Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Pendahuluan
Pernapasan adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan dua proses yang berbeda tetapi
saling berhubungan: pernapasan seluler dan pernapasan mekanik. Pernapasan seluler adalah
proses di mana sel memperoleh energi melalui pemecahan molekul organik. Pernapasan
mekanik adalah proses melalui mana kebutuhan oksigen diserap dari atmosfir ke dalam sistem
vaskular darah dan proses melalui mana karbon dioksida dikeluarkan ke atmosfir. Pernapasan
mekanik terjadi di dalam sistem pernapasan.
Sistem pernapasan memiliki dua komponen fungsional: sistem konduksi untuk
mengangkut gas-gas ekspirasi dan inspirasi antara atmosfir dan sistem sirkulasi, sebagai
permukaan untuk pertukaran pasif gas antara atmosfir dan darah. Sistem konduksi pada
dasarnya dimulai sebagai saluran tunggal, yang membentuk jalan napas yang diameternya
semakin kecil. Percabangan terminal dari sistem konduksi membuka ke dalam kantung
berujung buntu yang disebut alveoli, yang merupakan tempat terjadinya pertukaran gas.
Alveoli yang merupakan jaringan paru, adalah struktur berdinding tipis dilapisi oleh jaringan
kapiler yang amat banyak, kapiler pulmoner. Susunan ini memberikan bidang temu berlimpah
dengan ketebalan minimal untuk pertukaran gas-gas dan atmosfir darah. Proses difusi gas
yang berlanjut terus menerus membutuhkan gradien adanya tekanan gas yang sesuai melalui
dinding alveolar. Hal ini dicapai dengan perfusi cepat dan berkelanjutan dari kapiler pulmonar
oleh darah vena dari sebelah kanan jantung dan pertukaran gas alveolar yang teratur melalui
proses bernapas.[1]
Sementara itu, dalam hal-hal normal tersebut dapat terjadi beberapa gangguan, yang
akan dibahas lebih lanjut dalam tinjauan pustaka berikut setelah memahami tentang proses
fisiologis, khususnya pernapasan, dalam tubuh manusia.
Pharynx (Tekak); seperti pipa yang panjangnya 12-14 cm membentang dari basis
cranii sampai setinggi vertebra cervical 6 atau tepi bawah cartilago cricoidea. Di sebelah
Blok 7 Sistem Respirasi | 3
jaringan
longgar
yang
menempati
spatium
Ke
sebelah
dorsal
spatium
parapharyngeale
ini
berhubungan
dengan
spatium
retropharyngeale. Batas sebelah dorsal spatium pharyngeale ini adalah fascia alaris. Pharynx
dibagi menjadi 3 bagian, yakni:
sphincter
palatopharyngeal
yang
berfungsi
sebagai
sphincter,
M.
Oropharynx (Mesopharynx); terbentang mulai dari palatum molle sampai tepi atas
epiglotis atau setinggi corpus vertebrata cervical 2 dan 3 bagian atas. Di sebelah
ventral berhubungan dengan cavum oris melalui isthmus oropharyngeum (isthmus
faucium) berhadapan dengan aspek pharyngeal lidah. Pada kedua dinding lateral
ororpharynx terdapat masa jaringan limfoid yang disebut tonsilla palatina, tepatnya di
sebelah dorsal gigi bawah molar ketiga dan diproyeksikan pada sebuah daerah bulat
telur di atas bagian bawah M. masseter, sedikit di sebelah anterosuperior terhadap
angulus mandibulae. Tonsilla palatina bervariasi ukurannya dan seringkali meradang,
menimbulkan inflamasi dan hipertrofi; karena itu sukar menentukan bentuk
normalnya.
medial oleh plica aryepiglotica dan di sebelah lateral oleh cartilago thyrohyoidea dan
membrana thyrohyoidea.
Perdarahan berasal dari A. pharyngea ascendens, A. palatina ascendens, dan ramus tonsilaris
cabang A. facialis, A. palatina major dan A. canalis pterigoidei cabang A. maxilaris interna
dan rami dorsales linguae cabang A. lingualis. Pembuluh-pembuluh balik membentuk sebuah
plexus yang ke atas berhubungan dengan plexus pterygoideus dan ke arah bawah bermuara ke
dalam V. jugularis interna dan V. facialis. Sementara persarafannya berasal dari plexus
pharyngeus. Plexus ini dibentuk oleh rami pharyngei N. glossopharyngeus (N. IX), N. vagus
(N. X), dan serabut-serabut simpatik post-ganglioner dari ganglion cervicale superius; plexus
tersebut berada pada jaringan penyambung di sebelah luar M. constrictor pharyngis medius.
