Vous êtes sur la page 1sur 11

BAB II

PEMBAHASAN
I. KONSEP DASAR MEDIS
A. Pengertian
Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak,
bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosis dengan penyakit jantung atau
tidak. Waktu kejadian tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan sangan cepat begitu
gejala dan tanda tampak (American Heart Association,2010).
Jameson, dkk (2005), menyatakan cardiac arrest adalah penghentian sirkulasi
normal darah akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif.
B. Etiologi
Penyebab cardiac arrest yang paling umum adalah gangguan listrik didalam
jantung. Jantung memiliki sistem konduksi listrik yang mengontrol irama jantung
tetap normal. Masalah dengan sistem konduksi dapat menyebabkan irama jantung
yang abnormal disebut aritmia.
Terdapat banyak tipe aritmia, antara lain :
1. Jantung berdetak terlalu cepat
2. Jantung berdetak terlalu lambat
3. Jantung berhenti berdetak
C.

Patofisiologi
Patofisiologi cardiac arrest tergantung dari etiologi yang mendasarinya. Namun,
umumnya mekanisme terjadinya kematian adalah sama. Sebagai akibat dari henti
jantung, peredaran darah akan berhenti. Berhentinya peredaran darah mencegah aliran
oksigen untuk semua organ tubuh. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi
akibat tidak adanya suplai oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan
oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas
normal. Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5
menit dan selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit (Sudden cardiac death).

Pathway
Cardiac Arrest / Henti jantung

Peredaran Darah berhenti

Suplai Oksigen di Otak

Kehilangan Kesadaran

Gangguan perfusi serebral

D.

Henti Napas

Gangguan pertukaran gas

Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis Cardiac Arrest :
1. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai
oksigen, termasuk otak.
2.

Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak, menyebabkan korban


kehilangan kesadaran (collapse).

3. Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit,
selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit.
4. Napas dangkal dan cepat bahkan bisa terjadi apnea (tidak bernafas).
5. Tekanan darah sangat rendah (hipotensi) dengan tidak ada denyut nadi yang dapat
terasa pada arteri.
6. Tidak ada denyut jantung.

E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Elektrokardiogram
Biasanya tes yang diberikan ialah dengan elektrokardiogram (EKG). Ketika
dipasang EKG, sensor dipasang pada dada atau kadang-kadang di bagian tubuh
lainnya missal tangan dan kaki. EKG mengukur waktu dan durasi dari tiap fase
listrik jantung dan dapat menggambarkan gangguan pada irama jantung. Karena
cedera otot jantung tidak melakukan impuls listrik normal, EKG bisa
menunjukkan bahwa serangan jantung telah terjadi. ECG dapat mendeteksi pola
listrik abnormal, seperti interval QT berkepanjangan, yang meningkatkan risiko
kematian mendadak.
2. Tes darah
3. Pemeriksaan Enzim Jantung
Enzim-enzim jantung tertentu akan masuk ke dalam darah jika jantung
terkena serangan jantung. Karena serangan jantung dapat memicu sudden cardiac
arrest. Pengujian sampel darah untuk mengetahui enzim-enzim ini sangat penting
apakah benar-benar terjadi serangan jantung.
4. Elektrolit Jantung
Melalui sampel darah, kita juga dapat mengetahui elektrolit-elektrolit yang ada
pada jantung, di antaranya kalium, kalsium, magnesium. Elektrolit adalah
mineral dalam darah kita dan cairan tubuh yang membantu menghasilkan impuls
listrik. Ketidak seimbangan pada elektrolit dapat memicu terjadinya aritmia dan
sudden cardiac arrest.
5. Test Obat
Pemeriksaan darah untuk bukti obat yang memiliki potensi untuk menginduksi
aritmia, termasuk resep tertentu dan obat-obatan tersebut merupakan obat-obatan
terlarang.
6. Test Hormon
Pengujian untuk hipertiroidisme dapat menunjukkan kondisi ini sebagai pemicu
cardiac arrest.

