Vous êtes sur la page 1sur 33

I.

PENDAHULUAN
Karsinoma hati primer (KHP) atau hepatoma adalah merupakan salah satu
tumor ganas hati yang paling sering ditemukan.1 Tumor hepar ganas sering
dipaparkan sebagai ikterus dan hilangnya berat badan. Tumor ini paling sering
merupakan metastasis dari berbagai organ lain. Yang tergolong tumor hepar
ganas

primer

yaitu

kolangiokarsinoma

karsinoma

sel

(adenokarsinoma

hepar
ductus

(karsinoma

hepatoseluler),

biliaris),

angiosarkoma

(neoplasma ganas endotel vaskuler), dan hepatoblastoma (tumor hepar primer


pada anak-anak).2 Karsinoma hepatoseluler (hepatocellular carsinoma = HCC)
merupakan tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit, demikian pula
dengan karsinoma fibrolamelar dan hepatoblastoma. Tumor ganas hati lainnya,
kolangiokarsinoma (cholangiocarsinoma = CC) dan sistoadenokarsinoma
berasal dari sel epitel bilier, sedangkan angiosarkoma dan leiomiosarkoma
berasal dari sel mesenkim. Dari seluruh tumor ganas hati yang pernah
didiagnosis, 85% merupakan HCC; 10% CC, dan 5% adalah jenis lainnya.3
Tumor ini sangat prevalen di daerah-daerah tertentu di Asia dan Afrika subSahara, tempat insidensi tahunan mencapai 500 kasus per 100.000 populasi. Di
Amerika Serikat dan Eropa Barat, tumor ini jauh lebih jarang, menyebabkan
hanya sekitar 1-2 % tumor ganas pada autopsi.4 Kanker hati dan kanker
kantong empedu primer merupakan tumor yang relatif jarang terjadi di
Amerika, akan tetapi kanker hati primer cukup sering terjadi di Afrika dan dan
Jepang. Tumor ganas primer di hati ini berasal dari sel parenkim atau epitel
saluran empedu. Yang pertama (dikenal sebagai karsinoma hepatoseluler)
merupakan 80 hingga 90% keganasan hati primer; yang terakhir disebut
sebagai kolangiokarsinoma. Sekitar 75% penderita karsinoma hepatoseluler
mengalami sirosis hati, terutama tipe alkoholik dan pasca nekrotik.5
II. INSIDENSI
Menurut data dari Pusat Kanker Internasional pada tahun 2000 penderita
hepatoma dari seluruh dunia berjumlah sekitar 564 ribu jiwa, meninggal 549
ribu jiwa. Di China, insiden hepatoma pertahun 306 ribu, meninggal 300 ribu,
menempati 54,6 % dari mortalitas hepatoma dunia, mortalitas tersebut

menduduki urutan kedua dari mortalitas berbagai tumor utama, di pedesaan


berada dibawah karsinoma gaster, di perkotaan di bawah karsinoma paru.
Insiden hepatoma memiliki karateristik distribusi geografis yang menonjol.
Insidennya relatif tinggi di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan Afrika
Tenggara, sedangkan relatif rendah di Amerika, Eropa, Oseania, dll. Negara
dan wilayah dengan insiden hepatoma tinggi adalah Mozambik, Uganda,
Afrika Selatan, untuk Afrika, dan Malaysia, Indonesia, Singapura, Hongkong,
Thailand, Filipina, China, Jepang untuk Asia.1
Walaupun jenis tumor hati amat banyak, namun dalam kenyataannya yang
terbanyak ditemukan di Indonesia hanyalah bentuk karsinoma hati primer,
kemudian menyususl kholangiokarsinoma. Di Indonesia, data insiden HCC
belum ada. Diperkiraan datanya mirip dengan Singapura, dimana dilaporkan
28,1 per 100.000. Data yang ada di Indonesia hanya berupa prevalensi relatif,
yaitu jumlah penderita HCC yang dirawat di beberapa rumah sakit besar di
Indonesia. Prevalensi HCC pada tahun 1984 di RSCM adalah 2.5% jumlah
penderita yang dirawat di bangsal perawatan Bagian Ilmu Penyakit Dalam,
angka yang tidak berbeda dengan penemun terdahulu.6
Insiden puncak terjadi pada dekade ke-5 sampai ke-6 di negara barat,
tetapi satu atau dua dekade lebih dini di daerah Asia dan Afrika dengan
prevalensi karsinoma hati yang tinggi.4 Di Indonesia, usia terbanyak penderita
HCC adalah pada dekade ke-5. HCC jarang dijumpai pada anak-anak. Di
Indonesia, usia termuda yang ditemukan dilaporkan pada anak usia 3 tahun.6
Mortalitas sebelum usia 30 tahun relatif rendah, setelah usia 30 tahun
meningkat tajam, mortalitas kelompok usia 30-44 tahun menduduki urutan
teratas dari mortalitas akibat semua tumor ganas.1 Penyakit ini dapat timbul
pada semua golongan usia, rata-rata usia kejadian penyakit adalah 43,7
tahun.6 Pria lebih banyak daripada wanita, ratio kelamin mortalitas adalah
2,59.1 Karsinoma hepatoseluler 4x lebih sering pada laki-laki daripada
perempuan dan biasanya timbul pada hati yang sirotik.4 Keterangan mengapa
lebih banyak ditemukan pada pria mungkin dihubungkan dengan faktor
III.

hormonal atau prevalensi HbsAg yang tinggi pada pria.6


ANATOMI DAN FISIOLOGI

Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1.500 gr
atau 2 % berat badan orang dewasa normal. Hati memiliki 2 lobus utama
yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan
psoterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus
kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis
yang terlihat dari luar. Ligamentum falsiformis berjalan dari hati ke diafragma
dan dinding depan abdomen. Permukaan hati diliputi oleh peritoneum
viseralis, kecuali daerah kecil pada permukaan posterior yang melekat
langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang merupakan peritoneum
membantu menyokong hati. Dibawah peritoneum terdapat jaringan ikat padat
yang disebut sebagai kapsula Glisson, yang meliputi permukaan seluruh
organ; bagian paling tebal pada kapsula ini terdapat pada porta hepatis,
membentuk rangka untuk cabang vena porta, arteri hepatika dan saluran
empedu. Porta hepatis adalah fisura pada hati tempat masuknya vena porta
dan arteri hepatika serta tempat keluarnya ductus hepatika.5
Hati memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa
melalui vena porta hepatika, dan dari aorta melalui arteria hepatika. Sekitar
1/3 darah yang masuk adalah darah arteria dan 2/3 adalah darah vena dari
vena porta. Volume total darah yang melewati hati setiap menitnya adalah
1.500 mL dan dialirkan melalui vena hepatika kanan dan kiri, yang
selanjutnya bermuara pada vena cava inferior.5

Gambar 1. Organ hepar (dikutip dari kepustakaan 7)

Fungsi utama hati adalah membentuk dan mengekskresikan empedu;


saluran

empedu

mengangkut

empedu

sedangkan

kandung

empedu

menyimpan dan mengeluarkan empedu ke dalam usus halus sesuai


kebutuhan. Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorbsi lemak
dalam usus halus. Hati berperan penting dalam metabolisme 3 makronutrien
yang dihantarkan oleh vena porta pasca-absorbsi di usus. Fungsi metabolisme
hati yang lain adalah metabolisme lemak, penimbunan vitamin, besi, dan
tembaga, konjugasi dan ekskresi steroid adrenal dan gonad, serta detoksikasi
sejumlah zat endogen dan eksogen.5

IV.

