Vous êtes sur la page 1sur 6

ATRESIA DUODENUM

Atresia sendiri adalah terbentuknya atau tersumbatya suatu saluran dari organ-organ.
Atresia duodenum adalah tidak terbentuknya atau sumbatan pada bagian kecil usus halus
sehingga tidak dapat dilalui makanan yang akam masuk ke usus. Atresia duodenum
merupakan suatu kondisi tidak berkembangnya usus halus pada bagian pertama tidak
berkebang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran terbuka dari lambung yang tidak
memungkinkan perjalanan makanan dari lambung ke usus.
Atresia duodenum merupakan salah satu abnormalitas usus yang biasa didalam ahli
bedah pediatric. Atresia duodenum ini di jumpai satu diantara 300-4.500 kelahiran hidup.
Lebih dari 40%dari kasus kelainan ini di temukan pada bayi syndrom down. Jika Atresia
duodenum tidk segera di tanganimaka kondisinya akan fatal sebagi akibat gangguan cairan
dan elektrolit.
Penyebab dari Atresia duodenum merupakan kelainan bawaan yang menyebabkan
belum di ketahuinya secara jelas, namun kerusakan pada duodenum terjadi karena suplay
darah yang rendah pada masa kehamilan sehingga duodenum mengalami penyempitan dan
menjadi obstruksi. Akan tetapi dilihat dari jenis kelainan, Atresia duodenum ini merupakan
kelainan pegembangan embrionik saat masih dalam kehamilan.
Penyebab yang mendasari Atresia duodenum masih belum banyak di ketahui, tapi ada
beberapa yang bisa menyebabkan Atresia duodenum diantaranya :
a)
b)
c)
d)
e)

Gangguan perkembangan pada masa awal masa kehamilan (minggu ke 4 dan ke 5)


Gangguan pembuluh darah
Banyak terjadi pada bayi prematur
Banyak ditemukan pada bayi syndrom down
Suplay darah pada masa kehamilan sehingga duodenum mengalami penyempitan dan
menjadi obstruksi.

Atesia sendiri dapat di sebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :


1) Putusya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur
2) Kegagalan pertumbuhan pada saat bayi dalam kandungan yang berusia 12 minggu atau 3
bulan
3) Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usu, rektum
bagian distal serta traktus urogenital, yang terjadi antara minggu ke empat sampai ke enam
usia kehamilan.