Larynx (Pangkal Tenggorok); merupakan saluran udara yang bersifat sphincter dan
juga organ pembentuk suara, membentang antara lidah sampai trachea atau pada laki-laki
dewasa setinggi vertebra cervical 3 sampai 6, tetapi sedikit tinggi pada anak dan perempuan
dewasa. Larynx berada di antara pembuluh-pembuluh besar leher dan di sebelah ventral
tertutup oleh kulit, fascia, dan otot-otot depressor lidah. Ke arah atas, larynx terbuka ke dalam
laryngopharynx; dinding posterior larynx menjadi dinding anterior laryngopharynx. Ke arah
bawah larynx dilanjutkan sebagai trachea. Tulang-tulang rawannya terdiri atas cartilago
tyrohyoidea, cartilago cricoidea, dan cartilago epiglotis yang masing-masing sebuah, serta
cartilago arytaenoidea, cartilago cuneiforme, dan cartilago corniculatum yang masing-masing
sepotong. Pada laring, terdapat dua pasang lipatan lateral membagi rongga laring tersebut
yaitu pasangan bagian atas yang disebut lipatan ventrikular (pita suara palsu), tidak berfungsi
pada produksi suara, dan lipatan vocalis yang merupakan pita suara sejati. Pita suara sejati
melekat pada tulang rawan thyroid dan kartilago cricoid, serta aritenoid. Pembuka diantara
pita ini adalah glotis. Saat bernapas, pita suara terabduksi (tertarik membuka) oleh otot laring,
dan glotis membentuk triangular. Saat menelan, pita suara teraduksi (tertarik menutup) dan
glotis membentuk celah sempit. Dengan demikian, kontraksi otot rangka mengatur ukuran
pembukaan glotis dan derajat ketegangan pita suara yang diperlukan untuk produksi suara.
Perdarahan utama larynx berasal dari cabang-cabang A. thyreoidea superior dan A.
thyreoidea inferior. Nadi-nadi ini disertai oleh venanya. V. thyreoidea superior bermuara ke
dalam V. jugularis interna dan V. thyreoidea inferior bermuara ke dalam. V. brachiocephalica
sinistra. Sementara persarafan utama berasal dari cabang-cabang internus dan eksternus N.
Blok 7 Sistem Respirasi | 6
laryngeus superior, N. recurrens, dan saraf simpatis. Mungkin seluruh ramus internus N.
laryngeus superior merupakan saraf sensorik otonom.
Trachea (Tenggorok); merupakan sebuah pipa udara yang terbentuk dari tulang rawan
dan selaput fibro-muskular, panjangnya sekitar 10-11 cm, sebagai lanjutan dari larynx,
membentang mulai setinggi cervical 6 sampai tepi atas vertebra thoracal 5. Ujung caudal
trachea terbagi menjadi bronchus principalis (primer, utama) dan dexter dan sinister. Trachea
terletak hampir di bidang sagital, tetapi biasanya bifurkasi trakea sedikit terdesak ke arah
kanan oleh arcus aortae. Selama inspirasi dalam, mungkin inspirasi ini turun sampai setinggi
vertebra thoracal 6. Bentuk trakeas sedikit kurang silindrik, karena datar di sebelah posterior.
Trakea dapat tetap terbuka karena adanya 16 sampai 20 cincin kartilago berbentuk C. Ujung
posterior mulut cincin dihubungkan oleh jaringan ikat dan otot sehingga memungkinkan
ekspansi esofagus.
Seperti yang telah disebutkan, pada vetebra toraks kelima, trakea akan bercabang
menjadi dua bronkus utama, bronkus primer kanan dan bronkus primer kiri. Bronkus primer
Blok 7 Sistem Respirasi | 7
kanan berukuran lebih pendek, lebih tebal, dan lebih lurus dibandingkan bronkus primer kiri
karena arkus aorta membelokan trakea bawah kekanan. Objek asing yang masuk
kemungkinan akan masuk ke bronkus kanan. Setiap bronkus primer nantinya akan bercabang
menjadi bronkus sekunder dan tertier dengan diameter semakin kecil. Saat tuba semakin
menyempit, batang atau lempeng kartilago mengganti cincin kartilago. Suatu bronkus disebut
ekstrapulmonar, sampai memasuki paru-paru. Setelah itu baru disebut intra pulmonar.