ETIOLOGI
Dewasa ini hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi sinergis
multifaktor dan multifasik, melalui inisisasi, akselerasi, dan transformasi dan
proses banyak tahapan, serta peran serta banyak onkogen dan gen terkait,
mutasi multigenetik. Etiologi hepatoma belum jelas, menurut data yang ada,
virus Hepatitis, aflatoksin, dan pencemaran air minum merupakan 3 faktor
utama yang terkait dengan timbulnya hepatoma.1 Sampai saat sekarang,
belum diketahui dengan pasti penyebab sebenarnya dari karsinoma hati

primer. Tetapi ada beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab atau
merupakan faktor predisposisi.8
Sirosis hati
Sering disebut-sebut bahwa sebagai predisposisi yang terbanyak
ialah sirosis hati, atau bahkan sering karsinoma hati primer ditemukan
bersama-sama dengan sirosis hati. Kemungkinan timbulnya karsinoma
pada sirosis hepatis adalah adanya hiperplasia noduler yang akan berubah
menjadi adenomata multipel, dan kemudian berubah menjadi karsinoma
yang multipel. Ini terbukti bahwa sirosis bentuk makronoduler (post

nekrotik) sering ditemukan pada penderita karsinoma hati primer.8


Hepatitis
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya HCC
terbukti kuat, baik secara epidemiologis, klinis, maupun eksperimental.
Karsinogenitas HBV terhadap hati mungkin terjadi melalui proses
inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA
ke dalam DNA sel penjamu, dan aktivitas protein spesifik HBV
berinteraksi dengan gen hati. Diwilayah dengan tingkat infeksi HBV
rendah, HCV merupakan faktor resiko penting dari HCC. Metaanalisis
dari 32 penelitian kasus-kelola menyimpulkan bahwa resiko terjadinya
HCC pada pengidap infeksi HCV adalah 17 kali lipat dibandingkan

dengan resiko pada bukan pengidap.3


Aflatoksin (AFT)
Sejak ditemukannya aflatoksin pada tahun 1960-an sudah berkalikali dibuktikan aflatoksin dapat memicu hepatoma pada hewan,
diantaranya AFT-B1 dianggap salah satu karsinogenik paling poten pada
hewan, dosis minimal untuk memicu hepatoma adalah konsumsi hanya
10 mikrogram perhari. Tidak sedikit data penelitian menunjukkan

aflatoksin dan HBV berefek sinergistis.1


Pencemaran air minum
Dari hasil survey epidemiologi China, ditemukan pencemaran air
minum dan kejadian hepatoma berkaitan erat, menunjukkan peminum air
saluran perumahan dan air kolam memiliki mortalitas hepatoma secara
jelas lebih tinggi dari peminum air sumur dalam. Algae biru-hijau dalam

air saluran perumahan dan air kolam dianggap sebagai salah satu
karsinogen utama.1
V. PATOLOGI

Pengamatan makroskopis, karsinoma hepatoseluler dibagi atas 3


bentuk, yaitu :
1.
Tipe noduler, sering berbentuk multinoduler. Biasanya hati
membesar, dengan nodul yang bermacam-macam besar dan bentuknya
(nodul yang ireguler). Warna juga bermacam-macam, dari kuning
kehijauan sampai hijau tua. Seringkali disertai sirosis.8
2.
Tipe masif, yaitu suatu bentuk masif yang besar pada salah
satu satu lobus dengan hanya 1 nodul saja. Oleh karena itu disebut
juga mononodular masif. Tumor massa yang besar tersebut sering kali
terdapat di lobus kanan dan mungkin pada lobus lainnya dijumpai
tumor kecil-kecil. Kadang-kadang pada lobus kanan terdapat tumor
yang masif, dan lobus kiri bentuk sirosis.8
3.
Tipe difus, umumnya besarnya hati terdapat dalam batas
normal tapi seluruhnya terisi oleh sel-sel karsinoma yang difus, dan
yang kadang-kadang susah dibedakan dengan sirosis portal.8

Pengamatan mikroskopik :8
1. Karsinoma hepatoseluler
Kanker sel hati di RRC menempati 95% lebih dari hepatoma
primer, berasal dari hepatosit.1 Sel-sel karsinoma biasanya lebih kecil
daripada sel-sel hati yang normal, poligonal dengan sitoplasma
granuler. Seringkali ditemukan sel raksasa yang atipis. Sel tumor
mungkin bernukleoli ganda dan terlihat adanya mitosis. Bila
sitoplasma yang eosinofil menjadi basofil berati tumor lebih ganas.
Inti mengalami hiperkromasi dan lebih bervariasi besarnya daripada
sel hati yang normal. Pusat tumor seringkali nekrosis. Sering disertai
dengan sirosis hati. Dalam struktur asiner sering ditemukan empedu.8
2. Karsinoma kholangioseluler.
Di RRC menempati sekitar 3% dari hepatoma primer, berasal dari
epitel saluran empedu intrahepatik.1 Sel-sel berbentuk kubois atau
silindris dan membentuk tubules atau alveoli yang dikelilingi oleh
6

jaringan ikat. Pada kholangioseluler, karsinoma di dalam sel tidak ada


sitoplasma granuler. Jarang ditemukan bersama-sama dengan sirosis
hati. Gambaran mitosis tidak ditemukan, jarang sekali ditemukan
adanya sel raksasa. Dalam struktur asiner tidak ditemukan empedu.8
3. Karsinoma hepatokholangioseluler
Suatu bentuk gambaran antara hepatoseluler dan kholangioseluler,
ini jarang sekali ditemukan.8
Metastase. Dapat terjadi metastase secara intrahepatik dan

ekstrahepatik.
1.
Metastase intrahepatik8
Sering terjadi metastase dalam hati sendiri, dan biasanya berbentuk
tumor yang multipel. Dapat pula terjadi metastase dalam 1 lobus
sehingga berbentuk tumor multipel dalam 1 lobus saja, sedang pada
2.

lobus lain tak ada tumor, atau terjadi metastase ke lobus lain.
Metastase ekstrahepatik8
Dapat terjadi penyebaran ke kelenjar limfe, yaitu : pada hilus hati,
mediastinum atau kelenjar servikal. Dapat terjadi metastase pada vena
yang besar, misalnya vena hepatika, vena porta, atau vena cava
inferior dan terjadi trombose sekunder. Dapat pula berupa tumor
emboli melalui atrium kanan dan masuk ke dalam jaringan paru-paru.

VI.

