Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Persalinan normal adalah suatu keadaan fisiologis, normal dapat sendiri tanpa
intervensi penolong. Kelancaran persalinan tergantung 3 faktor P utama yaitu
kekuatan ibu (power), keadaan jalan lahir (passage), dan keadaan janin
(passanger), faktor lainnya adalah psikologi ibu (respon ibu), penolong saat
bersalin dan posisi ibu saat melahirkan. Dengan keseimbangan dengan faktor P
tersebut persalinan normal diharapkan dapat berlangsung. Bila ada gangguan pada
satu atau lebih faktor P ini, cepat terjadi kesulitan atau gangguan pada jalannya
persalinan. Kelambatan atau kesulitan persalinan ini disebut distosia. Salah satu
penyebab adalahgawat janin. Distosia berpengaruh buruk terhadap ibu maupun
janin. Pengenalan dini dan penanganan tepat menentukan prognosis ibu dan janin
B.
Tujuan
1.
2.
3.
BAB II
KONSEP MEDIS
A.
Pengertian
Distosia adalah persalinan yang panjang, sulit atau abnormal yang timbul akibat
berbagai kondisi yang berhubungan dengan lima factor persalinan. (Bobak, 2004 :
784).
Distosia adalah persalinan yang sulit. Distosia adalah kesulitan dalam jalannya
persalinan. (Rustam Mukhtar, 1994)
Distosia adalah kelambatan atau kesulitan dalam jalannya persalinan (American
College of Obstretician and Gynaecologist)
B.
Klasifikasi
1.
Kelainan His
His yang tidak normal baik kekuatan atau sifatnya sehingga menghambat
kelancaran persalinan Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain kehamilan
primi gravida tua atau multi gravida, herediter, emosi dan kekuatan, kelainan
uterus, kesalahan pemberian obat, kesalahan pimpinan persalinan, kehamilan
kembar dan post matur, dan letak lintang Kelainan his dapat berupa inersia uteri
hipotonik dan hipertonik.
a.
Inersia uteri hipotonik adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah / tidak
adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak keluar. Disini
kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada penderita
dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang
misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia,
grandemultipara atau primipara, serta pada penderita dengan keadaan emosi
kurang baik. Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks (fase laten atau fase aktif)
maupun pada kala pengeluaran.Inersia uteri hipotonik terbagi dua,yaitu :
1)
Inersia uteri primer, terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah
terjadi his yang tidak adekuat ( kelemahan his yang timbul sejak dari permulaan
persalinan ), sehingga sering sulit untuk memastikan apakah penderita telah
memasuki keadaan inpartu atau belum.
2)
Inersia uteri sekunder, terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his
baik, kemudian pada keadaan selanjutnya terdapat gangguan / kelainan.
b.
Inersia uteri hipertonik adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar
(kadang sampai
melebihi normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi dari
bagian atas, tengah dan bawah uterus, sehingga tidak efisien untuk membuka
serviks dan mendorong bayi keluar. Disebut juga sebagai incoordinate uterine
action. misalnya "tetania uteri" karena obat uterotonika yang berlebihan. Pasien
merasa kesakitan karena his yang kuat dan berlangsung hampir terus-menerus.
Pada janin dapat terjadi hipoksia janin karena gangguan sirkulasi uteroplasenter.
Faktor yang dapat menyebabkan kelainan ini antara lain adalah rangsangan pada
uterus, misalnya pemberian oksitosin yang berlebihan, ketuban pecah lama dengan
disertai infeksi, dan sebagainya.
2.
a.
1)
Perubahan bentuk karena kelainan pertumbuhan intra uterin diantaranya :
panggul naegele, panggul robert, split pelvis, dan panggul asimilasi
2)
Perubahan bentuk karena penyakit pada tulang panggul/ sendi panggul
diantaranya : rakhitis, osteomalasia, neoplasma, atrofi, karies, nekrosis, dan
penyakit pada sendi sakroiliaca dan sendi sakrokoksigea
3)
Perubahan bentuk karena penyakit tulang belakang diantaranya : kiposis,
skoliosis, spondilolitesis
4)
b.
