Vous êtes sur la page 1sur 9

ASKEP OSTEOSARKOMA

1. DEFINISI
Sarkoma adalah tumor yang berasal dari jaringan penyambung (Danielle. 1999: 244 ). Kanker
adalah neoplasma yang tidak terkontrol dari sel anaplastik yang menginvasi jaringan dan
cenderung bermetastase sampai ke sisi yang jauh dalam tubuh.( Wong. 2003: 595 ).
Osteosarkoma ( sarkoma osteogenik ) adalah tumor yang muncul dari mesenkim pembentuk
tulang. ( Wong. 2003: 616 ).
Sarkoma osteogenik ( Osteosarkoma ) merupakan neoplasma tulang primer yang sangat
ganas. Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang tempat yang paling sering terserang
tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut. ( Price. 1998: 1213 ).
Osteosarkoma ( sarkoma osteogenik ) merupakan tulang primer maligna yang paling sering
dan paling fatal. Ditandai dengan metastasis hematogen awal ke paru. Tumor ini
menyebabkan mortalitas tinggi karena sarkoma sering sudah menyebar ke paru ketika pasien
pertama kali berobat.( Smeltzer. 2001: 2347 ).
Tempat-tempat yang paling sering terkena adalah femur distal, tibia proksimal dan humerus
proksimal. Tempat yang paling jarang adalah pelvis, kolumna, vertebra, mandibula,
klavikula, skapula, atau tulang-tulang pada tangan dan kaki. Lebih dari 50% kasus terjadi
pada daerah lutut. ( Otto.2003 : 72 ).
Sarkoma osteogenik atau osteosarkoma adalah merupakan neoplasma tulang primer yang
sangat ganas.
Osteosarkoma merupakan tumor tulang maligna primer yang paling lazim dan seringkali
berakibat fatal dan dapat timbul sebagai metastase sekunder dari ekstrimitas tungkai pada
50% kasus. Biasanya terdapat pada lokasi bekas radiasi atau lebih sering sebagai penyerta
pada penyakit paget. Osteosarkoma sering terjadi pada laki-laki pada kelompok usia 10-25
tahun dan pada orang tua yang mengalami penyakit paget.

2. ETIOLOGI
a. Radiasi sinar radio aktif dosis tinggi
b. Keturunan
c. Beberapa kondisi tulang yang ada sebelumnya seperti penyakit paget (akibat pajanan
radiasi).
d. Virus onkogenik ( Smeltzer. 2001: 2347 ).
3. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Tulang paha atau femur adalah bagian tubuh terbesar dan tulang terkuat pada tubuh manusia.
Ia menghubungkan tubuh bagian pinggul dan lutut. Femur pada ujung bagian atasnya
memiliki caput, collum, trochanter major dan trochanter minor. Bagian caput merupakan
lebih kurang dua pertiga bola dan berartikulasi dengan acetabulum dari os coxae membentuk
articulatio coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu
tempat perlekatan ligamentum dari caput. Sebagian suplaii darah untuk caput femoris
dihantarkan sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang pada fovea.
Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan ke bawah,
belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat (pada wanita sedikit lebih
kecil) dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut ini perlu diingat karena dapat
dirubah oleh penyakit.

Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher dan batang. Yang
menghubungkan dua trochanter ini adalah linea intertrochanterica di depan dan crista
intertrochanterica yang mencolok di bagian belakang, dan padanya terdapat tuberculum
quadratum.
Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia licin dan bulat
pada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya terdapat rabung, linea aspera.
Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah. Tepian medial berlanjut ke bawah sebagai
crista supracondylaris medialis menuju tuberculum adductorum pada condylus
medialis.Tepian lateral menyatu ke bawah dengan crista supracondylaris lateralis. Pada
permukaan posterior batang femur, di bawah trochanter major terdapat tuberositas glutealis,
yang ke bawah berhubungan dengan linea aspera. Bagian batang melebar ke arah ujung distal
dan membentuk daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya, disebut fascia poplitea.
Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di bagian posterior
dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus dihubungkan oleh
permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut membentuk articulatio genu. Di atas
condylus terdapat epicondylus lateralis dan medialis. Tuberculum adductorium berhubungan
langsung dengan epicondylus medialis.
4. PATOFISIOLOGI
Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas.
Tumor ini tumbuh dibagian metafisis tulang tempat yang paling sering terserang tumor ini
adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut.
Penyebab osteosarkoma belum jelas diketahui, adanya hubungan kekeluargaan menjadi suatu
predisposisi. Begitu pula adanya hereditery. Dikatakan beberapa virus onkogenik dapat
menimbulkan osteosarkoma pada hewan percobaan. Radiasi ion dikatakan menjadi 3%
penyebab langsung osteosarkoma. Akhir-akhir ini dikatakan ada 2 tumor suppressor gene
yang berperan secara signifikan terhadap tumorigenesis pada osteosarkoma yaitu protein P53
( kromosom 17) dan Rb (kromosom 13).
Lokasi tumor dan usia penderita pada pertumbuhan pesat dari tulang memunculkan perkiraan
adanya pengaruh dalam patogenesis osteosarkoma. Mulai tumbuh bisa didalam tulang atau
pada permukaan tulang dan berlanjut sampai pada jaringan lunak sekitar tulang epifisis dan
tulang rawan sendi bertindak sebagai barier pertumbuhan tumor kedalam sendi.
Osteosarkoma mengadakan metastase secara hematogen paling sering keparu atau pada
tulang lainnya dan didapatkan sekitar 15%-20% telah mengalami metastase pada saat
diagnosis ditegakkan. (Salter, robert : 2006).
Adanya tumor di tulang menyebabkan reaksi tulang normal dengan respons osteolitik
(destruksi tulang) atau respons osteoblastik (pembentukan tulang).
Beberapa tumor tulang sering terjadi dan lainnya jarang terjadi, beberapa tidak menimbulkan
masalah, sementara lainnya ada yang sangat berbahaya dan mengancam jiwa.
Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang panjang dan biasa ditemukan pada ujung bawah
femur, ujung atas humerus dan ujung atas tibia. Secara histolgik, tumor terdiri dari massa selsel kumparan atau bulat yang berdifferensiasi jelek dan sring dengan elemen jaringan lunak
seperti jaringan fibrosa atau miksomatosa atau kartilaginosa yang berselang seling dengan
ruangan darah sinusoid. Sementara tumor ini memecah melalui dinding periosteum dan
menyebar ke jaringan lunak sekitarnya; garis epifisis membentuk terhadap gambarannya di
dalam tulang.
Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor. Timbul
reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses destruksi atau penghancuran
tulang dan respon osteoblastik atau proses pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang
lokal.. Pada proses osteoblastik, karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan

periosteum tulang yang baru dekat lempat lesi terjadi sehingga terjadi pertumbuhan tulang
yang abortif.
Pathway Patofisiologi Osteosarkoma
Faktor Resiko, Keturunan (Hereditery), Virus Onkogenik, dan Radiasi Ion
Sel Tumor Menginvasi Jaringan Lunak
Respon Osteolitik
Respon Osteoblastik (Pembentukan
Tulang)
Destruksi Tulang
Penimbunan Periosteum Tulang yang baru dekat lempat lesi
terjadi
Penghancuran Tulang Lokal
Terjadi pertumbuhan tulang yang
abortif
Osteoporosis
Pembedahan Penambahan massa
tulang
Fraktur
Nyeri Akut
Kerusakan Integritas Kulit
Kerusakan Mobilitas Fisik
Resiko Infeksi

5. ABSES
Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu infeksii bakteri. Jika
bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi.
Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang
terinfeksi.
Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke
dalam rongga tersebut dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih
yang mati inilah yang membentuk nanah, yang mengisi rongga tersebut. Akibat penimbunan
nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong.
Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas abses; hal
ini merupakan mekanisme tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut.
6. GAMBARAN KLINIS
a. Rasa sakit (nyeri), Nyeri dan atau pembengkakan ekstremitas yang terkena (biasanya
menjadi semakin parah pada malam hari dan meningkat sesuai dengan progresivitas
penyakit).
b. Pembengkakan, Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan
yang terbatas (Gale. 1999: 245).
c. Keterbatasan gerak
d. Fraktur patologik.
e. Menurunnya berat badan
f. Teraba massa; lunak dan menetap dengan kenaikan suhu kulit di atas massa serta distensi
pembuluh darah maupun pelebaran vena.
g. Gejala-gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam, berat badan
menurun dan malaise (Smeltzer. 2001: 2347).
7. LABORATORIUM dan RADIOGRAFI