Nantinya, percabangan bronki akan menjadi struktur dasar paru-paru yaitu bronki, bronkiolus,
bronkiolus terminal, bronkiolus respiratorius, duktus alveolar, dan alveoli.
pintu bawah thorax (apertura thoracis inferior) yang relatif luas, tertutup oleh diafragma.
Terdapat otot-otot dinding thorax murni yang mengubah volume thorax sewaktu bernafas,
yaitu Mm. intercostales, M. subcostalis, M. tranversus thoracis, M. serratus posterior superior,
dan M. serratus posterior inferior, Mm. levatores costarum, dan diapraghma. Selain itu,
terdapat otot tipis yang mengisi sela iga, yakni Mm. intercostales. Otot-otot intercostalis ini
dipersarafi oleh Nn. intercostales yang sesuai. Secara berkelompok, masing-masing lapis otot
intercostalis ini menggerakkan iga-iga untuk membantu pernapasan. Aa. intercostales yang
mendarahi dinding thorax berasal dari tiga sumber, yakni:
Pulmo (Paru); merupakan bagian terakhir dari sistim pernapasan, yang merupakan
organ repiratorik. Paru-paru adalah sebuah organ berbentuk piramid seperti spons dan berisi
udara, terletak dalam rongga toraks. Paru-paru kanan memiliki tiga lobus sedangkan paruparu kiri memiliki dua lobus. Setiap paru memiliki sebuah apex yang mencapai bagian atas
iga pertama, sebuah permukaan diafragmatik yang terletak diatas diafragma, sebuah
permukaan mediastinal yang terpisah dari paru lain oleh mediastinum, dan permukaan costal
yang terletak diatas kerangka iga. Permukaan mediastinalnya sendiri memiliki hillus yang
merupakan tempat keluar masuknya pembuluh darah bronki, pulmonar, dan bronkial dari
paru. Paru-paru diselimuti oleh selaput yang disebut pleura. Pleura terbagi menjadi pleura
parietal dan pleura viseral. Pleura parietal adalah bagian pleura yang melapisi rongga toraks
(kerangka iga, diafragma, dan mediastinum) sedangkan pleura viseral adalah bagian yang
melapisi paru dan bersambungan dengan pleura parietal di bagian bawah paru.
meneruskan ke bagian kedua, yakni bagian respirasi yang berfungsi untuk melakukan
pertukaran gas.
1. Bagian Konduksi
a. Hidung; merupakan organ berongga yang terdiri dari tulang, tulang
rawan hialin, otot bercorak dan jaringan ikat. Pada kulit luarnya
terdapat epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk, rambut-rambut
halus, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea. Rongga hidungnya
(cavum nasi) dipisahkan oleh septum nasi. Lubang hidungnya terbagi
menjadi dua, lubang hidung depan (nares nasi anterior) dan lubang
hidung belakang (nares nasi posterior).
Cavum nasi dibagi menjadi dua, yaitu vestibulum nasi, yang
merupakan daerah lebar di belakang nares anterior, dan fossa nasalis,
yang merupakan daerah di belakang vestibulum nasi. Vestibulum nasi
tersusun atas epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk dan berubah
menjadi epitel bertingkat toraks bersilia bersel globet sebelum masuk
fossa nasalis. Terdapat kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan vibrisae,
yaitu
rambut-rambut
kasar,
yang
berfungsi
menyaring
udara
pernafasan.
Pada dinding lateral, ada tiga tonjolan tulang yang disebut
concha, yaitu concha nasalis superior yang dilapisi epitel khusus,
concha nasalis media, dan concha nasalis inferior yang keduanya
dilapisi epitel bertingkat toraks bersilia bersel goblet. Di bawah epitel
yang melapisi concha nasalis inferior banyak terdapat plexus venosus
yang disebut swell bodies, berfungsi untuk menghangatkan udara
yang melalui hidung.
