Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Kelompok
: D4
1. BERNARD LEONARDO
2. YANI HARTIWI
3. WENY TANDIRURA
4. FELICIA KANZIL
5. NURUL HAKIKI
6. WILLIAM GRANDINATA
7. BELLINDA MAGDALENA
8. NURLIYANA RAMLI
9. SYAFIQAH NAJWA
10. M. KHAIRUL HAFIZ
102008159
102008174
102008185
102008194
102008201
102008210
102008224
102008296
102008303
102008311
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KEDOKTERAN WACANA ,2010
Jl. Arjuna Utara No. 6 , Jakarta 11510
(tu.fk@ukrida.ac.id)
Daftar isi
1
Kata pengantar................................................................................................................3
Skenario..........................................................................................................................4
Langkah I........................................................................................................................4
Langkah II.......................................................................................................................4
Langkah III.....................................................................................................................5
Langkah IV.....................................................................................................................6
Langkah V.......................................................................................................................6
Pembahasan ....................................................................................................................6
Anamnesa .......................................................................................................................7
Pemeriksaan..................................................................................................................8
Working diagnose.........................................................................................................17
Differensial dignose.....................................................................................................18
Etiologi ......................................................................................................................20
Epidemiologi................................................................................................................22
Patofisiologi................................................................................................................23
Penatalaksanaan..........................................................................................................24
Komplikasi..................................................................................................................26
Prognosis.....................................................................................................................27
Preventif .....................................................................................................................27
Kesimpulan..................................................................................................................28
Daftar pustaka.............................................................................................................29
KATA PENGANTAR
2
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih
dan penyertaan-Nya sehingga penulisan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Tidaklah mudah untuk menyusun suatu makalah, dimana belum ada banyak
pengalaman dan literatur yang memadai sebagai penunjang. Namun dengan usaha sungguh
sungguh dan bantuan dari beberapa pihak sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Untuk itu tak lupa penulis ucapakan terimakasih yang sebesar besarnya kepada
segenap pihak yang telah membantu menyelesaikan penulisan, terutama kepada para dosen
atas sumbangsinya terhadap penulisan makalah ini.
Penulis menyadari sungguh bahwa makalah ini masih jauh dari batas kesempurnaan,
untuk itu penulis mengharapkan segala kritik dan saran yang membangun guna melengkapi
segala kekurangan dari makalah ini.
Harapan penulis, kiranya makalah ini dapat berguna di waktu waktu yang akan
datang, dan dapat dipergunakan dalam mengkaji materi yang berkaitan dengan Metabolik
Endokrin.
Atas perhatiannya penulis sampaikan terimakasih.
Nurliyana Ramli,
Jakarta, 4 Disember 2010
Skenario :
3
Seorang laki-laki, 70 tahun , datang ke klinik tempat anda bekerja dengan keluhan
terdapat benjolan di leher bagian depan yang kian hari makin membesar, sejak 1 tahun yang
lalu. Awalnya benjolan tersebut kecil dan tidak dihiraukan pasien, namun sekarang pasien
sulit menelan dan pasien mengeluh tidak bisa bernapas dengan lapang. Pasien juga mengeluh
suaranya menjadi serak akhir-akhir ini. Pada pemeriksaan fisik, tampak benjolan pada leher
berdiameter 20 cm, konsistensi keras, dan sukar digerakkan dari dasarnya. Pada palpasi
daerah leher tidak teraba adanya pembesaran kelenjar getah bening. TD : 120/80 mmHg ,
Nadi 82x/menit, nafas 26x/menit, suhu tubuh 36.8C
LANGKAH I
IDENTIFIKASI ISTILAH YANG TIDAK DIKETAHUI
Tidak diketemukan
LANGKAH II
IDENTIFIKASI MASALAH
Melalui proses diskusi, ditemukan beberapa permasalahan yang terdapat dalam skenario.
