Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
5. Letakkan bone shear atau single edge bone-cutting rongeur dengan satu blade pada puncak alveolar dan blade lainnya
dibawah undercut yang akan dibuang, dimulai pada regio insisivus sentral atas atau bawah dan berlanjut ke bagian paling distal
dari alveolar ridge pada sisi yang terbuka.
6. Bebaskan mukoperiosteal membrane dari puncak alveolar dan angkat menuju lingual, sehingga plate bagian lingual dapat
terlihat. Prosedur ini akan memperlihatkan banyak tulang interseptal yang tajam.
7. Hilangkan penonjolan tulang interseptal yang tajam tersebut dengan end-cutting rongeurs.
8. Haluskan permukaan bukal dan labial dari alveolar ridge dengan bone file. Tahan bone file pada posisi yang sama sebagai
straight operative chisel , pada posisi jari yang sama, dan file area tersebut pada dengan gerakan mendorong.
9. Susuri soket dengan small bowl currete dan buang tiap spikula kecil tulang atau struktur gigi atau material tumpatan yang
masuk ke dalam soket. Ulangi prosedur ini pada sisi kiri atas dan lanjutkan ke tahap berikutnya.
10. Kembalikan flap pada posisi semula, kurang lebih pada tepi jaringan lunak, dan ratakan pada posisi tersebut dengan jari
telunjuk yang lembab.
11. Catat jumlah jaringan yang overlapping, yang notabene bahwa tulang dibawahnya telah dikurangi, yang akhirnya
meninggalkan tulang yang lebih sedikit dilapisi oleh jaringan lunak.
12. Dengan gunting, hilangkan sejumlah mukoperiosteum yang sebelumnya terlihat overlap.
13. Ratakan jaringan lunak tersebut kembali ketempatnya menggunakan jari telunjuk yang lembab, perkirakan tepi dari
mukoperiosteum, lalu catat apakah ada penonjolan tajam yang tersisa pada alveolar ridge. Operator dapat merasakannya
dengan jari telunjuk.
14. Jika masih terdapat penonjolan dari tulang yang tersisa, hilangkan dengan bone fie.
15. Jahit mukoperiosteum kembali ketempatnya. Disarankan menggunakan benang jahitan sutra hitam kontinyu. Walaupun
demikian, jahitan interrupted juga dapat digunakan jika diinginkan
2.5.Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan tulang yang mendukung harus mencakup visual, inspeksi, palpasi, pemeriksaan radiografi, dan dalam beberapa
evaluasi kasus model. Kelainan dari sisa tulang sering dapat dinilai selama visual pemeriksaan, namun karena resorpsi tulang
dan lokasi otot atau lampiran jaringan lunak, banyak kelainan kelihatan kurang jelas .
Palpasi dari semua bidang rahang atas dan rahang bawah,termsuk daerah vestibular, diperlukan. Evaluasi daerah denturebearing rahang atas
mencakup evaluasi keseluruhan bentuk tulang ridge. Mandibula ridge yang tersisa harus dievaluasi visual untuk bentuk dan
kontur ridge keseluruhan, kelainan ridge , tori, dan exostosis bukal. Evaluasi hubungan interarch rahang atas dan mandibula
sangat penting dan mencakup pemeriksaan hubungan anteroposterior dan vertikal, serta setiap asimetri tulang mungkin
mungkin ada di antara rahang atas dan rahang bawah. Di sebagian edentulous pasien, kehadiran hypererupted atau
malpositioned
gigi atau segmen juga harus diperhatikan. 9
Setelah pencabutan gigi, recontouring yang tepat dari prosesus alveolar dan perawatan luka diperlukan sebagai prasyarat untuk
penempatan alat prostetik. Kadang-kadang, residual crest memperlihatkan penyimpangan ,undercut , atau spikula tulang yang
jika tidak dihapus sebelum penempatan gigi tiruan sebagian atau lengkap menyebabkan cedera dan stabilitas atau masalah
retensi. Jika alveolar ridge diduga memiliki morfologi abnormal setelah ekstraksi satu atau gigi lebih, untuk menghindari
kemungkinan seperti itu, alveoloplasty harus dilakukan.6
Adapun kondisi edentulus yang ideal antara lain sebagai berikut 2
1. Linggir pada mandibula dan maksila cembung dan luas
2. Jaringan lunak pada daerah yang akan mendukung protesa misalnya, lingir alveolar sisa tidak bergerak
3. Vestibulum fasial dan lingual cukup dalam sehingga memberi tempat yang cukup dalam sehingga memberi tempat yang
cukup untuk menem[atkan perluasan sayap protesa.
