Vous êtes sur la page 1sur 18

Journal Reading

Recurrent Early Pregnancy Loss


Abortus Habitus

Pembimbing :
dr. Komang Arianto, Sp.OG

Disusun oleh :
Rico Wicaksana Putra (07120110035)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT ANGAKATAN LAUT MARINIR CILANDAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE 1 JUNI 9 AGUSTUS 2015

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Definisi
Kegagalan pada kehamilan muda, atau dalam bahasa medis kita sebut dengan
Abortus didefinisikan dengan terjadinya terminasi kehamilan sebelum 20 minggu
usia kehamilan atau berat badan fetus kurang dari 500gram. Dalam usia kehamilan
ini, dapat disebutkan bahwa fetus belum mampu mempertahankan hidupnya sendiri
(belum viabilitas).
Abortus atau kegagalan pada kehamilan muda merupakan suatu pengalaman
yang menyakitkan hati dan menimbulkan frustrasi bagi pasien maupun bagi dokter.
Kondisi kegagalan ini sayangnya merupakan komplikasi yang paling sering pada
masa kehamilan, hampir 75% dari keseluruhan wanita hamil. Kebanyakan abortus ini
tidak disadari dan muncul sebelum atau dengan haid berikutnya, dari abortus yang
disadari, 15-20% berujung pada abortus spontan. Sekitar 5% pasangan mengalami 2
kali kegagalan kehamilan konsekutif dan 1% mengalami 3 kali kegagalan kehamilan
konsekutif.
Tabel 1. Beberapa istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan kegagalan
kehamilan
Istilah
Chemical Pregnancy
Loss
Early Pregnancy loss
Abortus Spontan
Abortus Rekuren atau
Abortus habitus*
Stillbirth

Definisi
Kegagalan pada kehamilan yang sangat dini, sebelum ada
bukti secara biokimia (sebelum tes Plano positif beta hCG
meningkat)
Abortus pada trimester pertama, kehilangan berdasarkan
histologis dan pemeriksaan USG
Kegagalan pada kehamilan sebelum 20 minggu usia
kehamilan, didasarkan dari Hari Pertama Haid Terakhir
Abortus spontan yang terjadi 2 kali atau lebih secara
konsekutif
Kegagalan pada kehamilan setelah 20 minggu usia

kehamilan
Kematian Neonatus
Meninggalnya bayi baru lahir dalam 28 hari pertama
*ASRM Practice Committee Report redefined recurrent pregnancy loss, as above,
January 2008
1.2 Insidensi
Kebanyakan dari penelitian menyebutkan bahwa rasio dari abortus spontan
sekitar 10-15%, namun rasio yang benar untuk kegagalan pada kehamilan muda

mencapai 50% karena tingginya angkat chemical pregnancies loss yang tidak disadari
dalam 2-4 minggu setelah konsepsi. Kebanyakan kegagalan dari kehamilan ini
disebabkan karena kegagalan gamet / sel kelamin (contohnya disfungsi ovum atau
sperma). Dalam penelitian yang dilakukan Wilcox et al. pada tahun 1998, yang
meneliti 221 perempuan yang diikuti secara rutin hingga 707 dari total siklus haid,
dan tercapai 198 kehamilan. Hasilnya mengejutkan, 43 kehamilan (22%) mengalami
kegagalan kehamilan sebelum onset haid berikutnya, mengalami chemical pregnancy
loss, sedangkan 20 kehamilan (10%) mengalami kegagalan yang disadari.
Data dari beberapa penelitian mengindikasikan setelah 1 abortus spontan yang
terjadi, terjadi peningkatan dasar risiko dari pasangan tersebut untuk mengalami
abortus spontan berikutnya hingga 15%. Namun, jika 2 abortus spontan terjadi secara
konsekutif, terjadi peningkatan hingga 30%. Rasio ini lebih tinggi pada wanita yang
belum memiliki seorang anakpun. Beberapa grup peneliti telah mengestimasikan
risiko kegagalan kehamilan setelah 3 abortus spontan konsekutif adalah 30-45%, yang
hampir serupa dengan 2 abortus spontan konsekutif. Data inilah yang menyebabkan
definisi dari abortus habitus dan evaluasi diagnosis dari etiologi abortus dilakukan
setelah 2 kali abortus.

BAB II. PEMBAHASAN


2.1.

