Vous êtes sur la page 1sur 18

Skrining Kanker Cerviks dengan Tes IVA

Gita Puspitasari
102011327
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Abstrak
Kanker serviks merupakan pembunuh nomor satu di Indonesia. Deteksi dini
menggunakan Pap Smer memiliki banyak kendala khususnya di Indonesia. Saat ini telah
ditemukan upaya deteksi dini alternatif yang dapat digunakan di Indonesia yaitu Inspeksi
Visual Asam Asetat (IVA). Pemeriksaan dilakukan terutama pada wanita yang telah menikah
dan umur lebih dari 25 tahun. Dari hasil pemeriksaan IVA yang dilaksanakan di Puskesmas
Wanasari, memiliki nilai sensitivitas 66,6% dan nilai spesifisitas sebesar 83,9% dari total
peserta yang telah diperiksa sebanyak 100 orang.
Katakunci : skrining IVA, kanker serviks, puskesmas

Cervical Cancre Screening with Test IVA


Gita puspitasari
102011327
Student of Faculty of Medicine, Krida Wacana Christian University
Abstract
Cervical cancer is the number one killer in Indonesia. Early detection using the Pap
Smear has a lot of obstacles in Indonesia. Currently, early detection efforts have found and
alternative that can be used in Indonesia is Visual Asetic Acid (IVA).the examination was
conducted mainly in women have married and aged over 25 years. From the results of the
examination IVA conducted in health centers Wanasari, has a value of 66,6% sensitivity and
specificity values of 60% of the total participants had examined as many as 100 peoples.
Keywords: screening IVA, cervical cancer, health centers
Alamat korespondensi:
Gita Puspitasari, 102011327, Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana, Jalan Arjuna
Barat No. 6, Jakarta Barat 11510, e-mail: gita_puspitasari64@yahoo.com

Pendahuluan
Kanker adalah suatu penyakit neoplastik yang dapat berakibatan fatal. Sel kanker
tidak seperti sel tumor, ia mempunyai kebolehan untuk menginvasi dan bermetastasi
kebagian lain dalam tubuh dan bersifat sangat anaplastik yaitu bisa membelah tanpa
berdiferensiasi. Kanker leher rahim atau yang biasa disebut kanker serviks adalah tumor
1

ganas yang tumbuh di dalam leher rahin atau serviks. Kanker serviks biasanya menyerang
wanita berusia 35-55 tahun. 90% dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi
serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil ledir pada saluran servikal yang
menuju ke dalam rahim 1
Hingga saat ini kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak akibat
penyakit kanker di negara berkembang. Diperkirakan setiap tahun dijumpai sekitar 500.000
penderita baru di seluruh dunia dan umumnya terjadi di negara berkembang. Sesungguhnya
penyakit ini dapat dicegah bila program skirining sitologi dan pelayanan kesehatan
diperbaiki.1
Skrining adalah strategi yang digunakan dalam suatu populasi untuk mendeteksi suatu
penyakit pada individu tanpa tanda-tanda atau gejala penyakit itu. Tidak seperti apa yang
biasanya terjadi dalam kedokteran, tes skrining yang dilakukan pada orang tanpa tanda-tanda
klinis penyakit.2
Saat ini banyak penelitian tentang skrining dengan metode IVA dilakukan di berbagai
negara berkembang. Skrining dengan metode IVA dilakukan dengan cara yang sangat
sederhana, murah, nyaman, praktis, dan mudah. Sederhana, yaitu dengan hanya mengoleskan
asam asetat (cuka) 3-5% pada leher rahim lalu mengamati perubahannya, dimana lesi
prakanker dapat terdeteksi bila terlihat bercak putih pada leher rahim. Murah, karena biaya
yang diperlukan hanya sekitar Rp. 3000,- sampai Rp.5000,-/pasien. Nyaman, karena
prosedurnya tidak rumit, tidak memerlukan persiapan, dan tidak menyakitkan. Praktis, artinya
dapat dilakukan dimana saja, tidak memerlukan sarana khusus, cukup tempat tidur sederhana
yang representatif, spekulum dan lampu. Mudah, karena dapat dilakukan oleh bidan dan
perawat yang terlatih.1,2 Beberapa karakteristik metode ini sesuai dengan kondisi Indonesia
yang memiliki keterbatasan ekonomi dan keterbatasan sarana serta prasarana kesehatan.
Karenanya pengkajian penggunaan metode IVA sebagai cara skrining kanker leher rahim di
daerah-daerah yang memiliki sumber daya terbatas ini dilakukan sebagai salah satu masukan
dalam pembuatan kebijakan kesehatan nasional di Indonesia.2

Definisi
Kanker serviks (kanker leher rahim) adalah tumbuhnya sel-sel tidak normal pada
leher rahim. Kanker serviks merupakan kanker yang sering dijumpai di Indonesia baik di
antara kanker pada perempuan dan pada semua jenis kanker. 1
2

Penyebab kanker leher rahim yaitu virus HPV (Human Papiloma Virus) yang dapat
ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit ini dapat menyerang semua wanita, khususnya
wanita yang aktif secara seksual. Saat ini sudah terdapat vaksin untuk mencegah infeksi HPV
khususnya tipe 16 dan tipe 18 yang diperkirakan menjadi penyebab 70% kasus kanker serviks
di Asia. 1