Laki-laki 70 tahun terdapat benjolan dileher semakin membesar sehingga pasien sulit
menelan, bernafas, dan suara menjadi serak.
LANGKAH III
ANALISA MASALAH
4
MIND MAP
Anamnesis
Fisik
Pemeriksaan
Prognosis
Preventif
Penunjang
DD
Penatalaksanaan
Etiologi
Epidemiologi
Patofisiologi
LANGKAH IV
HIPOTESIS
Berdasarkan gejala benjolan dileher dengan konsistensi keras sukar digerakkan dan
menyebabkan sulit bernafas, menelan, dan suara menjadi serak diduga menderita struma
nodosa non toksik.
LANGKAH V
SASARAN PEMBELAJARAN
1. Anamnesa
2. Pemeriksaan
3. Diagnosis kerja
4. Diagnosis banding
5. Etiologi
6. Epidemiologi
7. Patofisiologi
8. Penatalaksanaan
9. Komplikasi
10. Prognosis
11. Preventif
Pembahasan
Pada keadaan normal kelenjar tiroid demikian kecil, sehingga tidak
mempengaruhi bentuk leher. Adakalanya terjadi pembesaran dari kelenjar tiroid yang
disebut dengan struma. Apabila pada pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul maka
pembesaran ini disebut struma nodosa.
Struma mudah ditemukan, karena segera terlihat dan dapat diraba (68% oleh
penderita dan 90% oleh pemeriksa), tetapi justru sulit ditetapkan penyebabnya dan tidak
bermaknanya kelainan anatomi (struma) dengan perubahan fungsi yang terjadi. Struma
nodosa non toksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang teraba sebagai suatu
nodul ,tanpa disertai tanda tanda hipertiroidisme.
ANAMNESA1
1.
Kaji riwayat penyakit :
Sudah sejak kapan keluhan dirasakan klien
Apakah ada anggota keluarga yang berpenyakit sama keluarga bila ada harus curiga
Kecepatan tumbuh tumor nodul jinak membesar lama (tahunan), nodul ganas
membesar dengan cepat (minggu/bulan), misalnya tipe anaplastik pertumbuhannya sangat
cepat dan diikuti rasa sakit terutama pada penderita usia lanjut
PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik untuk kelenjar tirod melibatkan 3 cara yaitu :
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Auskultasi
7
Status Lokalis :
1.
Inspeksi
Benjolan
Warna
Permukaan
Bergerak waktu menelan
2.
Palpasi
Permukaan, suhu
Batas :
-
Lateral : M. Sternokleidomastoideus
Pada status lokalis pemeriksaan fisik perlu dinilai (Mansjoer, 2001) :
1.
jumlah nodul
2.
konsistensi
3.
4.
Inspeksi
1. Inspeksi leher anterior
Pasien dalam posisi selesa sama ada duduk atau berdiri dengan posisikan kepala pasien
agak kebelakang. Dan dengan menggunakan pencahayaan tangensial yang ditujukan
secara langsung kearah dagu pasien, perhatikanlah dengan seksama daerah dibawah
kartilago krikoid untuk menemukan kelenjar tiroid. Batas bawah kelenjar tiroid akan
terlihat.
8
Kemudian mintalah pasien mendongakkan kepala , lalu minta pasien menelan (memberi
air minum). Perhatikan dengan seksama gerakan ke atas dari kelenjar tiroid saat menelan
tadi. Pada saat menelan , kartilago tiroid,krikoid dan kellenjar tiroid akan terlihat naik,
kemudian turun kembali ke tempat asalnya.2
takik suprasternal.
Kemudian ukur sebarang tonjolan pada kontur imaginasi tadi dengan menggunakan
penggaris yang diletakkan di area yang menonjol.3
Palpasi
1. Palpasi leher anterior
Pasien dalam posisi seperti diatas, pemeriksa akan berdiri di hadapan pasien dan coba
temukan lokasi ismus tiroid dengan cara palpasi diantara kartilago krikoid dan takik
suprasternal.