DEFINISI

Atresia adalah tidak terbentukknya atau tersumbatnya suatu saluran dari organ-organ. Atresia
Duodenal adalah tidak terbentuknya atau tersumbatnya duodenum (bagian terkecil dari usus
halus) sehingga tidak dapat dilalui makanan yang akan ke usus. Atresia duodeni merupakan
suatu kondisi dimana duodenum (bagian pertama dari usus halus) tidak berkembang dengan
baik, sehingga tidak berupa saluran terbuka dari lambung yang tidak memungkinkan
perjalanan makanan dari lambung ke usus. Atresia Duodeni adalah obstruksi lumen usus oleh
membran utuh, tali fibrosa yang menghubungkan dua ujung kantong duodenum yang buntu
pendek, atau suatu celah antara ujung-ujung duodenum yang tidak bersambung. Atresia
Duodeni adalah buntunya saluran pada duedenum yang biasanya terjadi pada ampula arteri.
EPIDEMIOLOGI
Atresia duodenum merupakan salah satu abnormalitas usus yang biasa didalam ahli bedah
pediatric. Atresia duodenal ini dijumpai satu diantara 300-4.500 kelahiran hidup. Lebih dari
40% dari kasus kelainan ini ditemukan pada bayi dengan sindrom down. Jika atresia
duodenum atau stenosis duodenum signifikan tidak ditangani, kondisinya akan segera
menjadi fatal sebagai akibat gangguan cairan dan elektrolit. Sekitar setengah dari neonatus
yang menderita atresia atau stenosis duodenum lahir prematur. Hidramnion terjadi pada
sekitar 40% kasus obstruksi duodenum. Atresia atau stenosis duodenum paling sering
dikaitkan dengan trisomi 21. Sekitar 22-30% pasien obstruksi duodenum menderita trisomi
21,jantung, ginjal, CNS, dan musculoskeletal.
ETIOLOGI
Penyebab dari atresia duodenum merupakan kelainan bawaan yang penyebabnya belum
diketahui secara jelas. Namun kerusakan pada duodenum terjadi karena suplay darah yang
rendah pada masa kehamilan sehingga duodenum mengalami penyempitan dan menjadi
obstruksi.
Akan tetapi dilhat dari jenis kelainan, atresia duodenal ini merupakan kelainan
pengembangan embrionik saat masih dalam kehamilan.
Seringnya ditemukan keterkaitan atresia atau stenosis deodenum dengan malformasi
neonatal lainnya menunjukkan bahwa anomali ini disebabkan oleh gangguan perkembangan
pada masa awal kehamilan. Atresia deodenum berbeda dari atresia usus lainnya, yang
merupakan anomali terisolasi disebabkan oleh gangguan pembuluh darah mesenterik pada
perkembangan selanjutnya. Tidak ada faktor resiko maternal sebagai predisposisi yang
ditemukan hingga saat ini. Meskipun hingga sepertiga pasien dengan atresia deodenum
menderita pula trisomi 21 (sindrom Down), namun hal ini bukanlah faktor resiko independen
dalam perkembangan atresia deodenum.
Penyebab yang mendasari terjadinya atresia duodenum masih belum diketahui, tapi ada
beberapa yang bisa menyebabkan atresia duodenum :
a.
Gangguan perkembangan pada awal masa kehamilan (minggu ke-4 dan ke-5 ).
b.
Gangguan pembuluh darah.
c.
Banyak terjadi pada bayi prematur.
d.
Banyak ditemukan pada bayi sindrom down.
e.
Suplay darah yang rendah pada masa kehamilan sehingga duodenum mengalami
penyempitan dan menjadi obstruksi.
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan

3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum


bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam
usia kehamilan.
PATOFISIOLOGI
Gangguan perkembangan duodenum terjadi akibat proliferasi endodermal yang tidak adekuat
(elongasi saluran cerna melebihi proliferasinya) atau kegagalanrekanalisasi pita padat
epithelial (kegagalan proses vakuolisasi). Banyak peneliti telah menunjukkan bahwa epitel
duodenum berproliferasi dalam usia kehamilan 30-60 hari lalu akan terhubung ke lumen
duodenal secara sempurna. Proses selanjutnya yang dinamakan vakuolisasi terjadi saat
duodenum padat mengalami rekanalisasi. Vakuolisasi dipercaya terjadi melalui proses
apoptosis, atau kematian sel terprogram, yang timbul selama perkembangan normal di antara
lumen duodenum. Kadang-kadang, atresia duodenum berkaitan dengan pankreas anular
(jaringan pankreatik yang mengelilingi sekeliling duodenum). Hal ini sepertinya lebih akibat
gangguan perkembangan duodenal daripada suatu perkembangan dan/atau berlebihan dari
pancreatic buds. Pada tingkat seluler, traktus digestivus berkembang dari embryonic gut,
yang tersusun atas epitel yang merupakan perkembangan dari endoderm, dikelilingi sel yang
berasal dari mesoderm. Pensinyalan sel antara kedua lapisan embrionik ini tampaknya
memainkan peranan sangat penting dalam mengkoordinasikan pembentukan pola dan
organogenesis dari duodenum.. Muntah dimulai setelah segera lahir dan secara berkembang
menjadi buruk dengan pemberian makanan. Feses akan terlihat seperti mekonium normal,
tetapi pada pemeriksaan, tidak mengandung sel epitelium berlapis. Adanya sel epitel
menunjukkan keutuhan usus. Dengan meningkatnya dedikasi akan timbul demam. Suatu suhu
tubuh 39 C merupakan indikasi peritonitis akibat ruptur dari atresia. Kelainan sering kali
ditemukan pada bayi sindrom down.
MANIFESTASI KLINIS
Bayi dengan penyakit atresia deodenum menunjukkan tanda dan gejala klinis sebagai
berikut. Penderita akan muntah-muntah tidak akan berisi empedu apabila atresia deodeanum
terjadi proximal dari ampula vateri jadi seorang pasien yang atresia deodenum dapat tetap
sehat selama beberapa bulan, bahkan kadang-kadang deodenum kronis yang berhubungan
dengan malformasi baru ditemukan secara kebetulan.. Atresia duodeni pada bayi baru lahir
harus dicurigai bila bayi tersebut muntah segera setelah lahir dan secara progesif menjadi
buruk dengan pemberian makanan. Feces akan terlihat seperti mikonium normal, tetapi pada
pemeriksaan tidak mengandung sel epitelium berlapis. Adanya sel epitel menunjukkan
keutuhan atau kenormalan usus tersebut. Dengan adanya peningkatan dehidrasi, maka dapat
menimbulkan demam, yaitu bersuhu 39o C yang merupakan indikasi peritonitis akibat ruktur
dari atresia. Kelainan ini seringkali ditemukan sindrom down.
a.
Perutnya menggelembung (kembung) di daerah epigastrum pada 24 jam atau
sesudahnya.
b.
Muntah segera setelah lahir berwarna kehijau hijauan karena empedu(biliosa).
c.
Muntah terus menerus meskipun bayi dipuasakan selama beberapa jam.
d.
Bayi muntah tanpa disertai distensi abdomen.
e.
Tidak kencing setelah disusui.
f.
Tidak ada gerakan usus setelah pengeluaran mekonium.
g.
Pembengkakan abdomen pada bagian atas.
h.
Hilangnya bising usus setelah beberapa kali buang air besar mekonium.
i.
Berat badan menurun atau sukar bertambah.
j.
Polihidramnion terlihat pada 50 % dengan atresia duodenal.
k.
Ikterik.