Etiologi
Penyebab primer kanker leher rahim adalah infeksi kronik leher rahim oleh satu atau
lebih virus HPV (Human Papiloma Virus) tipe onkogenik yang beresiko tinggi menyebabkan
kanker leher rahim yang ditularkan melalui hubungan seksual (sexually transmitted disease).
Perempuan biasanya terinfeksi virus ini saat usia belasan tahun, sampai tiga puluhan,
walaupun kankernya sendiri baru akan muncul 10-20 tahun sesudahnya. Infeksi virus HPV
yang berisiko tinggi menjadi kanker adalah tipe 16, 18, 45, 5613 dimana HPV tipe 16 dan 18
ditemukan pada sekitar 70% kasus. Infeksi HPV tipe ini dapat mengakibatkan perubahan selsel leher rahim menjadi lesi intra-epitel derajat tinggi (high-grade intraepithelial lesion/
LISDT) yang merupakan lesi prakanker. Sementara HPV yang berisiko sedang dan rendah
menyebabkan kanker (tipe non-onkogenik) berturut turut adalah tipe 30, 31, 33, 35, 39, 51,
52, 58, 66 dan 6, 11, 42, 43, 44, 53, 54,55.13. 1

Faktor predisposisi
Faktor risiko terjadinya infeksi HPV adalah hubungan seksual pada usia dini,
berhubungan seks dengan berganti-ganti pasangan, dan memiliki pasangan yang suka
berganti-ganti pasangan. Infeksi HPV sering terjadi pada usia muda, sekitar 25-30% nya
terjadi pada usia kurang dari 25 tahun. Beberapa ko-faktor yang memungkinkan infeksi HPV
berisiko menjadi kanker leher rahim adalah: 1
a. Faktor HPV :
-

tipe virus

infeksi beberapa tipe onkogenik HPV secara bersamaan

jumlah virus (viral load)

b. Faktor host/ penjamu :


- status imunitas, dimana penderita imunodefisiensi (misalnya penderita HIV positif)
yang terinfeksi HPV lebih cepat mengalami regresi menjadi lesi prekanker dan
kanker.
3

- jumlah paritas, dimana paritas lebih banyak lebih berisiko mengalami kanker
c. Faktor eksogen
- merokok
- ko-infeksi dengan penyakit menular seksual lainnya
- penggunaan jangka panjang ( lebih dari 5 tahun) kontrasepsi oral 2

Cara penularan
1. Perilaku seksual
Banyak faktor yang disebut-sebut mempengaruhi terjadinya kanker serviks.
Pada berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa golongan wanita yang
mulai melakukan hubungan seksual pada usia < 20 tahun atau mempunyai pasangan
seksual yang berganti-ganti lebih berisiko untuk menderita kanker serviks. Faktor
risiko lain yang penting adalah hubungan seksual suami dengan wanita tuna susila
(WTS) dan dari sumber itu membawa penyebab kanker (karsinogen) kepada
isterinya.2
Data epidemiologi yang tersusun sampai akhir abad 20, menyingkap
kemungkinan adanya hubungan antara kanker serviks dengan agen yang dapat
menimbulkan infeksi. Keterlibatan peranan pria terlihat dari adanya korelasi antara
kejadian kanker serviks dengan kanker penis di wilayah tertentu. Lebih jauh
meningkatnya kejadian tumor pada wanita monogami yang suaminya sering
berhubungan seksual dengan banyak wanita lain menimbulkan konsep Pria Berisiko
Tinggi sebagai vektor dari agen yang dapat menimbulkan infeksi. Banyak penyebab
yang dapat menimbulkan kanker serviks, tetapi penyakit ini sebaiknya digolongkan ke
dalam penyakit akibat hubungan seksual (PHS). Penyakit kelamin dan keganasan
serviks keduanya saling berkaitan secara bebas, dan diduga terdapat korelasi nonkausal antara beberapa penyakit akibat hubungan seksual dengan kanker serviks. 2
2. Merokok
Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogen baik yang dihisap sebagai
rokok/sigaret atau dikunyah. Asap rokok menghasilkan polycyclic aromatic
hydrocarbon heterocyclic nitrosamines. Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada
getah serviks 56 kali lebih tinggi dibandingkan di dalam serum. Efek langsung bahanbahan tersebut pada serviks adalah menurunkan status imun lokal sehingga dapat
menjadi kokarsinogen infeksi virus. 2
3. Nutrisi
4

Antioksidan dapat melindungi DNA/RNA terhadap pengaruh buruk radikal


bebas yang terbentuk akibat oksidasi karsinogen bahan kimia. Banyak sayur dan buah
mengandung bahan-bahan antioksidan dan berkhasiat mencegah kanker misalnya
advokat, brokoli, kol, wortel, jeruk, anggur, bawang, bayam, tomat. Dari beberapa
penelitian ternyata defisiensi asam folat (folic acid), vitamin C, vitamin E, beta
karoten/retinol dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker serviks. Vitamin E,
vitamin C dan beta karoten mempunyai khasiat antioksidan yang kuat. Vitamin E
banyak

terdapat

dalam

minyak

nabati

(kedelai,

jagung,

biji-bijian

dan

kacangkacangan). Vitamin C banyak terdapat dalam sayur-sayuran dan buah-buahan.2


4. Hygiene yang buruk
Ketika terdapat virus ini pada tangan seseorang, lalu menyentuh daerah
genital, virus ini akan berpindah dan dapat menginfeksi daerah serviks atau leher
rahim Anda. Cara penularan lain adalah di closet pada WC umum yang sudah
terkontaminasi virus ini. Seorang penderita kanker ini mungkin menggunakan closet,
virus HPV yang terdapat pada penderita berpindah ke closet. 2