Dengan menggunakan tangan kiri coba untuk retraksi otot sternocleidomastoid dan
tangan kanan akan meraba tiroid untuk menentukan letak, konsistensi, ukuran dan
mobilitas tiroid.
Pasien disuruh untuk menelan saat melakukan palpasi untuk merasakan gerakan keatas
dari kelenjar tiroid.3
lateralnya (lateral margin). Hal yang sama dilakukan untuk menemukan lobus kiri.
Permukaan anterior dari lobus lateral biasanya hampir seukuran phalanx dari ibu jari dan
lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan atau keduanya)
konsistensi
mobilitas
apakah batas bawah benjolan dapat diraba (bila tak teraba mungkin ada bagian
yang masuk ke retrosternal)
Secara klinis sulit membedakan nodul tiroid yang jinak dengan nodul tiroid yang
ganas.
Nodul tiroid dicurigai ganas bila:
Konsistensi keras
Permukaan tidak rata
Batas tak tegas
Sulit digerakkan dari jaringan di sekitarnya
Adanya perubahan warna kulit/ ulkus
Didapati pembesaran kelenjar getah bening
Adanya benjolan pada tulang pipih atau ditemukan adanya metastase di paru.
Kecenderungan keganasan pada nodul tungggal lebih besar daripada multi nodusa.
Auskultasi
Bila kelenjar tiroid membesar , dengan stetoskop yang diletakkan dilokasi kelenjar
tiroid tadi dapat terdengar bunyi bruit, yaitu bunyi sejenis yang terdengar pada murmur
jantung. Bruit dapat sinkronik dengan sistolik atau diastolik atau terus menerus mungkin
dapat terdengar pada penyakit hipertiroid.
Pemeriksaan Penunjang
10
Laboratorium
Mengukur fungsi tiroid
Pemeriksaan menggunakan RIA (Radioimmuno-assay) dan ELISA (Enzyme-Linked
Immunoassay) dalam serum atau plasma darah. Akan tetapi biasanya pada kasus goiter
nontoksik kadar FT4 dan TSH dalam serum adalah normal.
Table 1 : Berikut merupakan yang akan diukur 3 :
Spesimen
Cara
Nilai rujukan
pemeriksaan
TT4 (Tiroksin
Serum
Total)
Chemilumetric
6-12ml/dl
immunoassay
TT3 (Tri-
Serum
iodotironin
Chemilumetric
4-23 th 80-
immunoassay
200ng/dl
Total)
24 tahun 80120ng/dl
FT4 (Free
Serum
Tiroksin)
TSH (Thyroid
Chemilumetric
0.8-1.8 ng/dl
immunoassay
Serum
Stimulating
Chemilumetric
1.3.5.0 mIU/L
immunoassay
Hormone)
Mencari penyebab gangguan fungsi tiroid
Ditemukan 5 macam antigen-antibodi spesifik pada tiroid:
1.
11
2.
3.
4.
5.
Pencitraan
Ultrasonografi
Ultrasonografi digunakan sebagai penuntun biopsi. Ultrasonografi memberikan
informasi tentang morfologi kelenjar tiroid dan merupakan modalitas yang andal dalam
menentukan ukuran, volume kelenjar tiroid serta dapat membedakan apakah nodul tersebut
bersifat kistik , padat atau campuran kistik-padat.
Gambaran ultrasonogram dengan karakterisktik dan risiko kemungkinan ganas adalah
apabila ditemukan nodul yang hipechogenik, mikrokalsifikasi, batas ireguler, peningkatan
aliran vascular pada nodul (melalui pemeriksaan dengan teknik Doppler), serta bila ditemukan
invasi atau limfadenopati regional.