Etiologi

Banyak faktor yang menjadi penyebab munculnya abortus ini, dan pada setiap
kali terjadi abortus habitus harus dipikirkan kemungkinan etiologi yang mendasari.
Sering kali abortus habitus ini didasari lebih dari 1 etiologi. Berikut dipaparkan
beberapa etiologi yang umum dari abortus habitus :
1. Penyebab Genetik
o Embrionik defek genetik : Aneuploidi, somatic, kromosom seks,
kelainan Mendelian, multifaktorial, abnormalitas dari kromosom

2.

3.

4.
5.

6.

7.

parental dan inversion dari kromosom.


o Anembrionik (Blighted ovum)
Penyebab Imunologis
o Autoimmune
o Alloimune
Penyebab Anatomis
o Anomali Uterus
Septal Uterus
Hemiuterus / Unikornuata uterus
Bikornuata Uterus
o Diethylstilbestrol-linked
o Sindroma Asherman
o Inkompetensi Serviks
o Leiomioma
o Polip Uterus
Penyebab Infeksi
Penyebab Lingkungan
o Merokok
o Konsumsi Alkohol berlebihan
o Kafein
Penyebab Endokrin
o Diabetes Melitus
o Antibodi anti-tiroid
o Defisiensi fase luteal
Penyebab Hematologis
Dari sekian banyak etiologi yang mendasari, hal-hal seperti usia kehamilan

saat mengalami keguguran, riwayat trauma, coitus sebelumnya dapat membantu


mendekatkan diagnosis. Hampir 70% abortus spontan pada 12 minggu awal
disebabkan karena kelainan genetic, sedangkan keguguran karena Sindroma AntiFosfolipid Antibodi / Antiphospholipid Antibody Syndrome (APS) dan Inkompetensi
Serviks lebih sering terjadi setelah trimester pertama.
2.1.1.

Penyebab Genetik

Prevalensi dan Tipe

Kebanyakan dari abortus spontan disebabkan dari kariotipe yang abnormal


dari embrio. Setidaknya ada 50% dari abortus spontan pada trimester pertama
memiliki sitogenetik yang abnormal. Figur ini tidak mencakup abnormalitas yang
disebabkan oleh kelainan genetic tunggal, seperti kelainan mendelian, atau mutasi
pada beberapa lokus. Beberapa contoh yang tidak dapat dideteksi dengan
mengevaluasi kariotipe adalah kelainan poligenik dan multifaktorial.
Rasio tertinggi dari abnormalitas citogenetik pada konsepsi umumnya timbul
pada awal dari kehamilan, dengan rasio yang semakin menurun sejak masa
embrionik (Crown Rump Length >30mm). Rasio dari abortus dengan euploidi dan
aneuplodi meningkat seiring meningkatnya usia kehamilan ibu.
Keguguran berulang dapat disebabkan oleh 2 tipe dari abnormalitas
kromosom, yaitu 1) berulangnya kondisi aneuploidi pada embrio yang biasanya
tidak keturunan, atau 2) kelainan dari struktur genetik salah satu dari orang tua.
Aneuploidi
Embrio memiliki kelainan pada sitogenetikanya yang umumnya aneuploidy
karena kondisi sporadik seperti nondisjunction meiotic atau polyploidy dengan
abnormalitas saat fertilisasi.
Autosomal Trisomy Specific Trisomy
Kondisi autosomal trisomy ini melibatkan 50% dari abortus dengan aneuploidy
pada trimester pertama, biasanya muncul secara de novo karena adanya
nondisjunction meiotic saat gametogenesis pada orang tua yang memiliki kariotipe
normal.
Trisomi 16, yang melibatkan 30% dari keseluruhan trisomi, merupakan yang
paling sering. Kondisi trisomi yang memiliki viabilitas adalah trisomi kromosom
13,16, dan 21. Hampir 1/3 dari fetus dengan Down Syndrome lahir cukup bulan
dan hidup.
Autosomal Monosomies umumnya jarang ditemukan
Monosomy X (Sindroma Turner)