L.
BAB hijau
Tanda dan gejala yang ada adalah akibat dari obstruksi intestinal tinggi.Atresia duodenum
ditandai dengan onset muntah dalam beberapa jam pertama setelah lahir. Seringkali muntahan
tampak biliosa, namun dapat pula non-biliosa karena 15% kelainan ini terjadi proksimal dari
ampula Vaterii. Jarang sekali, bayi dengan stenosis duodenum melewati deteksi abnormalitas
saluran cerna dan bertumbuh hingga anak-anak, atau lebih jarang lagi hingga dewasa tanpa
diketahui mengalami obstruksi parsial. Sebaiknya pada anak yang muntah dengan tampilan
biliosa harus dianggap mengalami obstruksi saluran cerna proksimal hingga terbukti
sebaliknya, dan harus segera dilakukan pemeriksaan menyeluruh.
Setelah dilahirkan, bayi dengan atresia duodenal khas memiliki abdomen skafoid. Kadang
dapat dijumpai epigastrik yang penuh akibat dari dilatasi lambung dan duodenum proksimal.
Pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan biasanya tidak terganggu.
Dehidrasi, penurunan berat badan, ketidakseimbangan elektrolit segera terjadi kecuali
kehilangan cairan dan elektrolit yang terjadi segera diganti. Jika hidrasi intravena belum
dimulai, maka timbullah alkalosis metabolik hipokalemi/hipokloremi dengan asiduria
paradoksikal, sama seperti pada obstruksi gastrointestinal tinggi lainnya. Tuba orogastrik
pada bayi dengan suspek obstruksi duodenal khas mengalirkan cairan berwarna empedu
(biliosa) dalam jumlah bermakna.
Radiografi polos yang menunjukkan gambaran double-bubble tanpa gas pada distalnya
adalah gambaran khas atresia duodenal. Adanya gas pada usus distal mengindikasikan
stenosis duodenum, web duodenum, atau anomali duktus hepatopankreas. Kadang kala perlu
dilakukan pengambilan radiograf dengan posisi pasien tegak atau posisi dekubitus. Jika
dijumpai kombinasi atresia esofageal dan atresia duodenum, disarankan untuk melakukan
pemeriksaan ultrasonografi.
DIAGNOSIS
Atresia duodenum adalah penyakit bayi baru lahir. Kasus stenosis duodenal atau duodenal
web dengan perforasi jarang tidak terdiagnosis hingga masa kanak-kanak atau remaja.
Dikonfirmasi dengan pemeriksaan x-ray abdomen. Sebuah foto upright abdomen
menunjukkan gambaran klasik double bubble. Pemeriksaan dengan kontras tidak
diperlukan.
a. Bila udara terlihat pada usus distal dari duodenum, obstruksinya incomplete,
mengarahkan pada stenosis duodenal atau malrotasi
b. Malrotasi dengan volvulus harus dicurigai (dan disingkirkan) bila abdomen tidak
berbentuk scaphoid setelah pemasangan nasogastric tube
Penggunaan USG telah memungkinkan banyak bayi dengan obstruksi duodenum
teridentifikasi sebelum kelahiran. Pada penelitian cohort besar untuk 18 macam malformasi
kongenital di 11 negara Eropa, 52% bayi dengan obstruksi duodenum diidentifikasi sejak in
utero. Obstruksi duodenum ditandai khas oleh gambaran double-bubble (gelembung ganda)
pada USG prenatal. Gelembung pertama mengacu pada lambung, dan gelembung kedua
mengacu pada loop duodenal postpilorik dan prestenotik yang terdilatasi. Diagnosis prenatal
memungkinkan ibu mendapat konseling prenatal dan mempertimbangkan untuk melahirkan
di sarana kesehaan yang memiliki fasilitas yang mampu merawat bayi dengan anomali
saluran cerna.
1. Dengan X-ray abdomen memperlihatkan pola gelembung ganda jika obstruksi tidak
lengkap dapat ditemukan sejumlah kecil udara dalam usus bagian bawah.
2. Suatu enema barium dapat diperlihatkan berasosiasi dengan keadaan malrotasi.
3. Dapat ditegakkan dengan foto polos abdomen 3 posisi, secara klasik akan terlihat
suatu gelembung ganda pada film tegak yang merupakan udara dalam deodenum yang
mengembung naik ke puncak. Selain itu isi deodenum dapat membentuk satu garis