7. Pemeriksaan Foto Torak


Foto thorax menggambarkan bentuk dan ukuran dada serta pembuluh darah. Hal
ini juga dapat menunjukkan apakah seseorang terkena gagal jantung.
8. Ekokardiogram
Tes ini menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambaran jantung.
Echocardiogram dapat membantu mengidentifikasi apakah daerah jantung telah
rusak oleh cardiac arrest dan tidak memompa secara normal atau pada kapasitas
puncak (fraksi ejeksi), atau apakah ada kelainan katup.
F. Penatalaksanaan
Penanganan henti jantung dilakukan untuk membantu menyelamatkan pasien /
mengembalikan fungsi cardiovascular. Adapun prinsip-prinsipnya yaitu sebagai
berikut.
1. Tahap I :
a. Berikan bantuan hidup dasar
b. Bebaskan jalan nafas, seterusnya angkat leher / topang dagu.
c. Bantuan nafas, mulut ke mulut, mulut ke hidung, mulut ke alat bantuan nafas.
d. Jika nadi tidak teraba :
1) Satu penolong : tiup paru kali diselingi kompres dada 30 kali.
2) Dua penolong : tiup paru setiap 2 kali kompresi dada 30 kali.
2. Tahap II :
a. Bantuan hidup lanjut.
b. Jangan hentikan kompresi jantung dan Venulasi paru.
c. Langkah berikutnya :
1) Berikan adrenalin 0,5 1 mg (IV), ulangi dengan dosis yang lebih besar
jika diperlukan. Dapat diberikan Bic Nat 1 mg/kg BB (IV) jika perlu.
Jika henti jantung lebih dari 2 menit, ulangi dosis ini setiap 10 menit
sampai timbul denyut nadi.
2) Pasang monitor EKG, apakah ada fibrilasi, asistol komplek yang aneh :
Defibrilasi : DC Shock.
3) Pada fibrilasi ventrikel diberikan obat lodikain / xilokain 1-2 mg/kg BB.

4) Jika Asistol berikan vasopresor kaliumklorida 10% 3-5 cc selama 3 menit.


5) Petugas IGD mencatat hasil kegiatan dalam buku catatan pasien.
6) Pasien yang tidak dapat ditangani di IGD akan di rujuk ke Rumah Sakit
yang mempunyai fasilitas lebih lengkap.

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


Konsep asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami henti jantung harus
segera dilakukan tindakan keperawatan seperti memberikan penanganan awal henti
jantung.
Penanganan Awal Henti Jantung (Cardiac Arrest) . Empat jenis ritme jantung
yang menyebabkan henti jantung yaitu ventricular fibrilasi (VF), ventricular
takikardia yang sangat cepat (VT), pulseless electrical activity (PEA), dan asistol.
Untuk bertahan dari empat ritme ini memerlukan bantuan hidup dasar/ Basic Life
Support dan bantuan hidup lanjutan/ Advanced Cardiovascular Life Support (ACLS)
(American Heart Association (AHA), 2005).
Ventrikel fibrilasi merupakan sebab paling sering yang menyebabkan kematian
mendadak akibat SCA. The American Heart Association (AHA) menggunakan 4 mata
rantai penting untuk mempertahankan hidup korban untuk mengilustrasikan 4
tindakan penting dalam menolong korban SCA akibat ventrikel fibrilasi. Empat mata
rantai tersebut adalah:
1. Sesegera mungkin memanggil bantuan Emergency Medical Service (EMS) atau
tenaga medis terdekat.
2. Sesegera mungkin melakukan RJP.
3. Sesegera mungkin melakukan defibrilasi
4. Sesegera mungkin dilakukan Advanced Life Support diikuti oleh perawatan
postresusitasi.
Sebagaimana kondisi VF, kondisi aritmia lain yang dapat menyebabkan SCA
juga memerlukan tindakan resusitasi jantung dan paru (RJP) yang sebaiknya segera
dilakukan. Adapun algoritma dari RJP yaitu:
Prinsip penangan RJP ada 3 langkah yaitu ABC (Airway/pembebasan jalan
nafas, Breathing/ usaha nafas, Circulation/ membantu memperbaiki sirkulasi).
Namun sebelum melakukan 3 prinsip penanganan penting dalam RJP tersebut,
penolong harus melakukan persiapan sebelumnya yaitu memastikan kondisi aman
dan memungkinkan dilakukan RJP. Setelah memastikan kondisi aman, penolong
akan menilai respon korban dengan cara: memanggil korban atau menanyakan
kondisi korban secara langsung, contoh: kamu tidak apa-apa?; atau dengan

