi klinis dari dislipidemia adalah sebagai berikut :
Klasifikasi klinis Dislipidemia
1.

Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolamia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar

kolesterol total yang disertai dengan meningkatnya kadar kolesterol LDL

plasma dalam keadaan puasa. Secara klinis, digunakan kadar kolesterol total
sebagai tolak ukur, walaupun secara patofisiologi, yang paling berperan
sebagai faktor resiko adalah kolesterol LDL. Seseorang dikatakan menderita
hiperkolesterolamia bila kadar kolesterol total plasma 200 mg/dl. Kadar
kolesterol total plasma 200 mg/dl setara dengan kadar kolesterol LDL 130
mg/dl ( Bahri Anwar, 2004).
Mekanisme terjadinya hiperkolesterolemia adalah lemak yang berasal
dari makanan akan mengalami proses pencernaan di dalam usus menjadi asam
lemak bebas, trigliserid, fosfolipid dan kolesterol. Kemudian diserap ke dalam
bentuk kilomikron. Sisa pemecahan kilomikron beredar menuju hati dan
dipilah-pilih menjadi kolesterol. Sebagian kolesterol ini dibuang ke empedu
sebagai asam empedu dan sebagian lagi bersama-sama dengan trigliserida
akan bersekutu dengan protein tertentu (apoprotein) dan membentuk Very
Low Density Lipoprotein (VLDL), yang selanjutnya dipecah oleh enzim
lipoprotein menjadi Intermediet Density Lipoprotein (IDL) yang tidak bisa
bertahan 2-6 jam karena langsung akan diubah menjadi Low Density
Lipoprotein (LDL) (Soeharto, 2004).
Pembentukan LDL oleh reseptor ini penting dalam pengontrolan
kolesterol darah. Disamping itu dalam pembuluh darah terdapat sel-sel
perusak yang dapat merusak LDL. Melalui jalur sel-sel perusak ini molekul
LDL dioksidasi, sehingga tidak dapat masuk kembali ke dalam aliran darah.
Kolesterol yang banyak terdapat dalam LDL akan menumpuk dalam sel-sel
perusak. Bila hal ini terjadi selama bertahun-tahun, kolesterol akan menumpuk
pada dinding pembuluh darah dan membentuk plak. Plak akan bercampur
dengan protein dan ditutupi oleh sel- sel otot dan kalsium. Hal inilah yang
kemudian dapat berkembang menjadi aterosklerosis (Almatsier, 2004).
2.

Hipertrigliseridemia
Kadar trigliserida diantara 250-500 mg/dl dianggap berhubungan dengan
penyakit jantung koroner apabila disertai adanya penurunan kadar kolesterol
HDL. Penyakit hipertrigliseridemia ditandai dengan kadar trigliseridemia di
atas 500 mg/dl.

3.

Dislipidemia campuran
Penyakit dyslipidemia yang merupakan gabungan dari hipekolesterolamia dan
hipertrigliserida.

III.

Epidemiologi
Asupan asam lemak jenuh yang dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan dalam
tubuh adalah 10% dari energi total perhari dan kolesterol >300mg/ hari. Konsumsi
asam lemak dapat meningkatkan kadar kolesterol LDL. LDL bertugas membawa
kolesterol dari hati ke jaringan perifer yang didalamnya terdapat reseptor-reseptor
yang akan menangkapnya (termasuk pembuluh darah koroner) untuk keperluan
metabolik jaringan. Kolesterol yang berlebihan akan diangkut lagi kehati oleh HDL
untuk menjadi deposit. Jika kolesterol LDL meningkat serta HDL menurun, maka
akan terjadi penimbunan kolesterol di jaringan perifer termasuk pembuluh darah
(Ronald.H.sitorus, 2006) .

IV.

Patofisiologi
Lipid dalam plasma terdiri dari kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam
lemak bebas. Normalnya lemak ditranspor dalam darah berikatan dengan lipid yang
berbentuk globuler. Ikatan protein dan lipid tersebut menghasilkan 4 kelas utama
lipoprotein : kilomikron, VLDL, LDL, dan HDL. Peningkatan lipid dalam darah akan
mempengaruhi

kolesterol,

trigliserida

dan

keduanya

hipertrigliseridemia atau kombinasinya yaitu hiperlipidemia).


Hiperlipoproteinemia
biasanya
juga
terganggu.

