Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hidup sehat, bugar, dan tetap aktif sekalipun di usia lanjut merupakan dambaan
banyak orang. Namun, seiting bertambahnya usia, fungsi organ tubuh pun berangsur angsur
menurun dan berakibat timbulnya berbagai macam penyakit. Masalah kesehatan pada usia
lanjut yang sering di temui dan perlu mendapat perhatian adalah penyakit osteoporosis.
Osteoporosis atau pengoroposan tulang memang rawan menyerang orang - orang berusia di
atas 40 tahun, terutama pada kaum perempuan. Dari hasil penelitian di amerika serikat pada
orang berusia di atas 50 tahun, 1 dari 4 perempuan dan 1 dari 8 laki laki terkena
osteoporosis. Osteoporosis dapat dijumpai tersebar di seluruh dunia dan sampai saat ini masih
merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang. Di
Amerika Serikat osteoporosis menyerang 20-25 juta penduduk, 1 diantara 2-3 wanita postmenopause dan lebih dari 50% penduduk di atas umur 75-80 tahun. Sekitar 80% persen klien
penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita muda yang mengalami penghentian
siklus
menstruasi
(amenorrhea).
Hilangnya
hormon
estrogen
setelah
menopause
pria 38%. Lebih dari 50% keretakan osteoporosis pinggang di seluruh dunia kemungkinan
terjadi di Asia pada 2050. Mereka. Satu dari tiga perempuan dan satu dari lima pria di
Indonesia terserang osteoporosis atau keretakan tulang. Dua dari lima orang Indonesia
memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. Berdasarkan data Depkes, jumlah klien
osteoporosis di Indonesia jauh lebih besar dan merupakan Negara dengan klien osteoporosis
terbesar ke 2 setelah Negara Cina.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimksud dangan osteoporosis?
2. Apa penyebab osteoporosis?
3. Apa gejala yang ditimbulkan osteoporosis?
4. Bagaimana pengobatan osteoporosis?
5. Bagaimanakah pencegahannya?
C. Tujuan Penulisan :
Mahasiswa/i dapat melakukan asuhan keperawatan klien dengan Osteoporosis.
Tujuan Umum :
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai proses pembelajaran mahasiswa
dalam memahami Osteoporosis, dan mahasiswa mampu memahami defenisi, etiologi,
manifestasi klinis, klassifikasi, penatalaksanaan medis dan keperawatan serta asuhan
keperawatan dari Osteoporosis.
Tujuan Khusus :
1. Mampu melakukan pengkajian secara menyeluruh pada klien dengan
osteoporosis.
2. Mampu melakukan masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan
osteoporosis.
3. Mampu membuat rencana tindakan keperawatan klien dengan osteoporosis.
4. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan osteoporosis.
5. Mampu melakukan evaluasi atas tindakan yang telah di lakukan
6. Mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan kasus.
BAB II
OSTEOPOROSIS
A.
Definisi :
Osteoforosis adalah suatu penyakit dengan tanda utama berupa berkurangnya
kepadatan massa tulang, yang berakibat meningkatnya kerapuhan tulang dan meningkatkan
resiko patah tulang. Massa tulang laki laki dan perempuan akan berkurang seiring
bertambahnya usia. Masa tulang pada perempuan berkurang lebih cepat di bandingkan
dengan laki laki. Hal ini disebabkan pada massa menopause, fungsi ovarium menurun
drastis yang berdampak pada berkurangnya produksi hormonestrogen dan progesteron. Saat
hormon estrogen turun kadarnya karena usia yang lanjut ( menopause ), terjadilah
penurunanaktivitas osteoblas ( pembentukan tulang baru ) dan peningkatan kerja sel osteoklas
( penghancur tulang ). Jadi, secara kodrati oateoporosis lebih banyak menyerang perempuan,
yaitu lebih 2,5 kali lebih sering dibandingkan laki laki.
Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan masa tulang total. Terdapat
perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resoprsi tulang lebih besar dari
kecepatan pembentukan tulang, mengakibatkan penurunan masa tulang total. Tulang secara
progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah. Tulang menjadi mudah fraktur dengan
stress yang tidak akan menimbulkan pada tulang normal. Osteoporosis sering mengakibatkan
fraktur konversi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah koulum femoris dan daerah
tronkanter, dan patah tulang coles pada pergelangan tangan. fraktur kompresi ganda fertebra
mengakibatkan deformitas skeletal. Osteoporosis merupakan penyakit skeletal sistemik yang
ditandai dengan massa tulang yang rendah dan kerusakan mikroarsitektur jaringan tulang,
yang mengakibatkan meningkatnya fragilitas tulang sehingga tulang cenderung untuk
mengalami fraktur spontan atau akibat trauma minimal. (Consensus Development
Conference, 1993).