4. Hubungan antar lingir yang baik.
5. Bentuk palatum melengkung.
6. Hamular notch cukup luas.
7. Dukungan tulang memadai
8. Tidak ada jaringan parut pada lingir
9. Tidak ada underkut permukaan yng ekstrem.
10. Linggir berbentuk U, tidak berbentuk V atau tajam seperti pisau.
2.6. Pemeriksaan Radiologis
Radiograf yang tepat merupakan bagian penting dari awal diagnosis dan rencana perawatan. Panoramic radiografi teknik
memberikan penilaian gambaran yang sangat baik yang mendasari struktur dan condisi patologi.
Radiografi memperlihatkan lesi patologis tulang, dampak gigi atau bagian dari akar yang tersisa, pola ridge alveolar, dan
ukuran dan pneumatisasi dengan sinus maksilaris .9
2.7. Macam Macam Alveoloplasti
a. Alveoloplasti Primer
Alveoloplasti primer disini akan dijelaskan mengenai alveoplasti tunggal dan alveoloplasti multiple. Alveoloplasti multiple
yang akan dijabarkan pada penjelasan alveoloplasti primer yaitu alveoloplasti konservatif.
1. Alveoplasti Tunggal
Gigi posterior yang tinggal sendirian menimbulkan kendala dan memerlukan penatalaksanaan yang khusus, karena sering
mengalami ekstrusi atau supraerupsi, tulang dan jaringan lunak pendukungnya berkembang berlebihan untuk mendukung hal
tersebut. Ketika gigi mengalami hypererupted karena tidak adanya antagonis, ketidakteraturan tulang biasanya diamati setelah
ekstraksi . Hal ini dapat menyebabkan masalah untuk proses penyembuhan normal dan abnormalitas tulang alveolar,
mengakibatkan gangguan pada penempatan alat restoratif palsu. Dalam kasus tersebut, segera setelah ekstraksi gigi,
recontouring tulang di area harus dilakukan. Alveoplasti tunggal bisa dilakukan bersamaan dengan tindakan pembedahan atau
dilakukan sesudah pencabutan. Prosedur Kerja :
1. Setelah ekstraksi gigi, flap dibuat dan rongeur yang digunakan untuk memotong bagian soket gigi yang bergerigi, sampai
ruang interarch klinis yang sesuai dibuat.
2. Setelah itu, permukaan tulang diperhalus menggunakan dan file tetapi tulang dan gingiva kelebihan dipangkas dengan
gunting jaringan lunak.
3. Permukaan tulang dihaluskan dengan file tulang dengan tekanan tarikan
4. Irigasi dengan salin 0,9 %
5. Mukoperiosteum dijahit, satu mesial dan satu distal.
2.Alveoloplasti Setelah Ekstraksi Multiple.
Alveoplasti Konservatif
Menghindarkan pemotongan mukoperiosteal dan pengambilan tulang alveolar yang berlebihan. Pemisahan periosteum tulang
mempercepat resorpsi dan apabila berlebihan akan menambah rasa sakit.
Prosedur ini meliputi:
a. Ekstraksi.
b. Refleksi gingiva tersebut.
c. Smoothing tulang alveolar.
d. Perawatan luka.
e. Penjahitan dari mucoperiosteum
Prosedur Kerja :
1. Setelah dilakukan pemeriksaan klinis dan radiografi dari gigi yang diekstraksi , bius lokal ini disuntikkan pada semua gigi
yang sudah di cabut satu per satu dengan sangat hati-hati, sehingga dinding alveolar dibiarkan seutuh mungkin ).
2. Sebuah insisi kemudian dibuat di alveolar ridge untuk memotong interdental papilla dan gingiva tercermin dari proses
alveolar .
