Vous êtes sur la page 1sur 9

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering 1. Apendisitis akut menjadi
salah satu pertimbangan pada pasien yang mengeluh nyeri perut atau pasien yang
menunjukkan gejala iritasi peritoneal. Apendisitis akut adalah frekuensi terbanyak
penyebab persisten, progressive abdominal pain pada remaja. Belakangan ini
gejalanya kadang-kadang dibingungkan karena akut abdomen dapat menyerang
semua usia. Tidak ada jalan untuk mencegah perkembangan dari apendisitis. Satusatunya cara untuk menurunkan morbiditas dan mencegah mortalitas adalah
apendiktomi sebelum perforasi ataupun gangrene3.
Ketika pertama kali penyakit ini ditemukan pada abad ke-16, apendisitis
disebut sebagai perityphitis karena terjadi proses inflamasi yang menyebabkan
kematian dianggap berasal dari sekum. Sekarang jelas menunjukkan bahwa yang
dimaksud adalah apendisitis perforasi. Ahli bedah pertama yang mendiagnosa
apendisitis akut yang sebelumnya telah rupture dan dilakukan apendiktomy,
setelah itu pasiennya sembuh dan peneilitian ini dilaporkan Senn pada tahun 1889.
Tahun 1889, McBurney menjelaskan temuan klinis pada apendisitis akut yang
sebelumnya telah rupture, termasuk gambaran abdominal tenderness yang
sekarang diberi nama sesuai dengan namanya. Irisan lapangan operasi biasanya
dikaitkan dengan McBurney sebenarnya dibuat oleh McArthur3.

2.2 EPIDEMIOLOGI
Insiden apendisitis akut di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara
berkembang. Namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya turun

secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh oleh meningkatnya penggunaan
makanan berserat dalam menu sehari-hari.
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari
satu tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun,
setelah itu menurun. Insiden pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding,
kecuali pada umur 20-30 tahun, insiden lelaki lebih tinggi.
Apendisitis jarang terjadi pada bayi, menjadi semakin sering pada masa
anak-anak, dan insiden tertinggi terjadi pada umur belasan hingga 20 tahunan.
2.3 Anatomi dan Fisiologi
Appendix merupakan organ berbentuk cacing, panjangnya kira-kira 10 cm
(kisaran 3-15 cm) dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian
proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, appendix
berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya.
Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu.
Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan
apendiks bergerak dan geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks
penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu
di belakang sekum, dibelakang kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens.
Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.
Menurut letaknya, apendiks dibagi menjadi beberapa macam :

Appendix retrocecalis, terletak dibelakang coecum

Appendix pelvicum, terletak menyilang a. iliaca externa dan masuk ke


dalam pelvis

Appendix postcecalis terletak dibelakang atas kiri dari ileum

Appendix retroileal

Appendix decendentis, terletak descenden ke caudal.


Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n. Vagus yang mengikuti

a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal


dari n.torakalis X. oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula di
sekitar umbilicus. Perdarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang

merupakan arteri kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis
pada infeksi, apendiks akan mengalami gangrene.

FISIOLOGI
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir kedalam sekum. Hambatan
aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis
apendisitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated
lymphoid tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah
IgA. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.
Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system imun
tubuh karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan
jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.
2.4 Etiopatofisiologi Apendisitis
Obstruksi lumen apendiks yang disebabkan oleh Fekalit (feses yang
mengeras) adalah penyebab tersering yang mengakibatkan obstruksi. Apendisitis
juga diakibatkan sebab lain termasuk: Limfoid hipertrofi, Barium, Cacing di
intestinal, maupun Kanker sekum. Selain itu, sekresi mukosa apendiks yang
persistent, distensi yang bertahap dengan inflamasi pada apendiks, pertumbuhan
bakteri yang berlebihan, dan pada kondisi yang diikuti oleh progresivitas, iskemia,
gangrene, dan perforasi yang diikuti oleh obstruksi lumen.

Apendisitis disebabkan oleh obstruksi yang diikuti oleh infeksi. Kira-kira


60% kasus berhubungan dengan hyperplasia submukosa yaitu pada folikel
limfoid, 35% menunjukkan hubungan dengan adanya fekalit, 4% kaitannya
dengan benda asing dan 1% kaitannya dengan stiktur atau tumor dinding apendiks
ataupun sekum. Hiperplasi limfatik penting pada obstruksi dengan frekuensi
terbanyak terjadi pada anak-anak, sedangkan limfoid folikel adalah respon
apendiks terhadap adanya infeksi. Obstruksi karena fecalit lebih sering terjadi
pada orang tua. Adanya fekalit didukung oleh kebiasaan, seperti pada orang barat
urban yang cenderung mengkonsumsi makanan rendah serat, dan tinggi
karbohidrat dalam diet mereka3.
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma1.
Patologi apendisitis dapat dimulai dimukosa dan kemudian melibatkan
seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Obstruksi
tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.
Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium1.
Usaha pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang dengan menutup
apendiks dengan omentum, usus halus atau adneksa sehingga terbentuk masa
periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrate apendiks. Bila
sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut sebagai
apendisitis supuratif akut1.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.
Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi1.

Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa local yang
disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses
atau menghilang1.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya
tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedanngkan
pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh
darah1.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang akan menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
sebagai mengalami eksaserbasi akut.
2.5 Klasifikasi apendisitis
2.6 Gejala Klinis
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah
nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau
periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual muntah, dan pada
umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan
beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih
tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
1. Gejala klasik yaitu nyeri sebagai gejala utama
a. Nyeri dimulai dari epigastrium, secara bertahap berpindah ke region
umbilical, dan akhirnya setelah 1-12 jam nyeri terlokalisir di region
kuadrant kanan bawah.
b. Urutan nyeri bisa saja berbeda dari deskripsi diatas, terutama pada
anak muda atau pada seseorang yang memiliki lokasi anatomi
apendiks yang berbeda.

2. Anoreksia adalah gejala kedua yang menonjol dan biasanya selalu ada
untuk beberapa derajat kasus. Muntah terjadi kira-kira pada tiga perempat
pasien.
Urutan gejala sangat penting untuk menegakkan diagnose. Anoreksia diikuti
oleh nyeri kemudian muntah (jika terjadi) adalah gejala klasik. Muntah sebelum
nyeri harus ditanyakan untuk kepentingan diagnosis5.
Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium,
tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar.
Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi.
Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5
-38,5C. Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai
akibat dari apendisitis.
Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang.
Berikut gejala yang timbul tersebut.
1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum
(terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas
dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut
kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan,
bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya
kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul
gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis
meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulangulang (diare). Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada
kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena
rangsangannya dindingnya.
Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit
dilakukan diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada
waktunya, sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut
beberapa keadaan dimana gejala apendisitis tidak jelas dan tidak khas.

1. Pada anak-anak
Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali
anak tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian
akan terjadi muntah- muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena
ketidakjelasan gejala ini, sering apendisitis diketahui setelah perforasi.
Begitupun pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi
perforasi.

2. Pada orang tua berusia lanjut


Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh
penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.
3. Pada wanita
Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang
gejalanya serupa dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses
ovulasi, menstruasi), radang panggul, atau penyakit kandungan lainnya.
Pada wanita hamil dengan usia kehamilan trimester, gejala apendisitis
berupa nyeri perut, mual, dan muntah, dikacaukan dengan gejala serupa
yang biasa timbul pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan
lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan
tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.
Gambaran klinis apendisitis akut
Tanda awal nyeri mulai di epigastrium atau region umbilikalis disertai mual
dan anoreksia
Nyeri pindah ke kanan bawah menunjukkan tanda rangsangan peritoneum local
dititik McBurney

Nyeri tekan

Nyeri lepas

Defans muskuler

Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung

Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (rovsing sign)

Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg sign)

Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti bernafas dalam,


berjalan, batuk, mengedan

2.7 Pemeriksaan penunjang


2.8 Penatalaksanaan
2.9 Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi :


1. Perforasi
Keterlambatan penanganan merupakan alasan penting terjadinya perforasi.
Perforasi appendix akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai
dengan demam tinggi, nyeri makin hebat meliputi seluruh perut dan perut
menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh
perut, peristaltik usus menurun sampai menghilang karena ileus paralitik.
2. Peritonitis
Peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat
penyebaran infeksi dari apendisitis. Bila bahan yang menginfeksi tersebar
luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis
generalisata. Dengan begitu, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul
ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan
elektrolit hilang ke dalam lumen usus menyebabkan dehidrasi, gangguan
sirkulasi, oligouria, dan mungkin syok. Gejala : demam, lekositosis, nyeri
abdomen, muntah, Abdomen tegang, kaku, nyeri tekan, dan bunyi usus
menghilang (Price dan Wilson, 2006).
3. Massa Periapendikuler
Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi
pendindingan oleh omentum. Umumnya massa apendix terbentuk pada
hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis
generalisata. Massa apendix dengan proses radang yang masih aktif
ditandai dengan keadaan umum masih terlihat sakit, suhu masih tinggi,
terdapat tanda-tanda peritonitis, lekositosis, dan pergeseran ke kiri. Massa
apendix dengan proses meradang telah mereda ditandai dengan keadaan

umum telah membaik, suhu tidak tinggi lagi, tidak ada tanda peritonitis,
teraba massa berbatas tegas dengan nyeri tekan ringan, lekosit dan netrofil
normal.
2.10 Prognosis
Apendiktomi yang dilakukan sebelum perforasi prognosisnya baik.
Kematian dapat terjadi pada beberapa kasus. Setelah operasi masih dapat terjadi
infeksi pada 30% kasus apendix perforasi atau apendix gangrenosa.

Vous aimerez peut-être aussi