Jenis Osteoporosis
Bila disederhanakan, terdapat dua jenis osteoporosis, yaitu osteoporosis primer dan
sekunder.
1. Osteoporosis primer adalah kehilangan massa tulang yang terjadi sesuai dengan
proses penuaan. Sampai saat ini osteoporosis primer masih menduduki tempat utama
karena lebih banyak ditemukan dibanding dengan osteoporosis sekunder. Proses
ketuaan pada wanita menopause dan usia lanjut merupakan contoh dari osteoporosis
primer.
2. Osteoporisis sekunder didefinisikan sebagai kehilangan massa tulang akibat hal hal
tertentu. mungkin berhubungan dengan kelainan patologis tertentu termasuk kelainan
endokrin, epek samping obat obatan, immobilisasi, Pada osteoporosis sekunder,
terjadi penurunan densitas tulang yang cukup berat untuk menimbulkan fraktur
traumatik akibat faktor ekstrinsik seperti kelebihan steroid, artritis reumatoid,
kelainan
hati/ginjal
kronis,
sindrom
malabsorbsi,
mastositosis
B. Anatomi Fisiologi
sistemik,
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melekatnya otot-otot yang menggerakkan rangka tubuh. Ruang di tengah tulang-tulang
tertentu berisi jaringan hematopoietik, yang membentuk berbagai sel darah. Tulang juga
merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat. Komponenkomponen nonselular utama dar jaringan tulang adalah mineral-mineral dan matriks organik
(kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu garam kristal
(hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Mineral-mineral ini
memampatkan kekuatan tulang. Matriks organik tulang disebut juga sebagai osteoid. Materi
organik lain yang menyusun tulang berupa proteoglikan seperti asam hialuronat.
Diafisis atau batang, adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini
tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar. Sumsum kuning terdapat
pada diafisis, terutama terdiri dari sel-sel lemak.
Metafisis, adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang. Daerah ini
terutama disusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa yang mengandung sel-sel
hematopoietik. Sumsum merah juga terdapat di bagian epifisis dan diafisis tulang.
Lempeng epifisis, adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak, dan bagian ini
akna menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis langsung berbatasan dengan sendi
tulang panjang yang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang
berhenti.
Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut perioteum yang mengandung
sel-sel yang dapat berproliferasi yang berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang
panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi khusus. Lokasi dan keutuhan
dari arteri-arteri inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu
tulang yang patah.
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang terususun dari tiga jenis sel : osteoblas,
osteosit, dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan
prteoglikan sebagai metriks tulang atau jaringan oeteoid melalui suatu proses yang disebut
osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jarigan osteoid, osteoblas mensekresikan
sejumlah besar fosfatase alkali yang memegang peranana penting dalam mengendapkan
kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang.
Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan
matriks tulang dapat diabsorpsi. Sel-sel ini menghasilkan enzim-enzim proteolitik yang
memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium
dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah.
C.
Etiologi:
Etiologi Osteoporosis secara garis besarnya dikelompokan ke dalam 3 kategori :
1. Penyebab primer
2.
3.
Kurang dari 5 % klien osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder, yang disebabkan
oleh keadaan medis lain atau obat obatan. Penyakit ini disebabkan oleh gagal ginjal kronis
dan kelainan hormonal ( terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal ) serta obat obatan
( misalnya kortikosteroid, barbiturate, antikejang, dan hormone tiroid yang berlebihan ).
Pemakaian alcohol yang berlebihan dan merokok dapat memperburuk keadaan ini.
Faktor genetik
Kaukasia. Jacii seseorang yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika),
relatif imun terhadap fraktur karena osteoporosis.
2).
Faktor mekanis
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan
mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang
bersangkutan. Pemberian makanan yang berlebih (misainya kalsium) di atas kebutuhan
maksimal selama masa pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang
b.