Sindroma Turner seringkali diobservasi dan merupakan salah satu dari penyebab
yang umum pada kelainan genetik yang menimbulkan abortus spontan. Sindroma
ini melibatkan 20-25% dari keseluruhan abortus dengan abnormalitas sitogenetik.
Triploidy dan tetraploidy
Triploidi dan tetraploidi berkatian dengan fertilisasi yang abnormal dan tidak
kompatibel dengan kehidupan, triploidi didapatkan sekitar 16% pada abortus,
dengan fertilisasi dari ovum normal yang haploid dengan 2 sperma (dispermi)
yang merupakan mekanisme primer dari kelainan ini. Tetraploidi didapatkan
sekitar 8% dari abortus, karena adanya kegagalan dalam fase pembelahan pada
zigot normal yang diploid.
Abnormalitas Kromosom Parental
Struktur kromosom yang abnormal ini muncul kurang lebih 3% dari abortus
dengan kelainan sitogenetik. Kondisi ini menyebabkan konsentrasi sperma yang
rendah, infertilitas pada pria, dan penurunan kecenderungan untuk hamil.
Abnormalitas genetic / kelainan Mendelian
Beberapa mutasi genetic tertentu, seperti kelainan autosomal dominan dapat
berujung pada distrofi muscular, dapat mengakibatkan pasien menjadi rentan
infetilitas atau rentan abortus. Penyebab dari aborsi untuk penyakit ini masih
belum diketahui, namun berkaitan dengan interaksi gen yang abnormal ditambah
dengan kelainan dari fungsi uterus dan gangguan implantasi.
Gangguan kelainan autosomal dominan lain yang berkaitan dengan abortus
spontan termasuk diplasia letak skeletalseperti osteogenesis imperfekta tipe II dan
thanatoforik dysplasia.
Gangguan maternal yang berkaitan dengan meningkatnya abortus adalah kelainan
jaringan ikat seperti Sindroma Marfan, Ehlers-Dahlors, homosisteinuria dan
pseudoxanthoma elastikum.
Gangguan hematologis yang berkaitan dengan kegagalan kehamilan berulang
termasuk disfibrinogenemia, faktor XIII defisiensi, dan anemia sickle cell. Kondisi
ini meningkatkan abortus karena mikroinfark dari plasental bath.
Tatalaksana penyebab genetik

Untuk pasangan yang mengalami abortus spontan dikarenakan oleh dugaan


penyebab genetic, standar pelayanan adalah dengan menawarkan konseling
genetic. Dikarenakan usia tua meningkatkan risiko kariotipe abnormal pada
konsepsi, amniosentesis secara rutin sering kali diajukan untuk semua wanita
hamil tua, yang didefinisikan dengan usia diatas 35 tahun. Risiko wanita memiliki
fetus aneuploidy adalah 1 per 80 saat berusia lebih dari 35, risiko ini jauh lebih
tinggi dibanding pasien yang melakukan amniosentesis 1 per 200.
Dikarenakan analisis kariotipe tidak membantu untuk mendeteksi kelainan
dikarenakan mutasi satu gen atau mutasi pada beberapa lokus terutama delesi
kecil dan translokasi, oleh karena itu Fluoroscence in situ hybridization (FISH)
sering digunakan untuk standar komplemen dari pemeriksaan sitogenetik. Jika
kromosom parental memiliki abnormalitas, maka harus dimulai pemeriksaan
terhadap keluarga, dan konseling pada keluarga sangat direkomendasikan. Bila
faktor risiko telah diindentifikasi, maka seluruh alternative harus didiskusikan,
termasuk untuk memiliki kehamilan baru, adopsi atau mencoba hamil lagi dengan
persiapan prenatal yang lebih baik, gamet donor atau dengan melakukan
pemeriksaan Preimplantation genetic diagnosis (PGD).
Konsep dari Preimplantation genetic screening (PGS) telah lama dijelaskan,
dengan melibatkan penggunaan FISH untuk skrining blastomer aneuploidy pada
wanita tua dan yang memiliki abortus habitus.
PGS dan FISH dapat digunakan secara akurat untuk mendeteksi 70% aneuploidy
yang umum menimbulkan abortus pada trimester pertama, tetapi sering kali
dikritik karena tidak dapat mendeteksi secara menyeluruh dari kelainan genetic.
Namun dalam beberapa penelitian, tidak mendukung penggunaan PGS pada
pasien dengan abortus habitus karena tidak membantu dalam menurunkan angka
abortus pada wanita. Kerugian dari PGD ini adalah misdiagnosis, kemungkinan
menurunkan rasio implantasi dengan biopsi embrionik.
2.1.2.
Penyebab Immunologis
Abnormalitas Autoimun
1. Antiphospolipid Antibody Syndrome (APS)
Penyakit ini dikenal juga dengan sindroma lupus antikoagulan dan sindroma
Hugh. Kelainan ini ditandai dengan adanya Antibodi APL, yang sering kali
berkaitan dengan kegagalan kehamilan dalam periode pre-embrionik