DIAGNOSIS
A. Gambaran Klinis
Kanker hati pada mulanya tidak terdeteksi secara klinis karena kanker ini
sering timbul pada pasien yang telah menderita sirosis dan gejala serta tanda
mungkin mengisyaratkan perburukan penyakit yang mendasari. Gambaran
pertama yang paling sering timbul adalah nyeri abdomen dsertai adanya
massa abdomen dikuadran kanan atas. Mungkin terdengar friction rub atau
bruit diatas hati. Pada 20% kasus ditemukan cemaran darah dalam asites.
Ikterus jarang terjadi, kecuali terdapat perburukan hebat fungsi hati atau
sumbatan mekanis saluran empedu. Sering terdapat peningkatan fosforilase
alkali dan alfa fetoprotein (AFP) serum. Suatu protrombin jenis abnormal,
des-gamma-karboksi protrombin, juga dapat ditemukan dan secara umum
berkorelasi dengan peningkatan AFP.4

Sebagian kecil pasien karsinoma hepatoseluler mungkin memperlihatkan


tanda sindroma paraneoplastik : dapat terjadi eritrositosis akibat aktivitas
mirip eritropoetin yang dihasilkan oleh tumor, atau timbul hiperkalemia
akibat sekresi hormon mirip paratiroid.4 Hipoglikemia merupakan manifestasi
paraneoplastik yang sering dijumpai dan berbahaya. Diperkirakan bahwa
glukosa masuk ke dalam sel kanker dimana tidak terdapat insulin. Sel kanker
bersifat sebagai karet busa (sponse) terhadap glukosa. 6 Manifestasi lain
adalah hiperkolestronemia, hipoglikemia, porfiria didapat, disfibrogenemia,
dan kriofibrinogenemia.4
Secara umum, manifestasi klinis hepatoma terbagi atas :
hepatoma fase subklinis
Yang dimaksud hepatoma fase subklinis atau stadium dini adalah
pasien yang tanpa gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya
ditemukan melalui pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan. Sebelum awal
tahun 1970-an, hepatoma subklinis sulit ditemukan. Pada akhir tahun
1970-an dan awal 1980-an, dengan kemajuan teknik pencitraan medis,
meningkatnya taraf hidup dan kesadaran kesehatan masyarakat, lewat
pemeriksaan kesehatan hepatoma subklinis dapat ditemukan. Caranya
adalah dengan gabungan pemeriksaan AFP dan pencitraan, teknik
pencitraan terutama dengan USG terlebih dahulu, bila perlu dapat
digunakan CT atau MRI.1

hepatoma fase klinis


Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut,
manifestasi utama yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen kanan,
massa abdomen atas, perut kembung, anoreksia, letih, berat badan
menurun, demam, ikterus, asites, dan gejala lainnya seperti terdapatnya
kecenderungan pendarahan, diare, nyeri bahu belakang kanan, udem kedua
tungkai bawah, kulit gatal dan lainnya, juga manifestasi sirosis hati seperti
splenomegali, palmar eritema, lingua hepatik, spider nevi, venodilatasi
dinding abdomen, dll. Pada stadium akhir hepatoma sering timbul

metastasis ke paru, tulang, dan banyak organ lain.1


B. Pemeriksaan Laboratorium

Sel-sel darah

Sering tidak terjadi perubahan. Bila ada perubahan, yang sering


ditemukan yaitu sedikit penurunan kadar Hb, biasanya sekitar 10 gr%.
Jumlah lekosit sedikit meningkat. Kenaikan laju endap darah bermacammacam, tergantung dari kerusakan sel hati dan metastase, tetapi

umumnya meningkat.8
Tes biokimiawi
Tes biokimiawi yang perlu dilakukan yaitu tes faal hati, walaupun
sampai sekarang belum ada tes faal hati yang khas untuk KHP. Namun
demikian, ada beberapa tes faal hati yang kadang-kadang dapat
membantu menegakkan diagnosis antara lain : alkali fosfatase, SGOT,
SGPT yang biasanya terdapat kenaikan kadarnya. Tes faal hati yang
dapat memperkuat dugaan kearah KHP adalah terdapat peninggian kadar
alkali fosfatase. Belakangan ini telah dikembangkan pemeriksaan asam
empedu, yang untuk KHP diperoleh hasil yang meningkat. Tes faal hati
lainnya yang dapat berubah bila pada penderita disertai dengan sirosis
hati, yaitu kadar albumin menurun, kolestrol dan trigliserida juga

menurun.8
Pemeriksaan serologis
1.

Alfa-fetoprotein (AFP)
AFP memiliki spesifitas tinggi dakam diagnosis karsinoma
hepatoselular. Jika AFP 500 ng/L bertahan 1 bulan atau 200 ng/L
bartahan 2 bulan, tanpa bukti penyakit hati aktif, dapat disingkirkan
kehamilan dan kanker embrional kelenjar reproduksi, maka dapat
dibuat diagnosis hepatoma, diagnosis ini dapat lebih awal 6-12 bulan
dari timbulnya gejala hepatoma. AFP sering dapat dipakai untuk
menilai hasil terapi. Pasca reseksi hepatoma, kadar AFP darah terus
menurun dengan wakru paruh 3-9,5 hari, umumnya pasca operasi
dalam 2 bulan kadarnya turun hingga normal, jika belum dapat turun
hingga normal, atau setelah turun naik lagi, maka petanda terjadi
residif atau rekurensi tumor.1

2.

HbsAg
Berdasarkan hasil penelitian Prof. Dr. dr. Sujono Hadi, pada
penderita dengan HbsAg positif secara RPHA, ditemukan pada

hepatitis kronis aktif 36,4 %, sirosis hati 38,3 %, dan KHP 34,5 %.
Demikian pula dengan hasil penelitian Nishioka (1978) menemukan
HbsAg positif pada 30 % kasus dengan hepatitis kronis dan sirosis
hati. Disamping itu, ditemukan lebih dari 10 % HbsAg positif pada
penderita KHP. Selanjutnya, Nishioka mengadakan penelitian Anti
HBc pada kasus KHP, ditemukan 80-90 % positif, walaupun beberapa
diantara penderita memperlihatkan HbsAg negatif.8
3.
Petanda tumor lainnya
Zat petanda hepatoma sangat banyak, tetapi semuanya tidak
spesifik untuk diagnosis sifat hepatoma primer. Penggunaan gabungan
untuk diagnosis kasus dengan AFP negatif memiliki nilai rujukan
tertentu, yang relatif umum digunakan adalah : des-gama karboksi
protrombin (DCP), alfa-L-fukosidase (AFU), glutamil transpeptidase
(GGT-II), CA 19-9, antitripsin, feritin, CEA, dll.1
C. Pemeriksaan Radiologi
USG, CT, dan MRI merupakan modalitas pencitraan yang akurat untuk
mendeteksi 3 jenis utama dari HCC : multinodular, infiltratif, atau massa
soliter. Dilakukan penilaian terhadap invasi tumor ke vena porta dan IVC.
Angiografi dapat bermanfaat.9
Foto thorax
Foto thorax hendaknya merupakan pemeriksaan rutin untuk
penderita yang diduga menderita KHP. Foto thorax berguna untuk
melihat peninggian diafragma kanan dan ada tidaknya gambaran
metastase ke paru-paru.8

