Vous êtes sur la page 1sur 14

Journal Reading

JOURNAL READING
Abnormalities of the Distal Common Bile Duct and Ampulla:
Diagnostic Approach and Differential Diagnosis
Using Multiplanar Reformations and 3D Imaging
Diajukan guna melengkapi Tugas Kepaniteraan Klinik
Bagian Radiologi RSUD Kota Semarang

Oleh :

Annisa Rahim
NIM : 01.210.6082

Pembimbing:

dr. Oktina Rahmi Darliana, Sp. Rad

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2014
JOURNAL READING

Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Kota Semarang // FK Unissula Semarang Page


1

Journal Reading

Abnormalities of the Distal Common Bile Duct and Ampulla:


Diagnostic Approach and Differential Diagnosis
Using Multiplanar Reformations and 3D Imaging

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Bagian Radiologi
RSUD Kota Semarang

Yang dipersiapkan dan disusun oleh


Annisa Rahim
01.210.6082

Telah diajukan pada ....................................


dan
Dinyatakan telah memenuhi syarat pada .................................

Pembimbing

dr. Oktina Rahmi Darliana, Sp. Rad

Kelainan Duktus Biliaris Communis Distal dan Ampulla: Pendekatan


Diagnostik dan Diagnosis Banding Menggunakan Multiplanar Reformasi
dan Pencitraan 3D
Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Kota Semarang // FK Unissula Semarang Page
2

Journal Reading

TUJUAN. Ductus Biliaris Communis distal dan ampulla merupakan daerah yang sangat sulit
untuk dinilai menggunakan CT. Artikel ini menunjukkan kepada pembaca dengan pendekatan
sistematis dan algortima untuk menilai kelainan ductus biliaris communis distal dan ampulla,
termasuk penekanan pada penggunaan multiplanar reformations dan pencitraan 3D, ciri
morfologi pada CT yang menunjukkan adanya keganasan, dan diagnosis banding dari
kelainan di lokasi ini.
KESIMPULAN. Berdasarkan pengalaman kami, baik ductus biliaris communis distal
maupun ampulla merupakan lokasi yang sering salah didiagnosis oleh ahli radiologi. Untuk
menghindari kesalahan dalam menginterpretasikan gambaran yang ditemukan pada lokasi ini
dibutuhkan pendekatan sistematis terutama dalam menentukan dilatasi ductus bilaris yang
tidak bisa dijelaskan. Bukan hanya menunjukkan bahwa MRCP atau ERCP dilakukan untuk
diagnosis akhir, ahli radiologi juga dapat melakukan penilaian CT secara cermat
menggunakan multiplanar reformations dan pencitraan 3D untuk menentukan kemungkinan
diagnosis yang tepat. Diagnosis yang benar dan tepat waktu sangat penting karena lesi di
ampulla dan ductus biliaris communis bisa sangat agresif meskipun ukurannya kecil.
Ductus biliari communis distal dan ampulla dapat menjadi lokasi yang sangat
menantang bagi ahli radiologi untuk menilainya: hal ini bisa sulit tidak hanya untuk
membedakan ductus biliaris communis distal yang normal dengan dilatasi ringan dibedakan
dengan ductus biliaris communis distal dengan dilatasi patologi yang nyata, tapi sekalipun
kelainan telah dapat diidentifikasi, untuk memberian diagnosis banding yang tepat tetap sulit.
Penilaian radiologis yang akurat pada lokasi ini sangat penting karena tumor periampulla
adalah jenis tumor saluran cerna ketiga yang paling sering setelah tumor kolon dan lambung,
dan karena lesi yang berbeda ditemukan di lokasi dini dapat memberikan prognosis yang
berbeda secara signifikan.
Artikel ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada pembaca tentang penelitian
menginterpretasikan hasil CT secara sistematis pada ductus biliaris communis distal dan
ampulla, termasuk menyediakan diagnosis banding kelainan dan lesi pada ampulla dan ductus
biliaris communis distal, perspektif ketika dilatasi ductus biliaris communis memerlukan
evaluasi lebih lanjut dengan MRCP atau ERCP, dan diskusi tentang penggunaan Multiplanar
formasi (MPRS) dan pencitraan 3D untuk menilai lebih baik morfologi ductus biliaris
communis dan ampulla. Tentu saja, banyak kasus pada akhirnya akan memerlukan MRCP
atau ERCP untuk menentukan diagnosis definitif, tapi interpretasi yang akurat dari
pemeriksaan CT awal memungkinkan ahli radiologi untuk menentukan diagnosis yang benar
kedepannya.
Penilaian Dilatasi Duktus Biliaris
Umumnya, ukuran ductus biliaris communis 7 mm pada pasien sehat, meskipun
duktus normal bisa berdilatasi pada pasien tua dan orang yang telah menjalani kolesistektomi.
Dengan demikian, pengukuran duktus biliaris communis ditekankan terutama ketika saluran
hanya sedikit melebar, harus dihindari, khususnya pada pasien tanpa gejala (yaitu, kolik
bilier, nyeri kuadran kanan atas, ikterus) atau penanda biokimia menujukkan adanya obstruksi
bilier. Pada pasien dengan pembesaran duktus borderline tanpa bukti CT adanya massa yang
menghambat atau gambaran mencurigakan lainnya, tindakan sederhana terbaik yang dapat
direkomendasikan adalah dengan menghubungkan gejala klinis dan penanda biokimia dari
obstruksi, daripada merekomendasikan MRCP atau ERCP pada setiap pasien.
Ductus biliaris normal pada CT memiliki dinding yang nyaris tak terlihat ( 1 mm), dengan
hanya sedikit enhancement pada gambaran arteri atau vena. Dalam menentukan dilatasi
Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Kota Semarang // FK Unissula Semarang Page
3