(hiperkolesterolemia,
Pasien

dengan

hiperkolesterolemia (> 200 220 mg/dl serum) merupakan gangguan yang bersifat
familial, berhubungan dengan kelebihan berat badan dan diet. Makanan berlemak
meningkatkan sintesis kolesterol di hepar yang menyebabkan penurunan densitas
reseptor LDL di serum (> 135 mg/dl). Ikatan LDL mudah melepaskan lemak dan
kemudian membentuk plak pada dinding pembuluh darah yang selanjutnya akan
menyebabkan terjadinya arterosklerosis dan penyakit jantung koroner (Silbernagl,
2000).
1. Jalur transport lipid dan tempat kerja obat
a. Jalur Eksogen
Trigliserida dan kolesterol dari usus akan dibentuk menjadi
kiomikron yang kemudian akan diangkut ke saluran limfe dan masuk
ke duktus torasikus. Di dalam jaringan lemak, trigliserida dari
kilomikron akan mengalami hidrolisis oleh lipoprotein lipase yang

terdapat pada permukaan endotel sehingga akan membentuk asam


lemak dan kilomikron remnant (kilomikron yang kehilangan
trigliseridanya tetapi masih memiliki ester kolesterol). Kemudian asam
lemak masuk ke dalam endotel ke dalam jaringan lemak dan sel otot
yang selanjutnya akan diubah kembali menjadi trigliserida atau
dioksidasi untuk menghasilkan energi (Ganiswarna, 2007).
Kilomikron remnan akan dibersihkan oleh hepar dengan
mekanisme endositosis dan lisosom sehingga terbentuk kolesterol
bebas yang berfungsi sintesis membran plasma, mielin dan steroid.
Kolesterol dalam hepar akan membentuk kolesterol ester atau
diekskresikan dalam empedu atau diubah menjadi lipoprotein endogen
yang masuk ke dalam plasma (Ganiswarna, 2007). Jika tubuh
kekurangan kolesterol, HMG-CoA reduktase akan aktif dan terjadi
sintesis kolesterol dari asetat (Ganiswarna, 2007).

b. Jalur Endogen
Trigliserida dan kolesterol dari hepar diangkut dengan bentuk
VLDL ke jaringan kemudian mengalami hidrolisis sehingga terbentuk
lipoprotein yang lebih kecil IDL dan LDL. LDL merupakan lipoprotein
dengan kadar kolesterol terbanyak (60-70%). Peningkatan katabolisme
LDL di plasma dan hepar yang akan meningkatkan kadar kolesterol
plasma. Peningkatan kadar kolesterol tersebut akan membentuk foam
cell di dalam makrofag yang berperan pada arterosklerosis prematur
(Ganiswarna, 2007).

c. Jalur Reverse Cholesterol Transport


HDL dilepaskan sebagai partikel kecil miskin kolesterol yang
mengandung apoliprotein (apo) A, C, dan E: dan disebut HDLnascent.
HDL nascent berasal dari usushalus dan hati, mempunyai bentuk
gepeng dan mengandung apoliprotein A1. HDL nascent akan
mendekati makrofag untuk mengambil kolesterol yang tersimpan di
makrofag. Setelah mengambil kolesterol dari makrofag. HDL nesecant
berubah menjadi HDL dewasa yang berbentuk bulat. Agar dapat
diambil oleh HDL nescent , kolesterol (kolesterol bebas) dibagian
dalam dari mikrofag harus dibawa kepermukaan membran sel
mekrofag oleh suatu transporter yang disebut adenosine triphosphatebinding cassette transporter-1 atau disingkat ABC-1. Setelah
mengambil kolesterol bebas dari sel makrofag, kolesterol bebas akan
diesterfikasi menjadi kolesterol ester enzim lecithin choles-trol
acyltransferase (LCAT). Selanjutnya sebagian kolesterol ester yang
dibawa oleh HDL akan mengambil dua jalur. Jalur pertama ialah ke
hati dan ditangkap oleh scavenger receptor class B type 1 dikenal
denganSR-B1. Jalur kedua dari VLDL dan IDL dengan bantuan
cholesterol ester transfer protein (CETP). Dengan demikian fungsi
HDL sebagai penyiap kolesterol dari makrofag mempunyai dua jalur
yaitu langsung ke hati dan jalur tidak langsung melalui VLDL danIDL
untuk membawa kolesterol kembali ke hati (Anonim 2010).

2. Jenis Lipoprotein
a. Kilomikron
Lipoprotein dengan komponen 80% trigliserida dan 5%
kolesterol ester. Kilomikron membawa makanan ke jaringan lemak dan
otot rangka serta membawa kolesterol kembali ke hepar. Kilomikron
yang dihidrolisis akan mengecil membentuk kilomikron remnan yang
kemudian masuk ke hepatosit. Kilomikronemia post pandrial mereda
setelah 8 10 jam (Ganiswarna, 2007).
b. VLDL
Lipoprotein terdiri dari 60% trigliserida dan 10 15 %
kolesterol. VLDL digunakan untuk mengangkut trigliserida ke
jaringan. VLDL reman sebagian akan diubah menjadi LDL yang
mengikuti penurunan hipertrigliserida sedangkan sintesis karbohidrat
yang berasal dari asam lemak bebas dan gliserol akan meningkatkan
VLDL (Ganiswarna, 2007).