10

Gambar 2 : (A-D) Gambaran 4 foto thorax pada pasien-pasien yang positif terdiagnosis
dengan karsinoma hati menunjukkan elevasi diafragma kanan. (C dan D)
Sinus costophrenicus menjadi tumpul oleh efusi pleura minimal (dikutip dari
kepustakaan 10)

Foto polos abdomen


Foto polos umumnya tidak begitu berguna sebagai petunjuk utama
dalam kasus-kasus kecurigaan massa hepar.1 Kadang-kadang dapat ikut
menegakkan diagnosis, terutama bila dalam pembuatan foto dimasukkan
udara ke dalam rongga perut, akan terlihat suatu massa tumor diperut
kanan atas.8 Tanda-tanda sekunder, seperti peningkatan diafragma kanan
atau disposisi fleksura hepatik dapat memperlihatkan adanya massa pada
hepar pada X-ray abdomen. Umumnya, tanda-tanda yang lebih spesifik
dapat terlihat seperti adanya udara di dalam abses atau tampak kalsifikasi

pada kista hidatid.11


Angiografi hepatik
Adapun gambaran KHP secara angiografi hepatik, pada fase arteri
tampak hipervaskularisasi, neovaskularisasi, terdesaknya arteri oleh
tumor, dan shunt arterovenosus. Pada fase kapiler, tampak penimbunan
media kontras yang disebut tumor stain atau pooling, tanda threat and
streaks. Tanda threat and streaks diperoleh karena pembuluh darah arteri
masuk ke dalam trombus vena porta, menembus dan mengelilinginya,
kemudian menggabungkan diri kedalam vena porta di dekat hilus.8

Gambar 3 : (A) Threads and streaks sign, diagnostik untuk invasi tumor intravaskuler
(panah = Celiac Artery). (B) pembesaran gambar (A) (Dikutip dari
kepustakaan 12)

Pada fase venosa, akan terlihat gambaran vena hepatika, tumor


trombus di vena hepatika. Disamping itu juga ditemukan sumbatan,

11

pendesakan, deviasi dari vena porta.Secara angiografi hepatik nodul KHP


yang mampu dideteksi berdiameter > 2 cm.8
CT Scan, radionuklir, dan USG tidak dapat memperlihatkan
anatomi intrahepatik dengan cukup tepat untuk melihat penjalaran tumor
pada massa tumor tersebut. Angiografi hepatik merupakan prosedur yang
tepat pada pasien-pasien HCC untuk menentukan apakah tumornya dapat
direseksi (berpotensi untuk dapat disembuhkan) atau tidak.12

Gambar 4 : Tampak massa yang besar yang divaskularisasi oleh Arteri hepatika dextra,
juga dengan cabang dari Arteri hepatika sinistra (panah) ke segmen medial
lobus kiri. Pasien ini 2 tahun bebas penyakit setelah mengalami reseksi
hepar kanan. (Dikutip dari kepustakaan 12)

Hepatoma dapat muncul sebagai tipe massa fokal yang besar atau
seperti infiltrat yang difus. Meskipun HCC ini dapat dikenali dengan
adanya hipervaskular, lesi ini dapat tampak mirip dengan metastasis
hipervaskular (renal cell carcinoma, choriocarcinoma).12

Gambar 5 : Massa hipervaskular besar pada lobus kanan hepar dengan neovaskularisasi
hebat dan arterivenous shunting. Pada pasien ini dilakukan hepatektomi

12

kanan dan telah bertahan hidup lebih dari 6 tahun. (Dikutip dari
kepustakaan 12)

Ultrasonografi (USG)
USG merupakan metode yang paling sering digunakan dalam
diagnosis hepatoma. Kegunaan dari USG dapat dirangkum sebagai
berikut : memastikan ada tidaknya lesi penempatan ruang dalam hati;
dapat dilakukan penapisan gabungan dengan USG dan AFP sebagai
metode diagnosis penapisan awal untuk hepatoma; mengindikasikan sifat
lesi penempatan ruang, membedakan lesi berisi cairan dari yang padat;
membantu memahami hubungan kanker dengan pembuluh darah penting
dalam hati.1 Dengan melakukan USG pada hati, akan diperoleh gambaran
pada struktur anatomi, yaitu gambaran parenkim, vena hepatika, vena
porta, saluran empedu intra dan ekstrahepatal, demikian juga kandung
empedu.8
Secara USG dapat ditentukan pula klasifikasi KHP, yaitu bentuk
noduler, masif atau soliter, difus, dan bentuk campuran dengan densitas
gema rendah heterogen.8

Gambar 6 :

(A) Karsinoma hepatoseluler. USG menggambarakan


berkapsul

yang

sebagian

hiperechoic,

bagian

dalam

lesi tidak
isoechoic

dibandingkan dengan gambaran parenkim sekitar. Kontur liver ireguler,


batas hepar bulat. Semua gambaran tersebut cocok dengan gambaran
sirosis liver yang diasosiasikan dengan tingginya resiko kejadian HCC.
(B) Cholangiocellular Carcinoma (CCC). Terdapat gambaran yang
hipoechoic dibandingkan jaringan hepar sekitarnya. Dilatasi duktus
biliaris tidak tampak. (Dikutip dari kepustakaan 13)

13

Gambaran USG dari HCC bervariasi dari gambaran tumor


hiperechoic hingga massa kista. Beberapa lesi tampak memiliki pola
echo campuran. Kebanyakan kasus HCC (77,4%) berukuran kecil (< 3
cm) dan cenderung tidak terlalu baik dalam pencitraan. HCC yang
berukuran kecil kadang dibatasi oleh batasan hipoechoic atau halo.
Sekitar 50 % dari kasus HCC berukuran besar tampak bayangan echo,
yang biasanya akibat dari adanya pendarahan, fibrosis, dan nekrosis.
Namun, beberapa kasus HCC berukuran kecil mungkin tampak
hiperechoic dan kurang tampak batasan hipoechoic dari kebanyakan lesilesi maligna, sehingga sulit membedakannya dari hemangioma dengan
hanya menggunakan pemeriksaan USG saja.14

Gambar 7 :

(A) HCC pada pasien dengan sirosis. (B) HCC multifokal (panah) pada
pasien sirosis. (C) pasien dengan sindrom Budd-Chiari kronik, terdapat
sebuah nodul hepar dengan kecurigaan lesi pada dekat permukaan
anterior. (D) pemakaian kontras pada pasien yang sama (C) dimana
terjadi peningkatan penyangatan pada fase arteri, dengan wash-out
kontras

pada

fase

portal,

membantu

melokalisasi

lesi

dan

mengidentifikasi lesi tersebut sebagai HCC (Dikutip dari kepustakaan


15)