(<6minggu), embrionik (6-9 minggu), dan fetus (>10minggu). 10-20% wanita


dengan kegagalan kehamilan dini umumnya positif terhadap pemeriksaan
antibodi APL.
Terdapat tiga kelas yang telah diidentifikasi sebagai antibodi APL, yaitu antiCardiolipin (aCL), lupus anti-coagulant (LAC), dan antibody anti-beta 2
glikoprotein 1. Sebagai tambahan. serologi ini dapat false-positive pada pasien
dengan sifilis dengan signifikansi klinis yang sama.
APS dapat didiagnosis ketika gejala klinis, obstetric dan juga hasil
laboratorium memadai. Diagnosis dari APS memerlukan minimal 1 dari
kriteria klinis dan satu dari kriteria laboratorium :
o Kriteria Klinis
Vaskular Trombosis
Morbiditas pada kehamilan
3 atau lebih abortus yang tidak dapat dijelaskan dengan
penyebab anatomi, genetic dan hormonal sudah

disingkirkan
1 atau lebih kematian yang tidak dapat dijelaskan
dengan morfologi fetus normal saat dan setelah 10

minggu usia kehamilan


1 atau lebih kelahiran premature dengan morfologi bayi
normal saat dan sebelum 34 minggu usia kehamilan,
berkaitan dengan preeclampsia berat

o Kriteria Laboratorium
aCL : IgG dan/atau IgM terdapat dalam titer tinggi dan sedang
dalam 2 atau lebih pertemuan, dalam rentang lebih dari 6

minggu
Demonstrasi dari pemanjangan dari pembekuan terkait
fosfolipid (aPTT, Kaolin Clotting Time, dilute Russell viper

venom time, dilute PT, Textarin Time)


Kegagalan untuk mengoreksi pemanjangan tes tersebut dengan

normal platelet poor plasma


Pemendekan tes skrining terkait fosfolipid dengan penambahan

fosfolipid yang berlebihan


Ekslusi dari kondisi koagulopati lain

Antibodi tersebut dapat ditunjukkan dengan pemeriksaan ELISA atau


koagulasi yang positif untuk LAC (Lupus Anti-Coagulant). Hal yang perlu
diingat adalah dengan adanya keberadaan antibodi saja tanpa adanya gejala
klinis tidak dapat mendefinisikan sindrom ini.
Pasien yang memiliki titer APL Antibodi yang tinggi dan juga IgG isotope
memiliki prognosis yang lebih buruk dibanding yang memiliki titer yang
rendah.
2. Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
SLE merupakan salah satu penyakit yang sangat umum dan berkaitan erat
dengan APS. Pasien dengan SLE memiliki 12-30% prevalensi untuk aCL
antibodi dan 15-34% prevalensi untuk LAC. SLE, seiring dengan kaitannya
dengan APL antibodi, meningkatkan risiko terjadinya abortus spontan dan
kegagalan kehamilan tua. Pasien dengan SLE memiliki rasio keguguran 10%.
Peningkatan kegagalan kehamilan lanjut berkaitan dengan meningkatnya
insiden dari kematian janin pada trimester dua dan tiga, terutama pada pasien
SLE, yang didominasi dengan keberadaan APL antibodi.
Penyakit lain yang berkaitan dengan APL antibodi diantaranya, yaitu :
o Kondisi obstetric terkait dengan APL Antibodi
Preeklampsia
IUGR
Detak Jantung Janin yang abnormal
Kehamilan dan persalinan premature
Kegagalan kehamilan
o Kondisi terkait dengan APL antibodi
Trombosis arteri dan vena
Autoimun trombositopenia
Autoimun hemolitik anemia
Livedo reticularis
Chorea
Hipertensi Pulmonal
Ulkus kaki kronik
3. Antinuclear Antibody (ANA)
ANA memiliki kaitan yang erat dengan terjadinya abortus habitus, meskipun
pada pasien yang tidak memiliki bukti akan gejala autoimun. Dalam