Studi radiografikal, scan MRI dan CT pada tulang yang terkena penyakit, mielogram,
artetiografi, dan essai biokimia darah dan urine akan memberikan informasi diagnostic. Pada
radiografi, terdapat tanda kerusakan tulang di dalam diafisis dengan erosi korteks tulang,
terangkatnya periosteum terlihat pada tepi lesi di tempat terbentuknya tulang baru di bawah
(segitiga codman). Terbentuknya tulang baru terlihat di dalam medula atau korteks tulang,
tergantung dari tumor tersebut apakah osteolitik atau osteoblastik.
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang biasa dilakukan:
a. Pemeriksaan radiologis menyatakan adanya segitiga codman dan destruksi tulang.
b. CT scan dada untuk melihat adanya penyebaran ke paru-paru.
c. Biopsi terbuka menentukan jenis malignansi tumor tulang, meliputi tindakan insisi,
eksisi, biopsi jarum, dan lesi- lesi yang dicurigai.
d. Skening tulang untuk melihat penyebaran tumor.
e. Pemeriksaan darah biasanya menunjukkan adanya peningkatan alkalin fosfatase.
f. MRI digunakan untuk menentukan distribusi tumor pada tulang dan penyebaran pada
jaringan lunak sekitarnya.
g. Scintigrafi untuk dapat dilakukan mendeteksi adanya skip lesion, ( Rasjad. 2003).
9.
a.
b.
c.

DIAGNOSA BANDING
Lesi tulang infeksiosa terutama karena sifilis.
Neoplasma tulang yang lain seperti khondrosarkoma
Tumor sel datia atau defosit metastasis karsinomatosa pada tulang dari tumor primer.

10. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan tergantung pada tipe dan fase dari tumor tersebut saat didiagnosis. Tujuan
penatalaksanaan secara umum meliputi pengangkatan tumor, pencegahan amputasi jika
memungkinkan dan pemeliharaan fungsi secara maksimal dari anggota tubuh atau
ekstremitas yang sakit. Penatalaksanaan meliputi pembedahan, kemoterapi, radioterapi, atau
terapi kombinasi. Osteosarkoma biasanya ditangani dengan pembedahan dan / atau radiasi
dan kemoterapi. Protokol kemoterapi yang digunakan biasanya meliputi adriamycin
(doksorubisin) cytoksan dosis tinggi (siklofosfamid) atau metrotexate dosis tinggi (MTX)
dengan leukovorin. Agen ini mungkin digunakan secara tersendiri atau dalam kombinasi.
Bila terdapat hiperkalsemia, penanganan meliputi hidrasi dengan pemberian cairan normal
intravena, diurelika, mobilisasi dan obat-obatan seperti fosfat, mitramisin, kalsitonin atau
kortikosteroid. ( Gale. 1999: 245 ).
b. Tindakan keperawatan
1)
Manajemen nyeri
Teknik manajemen nyeri secara psikologik (teknik relaksasi napas dalam, visualisasi, dan
bimbingan imajinasi) dan farmakologi (pemberian analgetika).
2)
Mengajarkan mekanisme koping yang efektif
Motivasi klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka, dan berikan dukungan
secara moril serta anjurkan keluarga untuk berkonsultasi ke ahli psikologi atau rohaniawan.
3)
Memberikan nutrisi yang adekuat
Berkurangnya nafsu makan, mual, muntah sering terjadi sebagai efek samping kemoterapi
dan radiasi, sehingga perlu diberikan nutrisi yang adekuat. Antiemetika dan teknik relaksasi
dapat mengurangi reaksi gastrointestinal. Pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan sesuai
dengan indikasi dokter.
4)
Pendidikan kesehatan