Selain itu, juga terdapat epitel olfaktorius yang merupakan
epitel bertingkat toraks. Terdiri atas tiga jenis sel, yakni sel olfaktorius,
yaitu berfungsi sebagai sel saraf yang terletak di antara sel basal dan sel
penyokong serta bergabung dgn akson di lamina propia membentuk
nervus olfaktorius (N. II); sel penyokong bervili, yaitu yang
Blok 7 Sistem Respirasi | 11
epitel torak rendah atau selapis kubis bersilia tanpa sel goblet. Di antara
sel kubis terdapat sel clara. Lamina propianya mengandung serat
kolagen, serat elastin, dan otot polos yang terputus-putus.
b. Duktus Alveolaris; berdinding tipis, sebagian besar terdiri dari alveoli
dan dikelilingi sakus alveolaris. Di mulut alveolus terdapat epitel
selapis gepeng (sel alveolar tipe 1). Mengandung jaringan ikat serat
elastin, serat kolagen, otot polos yang makin mengecil hingga hanya
terlihat sebagai titik-titik kecil. Duktus ini terbuka ke atrium, yakni
ruang yang menghubungkan beberapa sakus alveolaris.
c. Sakus Alveolaris; merupakan kantong yang dibentuk oleh beberapa
alveoli. Terdapat serat elastin dan serat retikulin yang melingkari muara
sakus alveoli, serta sudah tidak mempunyai otot polos.
d. Alveolus/Alveoli; merupakan kantong kecil yang terdiri dari selapis sel
seperti sarang tawon. Alveoli berfungsi untuk pertukaran gas (O2 dan
CO2) antara udara dan darah. Di sekitar alveoli terdapat serat elastin
yang melebar pada saat inspirasi dan menciut pada saat ekspirasi; serta
serat kolagen yang mencegah regangan berlebihan sehingga kapiler dan
septum interalveolaris tidak rusak. Alveoli berjumlah sekitar 300-500
juta dan mengandung epitel selapis gepeng. Pada dinding-dindingnya
terdapat lubang kecil berbentuk bulat/lonjong disebut poros/stigma
alveolaris yang berfungsi untuk menghubungkan alveoli yang
berdekatan dan mencegah atelektasis. Diameternya sekitar 10-15 m.
Tekanan di dalam ruang antara paru dan dinding dada (tekanan intrapleura) bersifat subatmosferik. Pada saat lahir, jaringan paru mengembang sehingga teregang, dan pada ekspirasi
tenang, kecenderungan daya recoil paru untuk menjauhi dinding dada diimbangi oleh daya
recoil dinding dada ke arah yang berlawanan. Jika dinding dada dibuka, paru akan kolaps; dan
bila paru kehilangan elastisitasnya, dada akan mengembang menyerupai bentuk gentong
(barrel shaped).
Inspirasi merupakan proses aktif. Kontraksi otot inspirasi akan meningkatkan volume
intratoraks. Tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari nilai normal sekitar -2,5
mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfer) pada awal inspirasi, menjadi -6 mmHg. Jaringan
paru akan semakin teregang. Tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit lebih negatif,
dan udara mengalir ke dalam paru. Pada akhir inspirasi, daya recoil paru mulai menarik
dinding dada kembali ke kedudukan ekspirasi, sampai tercapai keseimbangan kembali antara
daya recoil jaringan paru dan dinding dada. Tekanan di saluran udara menjadi sedikit lebih
positif, dan udara mengalir meninggalkan paru. Selama pernafasan tenang, ekspirasi
merupakan proses pasif yang ridak memerlukan kontraksi otot untuk menurunkan volume
intratoraks. Namun pada awal ekspirasi, sedikit kontraksi otot inspirasi masih terjadi.
Kontraksi ini berfungsi sebagai peredam daya recoil paru dan memperlambat ekspirasi.
Pada inspirasi kuat, tekanan intrapleura turun mencapai -30 mmHg sehingga
pengembangan jaringan paru menjadi lebih besar. Bila ventilasi meningkat, derajat
pengempisan jaringan paru juga ditingkatkan oleh kontraksi aktif otot ekspirasi yang
menurunkan volume intratoraks.