3. Segera setelah itu, bagian tulang yang tajam dibuang menggunakan rongeur dan setelah mucoperiosteum itu dibuka, tulang
dihaluskan dengan file, sampai permukaan tulang terasa halus bila disentuh .
4. Margin dari flap juga dipangkas dengan gunting jaringan lunak sedemikian rupa sehingga ada kontak sempurna setelah
pengangkatan tulang.
5. Irigasi dengan larutan saline steril , evaluasi permukaan yang tajam / kasar, aposisi flap, jahit luka.
Penting : Saline konsentrasi 0,9 %, penghalusan dengan teknik full stroke.
b. Alveoloplasti Sekunder
Alveoloplasti tertunda atau sekunder kadang-kadang diperlukan yaitu untuk memperbaiki cacat pada lingir yang masih tetap
tertinggal sesudah pencabutan atau yang disebabkan karena resorbsi atau atropi yang tidak teratur. Biasanya underkut yang
tidak diharapkan dikenali pertama-tama pada waktu mempelajari model. Suatu insisi mukoperiosteum tunggal dibuat tepat di
sebelah lingual dari lingir yang akan diperbaiki, tebalnya meliputi mukosa dan periosteum, dan perluasannya sampai di
posterior dan anterior dari bagian yang akan dioperasi. Perluasan flap mukoperiosteal kontinu ke arah bukal dan lingual
menuju daerah operasi untuk mendapat jalan masuk. Sekali lagi pengambilan tulang dan perbaikan kontur dilakukan dengan
menggunakan rongeur atau bur. Bagian yang dioperasi kemudian dihaluskan dengan menggunakan kikir tulang, diirigasi
perlahan-lahan dengan salin steril, dan diamati dengan cermat. Pada kasus alveoplasti sekunder, biasanya perlekatan kembali
mukoperiosteum berhasil baik, sedangkan hilangnya kedalaman vestibulum karena penyibakan berlebihan dari flap bukal yang
diikuti dengan migrasi oklusal tetap harus dihindarkan.2
2.8.
Prosedur Pembedahan
2.8.1 Teknik Alveoloplasti
Menurut Starshak (1971) ada 5 macam teknik alveoloplasti, yaitu : Teknik Alveolar Kompresi, Teknik Simpel Alveoloplasti,
Teknik Kortiko Labial Alveoloplasti, Teknik Dean Alveoloplasti, dan Teknik Obwegeser Alveoloplasti.8
Teknik Alveolar Kompresi
Merupakan teknik alveoloplasti yang paling mudah dan paling cepat. Pada teknik ini dilakukan penekanan cortical plate bagian
luar dan dalam di antara jari-jari. Teknik ini paling efektif diterapkan pada pasien muda, dan harus dilakukan setelah semua
tindakan ekstraksi, terutama pada gigi yang bukoversi. Tujuan dilakukannya tindakan ini adalah untuk mengurangi lebar soket
dan menghilangkan tulang-tulang yang dapat menjadi undercut.
Teknik Simpel Alveoloplasti
Teknik ini dapat digunakan jika dibutuhkan pengurangan cortical margin labial atau bukal, dan kadang-kadang juga alveolar
margin lingual atau palatal. Biasanya digunakan flep tipe envelope, Tetapi kadangkala digunakan juga flep trapesoid dengan
satu atau beberapa insisi. Pada teknik ini pembukaan flep hanya sebatas proyeksi tulang, karena pembukaan yang berlebihan
Semilunar
Biasanya ditempatkan pada permukaan bukal prosessus alveolaris disebelah apikal dari pertemuan antara mukosa bergerak dan
cekat. Keuntungan desain ini adalah perlekatan gingival dan sebagian besar mukosa cekat tetap terpelihara dengan baik,
walaupun tetap diperoleh jalan masuk ke region apikal dan sekitarnya. Flap semilunar digunakan untuk menghindari tepi
mahkota protesa, untuk pembedahan periradikular dan untuk mendapat jalan masuk ke sinus maxillaries dan region yang jauh
lainnya.2
Pedikel
Flap pedikel dibuat baik di bukal, lingual atau palatal. Biasanya digunakan untuk migrasi atau transportasi untuk memperbaiki
suatu cacat, misalnya fistula oroantral atau nasoalveolar.2
2.8.3.Pemotongan dan Penghalusan tulang
Tepi tulang yang tajam dipotong dengan menggunakan Rounger .