Sidik Tiroid
Pencitraan isotopic yang akan memberikan gambaran morfologi fungsional, yang
berarti hasil pencitraan merupakan refleksi dari fungsi jaringan tiroid. Radiofarmaka yang
digunakan adalah I-131, Tc-99m pertechnetate, Tc-99m MIBI, TI-201 atau F-18FDG. I-131
memiliki perilaku yang sama dengan iodium stabil, yaitu ikut dalam roses trapping dan
organifikasi untuk membentuk hormone tiroid, sedangkan Tc-99m hanya ikut dalam proses
trapping. Pencitraan dengan Tc-99m MIBI, TI-210 atau F-18 FDG digunakan untuk
mendeteksi sisa jaringan residif karsinoma tiroid pasca tiroidektomi atau radiotioblasi.
12
Nodul tiroid autonom adalah nodul tiroid fungsional yang tampak sebagai nodul panas dan
menekan fungsi jaringan tiroid normal sekitarnya. Jaringan tiroid normal akan berfungsi
kembali setelah nodul tiroid otonom tersebut diablasi dengan iodium radioaktif atau
pembedahan.
Pencitraan isotopic (sidik tiroid) dilakukan untuk mengetahui apakah suatu nodul
tiroid menangkap radioaktivitas atau tidak, mendeteksi tiroid aberan (misalnya tiroid lingual
atau substernal), mendeteksi jaringan tiroid sisa pasca tiroidektomi atau jaringan metastase
fungsional dari karsinoma tiroid berdeferensiasi.
Biopsi
13
Sidik tiroid
Panas
Observasi
Hangat
L-Thyriksin 4 5 bln
Dingin
USG
15
Sidik tiroid
Ulangan
FNA
kista
FNA
padat
campuran
FNA
+ Asp
Panas
Observasi
Dingin
FNA
DIAGNOSA KERJA
Struma Nodosa Non Toksik
Struma adalah tumor (pembesaran) pada kelenjar tiroid. Biasanya dianggap
membesar bila kelenjar tiroid lebih dari 2x ukuran normal. Pembesaran kelenjar tiroid
sangat bervariasi dari tidak terlihat sampai besar sekali. Pada struma gondok endemik,
Perez membagi klasifikasi menjadi:
Derajat 0: tidak teraba pada pemeriksaan
Derajat I: teraba pada pemeriksaan, terlihat hanya kalau kepala ditegakkan
Derajat II: mudah terlihat pada posisi kepala normal
Derajat III: terlihat pada jarak jauh.
Berdasarkan klasifikasi dan karakteristik, Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan
beberapa hal, yaitu :
Berdasarkan jumlah nodul
16
Bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih
dari
DIAGNOSIS BANDING
Penyakit Hashimoto
Deskripsi
Penyakit Hashimoto adalah suatu kelainan yang mempengaruhi tiroid, kelenjar kecil
yang terletak di pangkal leher, di bawah jakun. Kelenjar tiroid adalah bagian dari
sistem endokrin, yang menghasilkan hormon yang mengkoordinasikan kegiatan tubuh.
Dalam penyakit Hashimoto, juga dikenal sebagai tiroiditis limfositik kronis, sistem
kekebalan tubuh menyerang kelenjar tiroid. Peradangan yang dihasilkan sering
menyebabkan kelenjar tiroid yang kurang aktif (hipotiroidisme).
Gejala
Penyakit Hashimoto tidak memiliki tanda-tanda dan gejala yang unik.Penyakit
biasanya berkembang perlahan-lahan selama beberapa tahun dan menyebabkan
kerusakan tiroid kronis yang mengakibatkan penurunan kadar hormon tiroid dalam
darah. Tanda-tanda dan gejala terutama orang-orang dari kelenjar tiroid kurang aktif
(hipotiroidisme).