kebanyakan penelitian, titer ANA pada wanita dengan abortus habitus


meningkat sedikit.
4. Antithyroid antibodies
Tidak seperti ANA, antitiroid antibodi ini merupakan faktor independen yang
menjadi marker dari peningkatan risiko keguguran. Risiko keguguran
mencapai 17% dibanding 8% pada kehamilan tanpa antitiroid antibodi. Namun
mekanisme yang menjelaskan hubunga antara keduanya masih belum dapat
dijelaskan.
Tatalaksana
Vaskular thrombosis yang terkait dengan APL antibodi diduga didasarkan
karena peningkatan rasio tromboksan prostasiklin. Peningkatan kadar
tromboksan ini pada plasenta akan berujung pada thrombosis di permukaan
uteroplasenta, yang dapat menjelaskan aksi dari aspirin dosis rendah pada
kehamilan dengan APL antibodi. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa
thrombosis terjadi secara sekunder akibat peningkatan agregasi platelet,
penurunan dari aktivasi protein C, peningkatan ekspresi faktor jaringan dan
peningkatan sintesis dari PAF (Platelet Activating Factor).
Pemberian pengobatan pada pasien dengan APS umumnya dapat menurunkan
angka kegagalan pada kehamilan namun tidak menutup kemungkinan
terjadinya abortus meskipun dalam pengobatan. Pilihan terapi yang dapat
diberikan adalah :

Heparin Subkutan
Aspirin dosis rendah
Prednisone
Imunoglobulin
dan Kombinasi dari terapi diatas

Sebagai tambahan, ada sebuah studi yang menunjukkan model penggunaan


siprofloxacin menurunkan keguguran dengan memodulasi ekspresi IL-3 pada
splenosit. IL-3 dihipotesa merupakan salah satu faktor pertumbuhan plasenta
sehingga dapat mengompensasi kerusakan yang terjadi.

Penggunaan heparin subkutan 2x 5000 Unit/hari dan aspirin dosis rendah


80mg/hari dapat meningkatkan rasio survival dari janin dari 50% menjadi 80%
terutama pada pasien dengan 2 keguguran atau lebih.

Abnormalitas Alloimun
Keguguran dapat muncul ketika respon dari kekebalan maternal dengan
antigen plasenta atau jaringan fetus abnormal.

2.1.3.

Penyebab Anatomi

Defek dari anatomi uterus telah diketahui merupakan salah satu penyebab
komplikasi

obstetric,

termasuk

abortus

habitus,

persalinan

premature,

malpresentasi meskipun dalam kebanyakan pasien dengan defek seperti ini dapat
lahir normal tanpa adanya gangguan. Sering kali, komplikasi yang muncul
disebabkan karena kelainan dari vaskularisasi sehingga dapat menyebabkan
IUGR. Defek pada anatomi ini berperan dalam 26% risiko munculnya kegagalan
kehamilan.

Uterine Mullerian Anomalies


Kondisi kelainan uterus yang paling umum adalah uterus bersepta, unikornuat,
bikornuat dan didelphys. Dari semuanya, uterus unikornuat yang paling jarang
namun dapat menyebabkan IUGR dan juga malpresentasi. Rasio tertinggi dari
kelainan anatomi yang berujung pada keguguran adalah 47% pada bikornuat
uterus dibanding 26% pada uterus bersepat dan 17% pada unikornuat uterus.
Disamping adanya anomali mullerian ini, masih ada beberapa kondisi lain yang
dapat berujung pada gangguan anatomi seperti

pajanan diethylstilbestrol,

Sindroma Asherman, inkompetensi serviks, leiomioma dan polip uterus.


Tatalaksana
Diagnosis yang akurat dari mullerian anomali sangatlah penting. Pemeriksaan
yang dipilih adalah dengan hystereskopi, hysterosalphingography (HSG),
sonohysterograms, dan vaginal USG. Pemeriksaan dengan MRI juga dapat
digunakan.

Koreksi secara operasi dari kelainan anatomi ini tidak menunjukkan peningkatan
yang signifikan dengan penurunan rasio abortus.
2.1.4.

Penyebab Infeksi

Teori yang menyampaikan infeksi pada kehamilan dapat menyebabkan keguguran


telah ada sejak lama, namun infeksi sangat jarang menimbulkan abortus habitus.
2.1.5.