Pasien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan tentang kemungkinan terjadinya


komplikasi, program terapi, dan teknik perawatan luka di rumah. (Smeltzer. 2001: 2350 ).
5)
Jika diperlukan traksi, Prinsip Perawatan Traksi
a) Berikan tindakan kenyamanan ( contoh: sering ubah posisi, pijatan punggung ) dan
aktivitas terapeutik.
b) Berikan obat sesuai indikasi contoh analgesik relaksan otot.
c) Berikan pemanasan lokal sesuai indikasi.
d) Beri penguatan pada balutan awal / pengganti sesuai dengan indikasi, gunakan teknik
aseptic dengan tepat.
e) Pertahankan linen klien tetap kering, bebas keriput.
f) Anjurkan klien menggunakan pakaian katun longgar.
g) Dorong klien untuk menggunakan manajemen stress, contoh: bimbingan imajinasi, nafas
dalam.
h) Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan
i) Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh: edema, eritema.
Tujuan dari penatalaksanaan adalah untuk menghancurkan atau mengankat jaringan maligna
dengan menggunakan metode yang seefektif mungkin.
Secara umum penatalaksanaan osteosarkoma ada dua, yaitu:
a.
Pada pengangkatan tumor dengan pembedahan biasanya diperlukan tindakan
amputasi pada ekstrimitas yang terkena, dengan garis amputasi yang memanjang melalui
tulang atau sendi di atas tumor untuk control lokal terhadap lesi primer. Beberapa pusat
perawatan kini memperkenalkan reseksi lokal tulang tanpa amputasi dengan menggunakan
prosthetik metal atau allograft untuk mendukung kembali penempatan tulang-tulang.
b.
Kemoterapi
Obat yang digunakan termasuk dosis tinggi metotreksat yang dilawan dengan factor
citrovorum, adriamisin, siklifosfamid, dan vinkristin.
11. KOMPLIKASI
a. Akibat langsung : Patah tulang
b. Akibat tidak langsung : Penurunan berat badan, anemia, penurunan kekebalan tubuh
c. Akibat pengobatan : Gangguan saraf tepi, penurunan kadar sel darah, kebotakan pada
kemoterapi.
12. PROGNOSA
Prognosa jelek, hanya kira-kira seperlima atau kurang dari 10 persen yang kasus yang
mempunyai harapan hidup / bertahan sampai / lebih dari 5 tahun.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN OSTEOSARCOMA


A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, pendidkan, pekerjaan, status

perkawinan, alamat, dan lain-lain.

2. Riwayat kesehatan
a.
Pasien mengeluh nyeri pada daerah tulang yang terkena.

b.
c.

Klien mengatakan susah untuk beraktifitas/keterbatasan gerak


Mengungkapkan akan kecemasan akan keadaannya

3. Pengkajian fisik
a.
Pada palpasi teraba massa pada derah yang terkena.
b.
Pembengkakan jaringan lunak yang diakibatkan oleh tumor.
c.
Pengkajian status neurovaskuler; nyeri tekan
d.
Keterbatasan rentang gerak
4. Hasil laboratorium/radiologi
a.
Terdapat gambaran adanya kerusakan tulang dan pembentukan tulang baru.
b.
Adanya gambaran sun ray spicules atau benang-benang tulang dari kortek tulang.
c.
Terjadi peningkatan kadar alkali posfatase.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Nyeri akut berhubungan dengan proses patologik dan pembedahan (amputasi).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah nyeri akut
teratasi seluruhnya.
DS : Klien mengatakan nyeri sebelum dan setelah pembedahan
DO :
a. Fokus diri klien tampak menyempit, dan
b. Perilaku klien tampak melindung diri / berhati-hati.
Kriteria Hasil :
a.
Klien mengatakan nyeri hilang dan terkontrol,
b.
Klien tampak rileks, tidak meringgis, dan mampu istirahat/tidur dengan tepat,
c.
Tampak memahami nyeri akut dan metode untuk menghilangkannya, dan
d.
Skala nyeri 0-2.
Intervensi:
a.
Catat dan kaji lokasi dan intensitas nyeri (skala 0-10). Selidiki perubahan karakteristik
nyeri.
R / : Untuk mengetahui respon dan sejauh mana tingkat nyeri pasien.
b.
Berikan tindakan kenyamanan (contoh ubah posisi sering, pijatan lembut).
R / : Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaringan yang luka.
c.
Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.
R / : Peningkatan vena return, menurunkan edema, dan mengurangi nyeri.
d.
Berikan lingkungan yang tenang.
R / : Agar pasien dapat beristirahat dan mencegah timbulnya stress.
e.
Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian analgetik, kaji efektifitas dari tindakan
penurunan rasa nyeri.
R / : Untuk mengurangi rasa sakit / nyeri.