Deteksi Dini Kanker Leher Rahim


Kanker leher rahim adalah penyakit yang diawali oleh infeksi virus HPV yang
merubah sel-sel leher rahim sehat menjadi displasia dan bila tidak diobati pada gilirannya
akan tubuh menjadi kanker leher leher rahim. Prinsip dasar kontrol penyakit ini adalah
memutus mata rantai infeksi, atau mencegah progresivitas lesi displasia sel-sel leher rahim
(disebut juga lesi prakanker) menjadi kanker. Bila lesi displasia ditemukan sejak dini dan
kemudian segera diobati, hal ini akan mencegah terjadinya kanker leher rahim dikemudian
hari.3
Perempuan yang terkena lesi prakanker diharapkan dapat sembuh hampir 100%,
sementara kanker yang ditemukan pada stadium dini memberikan harapan hidup 92%.
Karenanya deteksi sedini mungkin sangat penting untuk mencegah dan melindungi
perempuan dari kanker leher rahim.WHO menyebutkan 4 komponen penting yang menjadi
pilar dalam penanganan kanker leher rahim, yaitu : pencegahan infeksi HPV, deteksi dini
melalui peningkatan kewaspadaan dan program skrining yang terorganisasi, diagnosis dan
tatalaksana, serta perawatan paliatif untuk kasus lanjut. Deteksi dini kanker leher rahim
meliputi program skirining yang terorganisasi dengan sasaran perempuan kelompok usia
tertentu, pembentukan sistem rujukan yang efektif pada tiap tingkat pelayanan kesehatan, dan
edukasi bagi petugas kesehatan dan perempuan usia produktif. Beberapa hal penting yang
5

perlu direncanakan dalam melakukan deteksi dini kanker, supaya skrining yang dilaksanakan
terprogram dan terorganisasi dengan baik, tepat sasaran dan efektif, terutama berkaitan
dengan sumber daya yang terbatas.3

Sasaran yang akan menjalani skrining


WHO mengindikasikan skrining dilakukan pada kelompok berikut :4
a. Setiap perempuan yang berusia antara 25-35 tahun, yang belum pernah menjalani tes
Pap sebelumnya, atau pernah mengalami tes Pap 3 tahun sebelumnya atau lebih.
b. Perempuan yang ditemukan lesi abnormal pada pemeriksaan tes Pap sebelumnya
c. Perempuan yang mengalami perdarahan abnormal pervaginam, perdarahan pasca
sanggama atau perdarahan pasca menopause atau mengalami tanda dan gejala
abnormal lainnya
d. Perempuan yang ditemukan ketidak normalan pada leher rahimnya

Keunggulan Tes IVA4,5


a. Hasil segera diketahui saat itu juga.
b. Efektif karena tidak membutuhkan banyak waktu dalam pemeriksaan, aman
karena pemeriksaan IVA tidak memiliki efek samping bagi ibu yang memeriksa, dan
praktis.
c. Teknik pemeriksaan sederhana, karena hanya memerlukan alat-alat kesehatan yang
sederhana, dan dapat dilakukan dimana saja.
d. Butuh bahan dan alat yang sederhana dan murah.
e. Sensivitas dan spesifikasitas cukup tinggi.
f. Dapat dilakukan oleh semua tenaga medis terlatih
Dalam penerapan skrining kanker leher rahim di Indonesia, usia target saat ini adalah antara
usia 30-50 tahun, meskipun begitu pada perempuan usia 50-70 tahun yang belum pernah
diskrining sebelumnya masih perlu diskrining untuk menghindari lolosnya kasus kanker leher
rahim. Selain sasaran diatas, semua perempuan yang pernah melakukan aktivitas seksual
perlu menjalani skrining kanker leher rahim. WHO tidak merekomendasikan perempuan yang
sudah menopause menjalani skrining dengan metode IVA karena zona transisional leher
rahim pada kelompok ini biasanya berada pada endoleher rahim dalam kanalis servikalis
sehingga tidak bisa dilihat dengan inspeksi spekulum.5 Namun untuk pelaksanaan di
Indonesia, perempuan yang sudah mengalami menopause tetap dapat diikut sertakan dalam
program skrining, untuk menghindari terlewatnya penemuan kasus kanker leher rahim. Perlu
6

disertakan informed consent pada perempuan golongan ini, mengingat alasan di atas. Tidak
ditemukannya lesi prekanker tidak berarti tidak ada lesi prakanker pada golongan perempuan
ini.4