Penyebab Lingkungan

Penyebab lingkungan yang dapat menyebabkan malformasi berperan kurang lebih


10% dalam terbentuknya malformasi, kurang lebih 1% dari keseluruhan
malformasi berkaitan dengan obat, kimia dan radiasi.
Isotretinoin (Accutane)
Isotretinoin merupakan asam retinoik yang digunakan untuk mengobati jerawat
yang berat dan berkaitan dengan abortus spontan.

Gas Anestesia
Kaitan antara pajanan dengan konsentrasi dari gas anastesi pada ruang operasi
ternyata menunjukkan adanya peningkatan risiko keguguran dan juga kelainan
kongenital.
Tembakau
Pajanan maternal terhadap tembakau dan efeknya pada keluaran kehamilan telah
menjadi pertanyaan. Merokok memiliki ratusan dari zat beracun. Nikotin
dikabarkan dapat mengurangi sirkulasi plasenta dan fetal karena zat vasoaktifnya.
Karbon monoksida mengurangi asupan nutrisi dan darah fetus dan maternal , dan
timbal merupakan zat neurotoksin. Meskipun banyak keburukannya, namun
merokok hanya sedikit berpengaruh dengan risiko terjadinya abortus habitus.
Alkohol

Pajanan maternal pada alkohol yang berlebihan dikabarkan meningkatkan risiko


dari terjadinya abortus spontan.
Konsumsi kopi
Konsumsi kopi sudah lama menjadi subjek yang banyak perdebatannya sejak
1980. Hal ini disebabkan karena adanya konflik, dimana sebagian peneliti
menyebutkan konsumsi kopi yang moderat (<350mg/hari) tidak berkaitan dengan
risiko abortus spontan, dan sebagian lain menyatakan adanya peningkatan dari
risiko abortus spontan dengan konsumsi kopi sebegitunya.
2.1.6.

Penyebab Endokrin

Ovulasi, implantasi dan tahap awal pada kehamilan bergantung pada pengaturan
sistem endocrine maternal. Kebanyakan memberikan perhatian pada kelainan
endocrinal sistemik, gangguan fase luteal dan kejadian hormonal setelah konsepsi
terutama kadar progesteron pada awal kehamilan.
Diabetes Mellitus
Wanita dengan diabetes mellitus yang terkontrol baik biasanya tidak memiliki
risiko keguguran lebih dari orang yang tidak memiliki diabetes. Namun, pada
pasien dengan penyakit diabetes yang tidak terkontrol dan kadar HbA1c-nya
tinggi pada trimester pertama akan meningkatkan risiko keguguran dan
malformasi fetus yang sangat signifikan, rasio abortus dapat meningkat 2-3 kali
dari biasanya.
Gangguan tiroid
Tidak ada yang menunjukkan bahwa gangguan dari hormone tiroid ini
berhubungan dengan abortus habitus, namun bila kadar antitiroid antibodi tinggi
maka akan memiliki dampak untuk munculnya keguguran (tiroid peroksidase dan
tiroglobulin).
Rendahnya kadar progesterone
Progesteron merupakan faktor utama yang berperan dalam pematangan dari
endometrium untuk bersekresi dan proses perubahan menjadi desidua serta
implantasi. Hal ini menimbulkan banyak penjelasan kaitan antara rendahnya kadar

progesterone dengan tingginya angka abortus. Pada saat kehamilan, korpus luteum
masih berperan sebagai penghasil utama dan kritikal dalam 7 minggu pertama,
namun setelahnya yang memeiliki peran lebih dominan adalah trofoblas dari
plasenta karena sudah memiliki kemampuan steroidogenik untuk mendukung
kehamilan. Pada pasien yang korpus luteum dibuang sebelum 7 minggu usia
kehamilan, keguguran terjadi. Hanya bila progesterone diberikan, maka kehamilan
akan bertahan.
Defek Fase Luteal
Gangguan pada corpus luteal untuk menghasilkan progesterone sehingga terdapat
kondisi insufisiensi luteal progesterone akan berujung pada infertilitas atau
abortus. Metode yang digunakan untuk mendiagnosis defek fase luteal (DFL)
adalah dengan mencatat suhu basal tubuh, mengevaluasi konsentrasi progesterone
dan specimen histologi dari biopsi endometrium.
Kriteria standar yang digunakan untuk mendiagnosis DFL ini adalah karakteristik
histologi dari biopsi endometrium pada fase luteal berada 2 hari dari yang
diharapkan. Meskipun 23-60% DFL dilaporkan pada pasien yang memiliki
riwayat abortus habitus, sebanyak 31% pasien fertile normal memiliki DFL sesuai
dengan endometrial biopsi. Hal ini menyebabkan metode diagnosis ini dianggap
tidak cukup baik.
Cara lain adalah dengan menilai waktu puncak ovulasi kemudian akan dimulai
fase luteal dan akan diukur kadar progesteron. Namun kondisi ini juga masih
belum dapat mewakili secara tepat pasien dengan DFL.
2.1.7.