c. IDL

Lipoprotein yang mengandung 30% trigliserida, dan 20%


kolesterol. IDL merupakan zat perantara sewaktu VLDL dikatabolisme
menjadi IDL (Ganiswarna, 2007).
d. LDL
Lipoprotein pengangkut kolesterol terbesar (70%). Katabolisme
LDL melalui receptormediated endocytosis di hepar. Hidrolisis LDL
menghasilkan kolesterol bebas yang berfungsi untuk sintesis sel
membran dan hormone steroid. Kolesterol juga dapat disintesis dari
enzim HMG-CoA reduktase berdasarkan tinggi rendahnya kolesterol di
dalam sel (Ganiswarna, 2007).
e. HDL
HDL diklasifikasikan lagi berdasarkan Apoprotein yang
dikandungnya. Apo A-I merupakan apoprotein utama HDL yang
merupakan inverse predictor untuk resiko penyakit jantung koroner.
Kadar HDL menurun pada kegemukan, perokok, pasien diabetes yang
tidak terkontrol dan pemakai kombinasi estrogen-progestin. HDL
memiliki efek protektif yaitu mengangkut kolesterol dari perifer untuk
di metabolisme di hepar dan menghambat modifikasi oksidatif LDL
melalui paraoksonase (protein antioksidan yang bersosiasi dengan
HDL) (Ganiswarna, 2007).
f. Lipoprotein (a)
Terdiri atas partikel LDL dan apoprotein sekunder selain apoB100. Lipoprotein jenis ini menghambat fibrinolisis atau bersifat
aterogenik (Ganiswarna, 2007).
V.

Etiologi dan Faktor Resiko


Kadar lipoprotein, terutama LDL meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Pada keadaan normal pria memiliki kadar LDL yang lebih tinggi, tetapi setelah
menopause kadarnya pada wanita lebih banyak. Faktor lain yang menyebabkan
tingginya kadar lemak tertentu (VLDL dan LDL) adalah: Riwayat keluarga dengan
hiperlipidemia,

obesitas,

diet

kaya

lemak,

kurang

melakukan

olah

raga,

penyalahgunaan alkohol, merokok sigaret, diabetes yang tidak terkontrol dengan baik,
hipotiroidisme, sirosis (Davey,2002) .
1. Faktor Jenis Kelamin
Risiko terjadinya dislipidemia pada pria lebih besar daripada wanita.
Hal tersebut disebabkan karena pada wanita produktif terdapat efek
perlindungan dari hormon reproduksi. Pria lebih banyak menderita

aterosklerosis, dikarenakan hormon seks pria (testosteron) mempercepat


timbulnya

aterosklerosis

sedangkan

hormon

seks

wanita

(estrogen)

mempunyai efek perlindungan terhadap aterosklerosis. Akan tetapi pada


wanita menopause mempunyai risiko lebih besar terhadap terjadinya
aterosklerosis dibandingkan wanita pre menopouse.
2. Faktor Usia
Semakin tua usia seseorang maka fungsi organ tubuhnya semakin
menurun, begitu juga dengan penurunan aktivitas reseptor LDL, sehingga
bercak perlemakan dalam tubuh semakin meningkat dan menyebabkan kadar
kolesterol total lebih tinggi, sedangkan kolesterol HDL relatif tidak berubah.
Pada usia 10 tahun bercak perlemakan sudah dapat ditemukan di lumen
pembuluh darah dan meningkat kekerapannya pada usia 30 tahun.
3. Faktor Genetik
Faktor genetik merupakan salah satu faktor pencetus terjadinya
dislipidemia. Dalam ilmu genetika menyebutkan bahwa gen untuk sifat sifat
tertentu (spesific trait) diturunkan secara berpasangan yaitu kita memerlukan
satu gen dari ibu dan satu gen dari ayah, sehingga kadar hiperlipidemia tinggi
dapat diakibatkan oleh faktor dislipidemia primer karena faktor kelainan
genetik.
4. Faktor Kegemukan
Kegemukan erat hubungannya dengan peningkatan risiko sejumlah
komplikasi yang dapat terjadi sendiri sendiri atau bersamaan. Kegemukan
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara energi yang masuk bersama
makanan, dengan energi yang dipakai. Kelebihan energi ini ditimbun dalam
sel lemak yang membesar. Pada orang yang kegemukan menunjukkan output
VLDL trigliserida yang tinggi dan kadar trigliserida plasma yang lebih tinggi.
Trigliserida berlebihan dalam sirkulasi juga mempengaruhi lipoprotein lain.
Bila trigliserida LDL dan HDL mengalami lipolisis, akan menjadi small dense
LDL dan HDL, abnormalitas ini secara tipikal ditandai dengan kadar HDL
kolesterol yang rendah.
5. Faktor Olah Raga
Olah raga yang teratur dapat menyebabkan kadar kolesterol total,
kolesterol LDL, dan trigliserida menurun dalam darah, sedangkan kolesterol
HDL meningkat secara bermakna. Lemak ditimbun dalam di dalam sel lemak
sebagai trigliserida. Olahraga memecahkan timbunan trigliserida dan
melepaskan asam lemak dan gliserol ke dalam aliran darah.
6. Faktor Merokok