Faktor genetik
Faktor genetik berpengaruh terhadap risiko terjadinya fraktur. Pada seseorang dengan
tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur dari pada seseorang dengan
tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai
ukuran tulang normal. Setiap seseorang mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sifat
genetiknya serta beban mekanis dan besar badannya. Apabila seseorang dengan tulang yang
besar, kemudian terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan dengan
lanjutnya usia, maka seseorang tersebut relatif masih mempunyai tulang lebih banyak dari
pada seseorang yang mempunyai tulang kecil pada usia yang sama.
2).
Faktor mekanis
Di lain pihak, faktor mekanis mungkin merupakan faktor yang terpenting dalarn proses
penurunan massa tulang schubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun demikian telah
terbukti bahwa ada interaksi panting antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal.
Pada umumnya aktivitas fisik akan menurun dengan bertambahnya usia; dan karena massa
tulang merupakan fungsi beban mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan
bertambahnya usia.
3).
Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses penurunan
massa tulang sehubungan dengan bertambahnya usia, terutama pada wanita post menopause.
Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause,
dengan masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak bak, akan mengakibatkan
keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan kalsiumnya baik
dan absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Dari keadaan ini
jelas, bahwa pada wanita masa menopause ada hubungan yang erat antara masukan kalsium
dengan keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita dalam masa menopause
keseimbangan kalsiumnya akan terganggu akibat masukan serta absorbsinya kurang serta
eksresi melalui urin yang bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan estrogen pada masa
menopause adalah pergeseran keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium
sehari.
4).
Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan
massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang
mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium. Pada
umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila
makanan tersebut mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi
kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium melalui
tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan akan mengakibatkan
kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang negative.
5).
Estrogen.
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan
penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme
pengaruh merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat
memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja. Alkoholisme akhir-akhir ini
merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu dengan alkoholisme mempunyai
kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat.
Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti .
Osteoporosis akibat pemakaian steroid
Harvey Cushing, lebih dari 50 tahun yang lalu telah mengamati bahwa
hiperkortisolisme berhubungan erat dengan penipisan massa tulang. Sindroma Cushing relatif
jarang dilaporkan. Setelah pemakaian steroid semakin meluas untuk pengobatan pelbagai
kondisi penyakit, efek samping yang cukup serius semakin sering diamati. Diperkirakan,
antara 30% sampai 50% pengguna steroid jangka panjang mengalami patah tulang
(atraumatic fracture), misalnya di tulang belakang atau paha. Penelitian mengenai
osteoporosis akibat pemakaian steroid menghadapi kendala karena pasien-pasien yang diobati
tersebut mungkin mengalami gangguan sistemik yang kompleks. Misalnya, klien artritis
rheumatoid dapat mengalami penipisan tulang (bone loss) akibat penyakit tersebut atau
karena pemberian steroid. Risiko osteoporosis dipengaruhi oleh dosis dan lama pengobatan
steroid, namun juga terkait dengan jenis kelamin dan apakah klien sudah menopause atau
belum. Penipisan tulang akibat pemberian steroid paling cepat berlangsung pada 6 bulan
pertama pengobatan, dengan rata-rata penurunan 5% pada tahun pertama, kemudian menurun
menjadi 1%-2% pada tahun-tahun berikutnya. Dosis harian prednison 7,5 mg per hari atau
lebih secara jelas meningkatkan pengeroposan tulang dan kemungkinan fraktur. Bahkan
prednison dosis rendah (5 mg per hari) telah terbukti meningkatkan risiko fraktur vertebra.
D. Patofisiologi
Jenis Kelamin
Etnik, keturunan
Usia, Lingkungan
Nutrisi
Etiologi Primer
Etiologi Sekunder
Nyeri
Kepadatan tulang
berkurang
E. Manifestasi Klinis
Osteoporosis
merupakan silent
disease.
Klien
osteoporosis
umumnya
tidak
mempunyai keluhan sama sekali sampai orang tersebut mengalami fraktur. Osteoporosis
mengenai tulang seluruh tubuh, tetapi paling sering menimbulkan gejala pada daerah-daerah
yang menyanggah berat badan atau pada daerah yang mendapat tekanan (tulang vertebra dan
kolumna femoris). Korpus vertebra menunjukan adanya perubahan bentuk, pemendekan dan
fraktur kompresi. Hal ini mengakibatkan berat badan pasien menurun dan terdapat lengkung
vertebra abnormal(kiposis). Osteoporosis pada kolumna femoris sering merupakan
predisposisi terjadinya fraktur patologik (yaitu fraktur akibat trauma ringan), yang sering
terjadi pada pasien usia lanjut.