17
terhadap dingin
Sembelit
Kulit pucat, kulit kering
Wajah bengkak
Suara parau
Tingkat kolesterol darah tinggi
Lemah otot
Menoragia
Depresi
Nyeri otot, kaku terutama di
18
Pada pembengkakan leher tidak menimbulkan rasa nyeri atau rasa penuh di
leher. Jika diraba kelenjar terasa membesar, teksturnya seperti karet tetapi tidak
lembut (keras), kadang terasa berbenjol-benjol.
Pengobatan
Pengobatan untuk penyakit Hashimoto dapat mencakup pengamatan dan
penggunaan obat-obatan.
Jika penyakit Hashimoto menyebabkan kekurangan hormon tiroid, penderita
mungkin memerlukan terapi penggantian hormon tiroid. Hal ini biasanya
melibatkan penggunaan sehari-hari dari hormon tiroid sintetis levothyroxine
(levothroid, Levoxyl, Synthroid). Levothyroxine sintetis identik dengan
tiroksin, versi alami hormon ini dibuat oleh kelenjar tiroid. Obat telan
mengembalikan kadar hormon yang memadai dan membalikkan semua gejala
hipotiroidisme.4
- Struma Nodosa Toksik
-
ETIOLOGI
Dedifiensi yodium.
1.
-
Choroid
Ciliary body
Mukosa lambung
Kelenjar susu
Intenstinum tenue
Plasenta
Kelenjar gondok
Akan tetapi sebagian besarnya dimanfaatkan di kelenjar tiroid. maka jika kadar
selalu mengakibatkan hipotiroid dan kretinisme. Seharusnya pada orang dewasa intake
optimal yodium adalah 150-300 g/dl.
2. Kelebihan yodium
4.
5.
Masa pertumbuhan
Pubertas
Menstruasi
Kehamilan
Laktasi
Menopause
Infeksi
Pada masa-masa tersebut dapat ditemui hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid.
Penambahan ini dapat menimbulkan nodularitas kelenjar timid serta kelainan arsitektur
yang dapat berlanjut dengan berkurangnya aliran darah di daerah tersebut sehingga terjadi
iskemia.
EPIDEMIOLOGI
Internasional
Lebih dari 2,2 miliar orang di seluruh dunia memiliki beberapa bentuk
gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI). Dua puluh sembilan persen dari
populasi dunia tinggal di daerah yang memiliki kekurangan yodium (terutama di Asia,
Amerika Latin, Afrika Tengah, dan wilayah Eropa). Dari mereka yang berisiko, 655
juta telah diketahui gangguan tersebut telah menjadi goiter (gondok). Di daerah
kekurangan yodium-dunia, goiter lebih umum daripada di Amerika Serikat. Prevalensi
goiter dapat diperkirakan berdasarkan asupan yodium penduduk.
Mortalitas / Morbiditas
Ras
Seks
dibandingkan pria. Menurut perkiraan terbaik, kejadian goiter pada wanita adalah 1,2 4,3 kali lebih besar dari pada pria.
Umur
diperlukan untuk sintesis hormon tiroid, terjadi selama masa kanak-kanak. Goiter
endemik karena kekurangan yodium terjadi selama masa kanak-kanak, dengan ukuran
goiter yang semakin meningkat dengan usia. Penyebab lain goiter sporadis jarang
terjadi sebelum pubertas dan tidak memiliki usia puncak kejadian. Kejadian nodul
tiroid meningkat dengan usia.6
PATOFISIOLOGI
Etiologi goiter nontoksik antara lain adalah defisiensi yodim atau gangguan
kimia intratiroid yang disebabkan oleh berbagai faktor. Akibat gangguan ini kapasitas
kelenjar tiroid untuk menyekresi tiroksin terganggu, mengakibatkan peningkatan kadar
TSH dan hiperplasia dan hipertrofi folikel-folikel tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid
sering bersifat eksaserbasi dan remisi, disertai hipervolusi dan involusi pada bagianbagian kelenjar tiroid. Hiperplasia mungkin bergantian dengan fibrosis, dan dapat
timbul nodula-nodula yang engandung folikel-folikel tiroid.