Program IVA di Puskesmas


Di negara maju, skrining secara luas dengan metode pemeriksaan sitologi tes Pap
telah menunjukkan hasil yang efektif dalam menurunkan insidens kanker leher rahim. Namun
di negara-negara berkembang yang hanya memiliki sumber daya terbatas, skrining hanya
menjangkau sebagian kecil perempuan saja, terutama di daerah perkotaan.6
Ada beberapa kelemahan tes Pap diantaranya keterbatasan jumlah laboratorium
sitologi dan tenaga sitoteknologi terlatih, sehingga menyebabkan hasil tes Pap baru didapat
dalam rentang waktu yang relatif lama (berkisar 1 hari- 1 bulan). Skrining dengan metode tes
Pap memerlukan tenaga ahli, sistem transportasi, komunikasi dan tindak lanjut (follow-up)
yang belum dapat dipenuhi oleh negara-negara berkembang. Hanya sebagian kecil dari
perempuan yang menjalani dan mendapatkan hasil tes Pap juga menjalani evaluasi dan
pengobatan yang semestinya bila ditemukan abnormalitas. Sebagai konsekuensinya, angka
insidens kanker leher rahim tetap tinggi dan kebanyakan pasien datang pada stadium lanjut. 6
Masalah yang berkembang akibat keterbatasan metode tes Pap inilah yang mendorong
banyak penelitian untuk mencari metode alternatif skrining kanker leher rahim. Salah satu
metode yang dianggap dapat dijadikan alternatif adalah metode inspeksi visual dengan asam
asetat (IVA). Efektivitas IVA sudah di teliti oleh banyak peneliti. Walaupun demikian
perbandingan masing-masing penelitian tentang IVA sepertinya sulit dievaluasi karena
perbedaan protokol dan populasi. 6
Pertimbangan metode alternatif didasarkan oleh pemikiran, bahwa metode skrining IVA
itu. Mudah, praktis dan sangat mampu laksana. Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan
dokter ginekologi, dapat dilakukan oleh bidan di setiap tempat pemeriksaan kesehatan ibu. Alatalat yang dibutuhkan sangat sederhana. Metode skrining IVA sesuai untuk pusat pelayanan
sederhana. 6

Metode IVA memberi peluang dilakukannya skrining secara luas di tempat-tempat


yang memiliki sumberdaya terbatas, karena metode ini memungkinkan diketahuinya hasil
dengan segera dan terutama karena hasil skrining dapat segera ditindaklanjuti. Metode satu
kali kunjungan (single visit approach) dengan melakukan skrining metode IVA dan tindakan
7

bedah krio untuk temuan lesi prakanker (see and treat) memberikan peluang untuk
peningkatan cakupan deteksi dini kanker leher rahim, sekaligus mengobati lesi prakanker. 6

Dasar Pemeriksaan IVA


Pemeriksaan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) adalah pemeriksaan yang
pemeriksanya (dokter/bidan/paramedis) mengamati leher rahim yang telah diberi asam
asetat/asam cuka 3-5% secara inspekulo dan dilihat dengan penglihatan mata telanjang.
Pemeriksaan IVA pertama kali diperkenalkan oleh Hinselman (1925) dengan cara memulas
leher rahim dengan kapas yang telah dicelupkan dalam asam asetat 3-5%. Pemberian asam
asetat itu akan mempengaruhi epitel abnormal, bahkan juga akan meningkatkan osmolaritas
cairan ekstraseluler. Cairan ekstraseluler yang bersifat hipertonik ini akan menarik cairan dari
intraseluler sehingga membran akan kolaps dan jarak antar sel akan semakin dekat. Sebagai
akibatnya, jika permukaan epitel mendapat sinar, sinar tersebut tidak akan diteruskan ke
stroma, tetapi dipantulkan keluar sehingga permukaan epitel abnormal akan berwarna putih,
disebut juga epitel putih (acetowhite). 4,5
Daerah metaplasia yang merupakan daerah peralihan akan berwarna putih juga setelah
pemulasan dengan asam asetat tetapi dengan intensitas yang kurang dan cepat menghilang.
Hal ini membedakannya dengan proses prakanker yang epitel putihnya lebih tajam dan lebih
lama menghilang karena asam asetat berpenetrasi lebih dalam sehingga terjadi koagulasi
protein lebih banyak. 4,5
Jika makin putih dan makin jelas, makin tinggi derajat kelainan jaringannya.
Dibutuhkan 1-2 menit untuk dapat melihat perubahan-perubahan pada epitel. Leher rahim
yang diberi 5% larutan asam asetat akan berespons lebih cepat daripada 3% larutan tersebut.
Efek akan menghilang sekitar 50-60 detik sehingga dengan pemberian asam asetat akan
didapatkan hasil gambaran leher rahim yang normal (merah homogen) dan bercak putih
(mencurigakan displasia). Lesi yang tampak sebelum aplikasi larutan asam asetat bukan
merupakan epitel putih, tetapi disebut leukoplakia; biasanya disebabkan oleh proses
keratosis.4,5
Teknik Pemeriksaan IVA dan Interpretasi
Prinsip metode IVA adalah melihat perubahan warna menjadi putih (acetowhite) pada
lesi prakanker jaringan ektoserviks rahim yang diolesi larutan asam asetoasetat (asam cuka).
Bila ditemukan lesi makroskopis yang dicurigai kanker, pengolesan asam asetat tidak
dilakukan namun segera dirujuk ke sarana yang lebih lengkap. 6,7
8

Untuk melaksanakan skrining dengan metode IVA, dibutuhkan tempat dan alat sebagai
berikut: 6,7
-

Ruang tertutup, karena pasien diperiksa dengan posisi litotomi.

Meja/tempat tidur periksa yang memungkinkan pasien berada pada posisi litotomi.