Penyebab Hematologi

Perubahan hematologi dan kehamilan


Kebanyakan dari abortus habitus dikarakteristikkan dengan adanya defek pada
plasentasi dan kalsifikasi/mikrotrombi pada vaskularisasi plasenta. Sebagai
tambahan, beberapa kondisi genetik yang diwariskan dan menyebabkan wanita
tersebut rentan mengalami trombus baik arteri ataupun vena, dapat meningkatkan
kegagalan dalam kehamilan (APS, SLE, Gangguan koagulasi). Beberapa
komponen koagulasi dan jalur fibrinoliik sangat penting dalam implantasi
embrionik, invasi dari trofoblas dan proses plasentasi secara keseluruhan.

Kehamilan normal dan kondisi hiperkoagulasi


Dalam kondisi kehamilan normal, terdapat penambahan dari faktor-faktor
prokoagulan seperti faktor VII, VIII, X dan fibrinogen, dimulai dari 12 minggu
usia kehamilan. Namun kondisi ini tidak diikuti dengan peningkatan yang sama
dari faktor-faktor antikoagulan seperti protein C, protein S dan juga antitrombin
III dimana protein S berkurang 40-50% sedangkan protein C dan Antitrombin
tetap stabil
Aktivitas fibrinolitik juga menjadi berkurang, dengan adanya peningkatan level
dari Plasminogen Activator Inhibitor - 1 (PAI-1) yang dihasilkan endotel dan juga
PAI II yang dihasilkan oleh trofoblast.
Aktivasi dari platelet dan peningkatan produksi dari tromboksan, disertai dengan
penurunan sensitivitas dari antiagregasi prostasiklin, meningkatkan kondisi
protrombik dalam kehamilan.
Perubahan terkait dengan kehamilan abnormal
Kumpulan bukti menunjukkan bahwa wanita dengan riwayat abortus habitus
memiliki kondisi hiperkoagulasi meskipun saat belum hamil, sehingga saat
kehamilan menyebabkan kondisi hiperkoagulasi ini menjadi sangat berbahaya.
Kehamilan yang tidak normal berkaitan dengan produksi dari beberapa faktor
yang mengubah kondisi tromboresisten menjadi trombogenik. Pada kondisi ini,
terjadi peningkatan pada distribusi fibrin pada vili korion dan juga adanya
penurunan fungsi dari faktor antikoagulan fisiologis sehingga sering terjadi
pembentukan bekuan darah. Hal ini yang menimbulkan terjadinya defektif pada
plasentasi dan akhirnya berujung pada abortus.
Factor V Leiden (Activated protein C resistance)
Faktor V adalah salah satu faktor koagulasi yang normalnya dipecah dan
diinaktivasikan oleh protein C yang aktif. Pasien dengan mutasi satu titik pada
coding dari gene faktor V ini akan menyebabkan mutasi pada faktor V ini (disebut
Faktor V Leiden) yang menyebabkan faktor V tidak dapat diinaktivasi oleh
Protein C. Kondisi ini menyebabkan koagulasi berjalan terus dan terjadi kondisi
hiperkoagulasi. Mutasi dari gen ini disebabkan karena keturunan dan kelainan
autosomal dominan, mutasi ini merupakan penyebab paling umum dari