23
atau defisiensi iodine berat dan, kemudian peningkatan sekresi TSH. TSH mengiduksi
hiperplasia tiroid difus, yang diikuti oleh hiperplasia fokal dengan nekrosis dan
perdarahan akhirnya terjadinya daerah-daerah hiperplasia fokal baru. Hiperplasia fokal
atau nodular biasanya melibatkan satu klon sel yang mungkin mampu atau tidak untuk
mengambil iodin atau mensitesa tiroglobulin. Jadi, nodul-nodul ini akan variasi dari
nodul panas yang dapat mengkonsentrasikan iodin sampai nodul dingin yang
tidak dapat, dan dari nodul koloid yang dapat mensintesis tiroglobulin sampai
mikrofolikular yang tidak dapat. Mula-mula hiperplasia ini TSH-dependent, tapi
kemudian nodul menjadi TSH-independent atau autonomous. Jadi goiter TSHdependent nontoksik difus tersu berjalan untuk jangka waktu tertentu dan akhirnya
jadi goiter toksik multinodular atau nontoksik TSH-independent.
Mekanisme untuk perkembangan pertumbuhan otonom dan fungsi
nodul-nodul tiroid mungkin melibatkan mutasi yang terjadi pada pembelahan sel yang
diinduksi TSH dalam suatu onkogen yang mengaktifkan protein Gs dalam membran sel.
Mutasi dari onkogen ini yang disebut onkogen gsp telah ditemukan dalam proporsi yang
tinggi pada nodul-nodul ang berasal dari penderita goiter multinodular. Aktivasi kronik
pada protein Gs akan menghasilkan proliferasi dan hiperfungsi sel tiroid bahkan bila TSH
tersupresi.7
PENATALAKSANAAN
T4 digunakan untuk mengurangi ukuran atau menekan pertumbuhan goiter yang lebih
lanjut.
Contoh : Levothyroxine (Synthroid, Levoxyl, Unithroid, Levothroid)
24
Dosis Dewasa : 50-75 mcg / d PO; mengevaluasi TSH dalam 6 minggu, menyesuaikan
dosis untuk menjaga TSH rendah dalam kisaran referensi (yaitu, sekitar 0,3-1 IU / mL)
Dosis anak-anak : Tidak ditetapkan
Kontraindikasi : hipersensitivitas,insufisiensi adrenal; hipertiroidisme subklinis,angina
tidak stabil, tachyarrhythmia.
2)Antitiroid agen
Tindakan
a. Surgery
Indikasi operasi pada struma nodosa non toksika ialah (tim penyusun, 1994) :
keganasan
penekanan
kosmetik
1.
2.
3.
Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena.
Bila hanya satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena
dilakukan subtotal tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher
maka dikerjakan juga deseksi kelenjar leher funsional atau deseksi kelenjar leher
radikal/modifikasi tergantung ada tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar
getah bening.
b. Radioactive yodium
1.
2.
3.
4.
kontraindikasi operasi
ada residu tumor setelah operasi
metastase yang non resektabel
Terapi ini dilakukan untuk mengurangi saiz goiter tersebut. Terapi ini
c. Konsultasi
Berkonsultasi dengan endokrinologi dalam goiter non toksik yang rumit dengan
pembentukan nodul atau gejala obstruktif.
konsultasikan dengan ahli bedah tiroid jika indeks kecurigaan yang tinggi
untuk keganasan ada pada pasien dengan suara serak, limfadenopati, dan paparan
radiasi sebelumnya.8
KOMPLIKASI
1. Perdarahan. Resiko ini minimum, namun hati- hati dalam mengamankan hemostatis dan
penggunaan drain setelah operasi.
2. Masalah terbukanya vena besar (vena tiroidea superior) dan menyebabkan embolisme
udara.