Speculum vagina

Asam asetat (3-5%)

Swab-lidi berkapas

Sarung tangan

Dengan speculum melihat leher rahim yang dipulas dengan asam asetat 3-5%. Pada
lesi prakanker akan menampilkan warna berkankerk putih yang disebut aceto white
epithelium. Dengan tampilnya portio dan berkankerk putih dapat disimpulkan bahwa tes IVA
positif, sebagai tindak lanjut dapat dilakukan biopsi. Andai kata penemuan tes IVA positif
oleh bidan, maka beberapa negara bidan tersebut dapat langsung melakukan terapi dengan
cryosergury. Hal ini tentu mengandung kelemahan-kelemahn dalam menyingkirkan lesi
invasive. 5

Tabel 1. Kategori temuan IVA sumber: wira-swastika.blogspot.com

Skrining
Skrining merupakan suatu pemeriksaan asimptomatik pada satu atau seklompok orang
untuk mengklasifikasikan mereka dalam kategori yang diperkirakan mengidap atau tidak
mengidap penyakit. Tes skrining merupakan salah satu cara yang dipergunakan pada
epidemiolodi untuk mengetahui prevalensi suatu oenyakit yang tidaj didiagnosis atau keadaan
ketika angka kesakitan tinggi pada sekelompok individu atau masyarajat beresiko tinggi serta
pada keadaan yang kritis dan serius memerlukan penanganan segera. Namun demikan, harus
dilengkapi dengan pemeriksaan lain untuk menentukan diagnosis definitif. Tujuan skrining :2
9

a. Menentukan orang yang terdeteksi menderita suatu penyakit sedini mungkin sehingga
dapat segera memperoleh pengobatan.
b. Mencegah meluasnya penyakit dalam masyarakat
c. Mendidik dan membiasakan masyarakat untuk memeriksakan diri sedini mungkin.
d. Mendapatkan keterangan epidemiologis yang berguna bagi klinis dan peneliti.
Untuk dapat menyusun suatu program penyaringan, diharuskan memenuhi beberapa kriteria
atau ketentuan-ketentuan khusus yang merupakan persyaratan suatu tes penyaringan : 2
1.
2.
3.
4.
5.

Penyakit harus merupakan masalah kesehatan yang penting


Harus ada cara pengobatan yang efektif
Tersedia fasilitas pengobatan dan diagnosis
Diketahui stadium prepatogenesis dan pathogenesis
Telah dimengerti riwayat alamiah penyakit

Macam-macam skrining2
1. Mass screening adalah screening secara masal pada masyarakat tertentu
2. Selective screening adalah screening secara selektif berdasarkan kriteria tertentu,
contoh pemeriksaan ca paru pada perokok; pemeriksaan ca servik pada wanita yang
sudah menikah
3. Case finding screening adalah upaya dokter/tenaga kesehatan untuk menyelidiki suatu
kelainan yang tidak berhubungan dengan keluhan pasien yang datang untuk
kepentingan pemeriksaan kesehatan
4. Single disease screening adalah screening yang dilakukan untuk satu jenis penyakit
5. Multiphasic screening adalah screening yang dilakukan untuk lebih dari satu jenis
penyakit contoh pemeriksaan IMS; penyakit sesak nafas

Reliabilitas dan Validitas


Reliabilitas dan Validitas merupakan suatu hal yang umum pada semua instumen
pengukukuran. Masalah ini berhubungan dengan pertanyaan tentang tingkat kemampuan
kuesioner dan wawancara dalam mengukur kepuasan pasien yang akurat. 6,7
1. Reliabilitas
Reliabilitas dari suatu pengukuran adalah suatu indikator tingkat, seberapa
jauh pengukuran dapat direplikasi, artinya apakah hasilnya selalu sama, jika
pengukuran oleh siapa pun, kapan pun dan dalam lingkungan yang berbeda sekalipun.
Reliabilitas berhubungan dengan kesalahan acak yang terjadi dalam segala bentuk
10

pengukuran. Pengukuran yang semakin reliable, kesalahan acak yang terjadi semakin
kecil. Reliabilitas adalah sangat mendasar bagi setiap keperluan pengukuran mutu
layanan kesehatan, karena jika pengukuran tidak reliable, hasil pengukuran menjadi
tidak bermanfaat. Namun, demikian, banyak pengukurn mutu layanan kesehatan tidak
di ujicoba reliabilitasnya dengan tepat. 7
2. Validitas
Validitas tes skrining adalah kemampuan tes skrining tersebut dalam
mengukur sesuatu yang seharusnya diukur. Validitas tes skrining dapat dinilai dengan
sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi negatif, dan akurasi. 6,7
1. Sensitivitas
Sensitifitas menggambarkan kemampuan tes skrining menentukan
seseorang menderita suatu penyakit. Sensitivitas ditunjukkan oleh probabilitas
hasil tes benar positif dibandingkan hasil positif menurut standar (gold
standart). Probabilitas dalam per sen dihitung dengan membagi hasil
pemeriksaan benar positif (true positive) dengan jumlah hasil pemeriksaan
benar positif dan negatif palsu. Semakin tinggi nilai sensitivitas sebuah tes
skrining maka semakin baik kemampuan mendeteksi seseorang menderita
penyakit tertentu sehingga dapat memperoleh penanganan dini.7
2. Spesifisitas
Spesifisitas menggambarkan kemampuan tes skrining menentukan
seseorang bukan penderita suatu penyakit. Spesifisitas ditunjukkan oleh
probabilitas hasil tes benar negatif dibandingkan hasil negatif menurut standar
(gold standart). Probabilitas dalam per sen dihitung dengan membagi hasil
pemeriksaan benar negatif (true negatif) dengan jumlah hasil pemeriksaan
benar negatif dan positif palsu. Semakin tinggi nilai sensitivitas sebuah tes
skrining maka semakin baik kemampuan mendeteksi seseorang tidak
menderita penyakit tertentu. 7
3. Nilai Prediksi Positif
Nilai Prediksi Positif (NPP/PPV) menggambarkan kemampuan tes
skrining memprediksi kemungkinan seseorang benar-benar menderita penyakit
dari hasil pemeriksaan positif menurut tes skrining. Nilai Prediksi Positif
dihitung dengan membandingkan hasil benar positif dengan seluruh hasil tes
positif menurut uji skrining (True Positif dan Palse Positif) dalam per sen.
Semakin tinggi kemampuan tes skrining memperkirakan seseorang menderita
penyakit akan membantu petugas kesehatan memberikan penanganan yang
tepat dan segera. 7
11