2.
Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan muskuluskletal, nyeri,
dan amputasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah kerusakan
mobillitas fisik teratasi seluruhnya.
DS : Klien mengatakan sulit untuk bergerak
DO : Klien tampak mengalami Gangguan koordinasi; penurunan kekuatan otot, kontrol dan
massa.
Kriteria Hasil :
a. Pasien menyatakan pemahaman situasi individual, program pengobatan, dan tindakan
keamanan,
b. Pasien tampak ikut serta dalam program latihan / menunjukan keinginan berpartisipasi
dalam aktivitas,
c. Pasien menunjukan teknik / perilaku yang memampukan tindakan beraktivitas, dan
d. Pasien tampak mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.
Intervensi :
a. Kaji tingkat immobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang
immobilisasi tersebut.
R /: Pasien akan membatasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak proporsional).
b. Dorong partisipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV, membaca koran dll ).
R / : Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memusatkan perhatian,
meningkatkan perasaan mengontrol diri pasien dan membantu dalam mengurangi isolasi
sosial.
c. Anjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang
tidak.
R / : Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot,
mempertahankan mobilitas sendi, mencegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak
digunakan.
d. Bantu pasien dalam perawatan diri.
R / : Meningkatkan kekuatan dan sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam mengontrol
situasi, meningkatkan kemauan pasien untuk sembuh.
e. Berikan diit Tinggi protein Tinggi kalori , vitamin , dan mineral.
R / : Mempercepat proses penyembuhan, mencegah penurunan BB, karena pada immobilisasi
biasanya terjadi penurunan BB.
f. Kolaborasi dengan bagian fisioterapi.
R / : Untuk menentukan program latihan.
3.
Kerusakan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan penekanan pada daerah
tertentu dalam waktu yang lama.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah kerusakan
integritas kulit / jaringan taratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil : Klien Menunjukkan prilaku / tehnik untuk mencegah kerusakan kulit tidak
berlanjut.
Intervensi :
1)
Kaji adanya perubahan warna kulit.
R / : Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit.
2)
Pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan.

R / : Untuk menurunkan tekanan pada area yang peka resiko kerusakan kulit lebih lanjut.
3)
Ubah posisi dengan sesering mungkin.
R / : Untuk mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimalkan resiko
kerusakan kulit.
4)
Beri posisi yang nyaman kepada pasien.
R / : Posisi yang tidak tepat dapat menyebabkan cedera kulit / kerusakan kulit.
5)
Kolaborasi dengan tim kesehatan dan pemberian zalf / antibiotic.
R / : Untuk mengurangi terjadinya kerusakan integritas kulit.
4.
Resiko infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka kerusakan jaringan lunak.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah resiko infeksi
tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
a. Tidak ada tanda-tanda Infeksi,
b. Leukosit dalam batas normal, dan
c. Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
1)
Kaji keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap adanya: edema, rubor, kalor, dolor,
fungsi laesa.
R/ : Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.
2) Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.
R/ : Meminimalkan terjadinya kontaminasi.
3)
Rawat luka dengan menggunakan tehnik aseptik
R/ : Mencegah kontaminasi dan kemungkinan infeksi silang.
4)
Mewaspadai adanya keluhan nyeri mendadak, keterbatasan gerak, edema lokal,
eritema pada daerah luka.
R/ : Merupakan indikasi adanya osteomilitis.
5)
Kolaborasi pemeriksaan darah : Leukosit
R/ : Leukosit yang meningkat artinya sudah terjadi proses infeksi.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Ed 8. EGC. Jakarta.
Doengoes, Marilynn E. Et al. 1999, Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Price, Sylvia Anderson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Rahmadi, Agus. 1993. Perawatan Gangguan Sistem Muskuloskletal. Banjarbaru: Akper
Depkes.
Reeves, J. Charlene. Et al. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Ed. I. Salemba medika.
Jakarta

Tucker, Susan Martin et al.1999, Standar Perawatan Pasien Edisi V Vol 3, Penerbit Buku
Kedokteran EGC
--. 2003. Catatan Kuliah Medikal Badah III. (Print out). Jurusan Keperawatan Banjarbaru

Vous aimerez peut-être aussi