Jumlah udara yang masuk ke dalam paru setiap kali inspirasi (atau jumlah udara yang
keluar dari paru setiap kali ekspirasi) disebut volume tidal. Jumlah udara yang masih dapat
masuk ke paru pada inspirasi maksimal setelah inspirasi biasa disebut volume cadangan
inspirasi (inspiratory reserve volume/IRV). Jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara aktif
dari dalam paru melalui kontraksi otot ekspirasi, setelah ekspirasi biasa disebut volume
cadangan ekspirasi (expiratory reserve volume/ERV), dan udara yang masih tertinggal di
dalam paru setelah respirasi maksimal disebut volume residu (residual volume/RV). Nilai
normal berbagai volume paru dan istilah yang digunakan untuk kombinasi berbagai volume
paru tersebut diperlihatkan pada gambar. Ruang di saluran napas yang berisi udara yang tidak
ikut serta dalam proses pertukaran gas dengan darah dalam kapiler paru disebut ruang rugi
pernapasan (respiratory dead space).
Pengukuran kapasitas vital, yaitu jumlah udara terbesar yang dapat dikeluarkan dari
paru setelah inspirasi maksimal, seringkali digunakan di klinik sebagai indeks fungsi paru.
Nilai tersebut bermanfaat dalam memberikan informasi mengenai kekuatan otot pernapasan
serta beberapa aspek fungsi pernapasan lain. Fraksi volume kapasitas vital yang dikeluarkan
pada satu detik pertama melalui ekspirasi paksa (volume ekspirasi paksa 1 detik, FEV1/timed
vital capacity) dapat memberikan informasi tambahan; nilai kapasitas vital normal yang
menurun dapat diperoleh dengan nilai FEV1 menurun pada pengidap penyakit seperti asma,
yang mengalami peningkatan tahanan saluran udara akibat konstriksi bronkus. Pada keadaan
normal, jumlah udara yang diinspirasikan selama satu menit (ventilasi paru, volume respirasi
semenit) sekitar 6 L (500 mL/napas x 12 napas/menit). Ventilasi volunter maksimal
(maximal voluntary ventilation, MVV), atau yang dahulu disebut sebagai kapasitas
Blok 7 Sistem Respirasi | 17
pernapasan maksimum (maximal breathing capacity, adalah volume gas terbesar yang dapat
dimasukkan dan dikeluarkan selama 1 menit secara volunter. Pada keadaan normal, MVV
berkisar antara 125-170 L/menit.
Transpor Oksigen dan Karbon Dioksida
Sistem pengangkutan O2 di tubuh terdiri atas paru-paru dan sistem kardiovaskular.
Pengangkutan O2 menuju jaringan tertentu bergantung pada jumlah O 2 yang masuk ke dalam
paru, adanya pertukaran gas di paru yang adekuat, aliran darah yang menuju jaringan, dan
kapasitas darah yang mengangkut O2. Aliran darah bergantung pada derajat konstriksi jalain
vaskular di jaringan serta curah jantung. Jumlah O2 yang larut dalam darah ditentukan oleh
jumlah O2 yang larut, jumlah hemoglobin dalam darah, dan afinitas hemoglobin terhadap O2.
Dinamika reaksi hemoglobin dengan O2 menjadikannya sebagai pembawa O2 yang
sangat tepat. Hemoglobin adalah protein yang dibentuk dari empat subunit, masing-masing
mengandung gugus hem (heme) yang melekat pada sebuah rantai polipeptida. Pada orang
dewasa normal, sebagian besar molekul hemoglobin mengandung dua rantai dan dua rantai
. Hem adalah suatu kompleks yang dibentuk dari satu porifirin dan satu atom besi fero.
Masing-masing dari keempat atom besi dapat mengikat satu molekul O 2 secara reversibel.
Atom besi tetap berada dalam bentuk fero sehingga pengikatan O 2 merupakan suatu reaksi
oksigenasi, bukan reaksi oksidasi. Reaksi pengikatan hemoglobin dengan O2 lazim ditulis
sebagai Hb + O2
molekul ini dapat dinyatakan sebagai Hb4, dan pada kenyataannya bereaksi dengan empat
molekul O2 membentuk Hb4O8.
Hb4 + O2
Hb4O2
Hb4O2 + O2
Hb4O4
Hb4O4 + O2
Hb4O6
Hb4O6 + O2
Hb4O8
Reaksi ini berlangsung cepat dan membutuhkan waktu kurang dari 0,01 detik.
Deoksigenasi (reduksi) Hb4O8 juga berlangsung sangat cepat.