Gambaran HCC pada USG bervariasi, mulai dari hipoechoic


hingga hiperechoic, atau campuran. Pada umumnya, sulit melokalisasi

14

HCC yang kecil pada hepar yang telah mengalami sirosis yang bertekstur
kasar dan bernodul. Pada kasus-kasus seperti ini, CT dan MRI sangat
membantu. Lesi ini dapat soliter ataupun multifokal. Warna dan spektrum
Doppler dapat memperlihatkan aliran yang kuat, yang dapat membantu
membedakan HCC dari kasus-kasus metastase atau hemangioma, dimana
pada kelainan tersebut memperlihatkan aliran yang lemah atau tidak
adanya aliran.15

Gambar 8 : Karateristik warna Doppler menunjukkan adanya HCC pada hepar : lesi
kaya

vaskularisasi

yang

dibandingkan

dengan

parenkim

hepar

disekitarnya. Hemangioma : pola berbentuk titik. Metastasis multipel :


pola melingkar. Focal Nodular Hyperplasia (FNH) : pola ruji-ruji roda
(dikutip dari kepustakaan 16)

USG

dengan

kontras

digunakan

untuk

mendeteksi

dan

menggambarkan HCC pada pasien-pasien dengan latar belakang penyakit


hati. HCC cenderung memperlihatkan gambaran adanya peningkatan
gambaran pembuluh darah yang berliku-liku, disertai dengan warna
gambaran yang lebih terang dibandingkan dengan gambaran hati
normal.15

15

Gambar 9 : Penyangatan kontras pada lesi HCC. Pada saat sebelum penyangatan (A),
aliran darah hanya terlihat pada area perifer dari lesi hipoechoic yang
berukuran 15 mm (panah). Setelah diinjeksi Levovist melalui vena Cubiti
(B), kontras yang melalui vena porta (panah) mengalir keluar dari tumor
dan masuk ke dalam cabang posterior superior vena porta yang ada.
(dikutip dari kepustakaan 16)

Gambar 10 : Trombus tumor hampir menutupi seluruh vena porta pada pasien dengan
HCC multifokal. (Dikutip dari kepustakaan 15)

USG berguna dalam mengarahkan prosedur dalam operasi;


membantu memahami penyebaran dan infiltrasi hepatoma dalam hati dan
jaringan organ sekitarnya, memperlihatkan ada tidaknya trombus tumor
dalam percabangan vena porta intrahepatik : dibawah panduan USG
dapat dilakukan biopsi punksi perkutan, injeksi obat intratumor dan
terapi ablasi lokal.1

16

Gambar 11 : USG intraoperatif menunjukkan adanya Hepatocellular Carcinoma dengan


diameter sekitar 2 cm. Tumor ini memiliki echo internal yang berpola
mosaik dengan tampak adanya halo ( permukaan dilihat dari ventral)
(dikutip dari kepustakaan 16)

Keunggulan pencitraan USG antara lain yaitu bersifat noninvasif,


relatif ekonomis, dapat diulang, tanpa ruda paksa radiasi. Kekurangannya
adalah mudah terpengaruh tulang iga dan paru, terdapat area buta yang
sulit diperiksa ultrason. Selain itu hasil pemeriksaan kurang reprodusibel,
tingkat akurasi mudah dipengaruhi faktor lainnya. Penyangatan USG
yang dikembangkan belakangan ini sangat meningkatkan nilai diagnostik
USG.1

CT Scan
CT telah menjadi parameter pemeriksaan rutin terpenting untuk
diagnosis lokasi dan sifat hepatoma. CT dapat membantu memperjelas
diagnosis, menunjukkan lokasi tepat, jumlah, dan ukuran tumor dalam
hati, hubungannya dengan pembuluh darah penting, dalam penentuan
modalitas terapi sangatlah penting.1
Hepatoma diidentifikasi dengan derajat penyangatan medium
kontras, dan karena sifat hipervaskularisasinya, tumor ini menyangat
kontras lebih cepat dibandingkan jaringan hepar sekitarnya. Pada tumor
metastasis, khususnya yang berasal dari adenocarcinoma traktus
gastrointestinal, biasanya tampilannya kurang menyangat dan menyerap
kontras lebih lambat. Hepatoma, yang disuplai oleh cabang-cabang Arteri

17

hepatika, tampak dengan densitas hiperdens maksimal selama fase


arterial dari tahap proses scanning dinamik, kemudian menurun secara
cepat densitasnya saat terjadi aliran fase portal yang dominan. Pola ini
dapat terlihat dengan baik pada CT dinamik dan CT fase tunda kasus
hepatoma.17

Gambar 12 : HCC tipikal. Gambaran CT menunjukkan lesi homogen yang menyangat.


(dikutip dari kepustakaan 18)

Gambar 13 : HCC yang besar dengan pola mosaik. (A) helical CT Scan memperlihatkan
lesi heterogen dengan komponene hiper dan hipovaskuler (B) Pada CT
tunda, kapsul tumor tampak jelas. (dikutip dari kepustakaan 18)

Gambar 14 : (A) HCC dengan perlemakan. Gambaran mikroskopisnya memperlihatkan


gambaran HCC berkapsul dengan perlemakan hati yang menonjol. (B)
HCC dengan invasi pada vaskularisasi hepar. Gambaran helical CT Scan
vena portal memperlihatkan massa HCC berkapsul yang besar pada lobus
kiri hepar, yang menginvasi cabang-cabang portal kiri hepar. (dikutip dari
kepustakaan 18)

18

Gambar 15 : Pasien 32 tahun dengan HCC fibrolamelar. Pada potongan axial CT Scan,
tampak tumor (panah) memperlihatkan peningkatan echo yang halus.
(Dikutip dari kepustakaan 19)

Gambar 16 : Cholangiocellular Carcinoma (CCC). (A) Tumor (panah putih) memiliki


batas yang reguler dan berdensitas hipodens. Selain itu, juga terdapat
biloma subkapsuler (panah hitam). (B) Setelah pemasukan kontras, tumor
menyangat pada bagian perifernya dengan pola geografik, seperti yang
biasa tampak pada kasus CCC. (Dikutip dari kepustakaan 13)

Hati yang normal akan menghasilkan densitas yang homogen,


dengan gambaran vena porta, saluran empedu, dan vena hepatika.
Dengan CT dapat ditentukan kelainan lokal di hati. KHP akan
memperlihatkan suatu massa dengan densitas rendah bila dibandingkan
dengan jaringan normalnya. Gambaran tersebut tetap sama atau
diperjelas setelah penyuntikan media kontras intravena (20-40 mL
urografin 76% atau 220 mL 30% meglumin iothalamate).8

19

Gambar 17 : (A) Teknik bolus. Setelah 30 detik setelah bolus. Aorta (huruf (A)) dan
vena cava inferior (huruf (I)) densitasnya bertambah. Cabang-cabang
vena portal paten dan teridentifikasi sebagai struktur cabang dengan
gambaran yang lebih terang (panah) digantikan dengan adanya
gambaran massa yang besar pada lobus hepar kanan. (B) sebelum
kontras. Terdapat gambaran massa besar berbatas tidak tegas pada lobus
kanan hepar yang difus. (Dikutip dari kepustakaan 20)