Kemudian Tulang dihaluskan dengan a bone file, sampai permukaan tulang terasa halus saat disentuh
2.8.4.Teknik Penjahitan Luka Bedah
Teknik utama yang digunakan dalam bedah mulut adalah jahitan terputus, kontinu, dan matress.
Teknik terputus/unkontinu. Ini adalah jenis yang paling sederhana dan paling sering digunakan, dan dapat digunakan dalam
semua prosedur bedah mulut (Gambar 6).
Jarum masuk 2-3 mm dari batas flap (jaringan seluler) dan keluar pada jarak yang sama di sisi yang berlawanan.
Kedua ujung benang ini kemudian diikat dalam simpul dan dipotong 0,8 cm di atas simpul. Untuk menghindari robeknya
flap, jarum harus melewati satu batas luka tertentu dan minimal 0,5 cm dari tepi.
Jahitan yang terlalu kencang juga harus dihindari (risiko nekrosis jaringan), serta posisi tumpang tindih pada luka ketika
disimpul.
Keuntungan dari jahitan terputus adalah bahwa ketika jahitan ditempatkan dalam satu baris, dilonggarkan salah satu sisi
,maka sisi yang lainnya tidak berpengaruh.
Jahitan kontinyu. Ini biasanya digunakan untuk menjahit luka-luka yang dangkal tapi panjang, misalnya untuk rekonturing dari
bubungan alveolar pada rahang atas dan rahang bawah. Teknik yang digunakan adalah sebagai berikut:
setelah melewati jarum melalui kedua margin flap, sebuah simpul awal dibuat sama seperti pada jahitan unkontinu tetapi
hanya ujung bebas benang yang terputus.
Pemegang jarum kemudian digunakan untuk membuat jahitan kontinu berturut-turut di tepi luka
Jahitan terakhir tidak dikencangkan, tetapi loop yang dibuat berfungsi sebagai ujung bebas.
Setelah itu, pemegang jahitan dilingkarkan sekitar pemegang jarum dua kali, yang mencerap dengan jahitan melengkung
(loop pertama), menariknya melalui loop kemudian kedua ujung dikencangkan, sehingga menciptakan simpul.
Penguncian Jahitan terus menerus merupakan variasi dari jahitan sederhana menerus.
Keuntungan dari jahit kontinu ini adalah lebih cepat dan membutuhkan simpul yang lebih sedikit, sehingga batas luka tidak
dikencangkan terlalu banyak dan menghindari risiko iskemia di daerah tersebut. Kerugiannya adalah jika jahitan tersebut
sengaja dipotong atau dilonggarkan, maka seluruh jahitan menjadi longgar.
Hal ini ditunjukkan dalam kasus di mana reapproximation yang kuat dan aman dari batas luka diperlukan. Jahitan vertikal
dapat digunakan untuk sayatan yang mendalam, sementara jahitan horisontal digunakan dalam kasus-kasus yang memerlukan
batasan atau penutupan jaringan lunak atas rongga osseous, misalnya, soket post extraction gigi. Penguatan dari jahit mattress
dicapai dengan penyisipan sepotong karet.
Teknik yang digunakan untuk jahitan mattress adalah sebagai berikut: dalam jahitan terputus (horisontal dan vertikal), jarum
melewati batas luka di sudut kanan, dan jarum selalu masuk dan keluar dari jaringan di sisi yang sama. Dalam horisontal
jahitan kontinu, setelah membuat simpul awal, jarum masuk dan keluar dari jaringan dalam pola labirin berkelok-kelok.
Simpul akhir ini terikat dengan cara yang sama seperti pada jahitan sederhana menerus.