Merokok dapat meningkatkan kadar kolesterol total, kolesterol LDL,


trigliserida, dan menekan kolesterol HDL. Pada seseorang yang merokok,
rokok akan merusak dinding pembuluh darah. Nikotin yang terkandung dalam
asap rokok akan merangsang hormon adrenalin, sehingga akan mengubah
metabolisme lemak yang dapat menurunkan kadar kolesterol HDL dalam
darah.
7. Faktor Makanan
Konsumsi tinggi kolesterol menyebabkan hiperkolesterolemia dan
aterosklerosis. Asupan tinggi kolesterol dapat menyebabkan peningkatan kadar
kolesterol total dan LDL sehingga mempunyai risiko terjadinya dislipidemia.
(Anwar, 2004)
VI.

Klasifikasi
1. Klasifikasi Fenotipik
a. Klasifikasi EAS (European Atheroselerosis Society)

b. Klasifikasi NECP (National Cholesterol Education Program)

c. Klasifikasi WHO (World Health Organization)

(Anwar, 2004)
2. Klasifikasi Patogenik
Klasifikasi dislipidemia berdasarkan atas ada atau tidaknya penyakit
dasar yaitu primer dan sekunder. Dislipidmia primer memiliki penyebab yang
tidak jelas sedangkan dislipidemia sekunder memiliki penyakit dasar seperti
sindroma nefrotik, diabetes melitus, hipotiroidisme (Sudoyo, 2006). Contoh
dari

dislipidemia

primer

adalah

hiperkolesterolemia

poligenik,

hiperkolesterolemia familial, hiperlipidemia kombinasi familial, dan lain-lain


(Anwar, 2004).
VII.

Diagnosis
Dari berbagai penelitian jangka panjang di negara-negara barat, yang dikaitkan
dengan besarnya resiko untuk terjadinya penyakit kardiovaskuler (PKV), dikenal
patokan kadar kolesterol tersebut sebagai berikut :
1) Kadar yang diinginkan dan diharapkan masih aman (desirable) adalah < 200
mg/dl.
2) Kadar yang sudah mulai meningkat dan harus diwaspadai untuk mulai
dikendalikan (bordelinehigh) adalah 200-239 mg/dl.
3) Kadar yang tinggi dan berbahaya (high) adalah > 240 mg/dl.
Tanda dan gejala dislipidemia tidak terlihat, oleh karena itu untuk mengetahui
adanya tanda dislipidemia harus dilakukan pemeriksaan laboratorium. Untuk menilai
apakah kadar kolesterol seseorang tinggi atau rendah, semuanya harus mengacu pada
pedoman umum yang telah disepakati dan digunakan diseluruh dunia yaitu pedoman
dari NCEP ATP III (National cholesterol Education Program, Adult Panel Treatment
III), yang antara lain menetapkan bahwa :

1. Pemeriksaan Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapatkan pasien dengan faktor resiko
seperti kegemukan, diabetes mellitus, konsumsi tinggi lemak, merokok dan
faktor resiko lainnya (Anwar, 2004).
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik sukar ditemukan kelainan yang spesifik kecuali
jika didapatkan riwayat penyakit yang menjadi faktor resiko dislipidemia.
Selain itu, kelainan mungkin didaptkan bila sudah terjadi komplikasi lebih
lanjut seperti penyakit jantung koroner (Anwar, 2004).
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium memegang peranan penting dalam menegakkan
diagnosa. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan kadar kolesterol
total, kolesterol LDL, kolesterol HDL dan trigliserid (Anwar, 2004).
a. Persiapan
Pasien sebaiknya berada dalam keadaan metabolik yang stabi
tanpa adanya perubahan berat badan, pola makan, kebiasaan merokok,
olahraga, tidak sakit berat ataupun tidak ada operasi dalam 2 bulan
terakhir. Selain itu, sebaiknya pasien tidak mendapatkan pengobatan
yang mempengaruhi kadar lipid dalam 2 minggu terakhir. Apabila
keadaan ini tidak memungkinkan, pemeriksaan tetap dilakukan dan
disertai dengan catatan (Anwar, 2004).
b. Pengambilan Bahan Pemeriksaan

Pengambilan bahan dilakukan dengan melakukan bendungan


vena seminimal mungkin dan bahan yang diambil adalah serum.
Pengambilan bahan ini dilakukan setelah pasien puasa selama 12-16
jam (Anwar, 2004).
c. Analisis
Analisis kadar kolesterol dan trigliserid dilakukan dengan
metode ensimatik sedangkan analisis kadar kolesterol HDL dan
kolesterol LDL dilakukan dengan metode presipitasi dan ensimatik.
Kadar kolesterol LDL dapat dilakukan secara langsung atau
menggunakan rumus Friedewaid jika didapatkan kadar trigliserida <
400mg/d menggunakan rumus sebagai berikut (Anwar, 2004) :