memberikan stimulus nyeri. Jika pasien merespon tapi lemah atau pasien merespon
tetapi terluka atau tidak merespon sama sekali segera panggil bantuan dengan
menelepon nomor emergency terdekat.
A. AIRWAY (Pembebasan jalan nafas)
Persiapan kondisi yang memungkinkan untuk dilakukan RJP adalah
meletakan korban pada permukaan yang keras dan memposisikan pasien dalam
kondisi terlentang. Beberapa point penting dalam melakukan pembebasan jalan
nafas:
1. Gunakan triple maneuver (head tilt-chin lift maneuver untuk membuka jalan
nafas bagi korban yang tidak memiliki tanda-tanda trauma leher dan kepala).
2. Apabila terdapat kecurigaan trauma vertebra cervicalis, pembebasan jalan
nafas menggunakan teknik Jaw-thrust tanpa ekstensi leher.
3. Bebaskan jalan nafas dengan membersihkan hal-hal yang menyumbat jalan
nafas dengan finger swab atau suction jika ada.
B. BREATHING (Cek pernafasan)
Setelah memastikan jalan nafas bebas, penolong segera melakukan cek
pernafasan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan cek
pernafasan antara lain:
1. Cek pernafasan dilakukan dengan cara look (melihat pergerakan
pengembangan dada), listen (mendengarkan nafas), dan feel (merasakan
hembusan nafas) selama 10 detik.
2. Apabila dalam 10 detik usaha nafas tidak adekuat (misalnya terjadi respirasi
gasping pada SCA) atau tidak ditemukan tanda-tanda pernafasan, maka
berikan 2 kali nafas buatan (masing-masing 1 detik dengan volume yang
cukup untuk membuat dada mengembang).
3. Volume tidal paling rendah yang membuat dada terlihat naik harus diberikan,
pada sebagian besar dewasa sekitar 10 ml/kg (700 sampai 1000 ml).

4. Rekomendasi dalam melakukan nafas buatan ini antara lain:


a. Pada menit awal saat terjadi henti jantung, nafas buatan tidak lebih
penting dibandingkan dengan kompresi dada karena pada menit pertama
kadar oksigen dalam darah masih mencukupi kebutuhan sistemik. Selain
itu pada awal terjadi henti jantung, masalah lebih terletak pada penurunan
cardiac output sehingga kompresi lebih efektif. Oleh karena inilah alasan
rekomendasi untuk meminimalisir interupsi saat kompresi dada.
b. Ventilasi dan kompresi menjadi sama-sama penting saat prolonged VF
SCA.
c. Hindari hiperventilasi (baik pernapasan mulut-mulut/ masker/ ambubag)
dengan memberikan volume pernapasan normal (tidak terlalu kuat dan
cepat)
d. Ketika pasien sudah menggunakan alat bantuan nafas (ET. LMA, dll)
frekuensi nafas diberikan 8-10 nafas/menit tanpa usaha mensinkronkan
nafas dan kompresi dada.
e. Apabila kondisi tidak memungkinkan untuk memberikan nafas buatan
(misalnya korban memiliki riwayat penyakit tertentu sehingga penolong
tidak aman/resiko tertular) maka lakukan kompresi dada.
f. Setelah pemberian pernafasan buatan, segera lakukan pengecekan
sirkulasi dengan mendeteksi pulsasi arteri carotis (terletak dilateral
jakun/tulang krikoid).
g. Pada pasien dengan sirkulasi spontan (pulsasi teraba) memerlukan
ventilasi dengan rata-rata 10-12 nafas/menit dengan 1 nafas memerlukan
5-6 detik dan setiap kali nafas harus dapat mengembangkan dada.
C. CIRCULATION
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mempertahankan sirkulasi pada
saat melakukan resusitasi jantung dan paru:
1. Kompresi yang efektif diperlukan untuk mempertahankan aliran darah
selama resusitasi dilakukan.