thrombosis dan trombofilia familial, sekitar 3-5% dari populasi. Pada pasien
dengan riwayat thrombosis vena, prevalensinya mencapai 40%.
Pada kehamilan normal, resistensi protein C secara alami akan menurun, namun
pada kondisi genetic faktor V leiden ini sudah memiliki resistensi yang sangat
amat tinggi.
Namun pada penelitian, kondisi Faktor V leiden dan resistensi terhadap protein C
ini umumnya menyebabkna keguguran pada trimester kedua. Cara paling baik
untuk mendeteksi kondisi ini adalah dengan penilaian dari faktor-faktor koagulasi
dan juga pengecekan DNA untuk menilai adanya mutasi.
Defisiensi speifik dari faktor koagulasi
Defisiensi dari faktor XII (Hageman) berkaitan dengan kondisi sistemik dan
thrombosis plasenta, yang dapat menyebabkan kegagalan kehamilan sebanyak
22% pasien.
Metabolisme abnormal dari homosistein
Homosistein adalah asama amino yang terbentuk saat konversi metionin menjadi
sistein. Hiperhomosistenemia, dapat kongenital atau didapat, berhubungan dengan
thrombosis dan penyakit vaskular dini/prematur. Kondisi ini juga berkaitan
dengan kegagalan kehamilan. Gen ini diturunkan melalui kondisi autosomal
resesif. Selain itu, yang paling sering kondisi ini disebabkan karena defisiensi
folat. Oleh karena itu, suplementasi asam folat dapat memperbaiki kadar
homosistein menjadi normal dalam beberapa hari.
Terapi dari gangguan koagulasi
1. Aspirin
Aspirin dosis rendah 60-150mg/hari menghambat enzim COX di platelet
dan makrofag secara irreversible. Hal ini menyebabkan penghambatan dari
produksi tromboksan tanpa mengganggu produksi prostasiklin. Selain itu
juga aspirin memicu produksi IL-3 yang merupakan faktor penting dari
implantasi dan pertumbuhan plasenta.
2. Heparin

Heparin menghambat koagulasi darah dengan 2 mekanisme. Pada dosis


konvensional, heparin meningkatkan aktivitas dari antitrombin III pada
faktor koagulasi XII, XI, IX X dan thrombin. Pada dosis tinggi, heparin
meng-katalisasi inaktivasi dari thrombin dengan heparin cofactor 2.
Heparin tidak melewati plasenta sehingga tidak ada risiko ke fetus. Low
Molecular Weight Heparin (LMWH) juga memiliki efektivitas yang
serupa.
Efek samping yang sering ditimbulkan adalah osteopenia yang muncul bila
heparin digunakan dalam dosis terapi dalam waktu yang lama, dan
trombositopenia yang muncul pada awal-awal minggu memulai heparin
meskipun dalam dosis rendah pencegahan.

BAB III. KESIMPULAN


Pasien dengan kegagalan pada kehamilan muda dan abortus habitus
memerlukan edukasi dan dukungan dari dokter mereka. Banyak kontroversi yang ada
mengenai apakah ada intervensi yang harus dilakukan sesuai dengan penyebab yang
diduga karena kurangnya bukti scientific dalam hal ini. Hanya beberapa rekomendasi
dalam evaluasi dan penanganan yang dianjurkan, antara lain :

Penyebab Genetik
o Lakukan pemeriksaan kariotipe orang tua yang memiliki riwayat
kelainan genetic pada diri sendiri atau keluarga
o Lakukan pemeriksaan kariotipe janin pada abortus habitus

o Berikan konseling genetic pada keluarga yang mengalami abortus


habitus atau ada gangguan genetic pada keluarga
o Pada pasien dengan risiko tinggi untuk mengalami abortus habitus
karena gangguan genetic, pertimbangkan pilihan untuk adopsi, donasi

sel kelamin atau PGD


Penyebab imunologik
o Lakukan pemeriksaan APL Antibody jika ada indikasi
o Jika APL Antibody meningkat, konseling dengan hematologis dan
spesialis di bagian fetomaternal sangat direkomendasikan
o Terapi aspirin dan heparin dapat diberikan pada pasien yang

didiagnosis dengan APS


Penyebab anatomi
o Pencitraan mencakup HSG, histeroskopi, ultrasonografi dan MRI
o Koreksi secara operasi/invasive dapat dipertimbangkan
Penyebab infeksi
o Kultur serviks harus dilakukan untuk evaluasi dari infertilitas
o Antibodi empiris harus diberikan sebelum dilakukan tindakan invasive

seperti HSG
Penyebab lingkungan Dukung dengan perubahan gaya hidup dan konseling

pada pajanan yang dapat dicegah juga dimodifikasi


Penyebab endokrin Periksa pemeriksaan TSH pada pasien yang memiliki

gejala
Gangguan trombofilik Aspirin dan heparin dapat diberikan setelah diagnosis
ditegakkan

Vous aimerez peut-être aussi