VIII.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam dislipidemia dimulai dengan melakukan penilaian
jumlah factor resiko koroner pada pasien untuk menentukan kolesterol-LDL yang
harus dicapai. Berikut ini adalah tabel faktor resiko (selain kolesterol LDL) yang
menentukan sasaran kolesterol LDL yang ingin dicapai berdasarkan NCEP-ATP III
(Sudoyo, 2006) :

Setelah menemukan banyaknya faktor resiko pada seorang pasien, maka


pasien dibagi kedalam tiga kelompok resiko penyakit arteri koroner yaitu resiko
tinggi, resiko sedang dan resiko tinggi. Hal ini digambarkan pada tabel berikut ini
(Sudoyo, 2006) :

Selanjutnya penatalaksanaan pada pasien ditentukan berdasarkan kategori


resiko pada tabel diatas. Berikut ini adalah bagan penatalaksanaan untuk masingmasing katagori resiko (Sudoyo, 2006) :
1. Penatalaksanaan Umum
Pilar utama pengelolaan dislipidemia adalah upaya nonfarmakologist
yang meliputi modifikasi diet, latihan jasmani serta pengelolaan berat badan.
terapi diet memiliki tujuan untuk menurunkan resiko PKV dengan mengurangi
asupan lemak jenuh dan kolesterol serta mengembalikan kesimbangan kalori,
sekaligus memperbaiki nutrisi. Perbaikan keseimbangan kalori biasanya
memerlukan peningkatan penggunaan energi melalui kegiatan jasmani serta
pembatasan asupan kalori.
2. Penatalaksanaan non farmakologik
Meliputi terapi nutrisi medis, aktivitas fisik serta beberapa upaya lain
seperti berhenti merokok, menurunkan berat badan bagi yang gemuk dan
mengurangi asupan alkohol. Penurunan berat badan dan peningkatan aktivitas
fisik dapat menurunkan kadar trigliseridaa dan meningkatkan kadar HDL
kolesterol serta sedikit menurunkan kadar LDL kolesterol.
a. Terapi Nutrisi Medis
Selalu merupakan tahap awal penatalaksanaan dislipidemi,
oleh karena itu disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli gizi. Pada
dasarnya adalah pembatasan jumlah kalori dan jumlah lemak. Pasien
dengan kadar kolesterol LDL atau kolesterol total yang tinggi
dianjurkan untuk mengurangi asupan lemak jenuh dan meningkatkan
asupan lemak tidak jenuh rantai tunggal dan ganda ( mono unsaturated
fatty acid = MUFA dan poly unsaturated fatty acid = PUFA). Pada

pasien dengan kadar trigliserida yang tinggi perlu dikurangi asupan


karbohidrat, alkohol dan lemak.

b. Aktivitas fisik
Dari beberapa penelitian diketahui bahwa latihan fisik dapat
meningkatkan kadar HDL dan Apo AI, menurunkan resistensi insulin,
meningkatkan sensitivitas dan meningkatkan keseragaman fisik,
menurunkan trigliserida dan LDL, dan menurunkan berat badan. Setiap
melakukan latihan jasmani perlu diikuti 3 tahap :
Pemanasan dengan peregangan selama 5-10 menit
Aerobik sampai denyut jantung sasaran yaitu 70-85 %
dari denyut jantung maximal ( 220 - umur ) selama 20

30 menit.
Pendinginan dengan menurunkan intensitas secara

perlahan - lahan, selama 5-10 menit.


Frekuensi latihan sebaiknya 4-5 x/minggu dengan lama latihan
seperti diutarakan diatas. Dapat juga dilakukan 2-3x/ minggu dengan
lama latihan 45-60 menit dalam tahap aerobik. Pada prinsipnya pasien
dianjurkan melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kondisi dan
kemampuan pasien agar aktivitas ini berlangsung terus-menerus
(Azwar, 2004).
3. Penatalaksaan Farmakologi
Pengobatan farmakologi dilakukan bila terjadi kegagalan dengan
pengobatan non farmakologis. Berbagai studi klinis menunjukkan bahwa
terapi farmakologik dengan obat-obat penurun lipid memberi manfaat
perbaikan profil lipid dan menurunkan komplikasi Kardiovaskular pada
pasien-pasien diabetes. Pada saat ini dikenal sedikitnya 6 jenis obat yang dapat
memperbaiki propil lipid serum yaitu:

HMG-CoA reduktase inhibitor


Derivat asam fibrat
Sekuestran asam empedu
Asam nikotinat
Ezetimibe
Asam lemak omega-3

a. HMG-CoA reduktase inhibitor


Dalam 10 tahun terakhir ini di seluruh dunia, HMG-CoA
reduktase inhibitor yang biasa disebut sebagai statin menjadi obat yang
paling banyak diresepkan sebagai obat penurun kadar lipid. Obat
golongan ini bekerja dengan cara menghambat kerja enzim HMG-CoA
reduktase yaitu suatu enzim di hati yang berperan dalam pembentukan
kolesterol. Dengan menurunnya sintesis kolesterol maka hati akan
mengkompensasi dengan meningkatkan reseptor LDL pada permukaan
hati. Dengan demikian kadar kolesterol LDL di dalam darah akan
ditarik ke hati, sehingga akan menurunkan kadar kolesterol LDL dan
juga VLDL.
Mengenai dosis obat sangat individual sekali, tergantung pada
karakteristik pasien seperti target terapi dan respon terhadap terapi
yang diberikan. Dibawah ini dapat dilihat dosis beberapa obat
golongan statin.