1)
Pada vulva terdapat edema, stenosis dan tumor yang dipengaruhi oleh
ganggua gizi, radang atau perlukaan dan infeksi.
2)
Pada vagina yang mengalami sektrum dan dapat memisahkan vagina atau
beberapa tumor.
3)
4)
Pada serviks karena disfungsi uterin action atau karena parut/ karsinoma.
5)
Pada uterus terdapatnya mioma atau adanya kelainan bawaan seperti letak
uterus abnormal
3.
a.
1)
Letak sunsang
2)
Letak lintang
3)
b.
1)
Distosia kepala pada hidrocepalus, kepala besar, higronoma koli (tumor di
leher)
2)
3)
4)
Distosia bokong pada spina bifida dan tumor pada bokong janin
5)
Kembar siam
C.
Etiologi
2.
3.
D.
Patofisiologi
His yang normal dimulai dari salah satu sudut di fundus uteri yang kemudian
menjalar merata simetris ke seluruh korpus uteri dengan adanya dominasi kekuatan
pada fundus uteri dimana lapisan otot uterus paling dominan, kemudian
mengadakan relaksasi secara merata dan menyeluruh hingga tekanan dalam ruang
amnion balik ke asalnya +10 mmHg
Incoordinate uterin action yaitu sifat his yang berubah. Tonus otot uterus meningkat
juga di luar his dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada
sinkronasi kontraksi bagian-bagiannya Tidak adanya koordinasi antara kontraksi
atas, tengah dan bawah menyebabkan tidak efisien dalam mengadakan pembukaan
Disamping itu tonus otot yang menaik menyebabkan rasa nyeri yang lebih keras
dan lama bagi ibu dan dapat pula menyebabkan hipoksia pada janin. His ini juga
disebut sebagai incoordinate hipertonic uterin contraction. Kadang-kadang pada
persalinan lama dengan ketuban yang sudah lama pecah, kelainan his ini
menyebabkan spasmus sirkuler setempat, sehingga terjadi penyempitan kavum
uterin pada tempat itu. Ini dinamakan lingkaran kontraksi atau lingkaran kontriksi.
Secara teoritis lingkaran ini dapat terjadi dimana-mana, tapi biasanya ditemukan
pada batas antara bagian atas dengan segmen bawah uterus. Lingkaran kontriksi
tidak dapat diketahui degan pemeriksaan dalam, kecuali kalau pembukaan sudah
lengkap sehingga tangan dapat dimasukkan ke dalam kavum uteri.
E.
Manifestasi Klinik
1.
a.
Gelisah
b.
Letih
c.
d.
e.
f.
2.
a.
F.
Komplikasi Distosia
1.
Komplikasi maternal
a.
b.
Fistula Rectovaginal
c.
d.
e.
Rupture Uteri
2.
Komplikasi fetal
a.
b.
Fraktura Clavicle
c.
Kematian janin
d.
e.
Fraktura humerus
G.
Pemeriksaan Penunjang
1.
Foto rontgen
2.
MRI
3.
USG
4.
X-ray
H.
Penatalaksanaan
1.
Penanganan Umum
a.
b.
c.
1)
2)
Berikan analgesik berupa tramandol/ peptidin 25 mg (IM) atau morvin 10 mg
(IM)
d.
1)
2)
Berikan cairan
2.
Penanganan Khusus
a.
Kelainan His
1)
2)
DJJ tiap 1/2 jam pada kala I dan tingkatkan pada kala II
3)
Pemeriksaan dalam
4)
Kolaborasi : Infus RL 5% dan larutan NaCL isotonic (IV), berikan analgetik
seperti petidin, morfin dan pemberian oksitosin untuk memperbaiki his
b.
Kelainan janin
1)
Pemeriksaan dalam
2)
Pemeriksaan luar
3)
4)
Jika sampai kala II tidak ada kemajuan dapat dilakukan seksiosesaria baik
primer pada awal persalinan maupun sekunder pada akhir persalinan
c.
1)
2)