batas permukaan saluran udara. Pada atresia yang sempurna tidak akan terlihat udara
dibagian abdomen.
sedang Diagnosis Bandingnya adalah
- Atresia esophagus
- Malrotasi dengan volvulus midgut
- Stenosis pylorus
- Pankreas anular
- Vena portal preduodenal
- Atresia usus
- Duplikasi duodenal
- Obstruksi benda asing
- Penyakit Hirschsprung
- Refluks gastroesofageal
TATALAKSANA
Pada penderita atresia duodeni ini belum ditemukan obatnya. Jalan satu-satunya hanya
dengan pembedahan.
1.
Pemberian terapi cairan intravena
2.
Dilakukan tindakan duodenoduodenostomi
Tuba orogastrik dipasang untuk mendekompresi lambung. Dehidrasi dan ketidakseimbangan
elektrolit dikoreksi dengan memberikan cairan dan elektrolit melalui infus intravena.
Lakukan juga evaluasi anomali kongenital lainnya. Masalah terkait (misalnya sindrom Down)
juga harus ditangani.
Pembedahan untuk mengoreksi kebuntuan duodenum perlu dilakukan namun tidak darurat.
Pendekatan bedah tergantung pada sifat abnormalitas. Prosedur operatif standar saat ini
berupa duodenoduodenostomi melalui insisi pada kuadran kanan atas, meskipun dengan
perkembangan yang ada telah dimungkinkan untuk melakukan koreksi atresia duodenum
dengan cara yang minimal invasif.
Indikasi operasi : Kecuali bila ada kondisi yang mengancam jiwa, operasi diindikasikan
untuk semua bayi yang mengalami kondis ini, karena malformasi ini dapat diperbaiki dengan
sempurna
Komplikasi apabila tidak ditanganidapat ditemukan kelainan kongenital lainnya. Mudah
terjadi dehidrasi, terutama bila tidak terpasang line intravena. Setelah pembedahan, dapat
terjadi komplikasi lanjut seperti pembengkakan duodenum (megaduodenum), gangguan
motilitas usus, atau refluks gastroesofageal.Prinsip terapi :
1.
Perawatan pra bedah :
a)
Perawatan prabedah neonatus rutin
b)
Koreksi dehidrasi yang biasanya tidak pearah karena diagnosa dibuat secara dini.
c)
Tuba naso gastric dengan drainase bebas dan penyedotan setiap jam
2.
Pembedahan
Pembedahan suatu duodena-duodenostomi mengurangi penyempitan obstruksi dan sisa
ususdiperiksa karena sering kali ditemukan obstruksi lanjut.
3.
Perawatan pasca bedah.
a)
Perawatan pasca bedah neonatorum rutin.
b)
Aspirasi setiap jam dari tuba gastrostomi yang mengalami drainase bebas
c)
Cairan intravena dilanjutkan sampai diberikan makanan melalui tuba.
Pemberian makanan transa nastomik yang berlanjut dengan kecepatan maksimun 1 ml per
menit dimulai dalam 24 jam pasca bedah dimulai dengan dektrose dan secara berangsurangsur diubahdalam jumlah dan konsistensinya hingga pada sekitar 7 hari pasca bedah
dimana diberikan susudengan kekuatan penuh. Untuk menjaga keseimbangan cairan dan