Masa total tulang yang terkena, mengalami penurunaan dan menunjukan penipisan
korteks serta trabekula. Pada kasus ringan, diagnosis sulit ditegakkan karena adanya variasi
ketebalan trabekular pada individu normal yang berbeda. Diagnosis mungkin dapat
ditegakkan dengan radiologis maupun histologist jika osteoporosis dalam keadaan berat.
Struktur tulang, seperti yang ditentukan secara analisis kimia dari abu tulang tidak
menunjukan adanya kelainan. Pasien osteoporosis mempunyai kalsium,fosfat, dan alkali
fosfatase yang normal dalam serum.
Osteoporosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara factor genetic dan
factor lingkungan.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang menurun yang
dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan
lokasi yang paling berat. Penipisa korteks dan hilangnya trabekula transfersal merupakan
kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan yang
menggelembung dari nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebral dan menyebabkan
deformitas bikonkaf.
2. CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyao nilai
penting dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm 3 baisanya
tidak menimbulkan fraktur vetebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65
mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.
3. Pemeriksaan Laboratorium
1. Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
2. Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi ekstrogen
merangsang pembentukkan Ct)
3. Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.
4. Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya.
G.
Penatalaksanaan Medis
Adapun penatalaksanaan pada klien dengan osteoporososis meliputi :
1. a.
Pengobatan
perempuan yang menderita osteoporosis, harus mengonsumsi kalsium dan vitamin D dalam
jumlah yang mencukupi dan Bifosonat juga digunakan untuk mengobati osteoporosis.
di anjurkan pada perempuan yang pernah mengalami kanker payudara dan kanker kandungan
(ndometrium).
Pemberian Kalsitonin, untuk diberikan kepada orang yang menderita patah tulang belakang
yang disertai nyeri. Obat ini bisa diberikan melalui suntikan atau melalui semprot hidung.
Laki laki yang menderita osteoporosis biasanya menapatkan kalsium dan tambahan vitamin
D
Pencegahan
Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda, hal ini bertujuan:
1. Mencapai massa tulang dewasa Proses konsolidasi) yang optimal
2. Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap bugar seperti:
d).
a).
b) .
c).
- Minum kopi
- Merokok
Mengandung Alumunium
- Minum Alkohol
pola hidup sehat antara lain cukup tidur, olahraga teratur (seperti jalan kaki, berenang, senam
aerobic).
8.Fosfor
2. Zat besi
9.Magnesium
3. Boron
10.Nutrilife-deer Velvet
4.Seng ( zinc )
5.Vitamin D
6.Beras ponni
13.Jus Avokad
7.Kalsium
14.Jus Kale-collard
H. Komplikasi
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah
patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra
torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles
pada pergelangan tangan . Penurunan fungsi, dan Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan
klien yang dapat diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik dan riwayat psikososial.
1. Anamnese:
a) Identitas
a.
Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik, alamat, semua data
mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
d) Aspek Penunjang
a. Radiologi
Gejala radiologi yang khas adalah densitas atau massa tulang yang menurun yang
dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan
lokasi yang paling berat. Penipisan korteks dan hilangnya trabekula transversal merupakan
kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebrae menyebabkan penonjolan yang
menggelembung dari nucleus pulposus kedalam ruang intervertebral dan menyebabkan
deformitas bikonkaf.
b.
CT-Scan
Dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai penting
dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm3 biasanya tidak
menimbulkan fraktur vertebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65
mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.
c.
Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing).
Untuk kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi namun perlu di kaji frekuensi,
konsistensi, warna, serta bau feses.
f. B6 ( Bone).
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis. Klien osteoporosis sering menunjukan
kifosis atau gibbus (dowagers hump) dan penurunan tinggi badan dan berat badan. Ada
perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal. Lokasi
fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3.
d. Riwayat Psikososial
Penyakit ini sering terjadi pada wanita. Biasanya sering timbul kecemasan, takut melakukan
aktivitas dan perubahan konsep diri. Perawat perlu mengkaji masalah-masalah psikologis
yang timbul akibat proses ketuaan dan efek penyakit yang menyertainya.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Masalah yang biasa terjadi pada klien osteoporosis adalah sebagai berikut :
1. Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra ditandai
dengan klien mengeluh nyeri tulang belakang, mengeluh bengkak pada pergelangan tangan,
terdapat fraktur traumatic pada vertebra, klien tampak meringis.
2. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan
skeletal (kifosis) , nyeri sekunder, atau fraktur baru ditandai dengan klien mengeluh
kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas, stamina menurun,
dan terdapat penurunan tinggi badan.
3. Risiko cedera yang berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun,
tulang belakang terlihat bungkuk.
4. Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau gangguan gerak ditandai
dengan klien mengeluh nyeri pada tulang belakang, kemampuan gerak cepat menurun, klien
mengatakan badan terasa lemas dan stamina menurun serta terdapat fraktur traumatic pada
vertebra dan menyebabkan kifosis angular.
5. Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta
psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi ditandai dengan klien mengatakan
membatasi pergaulan dan tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace).
6. Gangguan eleminasi alvi yang berhubungan dengan kompresi saraf pencernaan ileus
paralitik ditandai dengan klien mengatakan buang air besar susah dan keras.
7. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan
dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang ,mengerti
tentang penyakitnya, klien tampak gelisah
C. INTERVENSI
1. Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra ditandai dengan
klien mengeluh nyeri tulang belakang.
Tujuan :
Kriteria Hasil : Klien akan mengekspresikan nyerinya, klien dapat tenang dan istirahat yang cukup,
klien dapat mandiri dalam perawatan dan penanganannya secara sederhana.
Intervensi
1. Pantau
tingkat
Rasional
1.
pada
nyeri
Tulang
dalam
peningkatan
jumlah
pada
klien
3.
tentang
nyeri.
4. Rencanakan
2.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal
(kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan klien mampu melakukan mobilitas fisik
Criteria hasil : Klien dapat meningkatan mobilitas fisik ; klien mampu melakukan aktivitas hidup
sehari hari secara mandiri
Intervensi
Rasional
3.
Program
latihan
pembentukan tulang
merangsang
Kreteria Hasil : Klien tidak jatuh dan fraktur tidak terjadi: Klien dapat menghindari aktivitas yang
mengakibatkan fraktur
Intervensi
1.
Rasional
Ciptakan lingkungan yang bebas dari1. Menciptakan lingkungan yang aman dan
bahaya:
4.
Pergerakan
yang
cepat
akan
akan
lebih
meminta
5.
kalsium
dibutuhkan
untuk
mempertahankan
kalsium
serum,
Ajarkan klien untuk berjalan dan
mencegah
bertambahnya
kehilangan
keluar ruangan.
tulang.
Kelebihan
kafein
akan
pentingnya
diet
untuk jatuh.
banyak kalsium
6.
7.
4.
Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau gangguan gerak ditandai
dengan klien mengeluh nyeri pada tulang belakang, kemampuan gerak cepat menurun,
Tujuan
criteria hasil : klien mampu mengungkapkan perasaan nyaman dan puas tentang kebersihan diri,
mampu mendemonstrasikan kebersihan optimal dalam perawatan yang diberikan.
Intervensi
1.
Rasional
Untuk mengetahui sampai sejauh mana
klien mampu melakukan perawatan diri
kaki atau keset yang tidak licin, alat membantu klien sehingga dapat melakukan
pencukur, semprotan pancuran dengan perawatan diri secara mandiri dan optimal
tangkai pemegang.
sesuai kemampuannya.
yang
cukup
mendemonstrasikan
satu
untuk
bagian
dari
perawatan diri.
5.
Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta
psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi ditandai dengan klien mengatakan
membatasi pergaulan dan tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace).
Tujuan :
adaptasi dan
criteria hasil : klien mengenali dan menyatu dengan perubahan dalam konsep diri yang akurat tanpa harga
diri negative, mengungkapkan dan mendemonstrasikan peningkatan perasaan positif.
Intervensi
Rasional
Dorong
perasaannya
klien
mengekspresikan
1.
khususnya
2.
Kaji derajat dukungan yang ada untuk merasa semakin rendah diri.
klien
3.
6.
Gangguan eleminasi alvi yang berhubungan dengan kompresi saraf pencernaan ileus paralitik
ditandai dengan klien mengatakan buang air besar susah dan keras
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan eleminasi klien tidak terganggu dengan
criteria hasil: klien mampu menyebutkan teknik eleminasi feses, klien dapat mengeluarkan feses lunak dan
berbentuk setiap hari atau 3 hari.