Gambar 18 : (A) Sebelum kontras. Massa tumor yang besar mengisi hampir seluruh
lobus kanan hepar. (B) dengan teknik bolus, 30 detik setelah dibolus.
Tampak filling defect (t) pada vena cava inferior yang berdilatasi
menunjukkan gambaran adanya tumor atau bekuan darah. Oklusi vena
portal juga dimungkinkan oleh adanya tumor di sepanjang vena, dan
tidak tampak adanya gambaran dengan densitas yang lebih terang
setelah penginjeksian kontras. (Dikutip dari kepustakaan 20)

Mendeteksi tumor dengan pola difus umumnya sulit, khususnya


ketika parenkim hati telah berubah karena penyakit hati yang difus. Ratarata 24 % tumor dikelilingi oleh kapsul fibrosis. Pendarahan intratumor
dan nekrosis umumnya sering ditemukan karena kurangnya stroma pada
tumor. Kalsifikasi terjadi pada 10% kasus. Mendeteksi hepatoma
dengan latar belakang penyakit sirosis dan nodul regeneratif merupakan
20

tantangan besar dalam teknik pencitraan.21 Pada CT dengan penyangatan


kontras atau MRI, tumor akan sangat menyangat pada fase arteri sewaktu
pengisisan kontras.13

Gambar 19 :

pada kasus karsinoma hepatoselular ini, hepar telah mengalami sirosis


yang difus, pada parenkim hepar terdapat gambaran noduler. Asites juga
tampak. Fase awal arteri setelah pengisian kontras menunjukkan adanya
penyangatan oleh tumor. (Dikutip dari kepustakaan 13)

Gambar 20 : Dua gambaran nodul HCC pada pasien sirosis 58 tahun. (A) pada potongan
axial menunjukkan nodul inhemoragik yang tergambar baik pada lobus
kiri hepar (panah). (B) pada gambaran arteri CT, nodul menunjukkan
adanya gambaran hemoragik (panah). Nodul dengan hipervaskularisasi
yang letaknya berdekatan tampak pada gambar (panah kecil)

(Dikutip

dari kepustakaan 22)

Terhadap lesi mikro dalam hati yang sulit ditentukan CT rutin


dapat dilakukan CT dipadukan dengan angiografi (CTA), atau ke dalam
arteri hepatika disuntikkan lipiodol, sesudah 1-3 minggu dilakukan lagi
21

pemeriksaan CT, pada waktu ini CT lipiodol dapat menemukan hepatoma


sekecil 0,5 cm.1

MRI
MRI merupakan teknik pemeriksaan nonradiasi, tanpa pemberian
zat kontras berisi iodium juga dapat secara jelas menunjukkan struktur
pembuluh darah dan saluran empedu dalam hati, juga cukup baik
memperlihatkan struktur internal jaringan hati dan hepatoma, sangat
membantu dalam menilai efektivitas aneka terapi. Dengan zat kontras
spesifik hepatosit dapat menemukan hepatoma kecil kurang dari 1 cm
dengan angka keberhasilan 55%.1

Gambar 21 : (D) pada fat-suppressed-T2-weighted MRI, bagian sentral dari tumor


(kepala panah) menunjukkan intensitas rendah dibandingkan parenkim
hepar sekitarnya. (E) pada T1-weighed-opposed-phase MRI, tumor juga
tampak dengan intensitas rendah. (Dikutip dari kepustakaan 19)

22

Gambar 22 : pasien 59 tahun dengan HCC predominan tipe clear cell. (B) pada fatsuppressed T2-weighted image, tampak masa heterogen dengan intensitas
tinggi

pada

area

sekitar

hepar.

(C)

T1-weighted-in-phase

MRI

memperlihatkan lesi berlobus (panah) dengan intensitas rendah pada lobus


kanan hepar. (D) TI-weighted opposed-phase MRI memperlihatkan adanya
tanda signal drop dalam massa (panah), yang menunjukkan adanya
komposisi lemak yang tinggi pada massa. Parenkim hepar juga
memperlihatkan signal drop,

yang mengindikasikan steatosis difus.

(Dikutip dari kepustakaan 19)

MRI

dan

CT

(pada

tingkat

yang

lebih

rendah)

dapat

memperlihatkan gambaran nodul dan perubahan fibrosis pada pasien


dengan sirosis, khususnya jika ada nodular siderotik.23

Gambar 23 : (F) dan (G), penyangatan dengan Gadolinium pada fase arteri (F) dan fase
vena (G) T1-weighted MRI menunjukkan massa yang menyangat pada tepi
massa. (Dikutip dari kepustakaan 19)

23

Gambar 24 : mikro dan makrosirosis campuran (nodul siderotic regeneratif) (A) fastspin-echo T2 memeperlihatkan banyak sekali nodul-nodul siderotik dengan
intensitas yang lebih rendah dibandingkan parenkim hepar sekitarnya.
Nodul yang mengandung Fe juga tampak pada lien. (B) gradien echo dari
T1 memdapatkan level yang sama dengan yang ditunjukkan pada nodul
siderotik dengan hipo intens yang lebih banyak dan lebih luas akibat
sensitivitas yang lebih besar dari gradien-echo. Spin echon T1 sering
memperlihatkan gambaran nodul siderotik ini. (C)Tidak seperti CT tanpa
kontras, T1-galodinium ini menampilkan level yang sama dengan (A) dan
(B), menunjukkan bahwa nodul regeneratif siderotik ini masih dapat
muncul pada intensitas rendah setelah pemasanan bahan kontras. (Dikutip
dari kepustakaan 23)

Sidik hati ( Sintigrafi hati)


Untuk melihat kelainan hati secara sintigrafi, biasa dipakai zat
radiofarmaka

113

In,

99m

Tc.8 Sintigrafi hati biasanya menggunakan

99m

Tc-

labelled campuran sulfur koloid, yang diserap oleh sel Kupffer di hepar
(bukan oleh hepatosit), lien, dan sedikit pada sumsum tulang. Lesi hepar
yang lebih besar dari 1 cm dapat terlihat.11
Karsinoma hati primer akan memperlihatkan gambaran suatu
daerah kosong (space occupying lesion = SOL), karena ditempat tumor
tersebut idak menampung zat radiofarmaka, dan disebut daerah dingin.
Gambaran semacam ini juga ditemukan pada kelainan lokal lain di hati,

24

antara lain kista, abses, dan kanker hati metastasis. Untuk membedakan
SOL tersebut perlu diberikan suntikan zat radiofarmaka golongan blood
pool scan, antara lain

75

Se selenomethionin,

113

In transferin. Zat

radiofarmaka ini digunakan untuk melihat kelainan berdasarkan


perbedaan tingkat vaskularisasi. KHP merupakan suatu kelainan yang
vaskuler

dan

masih

memiliki

aktivitas

metabolisme,

akan

memperlihatkan penampungan zat radiofarmaka golongan blood pool


scan.8

Gambar 25 : Hepatoma. (A) lesi hipervaskuler pada lobus kiri hepar. (B) gambaran 1
menit dan 2 jam blood pool scan. Adanya peningkatan aktivitas dengan
pola yang sama dengan adanya peningkatan aliran. Bukti adanya
penyakit hati yang mendasari . (Dikutip dari kepustakaan 24)