Journal Reading

ductus biliaris, ductus harus dinilai secara hati-hati untuk menentukan adanya
hiperenhancement fokal atau difus pada gambaran arteri dan vena; delayed enhancement, jika
gambaran tertunda yang diperoleh; penebalan dinding ductus biliaris fokal atau difus; dan
massa diskrit.
Petunjuk yang sama secara tradisional digunakan untuk menganalisis ductus biliaris
pada ERCP sama pentingnya untuk diterapkan juga pada CT: ductus biliaris communis harus
hati-hati dievaluasi untuk lokasi transisi antara dilatasi ductus proximal dan dekompresi dan
penyempitan ductus distal. Setelah lokasi transisi ditemukan, ada tanda ireguler, abrupt
narrowing, atau shouldering pada titik transisi, maka dicurigai adanya keganasan. Meskipun
penilaian ini dapat dilakukan dengan posisi aksial, penggunaan MPR posisi coronal dan
sagittal serta rekonstruksi 3D dapat menjadi sangat penting
Teknik
Pada pasien dengan suspek kelaian pancreatobiliatis, sebuah penelitian dual-fase
dengan gambaran fase arteri dan vena harus diperoleh. Gambar fase arteri digunakan untuk
mengidentifikasi tumor hipervaskular, (yaitu karsinoid ampullar, tumor neuroendokrin
pankreas, tumor stroma hipervaskular gastrointestinal), hiperenhancement dan penebalan
mukosa saluran bilier dan tumor neovascular dan untuk menilai anatomi arteri sebelum
pembedahan. Gambar fase vena digunakan untuk menilai hepar dan pancreas, tumor
hipovaskular dan metastasis, limfadenopati locoregional, dan keterlibatan pembuluh darah
vena oleh tumor. Meskipun delayed images tidak selalu didapatkan, dapat ditambahkan jika
cholangiocarcinoma secara prospektif dianggap sebagai pertimbangan diagnostik.
Bahan kontras oral positif benar-benar harus dihindari pada pasien dengan ikterus atau
massa yang diduga di pankreas, ampulla, atau duodenum: kontras positif tidak hanya akan
mengaburkan setiap massa intraluminal duodenum atau dekat ampulla, tetapi streak artefak
dari kontras positif juga akan membuat penebalan dinding duodenal atau hiperenhancement
dekat ampulla sulit untuk dinilai dan dapat mengganggu algoritman pascapengolahan 3D.
Sebaliknya, agen kontras netral seperti air, atau suspensi barium (volumen, Bracco
Diagnostic) bisa digunakan, dan beberapa bagian dan media kontras ini harus diberikan
kepada pasien segera sebelum dilakukan foto untuk memaksimalkan distensi lambung dan
duodenum.
Setelah menentukan gambar posisi aksial dan rekonstruksi standar MPRs, kita
menemukan algoritma rekonstruksi tiga gambar pascapengolahan
(termasuk
pascapengolahan 3D) yang paling berguna untuk interpretasi gambar: Volume render (VR),
proyeksi intensitas minimum, dan curved planar reformations. VR adalah algoritma komputer
yang kompleks, memberikan warna tertentu dan transparansi untuk setiap voxel dalam
dataset berdasarkan redaman dan hubungan dengan voxel yang berdekatan lainnya sebelum
menyajikan data ini dalam tampilan 3D. Teknik VR memungkinkan penilaian terbaik jaringan
lunak dari salah satu alay rekonstruksi 3D dan merupakan komponen penting analisis bilier.
Teknik ini berguna tidak hanya untuk meningkatkan conspicuity dari lesi obstruksi, tetapi
juga untuk meningkatkan conspicuity dari hiperenhancemen dan penebalan bilier.
Rekonstruksi proyeksi intensitas minimum bergantung pada prinsip yang sama seperti
pencitraan proyeksi intensitas maksimum (MIP). Namun, tidak seperti rekonstruksi MIP,
yang memproyeksikan voxel redaman tertinggi dalam dataset, rekonstruksi proyeksi
intensitas minimum memproyeksikan voxel redaman terendah, membuat rekonstruksi ini
sangat berguna untuk visualisasi struktur berisi cairan, seperti ductus bilier atau ductus
pancreas, terutama ketika struktur ini melebar atau terjadi obstruksi.
Di lembaga kami, meskipun gambar MIP bukan merupakan kompenen utama analisis
3D saluran bilier, rekonstruksi proyeksi intensitas minimum dilakukan dalam setiap kasus,

Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Kota Semarang // FK Unissula Semarang Page


4

Journal Reading

dan kami telah mengalami sukses besar dalam mengidentifikasi tumor kecil yang lebih
mencolok ketika menggunakan teknik pencitraan ini.
Akhirnya, mengingat bahwa seluruh ductus biliar extrahepatik biasanya tidak saja di
bidang coronal, sagittal atau aksial, memvisualisasikan seluruh saluran pada MPR atau
gambaran aksial mungkin bisa, sehingga lebih sulit untuk melihat lokasi penebalan dinding
atau bahkan massa diskrit. Curved planar reformations, yang dibuat secara interaktif oleh
pengguna karena ia mengidentifikasi jalannya saluran, memungkinkan seluruh ductus biliaris
communis akan ditampilkan dalam gambar 2D tunggal dan merupakan bagian dari penilaian
rutin kami.
DIAGNOSIS BANDING
Tumor Ganas
Adenoma ampulla. Adenoma usus kecil relatif jarang dibandingkan usus besar, dan
dalam usus kecil, ademoma lebih sering terjadi pada ileum dan jejunum daripada duodenum.
Dalam duodenum, 10% dari semua polip duodenum pada akhirnya ditemukan adenoma, dan
lokasi yang paling umum adalah dekat ampulla vater. Lesi ini paling sering terjadi pada
pasien lansia, dan pada familial adenomatosis coli, tidak ada faktor risiko lain yang jelas
mengenai terjadinya adenoma ampulla.
Adenoma ampulla adalah lesi jinak yang mempertahankan potensi ganas. Serupa
dengan adenoma-karsinoma di usus besar, lesi ini biasanya mengandung fokus displasia
lowgrade dan memiliki potensi untuk berkembang menjadi grade displasia dan karsinoma
invasif lebih tinggi, terutama saat tumbuh lebih besar. Hingga 60% adenoma ampulla pada
akhirnya ditemukan beberapa fokus karsinoma invasif (terutama pada lesi lebih besar),
sehingga perbedaan praoperasi antara adenoma dan karsinoma ampulla tidak relevan untuk
ahli radiologi. Tidak ada deskripsi khusus dari deskripsi gambaran adenoma ampulla dalam
literatur sampai saat ini; pada pengalaman kami, meskipun adenoma ampulla mungkin
memiliki kecenderungan lebih sedikit untuk menyebabkan obstruksi ductus parah, gambaran
CT tidak signifikan berbeda dari karsinoma ampulla (Gambar.1 dan 2).

Gambar 1. Laki-laki, 75 tahun, dengan massa di ampulla pada endoskopi atas dengan gejala
gangguan pencernaan dan refluks. dan B, coronal multiplanar reformation (A) dan
volume-rendered (B) gambaran CT menunjukkan massa diskret pada ampulla
(panah, A) dan dilatasi duktus biliaris minimal (B)

Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Kota Semarang // FK Unissula Semarang Page


5

Journal Reading

Gambar 2. Wanita 70 tahun dengan massa di ampulla pada endoskopi dengan rasa penuh di
dada. A dan B, coronal multiplanar reformation (A) dan coronal volume rendered
(B) gambaran CT menunjukan massa polypoid (panah) di periampular duodenum
dan tidak terlihat dilatasi duktus. Massa ditemukan adenoma ampulla.
Cholangiocarcinoma
Meskipun cholangiocarcinoma saluran ekstrahepatik lebih cenderung terjadi di
sepertiga proksimal saluran, hingga 20% lesi terjadi pada sepertiga distal dan 95% pasien
menunjukkan obstruksi ductus pada saat diagnosis. Secara sederhana, cholangiocarsinoma
baik intrahepatil maupun ekstrahepatik telah diklasifikasikan menjadi tiga subtipe morfologi
yang berbeda, yang masing-masing menampilkan gambaran yang berbeda-beda:
cholangiocarsinoma karena pembentukan massa, cholangiocarsinoma infiltrasi periductal,
dan cholangiocarsinoma intraductal.
Cholangiocarsinoma karena pembentukan massa adalah yang tipe yang paling mudah
untuk didiagnosa: ini biasanya muncul sebagai massa diskrit atau nodul yang menyumbat
duktus biliaris ekstrahepatik. Massa ini tidak harus sangat besar untuk menghalangi saluran,
dan foto MPRs posisi aksial dan coronal harus diteliti untuk bukti adanya nodul diskrit.
Seperti cholangiocarsinoma intrahepatik, lesi ini dapat menunjukkan beberapa
hipervaskularisasi gambar fase arteri dan peningkatan enhancement pada gambar yang
tertunda, membuat protokol muultifase sangat berguna untuk diagnosis.
Tipe infiltrasi periduktal lebih sulit diidentifikasi: sering muncul sebagai asimetris
dari penebalan dinding duktus biliaris dan enhancement pada lokasi transisi dilatasi cabang
bilier dan biasanya hanya melibatkan segmen pendek. Tumor ini jarang melibatkan segmen
yang lebih besar dari duktus biliaris, kadang-kadang meluas ke cabang duktus intrahepatik,
dan jarang keliru denagn proses inflamasi. Pada pengalaman kami, gambar VR 3D telah
terbuksi sangat berguna dalam mengidentifikasi cholangiokarsinoma tipe ini karena
gambaran enhancement abnormal dan penebalan pada lokasi penonjolannya (Gambar 3-5).