Popularitas statin dipengaruhi oleh banyaknya data uji klinik


yang mengkonfirmasi bahwa penurunan kadar lipid pada pasien yang
diterapi

akan

berakibat

juga

pada

turunnya

risiko

penyakit

kardiovaskuler terutama pada penyakit jantung, infark miokard,

prosedur revaskularisasi dan menurunnya angka kematian. Heart


Protection Study melakukan penelitian yang berskala besar melibatkan
5963 pasien penderita diabetes berusia > 40 tahun dengan kadar total
kolesterol > 135 mg/dl. Pada penelitian ini, pasien diabetes yang
diberikan simvastatin mengalami penurunan risiko hingga 22%
terhadap terjadinya penyakit CVD (Cardio Vascular Disease).
Penurunan resiko ini terjadi pada semua subkategori LDL yang
diperiksa, termasuk pasien dengan kadar kolesterol LDL yang lebih
rendah sebelum terapi (<116 mg/dl).
Efek samping pemakaian statin biasanya terjadi peningkatan
yang sifatnya minor pada kadar enzim hati sering dijumpai pada 5
bulan pertama terapi statin yang biasanya akan normal kembali dengan
sendirinya. Peningkatan yang bermakna terjadi pada 2% pasien pada
awal terapi tergantung pada dosis statin yang digunakan, dan akan
normal kembali jika dosis statin diturunkan atau dihentikan.
Pemantauan enzim hati secara teratur selama penggunaan statin, yaitu
pada 1bulan, 3 bulan dan 6 bulan setelah terapi statin dimulai, dan
kemudian sekali setiap tahun. Walaupun ada pembatasan penggunaan
statin, hanya ada sedikit bukti yang menunjukkan bahwa statin
berbahaya untuk pasien dengan penyakit hati kronik seperti hepatitis B
dan C atau kholestasis.
Efek samping lain yang dijumpai pada 5% pasien adalah
miopati , muncul sebagai gejala nyeri pada otot dan persendian tanpa
adanya perubahan kadar kreatin kinase (CK). Miopati yang parah
(rhaddomiolisis fatal) dialami oleh 0,2% pasien, disertai dengan
peningkatan CK (10 kali batas atas kadar normal, CK normal adalah
10150 IU/L), dan dalam hal ini penggunaan statin harus segera
dihentikan. Jika CK berkisar antara 310 kali batas atas normal, statin
tetap dilanjutkan tetapi CK harus terus dipantau sampai diketahui
apakah keadaan membaik atau memburuk (sehingga memerlukan
penghentian statin). Jika perlu dosis statin diturunkan untuk meredakan
efek samping tersebut. Gejala efek samping pada otot ini bisanya lebih
banyak terjadi pada pasien yang menggunakan kombinasi obat penurun
kadar lipid, misalnya kombinasi statin dan fibrat atau asam nikotinat.

b. Derivat asam fibrat


Obat antihiperlipidemik yang termasuk golongan asam fibrat
adalah: Gemfibrozil, Fenofibrate, Ciprofibrate dan Bezafibrate. Obat
ini bekerja dengan cara meningkatkan oksidasi asam lemak bebas di
hati ataupun otot dan mengurangi lipogenesis dihati sehingga sekresi
dari VLDL dan trigliserid hati menjadi menurun.
Fibrat di absorpsi dengan baik di saluran cerna, kadar
puncaknya di plasma dapat ditemukan 6 sampai 8 jam setelah di
konsumsi. Setelah diabsorpsi fibrat dieksresikan melalui urine dalam
bentuk metabolitnya, asam fibrat terkonjugasi. Rata-rata 60% dosis di
eksresikan melalui urine dan 25 % nya di eksresikan melalui feses.
Asam fibrat di eliminasi dengan waktu paruh sekitar 20 jam, sehingga
di berikan dengan dosis sekali sehari . Fibrat meningkatkan kadar
statin. Karena itu dosis statin seharusnya lebih rendah jika di berikan
bersamaan dengan fibrat. Dosis fibrat harusnya juga di kurangi pada
pasien

dengan

gagal

ginjal

sedang

dan

berat.