4. Nilai Prediksi Negatif


Nilai Prediksi Negatif (NPN/NPV) menggambarkan kemampuan tes
skrining memprediksi kemungkinan seseorang benar-benar tidak menderita
penyakit dari hasil pemeriksaan negatif menurut tes skrining. Nilai Prediksi
Negatif dihitung dengan membandingkan hasil benar negatif dengan seluruh
hasil tes negatif menurut uji skrining (True Negatif dan Palse Negatif) dalam
per sen. Semakin tinggi kemampuan tes skrining memperkirakan seseorang
tidak menderita suatu penyakit akan sangat membantu petugas kesehatan
menghindarkan penanganan atau pengobatan yang tidak perlu sehingga
terhindar dari efek samping pengobatan. 7
Tabel 2. Distribusi populasi berdasarkan Status Penyakit dan Hasil Tes Skrining 7
Tes Skrining
Positif
Negatif
Total

Diagnosis pasti
Sakit
Tidak Sakit
a (TP)
b (FP)
c (FN)
d (TN)
a+c
b+d

Total
a+b
c+d
a+b+c+d

Rumus: 7
1. Sensitivitas dan Spesifisitas
Sensitivitas =
Negatif palsu =
Spesifisitas =
Positif palsu =
2. Nilai prediksi
Nilai prediksi tes (+) atau PPV=
Nilai prediksi tes (-) atau NPV=

Kasus
12

Dokter A di Puskesmas Warnasari melakukan skrining Ca cerviks pada kelomppok


wanita di lokalisasi tuna susila dengan menggunakan tes IVA. Dari 100 orang yang diperiksa,
didapatkan 30 orang terdeteksi positif tes IVA. Setelah diperiksa lebih lanjut dari yang positif
tes IVA 6 orang (+) sakit kanker rahim dan yang hasil tesnya megatif 3 orang sakit kanker
rahim. Dokter bertanya tentang sensitivitas dan spesifisitas skrining IVA tersebut.

Tes Skrining

Diagnosis pasti
Ca Serviks
6
3
9

Positif
Negatif
Total

Sensitivitas

Total
Tidak Ca Cerviks
24
67
91

30
70
100

Negatif palsu =
Spesifisitas

Positif palsu =
Nilai prediksi tes (+) atau PPV =
Nilai prediksi tes (-) atau NPV =

Pencegahan
Pencegahan adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk mengurangi angka kesakitan
dan angka kematian akibat kanker serviks. Pencegahan terdiri dari beberapa tahap yaitu
pencegahan primimodial, pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tertier. 8
1. Pencegahan primodial
Tujuan pencegahan primodial adalah mencegah timbulnya faktor resiko
kanker serviks bagi perempua yang belum mempunyai faktor resiko dengan cara

13

seperti pendidikan seks bagi remaja, menunda hubungan seks remaja sampai pada
usia yang matang yaitu lebih dari 20 tahun. 8
2. Pencegahan primer
Pencegahan tingkat primer bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan
faktor resiko bagi perempuan yang mempunyai faktor resiko, untuk mengetahui
bagaimana pencegahan primer dapat dilakukan oada kanker srviks. Maka perlu
diketahui karsiogenesisnya yaitu bagaimana kanker dapat timbul.pencegahan
dilakukan dengan menghindari diri dari bahan karsinogenik atau penyebab kanker
berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan. 8
a. Segi kebiasaan
Hindari hubungan seks terlalu dini
Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang perempuan yang sudah
benar-benar matang. Ukuran kematangan bukan hanya dilihat ia sudah
menstruasi atau belum, tetapi juga bergantung pada kematangan sel-sel
mukosa yang terdapat diselput kulit bgian dalam rongga tubuhn. Umumnya
sel-sel muikosa baru marang setelah perempuan berusia 20 tahun ke atas.
Terutama untuk perempuan yang masih dibawah 16 tahun mempunyai resiko
kanker serviks lebih tinggi bila telah melakukan hubungan seks. Hal ini
berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa pada serviks perempuan. Pada
usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang. Artinya, masih rentan
terhadap rangsangan sehingga belum siap menerima rangsangan dari luar
termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma sehingga sel ini bisa berubah