Gambar 3. Wanita 75 tahun dengan riwayat 1 tahun ikterus berulang. A dan B, coronal
volume rendered, CT menunjukkan penyempitan tiba-tiba, ireguler dan putusnya
duktus biliaris distal dengan enhancement ireguler (panah). Kasus ini ditemukan
kolangiokarsinoma duktus biliaris komunis distal
Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Kota Semarang // FK Unissula Semarang Page
6

Journal Reading

Gambar 4. Laki-laki 75 tahun dengan peningkatan kadar


enzim hepar dan bilirubin selama kunjungan
rutin.
Gambaran
Coronal
multiplanar
reformation CT menunjukkan jaringan lunak
fokal (panah) menyumbat duktus biliaris
medial dengan dilatasi biliaris proksimal pada
lokasi transisi. Kasus ini ditemukan
kolangiokarsinoma.

Gambar 5. Laki-laki 50 tahun dengan peningkatan


tes fungsi hepar dan nyeri abdomen. Gambaran
Coronal multiplanar reformations CT menunjukkan
enhancement difus dan penebalan dinding duktus
biliar komunis (panah). Duktus intrahepatik (tidak
terlihat) tidak terlibat. Meskipun dianggap inflamasi
atau infeksi kolangitis, kasus ini ditemukan
cholangiokarsinoma.
Terakhir, tipe intraduktal cukup langka dan dapat memiliki variasi morfologi yang
tidak mudah dibedakan dari dua subtipe morfologi lainnya pada CT. Lesi ini cenderung
menyebar sepanjang permukaan bagian dalam saluran empedu, baik sebagai massa dangkal
menyebar yang menampilkan sebagai penebalan fokal dinding duktus atau sebagai massa
polipid interluminal yang diskrit.
Karsinoma ampulla
Meskipun ahli radiologi sering menganggap ampula sebagai entitas anatomi tunggal,
sebenarnya merupakan daerah yang terdiri dari beberapa struktur yang berbeda, yang paling
penting adalah ductus biliaris komunis distal, duktus pancreaticus major, dan duodenum.
Dengan demikian, daerah ini terdiri dari beberapa jenis epitel, termasuk epitel usus
(Duodenum), mukosa foveolarlike (papilla vater), dan epitel pancreaticobiliaris (duktus
biliaris komunis distal dan duktus pancreaticus). Akibatnya, meskipun karsinoma ampulla
sering dianggap sebagai entitas patologis tunggal, kenyataanya dia mewakili kelompok
heterogen tumor yang muncul didaerah ampulla yang dapat memiliki perilaku biologis yang
berbeda tergantung dari asalnya. Secara umum, ahli patologi secara luas membagi tumor ini
menjadi tiga kelompok: tumor yang berasal dari epitel duodenum ampulla, tumor yang
berasal dari epitel pancreaticobiliaris dari duktus biliaris komunis distal atau dari ductus
pancreaticus, dam tumor intraampulla yang menunjukkan histologi tumpang tindih dengan
gabungan duodenum dan morfologi epitel pancreaticobiliaris.
Ketiga jenis tumor ini memiliki prognosis dan perilaku biologis yang sangat berbeda.
Tumor intraampulla cenderung memiliki prognosis terbaik, yang berasal dari ampulla dan
relatif diketahui lebih awal karena kecenderungan menjadi lebih besar pada awal-awal,
obstruksi ductus parah dan komponen invasif yang lebih rendah. Atau tumor yang berasal
dari epitel pancreatobiliaris cenderung memiliki prognosis lebih buruk, dengan histologi dan
prognosis yang hampir sama dengan adenokarsinoma pancreas. Terakhir, tumor yang berasal
dari mukosa duodenum cenderung lebih besard dengan cenderung lebih besar untuk
metastasis kelenjar limfonodi, dengan prognosis kira-kira sebanding dengan adenokarsinoma
duodenum.
Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Kota Semarang // FK Unissula Semarang Page
7