Sintigrafi khususnya berguna untuk melihat permukaan diafragma


yang sulit dinilai oleh teknik pencitraan lain. Teknik ini umumnya
digunakan untuk melengkapi pemeriksaan CT dan USG, dan kadang
dapat menemukan metastasis yang biasanya tidak terdeteksi oleh
modalitas lain. Kebanyakan massa liver tampak sebagai filling defect,
kecuali untuk hiperplasia nodular fokal, yang biasanya mengandung sel

Kupffer dan oleh karena itu tampak jejak-jejak serapannya.11


Pemeriksaan radiologi konvensional dengan kontras
Pemeriksaan radiologi konvensional dengan kontras kadang-kadang
dapat membantu, misalnya gastroduodenografi atau barium meal, dimana
dapat dilihat ada tidaknya varises esofagus, dan ada tidaknya pendesakan
pada kurvatura minor lambung. Pada foto colon perlu dilihat ada

25

tidaknya pendesakan pada daerah fleksura hepatika atau kolon


transversum ke bawah.8
D. Pemeriksaan Lainnya
Laparaskopi
Secara laparaskopik, dapat dikenal beberapa bentuk KHP,antara lain :
a. Bentuk noduler, ditandai dengan adanya nodul-nodul multipel dengan
permukaan ireguler, mempunyai warna lebih muda daripada jaringan
sekitarnya.
b. Bentuk masif, biasanya tumor ini sangat besar dan ireguler, yang
kadang-kadang menggantikan seluruh lobus hati, sedangkan lobus
hati lain tampak normal.
c. Bentuk difus, bentuk tumor ini meluas dan mengisis seluruh jaringan
hati, sehingga tidak tampak jaringan hati yang normal
d. Bentuk campuran, suatu bentuk yang tidak dapat digolongkan pada

bentuk tersebut diatas, antara lain berbentuk seperti bunga kol.8


Biopsi hati
Guna menegakkan diagnosis klinis, sekurang-kurangnya diperlukan
pemeriksaan jaringan hati secara histopatologi. Untuk mendapatkan
jaringan hati, perlu dilakukan biopsi jarum, yaitu :8
a. Biopsi jarum membuta (blind needle biopsy), dilakukan ditempat
yang diperkirakan merupakan tempat benjolan yang paling keras.
b. Biopsi jarum terpimpin/terarah (guided needle biopsy), antara lain
secara laparaskopik, sintigrafi, ultrasonografi (USG), dan computed
tomografi (CT).

VII. DIAGNOSIS BANDING

Lesi hepar fokal benigna


a. Hemangioma
Pada gambaran CT non kontras, hemangioma tampak sebagai
gambaran yang hipodens dengan batas yang jelas. Kalsifikasi jarang,
dan umumnya terdeteksi secara tidak sengaja. Kalsifikasi ini bisa
marginal atau sentral, besar dan kasar; atau multiple, kecil, berbintik
(contoh : phlebolith).25
Perlakuan dengan CT kontras (pada 2-15 menit setelah diinjeksi
media kontras) lesi nodular dengan bagian perifernya yang menyangat
dengan kontras yang mengisi bagian dalam lesi secara sentripetal

26

tampak. Awal penyangatan lesi hepar fokal yang tampak bahkan


sebelum media kontras di aorta tampak adalah khas untuk
hemangioma.25

Gambar 27 :

Hemangioma tipikal. (A) gambaran pre kontras CT menunjukkan suatu


lesi hipodens pada lobus kanan hepar (panah hitam). (B) dan (C)
gambaran arterial-phase dan venous-phase memperlihatkan lesi nodular
dengan bagian perifer yang menyangat secara sentripetal (panah). (D)
Gambaran CT tunda menunjukkan bahwa lesi tersebut berdensitas
isointens, dibandingkan dengan jaringan parenkim sekitarnya. Tampak
material kontras mengisis lesi (panah). (Dikutip dari kepustakaan 25)

b. Focal Nodular Hyperplasia (FNH)


Pada gambaran CT, FNH tampak sebagai lesi hipodens (42-57%)
atau isodens (40-48%) tanpa batas yang jelas dan kadang dengan zona
sentral hipodens yang intensif. Jika lesinya isodens, efek massa
mungkin merupakan satu-satunya kriteria untuk mendeteksi FNH.25
Pada fase arteri, FNH menyangat dengan cepat dan tampak
hiperdens (89-100%) karena vaskularisasi arteri hepatic (memasuki
lesi likal hepar). Pada keadaan seperti ini, jaringan sentral yang
hipodens dapat terlihat dengan jelas. Sedangkan pada fase vena porta,
perbedaan antara FNH dan jaringan hepar normal menurun, dan
kemudian lesinya akan tampak hipodens keculai jaringan sentralnya,

27

yang tampak hiperdens pada fase ini (biasanya jaringan ini terbentuk
dari vena sentral eferen).25

Gambar 28 :

Focal Nodular Hyperplasia dengan deformasi batas hepar. (A) Pada fase
arteri, tampak lesi hipervaskuler dengan jaringan sentralnya yang
hipodens. (B) dan (C), pada fase vena porta, gambaran CT dari FNH
adalah iso- atau hipodens dibandingkan dengan

jaringan hepar

disekitarnya. (Dikutip dari kepustakaan 25)

Lesi hepar maligna


a. Lesi metastasis
Pada CT kontras, gambaran karateristik penyangatan metastasis
hepar ditentukan dari tumor primernya. Kebanyakan lesi metastasis
adalah hipovaskuler. Itulah sebabnya pada gambarannya tampak
hipodens pada CT, khususnya pada fase vena portal, yang
dibandingkan dengan jaringan hepar normal. Area sentral yang
hipodens disebabkan oleh jaringan nekrosis, yang mungkin tampak
pada gambaran CT.25

28

Gambar 26 : (atas) Gambaran tumor metastasis dari karsinoma kolon pada pasien pria
58 tahun. Gambaran bertahap pada fase awal gambaran CT (A1) dan
fase delayed gambaran CT (B1) memperlihatkan tumor metastasis
berdiameter 4 cm dengan densitas hipodens.
(bawah) Gambaran hepatoma pada pasien wanita 68 tahun. Gambaran
bertahap pada fase awal gambaran CT (A2) dan fase delayed gambaran
CT (B2) memperlihatkan tumor metastasis berdiameter 7 cm dengan
densitas hipodens (Dikutip dari kepustakaan 17)

VIII. PENATALAKSANAAN
Tiga prinsip penting dalam terapi hepatoma adalah terapi dini efektif,
terapi gabungan, dan terapi berulang.1
melatarbelakanginya

serta

tingginya

Karena sirosis hati yang


kekerapan

multinodularitas,

resektabilitas HCC sangat rendah. Disamping itu, kanker ini juga sering
kambuh meskipun sudah menjalani reseksi bedah kuratif. Pilihan terapi
ditetapkan berdasarkan atas ada tidaknya sirosis, jumlah dan ukuran tumor,
serta derajat perburukan hepatik. Untuk menilai status klinis, sistem skor
Child-Pugh menunjukkan estimasi yang akurat mengenai kesintasan
pasien.3
Semakin dini diterapi, semakin baik hasil terapi terhadap tumor. Untuk
hepatoma kecil pasca reseksi 5 tahun survivalnya adalah 50-60%,