2. Kompresi akan maksimal jika pasien diletakan terlentang pada alas yang
keras dan penolong berada disisi dada korban.
3. Kompresi yang efektif dapat dilakukan dengan melakukan kompresi yang
kuat dan cepat (untuk dewasa + 100 kali kompresi/menit dengan kedalam
kompresi 2 inchi/4-5 cm; berikan waktu untuk dada mengembang sempurna
setelah kompresi; kompresi yang dilakukan sebaiknya ritmik dan rileks).
4. Kompresi dada yang harus dilakukan bersama dengan ventilasi apabila
pernafasan dan sirkulasi tidak adekuat. Adapun rasio yang digunakan dalam
kompresi dada dengan ventilasi yaitu 30:2 adalah berdasarkan konsensus
dari para ahli. Adapun prinsip kombinasi antara kompresi dada dengan
ventilasi antara lain; peningkatan frekuensi kompresi dada dapat
menurunkan hiperventilasi dan lakukan ventilasi dengan minimal interupsi
terhadap kompresi. Sebaiknya lakukan masing-masing tindakan (kompresi
dada dan ventilasi) secara independen dengan kompresi dada 100x/menit
dan ventilasi 8-10 kali nafas per menit dan kompresi jangan membuat
ventilasi berhenti dan sebaliknya, hal ini khususnya untuk 2 orang
penolong).
5. Pada pencarian literature ditemukan lima sitation: satu LOE (Level Of
Evidence) 4, dan Empat LOE 6. Frekuensi tinggi (lebih dari 100 kompresi
permenit) manual CPR telah dipelajari sebagai teknik meningkatkan
resusitasi dari cardiac arrest. Pada kebanyakan studi pada binatang,
frekuensi CPR yang tinggi meningkatkan hemodinamik, dan tanpa
meningkatkan trauma (LOE6, Swart 1994, Maier 1984, Kern 1986). Pada
satu tambahan studi pada binatang, CPR frekuensi tinggi tidak
meningkatkan hemodinamik melebihi yang dilakukan CPR standar (cit
Tucker, 1994).

D. PENGKAJIAN
Umumnya data yang diperoleh pada saat pengkajian yaitu data objektif, antara
lain :
1. Warna kulit pucat
2. Kulit dingin
3. CRT >2detik
4. Sianosis kuku dan bibir
5. Terlihat distress pernafasan
6. Tekanan darah tidak ada
7. Nadi perifer tidak teraba
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan penurunan suplai O2 ke
otak
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai O2 tidak adekuat
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kemampuan pompa
jantung menurun.
F. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan penurunan suplai O2 ke
otak
a. Berikan vasodilator misal nitrogliserin,nifedipin sesuai indikasi
b. Posisikan kaki lebih tinggidari jantung
c. Pantau adanya pucat,sianosis dan kulit dingin atau lembab
d. Pantau pengisian kapiler (CRT)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai O2 tidak adekuat
a. Berikan O2 sesuai indikasi
b. Pantau GDA pasien
c. Pantau pernapasan klien

3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kemampuan pompa


jantung menurun
a. Lakukan pijat jantung
b. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat
sesuai indikasi
c. Palpasi nadi perifer
d. Pantau tekanan darah
e. Kaji kulit pucat dan sianosis

Vous aimerez peut-être aussi