sifanya menjadi kanker. 8


Hindari berganti-ganti pasangan seks
Resiko terkena kanker serviks lebih tinggi pada perempuan yang bergantiganti pasangan seks daripada yang tidak. Hal ini berkaitan dengan
kemungkinan tertularnya penyakit kelaimin salah satunya HPV. Virus ini
mengubah sel di permukaan mukosa sehingga memebelah menjadi lebih
banyak, bila terlalu banyak dan tidak sesuai dengan kebutuhan akan menjadi

kanker. 8
Hindari kebiasaan pencucian vagina
Kebiasaan mencuci vagina dengan obat-obatan antiseptik bisa menimbulkan
kanker serviks. Douching atau cuci vagina menyebabkan iritasi di serviks
seperti penggunaan betadine untuk pencucian vagina. Iritasi berlebihan dan
terlalu sering akan merangsang terjadinya perubahan sel, yang akhirnya
menjadi kaner. Sebainya pencucia vaginan dengan bahan-abahan kimia tidak
14

dilakukan secara rutin. Kecuali bila ada indikasinya misalkan infeksi yang
memerlukan pencucian dengan zat-zat kimia dan atas saran dokter. Terlebih
lagi pembersih tersebut umumnya akan membunuh kuman termasuk Basillus
doderlain di vagina yang memproduksi asam laktat untuk mempertahanlkan
pH vagina, bila pH vagina tidak seimbang maka kuman patogen seperti jamur

dan bakteri mempunyai kesempatan untuk hidup di vagina. 8


Hindari kebiasaan menaburi talk
Ketika vagina terasa agak dan merah-merah sering sekali seorang perempuan
menaburkan talk disekitarnya. Pemakaian talk pad vagian perempuan usia
subir bisa memicu terjadinya kanker di daerah serviks dan ovarium, kaena
pada usia subur sering ovulasi dan saat ovulasi dipastikan terjadi perlukaan di
ovarium. Bila partikel talk masuk dan menempel di atas permukaan luka akan
merangsang luka untuk berubah sifat menjadi kanker, dan kanker di ovarium
akan menyebaab ke area lainnya termasuk serviks. Apabila talk tersebut
menumpuk dan mengendap makan akan menjadi benda asing dalam tubuh

yang dapat merangsang sel normal menjadi kanker. 8


Upayaka hidup sehat dan periksa kesehatan secara berkala dan teratur. 8

b. Segi makanan
Pengaturan pola makan sehari-hari juga diperlukan agar tubuh mempunyai
cadangan antioksidan yang cukup sebagai penangkal radikal bebas yang
merusak tubuh. 8
Perbanyak makan buah dan sayuran berwarna kuning atau hijau karena banyak
mengandung vitamin seperti betakarotein, vitamin C, mineral, klorofil dan
fitonutrein;ainnya, klorofil bersifat radio protektif, antimutagenik, dan

antikarsinogenik. 8
Kurangi makanan yang diasinkan, dibakar, diasap, atau diawetkan dengan
nitrit karena dapat menghasilkam senyawa kimia yang dapat merubah menjadi

kasinogen aktif. 8
Konsumsi makanan golongan kubis seperti kubis bunga, kubis tunas, kubis
rabi, brokoli karena dapat melindungi tubuh dari sinar radiasi dan
menghasilkan suatu enzim yang daoat menguraikan dan membuang zat

beracun yang beredar dalam tubuh. 8


3. Penceganan sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya yang dilakukan untuk menentukan kasus
dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatka, temasuk skrining,
deteksi dini (Paps smear) dan pengobatan. 8
15

Deteksi dini penyakit kanker dengan program skrining, dimana dengan


program skrining dapat memperoleh beberapa keuntungan yaitu : memperbaiki
prognosis ada sebagian penderita sehingga terhinda dari kematian akibat kanker, tidak
diperlukan pengobatan radikal untuk mencapau kesembuhan, adanya perasaan
tentram bagi mereka yang menunjukan hasil negatif dan penghematan biaya karena
pengibatan yang relatif murah. Kanker serviks mengenal stadium pra-kanker yang
dapat ditemukan dengan skrining sitologi yang relatif murah, tidak sakit, cukup akurat
dan dengan bantuan koloskopi, satdium ini dapat diobatai dengan cara konservatif
seperti krioterapi, kauterisasi atau sinar laser dengan memperhatikan fungsi
reproduksi. Adapun pengobatan yang dilakukan untuk penderita kanker serviks
sebagai pencegahan tingkat kedua adalah : 8
Operasi (bedah)
Pada prinsipnya operasi sebagai pengobatan apabila kanker belum menyebar
yang tujuannya agar kanker tidak kambuh lagi. Operasi terutama dilakukan
untuk kuratif disamping tujuan paliatif (meringankan). Operasi dilakukan pada
karsinoma in situ dan mikrovasif, dalam operasi tumor dibuang dengan
konisasi, koagulasi, ataupun histerektomi. Khusus karsinoma mikrovasif
banyak ahli ginekoligik memilih tindakan histerektomi radikal (seluruh rahim
diangkat berikut sepertiga vagina, serta penggantung rahim akan dipotong
hingga sedekat mungkin dengan dinding panggul). Pada perempuan yang
masih menginginkan anak atau penderita yang menolak histerektomi dapat
dipertimbangkan konisasi atau elektrokoagulasi. 8
Pada karsinoma invasif stadium IB dan IIA, lebih banyak dipilih tindakan
operasi pengangkatan rahim secara total berikut kelenjer getah bening