Intervensi
1. Auskultasi bising usus
2.
2.
4.
1.
3.
Rasional
3.
melumpuhkan
usus,
membuat
derajat
gangguan/
5.
Program
ini
diperlukan
untuk
yang lebih banyak termasuk jus/sari buah mengeluarkan feses secara rutin.
R/meningkatkan konsistensi feses untuk
5.
dapat melewati usus dengan mudah
7.
melewati
usus
dengan
mudah.
Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan
dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang ,mengerti
tentang penyakitnya, klien tampak gelisah.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien memahami tentang
penyakit osteoporosis dan program terapi dengan criteria hasil klien mampu menjelaskan
tentang penyakitnya, mampu menyebutkan program terapi yang diberikan, klien tampak
tenang
Kriteria hasil : Klien mampu menjelaskan tentang penyakitnya, dan mampu menyebutkan
program terapi yang diberikan, klien tampak tenang
Intervensi
1.
1. Kaji ulang proses penyakit dan
harapan yang akan datang
2.
2. Ajarkan pada klien tentang faktorfaktor
yang
mempengaruhi
3.
terjadinya osteoporosis
Rasional
Memberikan dasar pengetahuan dimana
klien dapat membuat pilihan berdasarkan
informasi.
Informasi yang diberikan akan membuat
klien lebih memahami tentang penyakitnya
Suplemen kalsium ssering mengakibatkan
nyeri lambung dan distensi abdomen maka
makanan
untuk
mengurangi
untuk
asupan
cairan
menurunkan
yang
resiko
D. IMPLEMENTASI
Pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas
yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Fase implementasi atau pelaksanaan
terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu validasi rencana keperawatan, mendokumentasikan
rencana keperawatan, memberikan asuhan keperawatan, dan pengumpulan data.
Pelaksanaan bertujuan untuk mengatasi diagnosa dan masalah keperawatan,
kolaborasi dan membantu dalam pencapaian tujuan yang ditetapkan dan mempasilitas
koping, tahapan tindakan keperawatan ada 3 antara lain :
1. Persiapan : Perawat menyiapkan segala sesuatu yang perlu dalam tindakan keperawatan, yaitu mengulang
tindakan keperawatan yang diidentifikasikan pada tahap intervensi,menganalisa pengetahuan
dan ketermpilan yang diperlukan dalam mengetahui komplikasi dari tindakan yang mungkin
muncul,
menentukan
kelengkapan
dan
menentukan
lingkungan
yang
kondusif.
Mengidentifikasi aspek hukum dan kode etik terhadap resiko dari kesalahan tindakan.
E. EVALUASI
Hasil yang diharapkan meliputi:
1. Nyeri berkurang
2. Terpenuhinya kebutuhan mobilitas fisik
3. Tidak terjadi cedera
4. Terpenuhinya kebutuhan perawatan diri
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan :
Osteoporosis adalah kondisi terjadinya penurunan densitas/matriks/massa tulang, peningkatan porositas
tulang, dan penurunan proses mineralisasi disertai dengan kerusakan arsitektur mikro
jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan kekokohan tulang sehingga tulang menjadi
mudah patah (buku ajar asuhan keperawatan klien gangguan system musculoskeletal)
Penyakit osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang menjadi
rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat,
sehingga tulang menjadi keras dan padat. Jika tubuh tidak mampu mengatur kandungan
mineral dalam tulang, maka tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh, sehingga terjadilah
osteoporosis.
Saran :
Tidak ada saran yang terlalu mengikat dalam kasus ini, hanya saja Diharapkan
makalah ini bisa memberikan masukan bagi rekan- rekan mahasiswa calon perawat, sebagai
bekal
untuk
dapat
memahami
mengenai
ASKEP
MUSKULOSKELETAL
OSTEOPOROSIS menjadi bekal dalam pengaplikasian dan praktik bila menghadapi kasus
yang kami bahas ini.
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan maka penulis memberikan saran-saran
sebagai berikut :
1.
Pada pengkajian perawat perlu melakukan pengkajian dengan teliti melihat kondisi klien
DAFTAR PUSTAKA :
Arsip Blog
2013 (1)
o Oktober (1)
Mengenai Saya
irvan skep
Lihat profil lengkapku
Template Travel. Diberdayakan oleh Blogger.