Journal Reading

Terlepas dari perbedaan patologis ini, tiga subtipe tidak dapat dibedakan pada setiap
modalitas pencitraan termasuk CT. Kim et all melaporkan bahwa karsinoma ampulla karena
obstruksi duktus pankreas 52% kasus dan duktus biliaris 48% kasus menunjukkan hanya
dilatsi duktus biliarsi. Hasil ini mencerminkan kemungkinan lokasi asal yang berbeda untuk
tumor ini di daerah ampulla dan sesuai dengan pengalaman kami, yaitu bahwa dilatasi
terisolasi dari duktus pankreas saja sangat jarang. Lesi dapat muncul sebagai massa nodular
diskret atau sebagai penebalan jaringan lunak dekat ampulla yang tak terdefinisi. Meskipun
demikian, pada pengalaman kami, jika massa diskret atau lesi tidak ditemukan, pemeriksaan
ampulla secara hati-hati dengan MPR coronal atau pencitraan 3D akan menujukkan abrupt
margin atau iregularitas pada lokasi transisi di duktus biliaris komunis, yang harus dipastikan
lebih lanjut dengan ERCP. (Gambar 6-10).
Gambar 6. Wanita 51 tahun dengan penurunan BB,
ikterus, dan nyeri abdomen. Gambaran Coronal volumerendered CT menunjukkan dilatasi duktus intrahepatik
dan ekstrahepatik dan abrupt beaking (panah) dan
penyempitan duktus biliaris komunis distal. Meskipun
tidak ditemukan massa disktret pada CT, karsinoma
ampulla kecil ditemukan pada endoskopik utltrasound.

Gambar 7. Laki-laki 53 tahun dengan ikterus


menyakitkan.
Gambaran
Coronal
multiplanar
reformations CT menunjukkan massa polypoid
(panah)pada ampulla menyumpat duktus pankreaticus
dan duktus biliaris komunis. Massa ini ditemuka sebagai
karsinoma ampulla.

Gambar 8. Laki-laki 69 tahun dengan ikterus dan pruritus. A dan B, coronal volume rendered
(A) dan multiplanar reformation (B) gambaran CT. Meskipun adanya stenosis dan
distensi duodenum yang buruk, gambar menunjukkan penebalan dinding media
duodenal (panah)pada tingkat ampulla, yang akhirnya ditemukan karsinoma
ampulla.

Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Kota Semarang // FK Unissula Semarang Page


8

Journal Reading

Gambar 9. Wanita 69 tahun dengan ikterus dan nyeri


abdomen. Gambaran coronal volume rendered CT
menunjukkan
penebalan
dinding
fokal
(panah)sepanjang dinding duodenum mendial pada
tingkat ampulla, yang akhirnya ditemukan karsinoma
ampulla.

Gambar 10. Laki-laki 67 tahun dengan ikterus.


Gambaran
Coronal
volume
rendered
CT
menunjukkan massa fokal (panah) di ampulla
menyumbat duktus biliaris distal. Distal CBD tibatiba menyempit dan ireguler. Massa ini ditemukan
sebagai karsinoma ampulla.

Carcinoid ampulla
Meskipun tumor karsinoid ampulla jarang terjadi, dengan kurang dari 120 kasus
dijelaskan dalam literatur, neoplasma ini memiliki tampilan pencitraan yang memungkinkan
diganosis lebih spesifik. Menarinya, karsinoid ampulla dianggap berbeda secara biologis dari
tumor karsinoid usus halus atau duodenum, dengan karsinoid ampulla menunjukkan
kecenderungan metastasis lebih tinggi. Tumor ini cenderung untuk memberikan gambaran
lesi kecil, dapat mengembangkan penyakit nodal bahkan ketika tumor primernya cukup kecil,
dan hampir tidak pernah muncul dengan sindrom hipersekresi. Mengingat risiko perilaku
tumor yang agresif bahkan dengan lesi kecil dan kecenderungannya untuk menyumbat
saluran biliaris, tumor ini selalu diterapi dengan pankreaticoduodenectomy (prosedur
Whipple).
Seperti tumor karsinoid dan neuroendokrin di tempat lain di usus atau pancreas, tumor
karsinoid ampulla (dan metastasis limfonodi locoregional) cenderung akan meningkatkan
enchancement pada gambar fase arteri (gambar 11). Meskipun lokasi yang tepat asal tumor
mungkin diragukan, adanya dilatasi duktus biliaris dan duktus pankreaticus dan bidang lemak
yang jelas antara massa dan caput pancreas yang berdekatan memungkinkan ahli radiologi
untuk lebih menunjukkan bahwa tumor berasal dari ampulla daripada caput pankreas atau
dinding duodenum yang berdekatan.
Gambar 11 wanita 49 tahun
secara kebetulan menemukan
dilatasi bilier pada unenhanced
CT
dilakukan
untuk
menyingkirkan batu ginjal. A
dan B Axial (A) dan coronal (B)
gambaran fase arteri multiplanar
reformation menunjukkan massa
hipervaskular (panah putih)
menyumbat duktus biliaris distal dan duktus pankreaticus dan hipervaskular metastase
limfonofi yang berdekatan (panah hitam). Massa ditemukan karsioid ampulla.

Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Kota Semarang // FK Unissula Semarang Page


9

Journal Reading

Adenokarsinoma Pancreas
Dalam beberapa kasus, perbedaan antara adenocarsinoma caput pancreas primer dan
processus uncinatus dari neoplasma ampulla primer mungkin sulit: kedua jenis lesi ini dapat
menyebabkan obstruksi duktus biliaris dan duktus pancreaticus; keduanya cenderung
menunjukkan parenkim pancreas relatif hipoenhancement sampai normal; dan lokasi yang
tepat asal lesi mungkin tidak jelas, terutama dengan adenokarsinoma pankreas primer yang
berpusat di pancreaticoduodenalis (sebuah ruang anatomi yang mencakup ampulla). Namun,
perbedaan antara kedua jenis lesi mungkin tidak penting mengingat bahwa keduanya diterapi
dengan pancreaticoduodenectomy. Pada pengalaman kami, lesi ampulla primer, meskipun
keterlibatan dari duktus pancreaticus, tidak biasanya menyebabkan atrofi ujung pankreas,
seperti yang sering terjadi pada adenocarsinoma pancreas (gambar 12-14). Selain itu, pada
beberapa kasus, penilaian yang cermat pada gambar, khususnya bidang koronal,
memungkinkan ahli radiologi untuk lebih menunjukkan bahwa lesi ini berpusat di caput
pancreas daripada ampulla.

Gambar 12. Laki-laki 78 tahun dengan ikterus. A dan B, coronal MPR (A) dan volume
rendered (B) gambaran CT menunjukkan obstruksi tiba-tiba pada duktus biliaris
komunis dengan oleh massa hipodens di caput pankreas (panah). C, gambaran
coronal MPR menunjukan obstruksi parah duktus pankreatikus. Massa ditemukan
adenokarsinoma pankreas.
Gambar 13. Wanita 46 tahun dengan ikterus
menyakitkan. Gambaran CT coronal proyeksi intesitas
minimum menunjukkan dilatasi duktus biliaris komunis
dengan penyempitan tiba-tiba dekat ampulla. Morfologi
penyempitan duktus memprihatinkan meskipun tidak ada
massa diskret, kasus ini ditemukan adenokarsinoma
pankreas kecil menyumbat duktus.

Gambar 14. Laki-laki 75 tahun dengan ikterus dan


nyeri abdomen. Gambaran CT coronal volume rendered
menujukkan dilatasi duktus biliaris komnus dengan
penyempitan ireguler bagian distal. Perubahan halus di
caput pankreas tapi tidak terlihat massa diskret. Kasus
ini ditemukan adenokarsinoma pankreas kecil.

Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Kota Semarang // FK Unissula Semarang Page


10

Journal Reading

Karsinoma periampulla
Duodenum dan jejunum proximal merupakan lokasi paling sering dari perkembangan
adenokarsinoma usus halus, dengan 50-7-% lesi. Ketika tumor ini muncul dekat ampulla,
akhirnya menyebabkan obsturksi duktus biliaris dan duktus pancreaticus, perbedaan antara
adenokarsinoma duodenal periampulla primer ddan karsinoma ampulla primer adalah tidak
mungkin ditentukan berdasarkan pencitraan saja (gambar 15). Sekali lagi, meskipun lesi ini
muncul pada anatomi yang sangat berdekatan, perilaku biologisnya berbeda: Adsay et al
melaporkan bahwa adenokarsinoma duodenal biasanya kurang memperlihatkan gambaran
(yaitu T stage yang lebih rendah dan lebih kecil kemungkinannya untuk metastasis ke
limfonodi) daripada tumor ampulla dan bahwa pasien dengan adenokarsinoma duodenum
biasanya memiliki angka harapan hidup lebih baik.
Gambar 15, laki-laki 71 tahun dengan massa duodenal
ditemukan selama endoskopi atas dilakukan untuk
perdarahan saluran cerna atas. Gambaran koronal MPR
CT menunjukkan massa kontrksi anular (panah) yang
membentang ke ampulla. Massa ini dinilai setelah
bedah reseksi untuk adenokarsinoma duodenal
periampulla.

TUMOR JINAK
Batu Duktus Biliaris Komunis Distal
Ada sedikit argumen bahwa CT bukan modalitas diagnostik utama untuk
mengindentifikasi batu dalam duktus biliaris ekstrahepatik atau batu kandung empedu, USG
dan MRI lebih bagus daripada CT dari segi sensitivitas dan spesifitasnya. Namun, keandalan
CT yang buruk dalam menilai batu empedu hampir dapat dipastikan telah dibesar-besarkan
oleh sejumlah studi awal yang disarkan pada teknologi yang lebih tua yang dirusak oleh
gerak artefak, akuisisi bagian tebal, dan resolusi spasial dan kontras yang buruk. Tergantung
pada komposisi internalnya, batu dapat divisualisasikan menjadi beberapa tingkat pada CT:
batu dengan kalsifikasi tinggi biasanya cukup mudah diidentifikasi, sering dengan rim atau
bulan sabit di sekitar empedu, sedangkan batu densitas jaringan lunak lebih sulit untuk
divisualisasikan (Gambar 16). Dengan demikian, visualisasi batu kolesterol, yang sering
isodens sekitar empedu, sangat bermasalah pada CT. Selain itu, batu-batu kecil kepadatan
jaringan lunak, terutama ketika berdampak pada ampulla, hampir tidak mungkin untuk
diidentifikasi dalam beberapa kasus.
Gambar 16. Laki-laki 76b tahun dengan kolelitiasis yang
diketahui pada USG sebelumnya. Gambaran aksial CT
menunjukkan batu densitas jaringan lunak (panah) pada
duktus biliaris komunis distal dan ampulla dengan
karakteristik rim di sekitar empedu.

Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Kota Semarang // FK Unissula Semarang Page


11

Journal Reading

Akibatnya, ahli radiologi harus cermat memeriksa duktus biliaris komunis distal pada
tempat obstruksi dan dilatasi duktus biliaris, terutama pada pasien dengan riwayat
kolesistektomi atau batu empedu. Penggunaan letak narrow window sangat penting untuk
mengidentifikasi batu densitas jaringan lunak dan penggunaan multiplanar dan curved planar
reformations sangat membantu untuk menentukan duktus biliaris ekstrahepatik dari hilus
hepar ke ampulla. Bahkan jika batu densitas tinggi tidak dapat diidentifikasi, potongan tajam
dari dilatasi duktus biliaris komunis di ampulla, sering dengan tepi yang baik
konfigurasimeniskus, dapat mengisyaratkan adanya batu yang tersembunyi. Menggunakan
tanda-tanda primer dan sekunder dari koledokolitiasi, pada beberapa penelitian telah
menunjukkan sensitivitas CT 80% termasuk setidaknya satu penelitian pendahuluan pada era
MDCT (gambar 17-18).
Gambar 17. Laki-laki 84 tahun dengan riwayat batu
empedu. Gambaran coronal volume rendered CT
menunjukkan penyumbatan batu (panah) pada duktus
biliaris komunis distal dan dilatasi duktus biliaris
proksimal.

Gambar 18. Wanita 91 tahun dengan koledokolitiasis


secara kebetulan ditemukan selama penilaian melanoma.
Gambaran coronal volume rendered CT menunjukkan
batu duktus biliaaris komunis (panah) tanpa dilatasi
duktus biliaris proksimal yang signifikan.

Beberapa praktek menggunakan gambar unenhancement dengan keyakinan bahwa


pencitraan unenhancemen dapat meningkatkan conspicuity batu saluran empedu densitas
tinggi, tapi tidak ada data yang menunjukkan bahwa gambar enhancemen memberikan
manfaat yang signifikan dalam mendeteksi batu. Meskipun tidak banyak digunakan dalam
praktek klinis rutin, pemeriksaan CT dilakukan pada pengaturan teganan tabung lebih tinggi
(biasanya 140 kVp) dapat meningkatkan conspicuity batu dan khususnya dapat meningkatkan
redaman dan conspicuity batu kolesterol yang sulit untuk melihat gambar standar. Hal ini
meningkatkan conspicuity batu pada pengaturan tegangan lebih tinggi dapat meningkatkan
potensi kegunaan CT dual-energi sebagai teknologi ini menjadi lebih banyak digunakan
dalam praktek.
Striktur Saluran Empedu
Daftar penyebab yang berbeda dari striktur bilier adalah banyak, yang paling sering
adalah cedera iatrogenik sebelumnya (paling sering setelah kolestistektomi dan transplantasi
hepar), pankreatitis kronis, dan Primary Scleroting Cholangitis (PSC). Penyebab lebih jarang
lainnya termasuk cholangiopati HIV, infeksi tidak biasa (termasuk TB) (Gambar 19), sindrom
Mirizzi, striktur inflamasi dari obat-obatan kemoterapi tertentu dan obat lain, radioterapi,
Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Kota Semarang // FK Unissula Semarang Page
12

Journal Reading

biliopati portal, dan sarkoidosis. Meskipun pembahasan rinci dari masing-masing entitas ini
diluar lingkup artikel ini, entitas tertentu yang penting untuk dipertimbangkan dengan adanya
obstruksi duktus biliaris komunis distal adalah pankreatitis kronis, PSC dan striktur yang
berhubungan dengan kolangiopati HIV.
Gambar 19. Wanita 78 tahun dengan demam dan
ikterus, gambaran coronal volume rendered CT
menunjukkan penebalan fokal dukstus biliaris komunis
distal (panah) pada awalnya dianggap kanker pankreas
atau karsinoma ampulla. Kasus ini akhirnya ditemukan
sebagai tuberkulosis, dan ada beberapa lokasi infeksi di
organ tubuh lain.