sekitarnya (histerektomi radikal). 8


Radioterapi
Radioterapi adalah terapi untuk menghancurkan kanker dengan sinar ionisasi.
Kerusakan yang terjadi akibat sinar tidak terbatas pada sel-sel kanker saja
tetapi juga pada sel-sel normal disekitarnya, tetapi kerusakan pada sel kanker
umumnya lebih besar dari pada sel normal, karena itu perlu diatur dosis radiasi
sehingga kerusakan jaringan yang normal minimal dan dapat pulih kembali.
Radioterapi dilakukan pada karsinoma invasif stadium lanjut (IIB, III, IV).
Terapi biasanya hanya bersifat paliatif (mengurangi atau mengatasi keluhan
penderita), dititik beratkan pada radisi eksternal dan internal. Kemajuan
teknologi radioterapi pada saai ini dimana radiasi dapat diarahkan pada massa
16

tumor secara akurat, sehingga pemberian dosis tinggi tidak memberikan


penyulit yang berarti. Pada stadium IV lebih banyak memilih mutilasi
eksentaris total yaitu mengangkat kantong kemih, rektum dan dibuat uretra

dan anus tiruan (Praeter naturalis). 8


Kemoterapi
Khemoterapi ialah terapi untuk membunuh sel-sel kanker dengan obat-obat
anti kanker yang disebut sitostatika. Pada umumnya sitostatika hanya
merupakan terapi anjuvant (terapi tambahan yaitu : terapi yang bertujuan
untuk menghancurkan sisa-sisa sel kanker yang mikroskopik yang mungkin
masih ada) setelah terapi utama dilakukan. Khemoterapi yang sering
dipergunakan

pada

karsinoma

serviks

adalah

Methotrexate,

Cyclophospahanimide, Adiamycin dan Mitomicin-C. Sitostatika biasanya


diberi kombinasi. 8
4. Pencegahan tertier
Pencegahan tertier biasanya diarahkan pada individu yang telah positif
menderita kanker serviks. Penderita yang menjadi cacat karena komplikasi
penyakitnya atau karena pengobatan perlu direhabilitasi untuk mengembalikan bentuk
dan/atau fungsi organ yang cacat itu supaya penderita dapat hidup dengan layak dan
wajar di masyarakat. Rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk penderita kanker
serviks yang baru menjalani operasi contohnya seperti melakukan gerakan-gerakan
untuk membantu mengembalikan fungsi gerak dan untuk mengurangi pembengkakan,
bagi penderita yang mengalami alopesia (rambut gugur) akibat khemoterapi dan
radioterapi bisa diatasi dengan memakai wig untuk sementara karena umumnya
rambut akan tumbuh kembali. 8
Kesimpulan
Skrining adalah strategi yang digunakan dalam suatu populasi untuk mendeteksi suatu
penyakit individu tanpa tanda-tanda atau gejala penyakit itu. Tes Pap smear merupakan
pilihan utama metode skrining kanker cerviks. Namun dalam penerapan di pelayanan primer
yang lebih luas, metode IVA direkomendasikan menjadi metode alternatif pada kondisi yang
tidak memungkinkan dilakukan untuk pemeriksaan sitologi. Skrining yang sering dilakukan
di Puskesmas adalah skrining Ca cerviks dengan tes IVA karena skrining ini mudah, praktis.
Skrining kanker serviks telah memberikan dampak yang baik terhadap masalah kanker
serviks yang. Penurunan jumlah penderita kanker serviks dikarenakan skrining yang
dilakukan pada wanita yang memiliki faktor resiko. Skrining memiliki nilai sensitivitas dan
17

spesifisitas yang berguna untuk menentukan nilai prediksi uji positif dan nilai prediksi uji
negatif.
Daftar Pustaka
1. Kampono N. Kanker serviks. Dalam: Anwar M, Baziad A, Prabowo P. Ilmu
kandungan. Edisi 3. Jakarta: Bina pustaka sarwono prawirohardjo; 2005.h. 263-9.
2. Nursalam. Konsep dan penerapan metodologi penelitian. Jakarta : Salemba Medika;
2003.
3. Sastroasmoro S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Sagung
Seto;2011.h.228-30.
4. Rajab W. Buku ajar Epidemiologi untuk mahasiswa. Jakarta : EGC, 2009.h.155-8.
5. Sankaranarayanan R, Budukh AM, Rajkumar R, Effective Screening programmes for
cervical cancer in low- and middle-income developing countries. Bulletin of the
World Health Organization, 2001; 79:954-962.
6. Melianti M. Skining Kanker Serviks dengan Metode Inspeksi Visual dengan Asam
Asetat (IVA) test. Departmen Kesehatan Republik Indonesia; Jakarta; 2008.
7. Pohan I. Jaminan mutu layanan kesehatan: dasar-dasar pengertian dan penerapan.
Jakarta: EGC; 2007.h.148-50.
8. Gede MAA. Manajemen kesehatan. Jakarta: EGC; 1999 .h. 10-1.

18

Vous aimerez peut-être aussi