Para

ahli

merekomendasikan pemberian di pagi hari, sedangkan statin di malam


hari.
Efek samping yang paling sering dijumpai adalah gangguan
saluran cerna pada 5% pasien. Seperti juga pada statin, peningkatan
enzim hati juga terjadi pada awal terapi tapi tidak berlanjut. Miopati
jarang dilaporkan jika fibrat digunakan sebagai terapi tunggal. Harus
dipertimbangkan risiko dan manfaatnya sebelum memberikan fibrat
sebagai terapi kombinasi. Fibrat di kontraindikaskan pada pasien
pasien yang hipersensitif terhadap fibrat, pasien dengan kerusakan
ginjal yang berat, sirhosis bilier, dan pasien dengan kerusakan fungsi
hepar yang persisten, serta penyakit kandung empedu.
Veterans Affairs High-Density Lipoprotein

Cholesterol

InterventionTrial (VA-HIT) mendapatkan bahwa gemfibrozil 1200


mg/hari dihubungkan dengan penurunan cardiovascular events sebesar
24% pada penderita diabetes yang sebelumnya telah menderita
penyakit kardiovaskuler dengan HDL rendah (<40 mg/dl) dan
peningkatan trigliserida.
c. Sekuestran asam empedu (Penangkap asam empedu)
Terdapat tiga jenis Sekuestran asam

empedu

yaitu

cholestyramin, colestipol dan Colesevelam dengan dosis masing-

masing adalah 8-16 g/hari, 10-20 g/hari dan 6,5 g/hari. Mekanisme
kerjanya ada dua yaitu meningkatkan bersihan (klirens) kolesterol dan
menurunkan resirkulasi asam empedu. Mulamula obat ini mengikat
asam empedu pada usus halus sehingga mencegah resirkulasinya ke
dalam sistem entrohepatik. Dengan demikian ekskresi asam empedu
meningkat hingga 10 kali lipat, dan karena asam empedu berkurang,
hati berespon meningkatkan produksi asam empedu dengan cara
memecah kolesterol. Selain itu reseptor LDL juga meningkat untuk
mengikat kolesterol, sehingga kadar kolesterol yang ada dalam
sirkulasi darah makin menurun.
Sekuestran asam empedu menurunkan kolesterol LDL 1530%,
dan meningkatkan HDL sampai 5%. Pada beberapa pasien sekuestran
asam

empedu

meningkatkan

kadar

trigliserida,

sehingga

penggunaannya dihindari untuk pasien hipertrigliseridemia atau


hiperlipidemia campuran dengan peningkatan kadar trigliserida yang
signifikan. Sekuestran asam empedu dapat menurunkan kejadian
gangguan fungsi jantung dan progresi aterosklerosis. Obat ini terutama
berguna untuk mengobati pasien yang mengalami peningkatan
kolesterol LDL saja atau sebagai obat tambahan jika monoterapi gagal
mencai target terapi.
Masalah utama pada terapi sekuestran asam empedu ini adalah
penerimaan pasien karena rasa obat yang tidak enak. Biasanya obat
diminum 4 kali sehari, dalam bentuk serbuk yang dicampurkan ke
dalam sejumlah besar air.Pada dosis maksimum, golongan obat ini
sering menimbulkan rasa tidak nyaman pada abdomen, refluks
esofagus dan konstipasi. Obat ini juga dapat mengikat obat lain,
misalnya digoksin, levotiroksin, atau warfarin, sehingga harus
diperhatikan agar penggunaan antar obatobat tersebut dengan
sekuestran asam empedu ini terpisah paling sedikit 46 jam.
d. Asam nikotinik
Asam nikotinik merupakan obat penurun lipid yang pertama
kali diperkenalkan. Oleh karena bentuk yang lama yaitu asam nikotinik
serap cepat mempunyai efek samping cukup banyak, maka obat ini
tidak banyak dipakai. Dengan diperkenalkannya asam nikotinik yang

lepas lambat ( niaspan ) sehingga absorpsi di usus berjalan lambat,


maka efek samping menjadi lebih kurang.
Obat ini diduga menghambat enzim hormone sensitive lipase di
jaringan adiposa, dengan demikian akan mengurangai asam lemak
bebas. Diketahui bahwa asam lemak bebas yang ada dalam darah
sebagian akan ditangkap oleh hati dan akan menjadi sumber
pembentukan VLDL. Dengan menurunnya sintesis VLDL dihati, akan
mengakibatkan penurunan kadar trigliserida dan juga kolesterol LDL
plasma. Pemberian asam nikotinik ternyata juga meningkatkan kadar
kolesterol HDL bahkan merupakan obat yang terbaik untuk
meningkatkan kolesterol HDL. Oleh karena menurunkan trigliserida,
menurunkan LDL dan meningkatkan kolesterol HDL maka disebut
juga sebagai broad spectrum lipid lowering agent.
Efek samping yang paling sering terjadi adalah flushing yaitu
perasaan panas pada muka bahkan di badan. Untuk mencegah hal
tersebut, pada penggunaan asam nikotinik sebaiknya dimulai dengan
dosis rendah kemudian ditingkatkan, misalnya selama satu minggu 375
mg/hari kemudian ditingkatkan secara bertahap sampai dosis maksimal
sekitar 1500- 2000 mg/hari. Dengan asam nikotinik yang baru yaitu
lepas lambat, efek samping sangat berkurang. Hasil yang sangat baik
didapatkan