Struktur kuartener hemoglobin menentukan afinitasnya terhadap O2. Pada
deoksihemoglobin, unit globin terikat erat dalam konfigurasi tense (T, tegang) yang
Blok 7 Sistem Respirasi | 18
menutunkan afinitas molekul terhadap O2. Saat O2 pertama kali terikat, ikatan yang menahan
unit globin terlepas sehingga terbentuk konfigurasi realsed (R, rileks) yang memaparkan lebih
banyak tempat pengikatan O2. Hasil akhirnya adalah peningkatan afinitas terhadap O2 sebesar
500 kali lipat. Di jaringan, reaksi-reaksi ini berbalik sehingga terjadi pelepasan O 2. Perlaihan
dari suatu keadaan ke keadaan lainnya diperkirakan berlangsung sekitar 10 8 kali selama
kehidupan sebuah sel darah merah.
Selain adanya transpor oksigen, dalam tubuh kita juga terjadi transpor karbon dioksida
(CO2). Hal ini berkaitan dengan proses pendaparan (buffering) dalam tubuh kita. Kelarutan
CO2 dalam darah kira-kira 20 kali lebih besar daripada kelarutan O2; karena itu, pada tekanan
parsial yang sama didapatkan jauh lebih banyak CO 2 dibandingkan O2 dalam larutan
sederhana. CO2 yang cepat terdifusi ke dalam sel darah merah terhidrasi dengan cepat menjadi
H2CO3 karena adanya karbonat anhidrase. H2CO3 akan berdisosiasi menjadi H+ dan HCO3- ,
dan H+ akan mengalami pendaparan, terutama oleh hemoglobin, sementara HCO 3- memasuki
plasma. Sejumlah CO2 dalam sel darah merah akan bereaksi dengan gugus amino hemoglobin
dan protein lain (R), membentuk senyawa karbamino. Karena hemoglobin terdeoksigenasi
mengikat lebih banyak H+ daripada yang diikat oleh oksihemoglobin dan lebih mudah
membentuk senyawa karbamino, pengikatan O2 pada hemoglobin akan menurunkan
afinitasnya terhadap CO2 (efek Haldane). Akibatnya, darah vena mengangkut lebih banyak
CO2 daripada darah arteri, dan penyerapan CO 2 di jaringan dan pelepasan O2 di paru
berlangsung lebih mudah. Sekitar 11% dari CO2 yang ditambahkan ke dalam darah pembuluh
kapiler sistemik akan diangkut ke paru dalam bentuk karbamino-CO2.
Dalam plasma, CO2 bereaksi dengan protein plasma membentuk sejumlah kecil
senyawa karbamino, dan sejumlah kecil CO 2 mengalami hidrasi; namun karena hidrasinya
berlangsung lambat karena tidak terdapat karbonat anhidrase.
Saat darah melewati kapiler, terjadi peningkatan kandungan HCO3- di dalam sel darah
merah yang jauh lebih besar dibandingkan di dalam plasma sehingga sekitar 70% HCO 3- yang
dibentuk di sel darah merah akan memasuki plasma. Kelebihan HCO 3- yang meninggalkan sel
darah merahakan ditukar dengan Cl- . Proses ini diperantarai oleh Band 3, suatu protein
membran utama. Pertukaran ini disebut pergeseran klorida (chloride shift). Oleh sebab itu,
terdapat perbedaan bermakna kandungan Cl- di dalam sel darah merah vena, yang jauh lebih
banyak dibandingkan darah arteri. Pergeseran klorida berlangsung cepat dan selesai
seluruhnya dalam waktu 1 detik.
Dalam Plasma
1. Terlarut
1. Terlarut
2. Membentuk karbamino-Hb
plasma
4. Pergeseran Cl- ke dalam sel
Tabel 1. Nasib CO2 Dalam Darah. Sumber: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ganong.
Perhatikan bahwa pada tiap penambahan molekul CO 2 ke dalam sel darah merah, terjadi
peningkatan satu partikel aktif osmotik baik HCO3- maupun Cl- dalam sel darah merah.
Akibatnya, sel darah merah akan mengambil sejumlah air dan ukurannya meningkat. Oleh
sebab itu, ditambah lagi dengan kenyataan bahwa sejumlah kecil cairan dalam darah arteri
akan mengalir balik melalui sistem limfe dan bukan melalui vena, nilai hematokrit darah
arteri pada keadaan normal. Di dalam paru, Cl - keluar dari sel darah merah sehingga sel
mengerut.
menggunakan hukum newton yang diterapkan dalam sebuah katrol . Katrol ini dihubungkan
kepada sebuah bandul yang dapat bergerak naik turun. Bandul ini kemudian dihubungkan lagi
dengan alat pencatat yang bergerak diatas silinder berputar.