29

sedangkan hepatoma besar hanya sekitar 20%. Terapi efektif menuntut


sedapat mungkin memilih cara terapi terbaik sebagai terapi pertama.
Dewasa ini, reseksi bedah terbaik pun belum dapat mencapai hasil yang
memuaskan, berbagai terapi hepatoma memiliki kelebihan masing-masing,
harus digunakan secara fleksibel sesuai kondisi setiap pasien, dipadukan
untuk saling mengisi kekurangan, agar semaksimal mungkin membasmi dan
mengendalikan tumor, tetapi juga semaksimal mungkin mempertahankan
fisik, memperpanjang survival. Terapi satu kali terhadap hepatoma
seringkali tidak mencapai hasil ideal, sering diperlukan terapi ulangan
sampai berkali-kali, misalnya berkali-kali dilakukan kemoembolisasi
perkutan arteri hepatika, injeksi alkohol absolut intratumor berulang kali,
reseksi ulangan pada rekurensi pasca operasi, dll.1
XI.

PROGNOSIS
Hepatoma primer jika tidak diterapi, survival rata-rata alamiah adalah 4,3
bulan. Kausa kematian umumnya adalah kegagalan sistemik, perdarahan
saluran cerna atas, koma hepatik, dan ruptur hati. Faktor yang mempengaruhi
prognosis terutama adalah ukuran dan jumlah tumor, ada tidaknya trombus
kanker dan kapsul, derajat sirosis yang menyertai, metode terapi, dll. Data
1465 kasus pasca reseksi radikal hepatoma dari Insitut Riset Hepatoma Univ.
Fudan di Shanghai menunjukkan survival 5 tahun 51,2 %. Dari 1389 kasus
hepatoma di RS. Kanker Universitas Zhongshan di Guangzhou, pasca
hepatektomi survival 5 tahun 37,6 %, untuk hepatoma < 5 cm survival 57,3
persen. Tidak sedikit kasus yang pasca reseksi bertahan hidup lama.1

DAFTAR PUSTAKA

30

1.

Desen W.,

Buku Ajar Onkologi Klinis. 2 ed, 2011, Jakarta: FK UI,

halaman 408-23.
2.

Underwood JCE. Patologi Umum dan Sistemik. Ed 2, 2000. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC, halaman 493-6.

3.

Sudoyo W et al, Karsinoma Hati, dalam, Harmono M.T. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Edisi

V, Jilid I, 2009, Jakarta : Interna Publishing,

halaman 685-91.
4.

Isselbacher KJ, Dienstag JL, Tumor Hati, dalam, Klein H.G. Harrison
Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 13, Volume 4, 2000, Jakarta :
Buku Kedokteran EGC halaman 1678-80.

5.

Lindseth GN. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas. in Price


SA, Wilson LM. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed
6 Vol 1. 2006. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; halaman 472-6,
507-8.

6.

Sulaiman A. Tumor Hati. In: Sulaiman A, Dildiyono, Akbar N, Rani A,


Gastroenterologi Hepatologi. 1997. Jakarta: Sagung Seto; halaman 370-5.

7.

Putz HvR, Pabst R. Sobotta Anatomie des Menschen. 2007. Germany:


Urban & Fischer; p. 400.

8.

Hadi S. Gastroenterologi. 2002. Bandung: Penerbit PT Alumni; halaman


694-733.

9.

Patel P.R. Lecture Notes Radiologi. Ed 2. 2009. Jakarta: Penerbit Erlangga;


halaman 144-5.

10.

Jewel KL, Primary Carcinoma of the Liver : Clinical and Radiologic


Manifestations. American Journal of Roentgenology.1971; 113:84-6

11.

Lisle DA.

Imaging of Student. 2nd Ed. 2001. New York: Oxford

University Press, Inc.; p. 120-22.


12.

Marks WM, et al. Hepatocellular Carcinoma: Clinical and Angiographic


Findings and Predictability for Surgical Resection. American Journal of
Roentgenology.1979; 132:7-10

13.

Eastman GW, Wald C, Crossin J. Getting Started in Clinical Radiology :


From Image to Diagnostic. 2006. Stuttgart, New York: Thieme; p. 204-7.

31

14.

Pedersen OM, Odegaard S. Ultrasonography of the Liver, Biliary System


and Pancreas, in Odegaard S, Gilja OH, Gregersen H. Basic and New
Aspects of Gastrointestinal Ultrasonography. vol 3. 2005. Denver, USA:
World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd.; p. 90-1

15.

Bates J. Abdominal Ultrasound : How, Why, and When. 2nd Ed. 2004.
Leeds, UK: Harcourt Publishers; p. 93-5.

16.

Livraghi T, Makuuchi M, Buscarini L, Diagnostic and Treatment of


Hepatocellular Carcinoma.1997. London: Greenwich Medical Media; p
104-5, 112

17.

24.

Honda H, et al. Differential Diagnosis of Hepatic Tumors

(Hepatoma, Hemangioma, and Metastasis) with CT : Value of Two-Phase


Incremental Imaging. American Journal of Roentgenology.1992; 159:73540
18.

Vilgrain V, et al. Primary Hepatic Malignant Neoplasm : RadiologicPathologic Correlations. in Gourtsoyiannis N, Ros PR. RadiologicPathologic Correlations from Head to Toe. 2005. Berlin: Springer-Verlag;
p. 367-73

19.

Chung YE, et al. Hepatocellular Carcinoma Variants: Radiologic


Pathologic

Correlation.

American

Journal

of

Roentgenology.

2009;193:W7-13
20.

Kunstlinger F, Federle MP, Moss AA, Marks W. Computed Tomography of


Hepatocellular Carcinoma. American Journal of Roentgenology.1980;
134:431, 434-5

21.

Brant WE, Liver, Biliary Tree and Gallbladder in Brant WE, Helms CA.
Fundamental of Diagnostic Radiology. 3 ed. 2007. Virginia: Lippincott
Williams and Wilkins; p. 765-66

22.

Bolog N, Andreisek G, Oancea I, Mangrau A. CT and MR Imaging of


Hepatocellular Carcinoma. PubMed.gov; June 2011

23.

Baron RL, Peterson MS. Screening the Cirrhotic Liver for Hepatocellular
Carcinoma with CT and MR Imaging :

Opportunties and Fitfalls.

RadioGraphics; October 2001

32

24.

Rabinowitz RA, McKusick KA, Strauss HW,

99M

Tc Red Blood Cell

Scintigraphy in Evaluating Focal Liver Lessions. American Journal of


Roentgenology.1984; 143:63,66
25.

Zviniene K, Differential Diagnosis of Hepatocellular Carcinoma on


Computed Tomography. in Lau JWY. Hepatocellulaar Carcinoma-Clinical
Research. 2012. Rijeka, Croatia:InTech; p:105-7, 110-11, 127-28

33

Vous aimerez peut-être aussi