Pankreatitis kronis dapat berhubungan dengan striktur duktus biliaris distal sampai
46% pasien dan pada pasien ikterus sampai 50%. Adanya stigmata pankreatisis kronis
-termasuk iregularitas duktus pankreas, kalsifikasi duktus dan parenkim, pseudokista
pankreas, dan atrofi pankreas- dilokasi dilatasi duktus pankreas dan duktus biliaris sangat
meningkatkan kemungkinan diagnosis ini. Namun, mengingat bahwa pasien dengan
pankreatitis kronis akan meningkatkan risiko terkena kanker pankreas dan fakta bahwa
beberapa pasien dapat mengembangkan massa fibroinflamatory di caput pankreas, perbedaan
antara striktur jinak dan ganas di tempat ini mungkin tidak sederhana..
PSC sangat jarang melibatkan duktus biliaris ekstrahepatik tanpa kelainan duktus
intrahepatik. Akibatnya, ketika mempertimbangkan diagnosis ini pada pasien dengan striktur
duktus biliaris komunis, sangat penting untuk menilai karakteristik duktus intrahepatik,
termasuk lokasi penyempitan dan dilatasi duktus.
Seperti jenis lain dari kolangitis, PSC dapat dikaitkan dengan penebalan dan
peningkatan enhancemen duktus, yang biasanya lebih menyebar daripada yang biasa terlihat
dengan keganasan (gambar 20). Namun, bahkan pasien dengan PSC yang diketahui,
enhancement abnormal duktus, penebalan, atau striktur tidak secara otomatis diasumsikan
sebagai infalamsi mengingat bahwa risiko seumur hidup kolangiokarsinoma pada pasien PSC
dapat sebesar 10-30% dan menigkat sampai 0,6% tiap tahun. Setiap striktur baru pada CT
terlepas dari penampilan dan gambarannya yang jinak, harus dicurigai dan diperiksa lebih
lanjut untuk mengetahui adanya keganasan. Secara khusus, CT telah membuktikan
keberhasilan dalam mengidentifikasi kolangiokarsinoma pada PSC dengan sensitivitas 82%
dan spesifitas 80%, yang lebih tinggi dari kolangiografi biasa.

Gambar 20. Laki-laki 30 tahun dengan PSC. A dan B, Axial (A) dan coronal (B) gambaran
CT menunjukkan penebalan dan enhancement duktus hepatika dextra (panah, A), dan duktus
biliaris komunis (panah, B), temuan ini disertai inflamasi duktus biliaris aktif.
Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Kota Semarang // FK Unissula Semarang Page
13

Journal Reading

Sekarang, semakin langka ketersediaan terapi antiretroviral (ART), HIV kolangipati


dapat mengakibatkan penyempitan dari duktus intrahepatik dan ekstrahepatik dan stenosis
papiler. Tergantung pada temuan yang tepat, HIV kolangiopati dapat meniru gambaran
sumbatan kolangiokarsinoma duktus biliaris komunis, neoplasma ampulla, atau kolangitis
inflamasi seperti PSC.
Pencitraan saja tidak dapat dipercaya untuk membedakan striktur jinak dari striktur
ganas bilier, meskipun striktus jinak cenderung menghasilkan dilatasi parah duktus biliaris
proksimal, biasanya dikaitkan dengan tingkat yang lebih rendah dari penebalan dan
peningkatan enhancemen dinding duktus biliaris pada lokasi transisi, dan tidak terkait dengan
suspek limfadenopati locoregional atau penyakit metastasis. Selain itu, meskipun sulit dalam
banyak kasus, pemeriksaan yang cermat terhadap lokasi transisi di duktus biliaris komunis
distal harus menemukan adanya bagian yang menyempit, tanda abrupt margin dan
souldering.
KESIMPULAN. Berdasarkan pengalaman kami, baik ductus biliaris communis distal
maupun ampulla merupakan lokasi yang sering salah didiagnosis oleh ahli radiologi. Untuk
menghindari kesalahan dalam menginterpretasikan gambaran yang ditemukan pada lokasi ini
dibutuhkan pendekatan sistematis terutama dalam menentukan dilatasi ductus bilaris yang
tidak bisa dijelaskan. Bukan hanya menunjukkan bahwa MRCP atau ERCP dilakukan untuk
diagnosis akhir, ahli radiologi juga dapat melakukan penilaian CT secara cermat
menggunakan multiplanar reformations dan pencitraan 3D untuk menentukan kemungkinan
diagnosis yang tepat. Diagnosis yang benar dan tepat waktu sangat penting karena lesi di
ampulla dan ductus biliaris communis bisa sangat agresif meskipun ukurannya kecil.
DAFTAR PUSTAKA
Ahuja, 2007, Diagnose Imaging Ultrasound, Amirsys, Canada.
Hadi, S., 2002, Gastroenterologi, Alumni, Bandung.
Herring, W., 2007, Learning Radiology, Mosby, Philadelphia.
Moore, K.L., dan Anne. M.R. A., 2002, Anatomi Dasar Klinis, EGC, Jakarta.
Paulsen, F., dan Waschke, 2012, Atlas Anatomi Manusia-Sobotta, edisi 23, EGC, Jakarta.
Price, S. A., dan Wilson, L. M., 2005, Patofisiologi, volume 1, edisi 6, EGC, Jakarta
Rasad, S., 2005, Radiologi Diagnostik, edisi 2, FKUI, Jakarta.
Schmidt, G., 2006, Differential Diagnose in Ultrasound Imaging, Thieme, New York.
Sidharta, 2006, Atlas Ultrasonografi, FKUI, Jakarta.
Sjamsuhidayat, R., Wim, D.J., 2010, Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi 3, EGC, Jakarta.

Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Kota Semarang // FK Unissula Semarang Page


14

Vous aimerez peut-être aussi