Sebenarnya cara kerja spirometer cukup mudah yaitu sesorang disuruh bernafas
(menarik nafas dan menghembuskan nafas) di mana hidung orang itu ditutup. Tabung yang
berisi udara akan bergerak naik turun, sementara itu drum pencatat bergerak putar (sesuai
jarum jam) sehingga pencatat akan mencatat sesuai dengan gerak tabung yang berisi udara.
Gangguan Pernafasan
Pada setiap hal yang normal, ada kemungkinan terjadi suatu ketidaknormalan atau gangguan.
Salah satu contoh gangguan pernafasan yang akan dibahas adalah sesak nafas. Sesak napas
(dyspnea/dispnea) merupakan keluhan subyektif (keluhan yang dirasakan oleh pasien) berupa
rasa tidak nyaman, nyeri atau sensasi berat, selama proses pernapasan. Pada sesak napas,
frekuensi pernapasan meningkat di atas 24 kali per menit. [7] Seringkali dispnea diartikan
sebagai suatu keinginan akan udara atau penderitaan batin yang berhubungan dengan tindakan
ventilasi yang cukup untuk memenuhi permintaan udara. Sinonimnya yang lazim adalah
kelaparan udara. Setidaknya tiga macam faktor sering ikut serta dalam perkembangan
sensasi dispnea, yaitu:
1. kelainan gas pernapasan dalam cairan tubuh, terutama kelebihan gas karbon dioksida
dan dalam tingkat jauh lebih ringan hipoksia;
2. jumlah pekerjaan yang harus dilakukan oleh otot pernafasan untuk mengadakan
ventilasi yang memadai;
3. keadaan pikiran itu sendiri.
Kadang-kadang tingkat karbon dioksida dan oksigen di dalam cairan tubuh sama
sekali normal, tetapi untuk mencapai keadaan normal gas pernapasan ini, orang tersebut harus
bernapas kuat. Dalam hal ini kegiatan yang kuat dari otot pernapasan memberikan suatu
kelaparan udara kepada orang tersebut.
Blok 7 Sistem Respirasi | 22
Akhirnya, fungsi pernafasan seseorang dapat sama sekali normal, dan ia masih
mengalami dispnea karena suatu keadaan pikiran yang abnormal. Ini disebut dispnea
neurogenik atau kadang-kadang dispnea emosional. Misalnya, hampir setiap orang yang
untuk sementara waktu memikirkan tindakan bernapas yang dilakukannya tiba-tiba akan
mulai menarik napas sedikit lebih dalam karena perasaan dispnea ringan. Perasaan ini sangat
diperbesar pada orang yang mempunyai ketakutan psikis tidak dapat menerima jumlah udara
yang memadai. Misalnya, ketika orang memasuki ruangan yang kecil atau penuh sesak segera
mengalami dispnea emosional atau penderita neurosis jantung yang pernah mendengar
bahwa dispnea berhubungan dengan payah jantung seringkali mengalami dispnea psikis yang
berat meskipun gas darahnya sama sekali normal.[8]
Kesimpulan
Hipotesis diterima, yakni bahwa orang yang bersangkutan kesulitan bernapas disebabkan oleh
karena kekurangan oksigen (kelebihan karbon dioksida dalam darah) sehingga menimbulkan
gejala sesak nafas (dispnea) berupa rasa tidak nyaman, nyeri atau sensasi berat, selama proses
pernapasan. Selain itu ada kemungkinan dispnea yang bersangkutan juga disebabkan oleh
keadaan pikiran atau biasanya disebut dengan dispnea emosional seperti yang sudah dibahas.
Daftar Pustaka
1. Wheater Paul, Burkitt George, Daniels Victor, Young Barbara. Histologi fungsional.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h. 220-1.
2. Gunardi Santoso. Anatomi sistem pernafasan. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. h 294.
3. Sherwood Lauralle. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. 2nd ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2001.
4. SH Mariano. Atlas histologi manusia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004.
h. 174-87.
5. Ganong William. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2008. h. 672-93.
6. Sardy LI . Fisika tubuh manusia. Jakarta : Sagung Seto; 2006. h. 171.
Blok 7 Sistem Respirasi | 23