elektrolit aspirat lambungdapat diganti melalui transanastomik dan ini dapat meniadakan
kebutuhan untuk melanjutkan terapi intravena. Tidak jarang diperoleh volume aspirat yang
besar dalam beberapa waktu pasca bedah, sampai beberapa minggu dalam beberapa kasus.
Karena lambung yang berdilatasi danduodenum bagian proksimal membutuhkan waktu untuk
kembali pada fungsi yang normal. Jika hal ini menurun maka penyedotan gastromi tidak
dilakukan terlalu sering dan makanan alternatif diberikan kedalam lambung selama 24 jam.
Pemberian makanan peroral dapat dilakukan secara berangsur-angsur sebelum pengangkatan
tuba gastromi berat badan bayi dimonitor secaraseksama
Persiapan operasi
a)
Prinsip umum persiapan terapi pada neonatus.
b)
Koreksi cairan dan elektrolit.
c)
Pertimbangan khusus diberikan pada atresia duodenum : koreksi emergensi tidak
dibutuhkan kecuali diduga ada malrotasi- pada obstruksi parsial yang lama, malnutrisi
biasanya berat. Koreksi melalui TPN selama seminggu atau lebih sebelum operasi.
Perawatan Operasi
a)
End-to-end anastomosis, juga bisa side-to-side
b)
Annulare pancreas terbaik dilakukan by pass anastomosis dari duodenum ke
jejunum.Pankreas sendiri tidak diincisi.
c)
Eksisi merupakan pilihan tepat bagi atresia duodenum yang berbentuk diafragmatik,
setelah identifikasi ampula vateri.
d) Deformitas windsock harus disangkakan dan dicari bagi semua pasien dengan atresia
duodenum yang berkelanjutan. Kateter dimasukkan dari proksimal sampai distal untuk
memastikan patensinya.
e)
Gastrostomy dilakukan jika gejalanya menetap serta perbaikan dini tidak terjadi.
f)
Akses pada vena sentral tatau transanastomosis tube ke dalam jejunum diindikasikan
baginutrisi pasca operasi pada pasien yang berat.
Perawatan pasca operasi
a)
Dekompresi gaster dilakukan sampai duodenum benar-benar kosong, selanjutnya
dimulai feeding. Sebagian pasien dapat diberi makan dalam seminggu setelah operasi.
b)
TPN atau makanan melalui jejunum terkadang dibutuhkan.
c)
Antibiotik tidak diindikasikan jika operasi dilakukan steril dan tidak ada gangguan
vaskuler.

Vous aimerez peut-être aussi