3. Trauma pada nervus laringeus rekurens. Ia menimbulkan paralisis sebagian atau total
(jika bilateral) laring. Pengetahuan anatomi bedah yang kuat dan ke hati- hatian pada saat
operasi harus diutamakan.
4. Sepsis yang meluas ke mediastinum. Seharusnya ini tidak doleh terjadi pada operasi
bedah sekarang ini, sehingga antibiotik tidak diperlukan sebagai pofilaksis lagi.
5. Hipotiroidisme pasca bedah. Perkembangan hipotiroidisme setelah reseksi bedah tiroid
jarang terlihat saat ini. Ini dievaluasi dengan pemeriksaan klinik dan biokomia yang tepat
pasca bedah.
6. Hipokalsemi. Karena terangkatnya kelenjar paratiroid pada saat pembedahan.
7. Hipertiroidisme. Karena dosis hormon atau obat yang berlebih.
8. Obstruksi saluran napas9
PROGNOSIS
26
Prognosis baik. Meskipun tanpa pengobatan penderita goiter nontoksik bisa hidup.
Penderita goiter nontoksik biasanya harus minum levrotiroksin seumur hidup. Mereka harus
menghindari iodida yang dapa tmenginduksi hipertiroidisme atau, bila tidak ada pemberian
tiroksin, hipotiroidisme. Kadang-kadang, adenoma tunggal atau beberapa adenoma akan
menjadi hiperplastik dan mengakibatkan goiter nodular toksik. Goiter nontoksik sering
familial dan anggota keluarga yang lain harus diperiksa dan diawasi untuk kemungkinan
timbulnya goiter. 10
PREVENTIF
Pencegahan Primer
d. Iodisasi air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara
ini memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam
karena dapat terjangkau daerah luas dan terpencil. Iodisasi dilakukan
dengan yodida diberikan dalam saluran air dalam pipa, yodida yang
diberikan dalam air yang mengalir, dan penambahan yodida dalam
sediaan air minum.
27
Pencegahan Sekunder
KESIMPULAN
Hipotesis diterima. Berdasarkan gejala benjolan dileher dengan
DAFTAR PUSTAKA
1. Struma . Diunduh dari : http://www.bedahugm.net/struma/. Pada 24 Nopember 2010.
2. Yasavati K, Mardi S, Johanna SP, Indriani K, Dan H et al/dkk. Pemeriksaan Tiroid. Buku
Panduan Ketrampilan Medik, FK UKRIDA , Jakarta. 2010;5: 36-8.
3. Herawati S. Kelenjar tiroid. Modul Blok-21, Metabolik Endokrin 2, FK UKRIDA
Jakarta. 2010:5
4. Stephanie L. Goiter , Nontoxic. Diupdate pada 22 Maret 2010. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/120392-overview, pada 25 Nopember 2010.
5. Buku Ajar Ilmu Bedah,Edisi 2 ,2003,Penerbit Buku Kedokteran,halaman 682-694
6. Lee SL. Goiter non-toxic. 22 Maret 2010. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/120392-followup. Pada 26 Nopember 2010.
7. Schteingart DE. Gangguan kelenjar tiroid. Dalam: Price SA.Patofisiolgi konsep klinis
proses-proses dasar penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2006.p.1225-34.
8. Anonim.Struma Nodusa Non Toksik., Pedoman Diagnosis dan Terapi., Lab/UPF Ilmu
Bedah., RSUD Dokter Sutomo., Surabaya. 2004.
9. Irga. Keganasan tiroid. Diunduh dari : http://www.irwanashari.com/2008/01/keganasantiroid.html. Pada 25 Nopember 2010.
10. Greenspan FS, Baxter JD. Kelainan-kelainan tiroid. Dalam: Wijaya C, Maulany RS,
Samsudin S. alih bahasa Endokrinologi dasar & klinik. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC;2000. hal. 245-72.
29
30