bila

dikombinasikan

reductase inhibitor.
e. Ezetimibe
Ezetimibe tergolong

dengan

obat

golongan

penurun

lipid

HMG-CoA

yang

baru,

diperkenalkan di pasaran sejak tahun 2003. Obat ini bekerja sebagai


Karena jumlah kolesterol yang masuk melalui usus halus turun, maka
hati meningkatkan asupan kolesterolnya dari sirkulasi darah, sehingga
kadar kolesterol serum akan turun. Ezetimibe 10 mg/hari digunakan
untuk hiperkolesterolemia primer.
Sebagai terapi tunggal,

efek

utama

ezetimibe

adalah

menurunkan kadar kolesterol LDL sampai 18%,dengan sedikit efek


pada trigliserida dan HDL.Jika dikombinasi dengan statin, bisa
menghasilkan penurunan kadar LDL serum 20% lagi dibanding statin
saja, penurunan kadar trigliserida 9%, dan peningkatan kolesterol HDL
3%.Saat ini ezetimibe digunakan jika terapi tunggal statin gagal

mencapai target terapi,atau sebagai alternatif monoterapi jika pasien


tidak tahan statin. Efek samping yang yang sering muncul pada
pemakaian ezetimibe adalah gangguan intestinal,sakit kepala dan
mialgia.
f. Asam lemak omega-3.
Bukti epidemiologi sejak lama menunjukkan bahwa diet kaya
asam lemak omega3 yang diperoleh dari minyak ikan menurunkan
resiko

kardiovaskuler.

Asam

lemak

omega3,terutama

asam

eikosapentanoat(EPA) dan asam dokosaheksanoat(DHA) mempunyai


beberapa efek pada lipid dan metabolism lipid.
Asam lemak omega3 menurunkan kadar lipid dengan cara
menekan produksi trigliserida dan VLDL di hati dan meningkatkan
konversi VLDL menjadi LDL. Kadar trigliserida menurun hingga 30%
disertai sedikit peningkatan HDL.Suplemetasi asam lemak omega3 4
6g/hari digunakan untuk hiperkolestrolemia. Juga dapat ditambahkan
pada terapi statin atau fibrat untuk meningkatkan efektivitas penurunan
lipidnya. Dosis rendah 1g/hari digunakan untuk menurunkan risiko
kardiovaskular dengan hasil penurunan mortalitas infark miokard dan
stroke 10%, dan kematian jantung mendadak 44%. Efek samping
utama adalah pada saluran cerna, berupa diare.
(Lawrence M. Tierney, J. 2002)
IX.

Komplikasi
Apabila dislipidemia tidak segera diatasi, maka dapat terjadi berbagai macam
komplikasi, antara lain:
1. Atherosklerosis
2. Penyakit jantung koroner
3. Penyakit serebrovaskular seperti stroke
4. Kelainan pembuluh darah tubuh lainnya
5. Pankreatitis akut
(Lawrence M. Tierney, J. 2002)

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita, 2004, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Gramedia. 132-150, Jakarta
Anonim, 2012, Dislipidemia:Peningkatan Prevalensi dan Beban Kesehatan volume 10 no 1
dalam Buletin Rasional, ISSN 1411-8742.
Anwar, Bahri., 2004, Dislipidemia Sebagai Faktor Resiko Jantung Koroner, Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Davey, P., 2002, At a Glane Medicine, Erlangga, Jakarta
Despopoulos, A.,dan Silbernagl, S., 2000, Atlas Berwarna dan Teks Fisiologi, Hipokrates,
Jakarta
Ganiswarna., 2007, Farmakologi dan Terapi edisi 5, FKUI, Jakarta:.
Hartono Andry. D. A, 2000. Asuhan Nutrisi Rumah Sakit, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Lawrence M. Tierney, J., 2002, Diagnosis dan Terapi Kedokteran (Penyakit Dalam),Salemba
Media, Jakarta
Sitorus, Ronald H., 2006, Tiga Jenis Penyakit Pembunuh Utama Manusia, Penerbit Yrama
Widya, Bandung
Soeharto, 2004, Serangan Jantung Dan Stroke, Hubungannya. Dengan Lemak Dan
Kolesterol Edisi Kedua, PT Gramedia. Pustaka, Jakarta.
Sudoyo, Aru W, dkk., 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Pusat Penerbitan FKUI, Jakarta
Suyono, Slamet., 1996, Hiperlipidemia. Dalam : Sjaifoellah Noer, dkk.ed: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Penyakit Dalam Edisi 3, FK.UI, Jakarta.

Vous aimerez peut-être aussi