2.8.5 Control post operasi
Daerah bekas pencabutan dijepit dengan ibu jari dan telunjuk, hal ini merupakan perlakuan sederhana pada tindakan post
operatif tehnik alveolopalstis. Tindakan menyempitkan alveolus ini sangat terasa pada lengkung rahang atas karena adanya
peningkatan kompresibiltas tulang.2
Ketidaknyaman, sesudah pencabutan, biasanya diikuti dengan rasa sakit, perdarahan, dan pembengkakan dalam berbagai
tingkatan. Rasa sakit bisa di atasi dengan pemberian obat non-narkotik dan narkotik. Yang paling sering digunakan adalah
aspirin dan asetaminofen, baik sendiri-sendiri atau dikombinasikan dengan kodein atau narkotik yang lain. Pemberian resep
analgesic kombinasi non-narkotik/narkotik sebanyak 6-12 tablet yang diminum setiap 3-4 jam sekali dianggap cukup untuk
kasus pencabutan tunggal. Apabila prinsip ekonomi gerak dan instrumentasi berlaku untuk pencabutan dengan tang, ekonomi
pengobatan juga merupakan dasar pengontrolan rasa sakit. Ini mengandung pengertian bahwa dianjurkan untuk memberikan
sejumlah kecil obat-obatan yang secara farmakologis betul-betul dikenal baik. Sebagai tambahan, jumlah yang diberikan
sebaiknya dibatasi hanya untuk dua hari.
Perdarahan,
Perdarahan pasca pencabutan bisa dikontrol dengan baik dengan penekanan. Menggigit sponge atau menempatkan sponge
diatas luka bekas pencabutan dianjurkan. Tekanannya dipertahankan untuk paling tidak selama 30 menit pasca pencabutan.
Kalau sebelum 30 menit darah keluar lagi maka pemberian sponge bisa diulang sekali lagi. Adanya sedikit perdarahan yang
kadang-kadang keluar selama 24 jam pertama sesudah pencabutan masih bisa dikatakan normal.
Edema,
Meskipun edema pasca pencabutan biasanya tidak terlalu berat, tetapi perlu dicegah dengan aplikasi dingin. Kompres es
dengan potongan-potongan es dalam kantung plastic yang kemudian dibungkus sebuah atau dua buah handuk adalah metode
yang tepat untuk aplikasi dingin. Selama 24 jam pertama pasca pencabutan, dianjurkan aplikasi dingin selama 30 menit.
Pemberian minuman panas sebaiknyadihindari karena akan meningkatkan edema. 2
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Alveoplasti adalah mempertahankan, pembentukan kembali linggir yang tersisa (dengan pembedahan) supaya permukaannya
dapat dibebani protesa dengan baik. Tujuan utama dari suatu tindakan bedah preprostodontik adalah untuk mempersiapkan
bentuk ridge sehingga dapat memberikan dukungan terbaik bagi gigi tiruan dalam hal stabilitas maupun retensi.Selain itu
alveoloplasti dilakukan untuk membentuk prosesus alveolaris agar dapat mempermudah pembuatan maupun adaptasi gigi
tiruan. Dalam melakukan tindakan alveoloplasti pembuangan tulang alveolar tersebut dilakukan seminimal mungkin.
Teknik alveoloplasti yang banyak dipakai pada tindakan bedah preprostodontik adalah teknik Kortiko-Labial Alveoloplasti.
Dimana pada teknik ini hanya dilakukan sedikit reduksi pada cortical plate bagian labial. Teknik ini sudah dipraktekkan selama
bertahun tahun dengan hanya meninggalkan sedikit alveolar ridge yang sempit.
Setelah bedah preprostodontik perlu dilakukan kontrol berkala untuk mengetahui jalannya proses penyembuhan, serta menjaga
agar tidak terjadi komplikasi komplikasi yang tidak diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
1.Reddy, shantipriya. 2008Essentials of clinical periodontology and periodontics page 17. 2nd ed. New delhi : jaypee.
2.Gordon W. Pedersen. 1996. Buku Ajar Bedah Mulut. Penerjemah : Purwanto, Basoeseno. Jakarta : EGC
3.Archer, William Harry. 1975.Oral and maxillofacial surgery Vol 1. Ed 5. Michigan : Saunders..
4.Scott F.and Oison RAJ.Minor Preprostetic Procedures : Rekonstruktive Preprosthetic Oral and Maxillofacial. Surgery 69
Philadephia:1996.hlm.61-62
5. F.J Harty, and R.Ogston. Kamus Kedokteran Gigi. Jakarta : EGC. Hlm. 11
6. Fragiskos D. Fragiskos. 2007. Oral Surgery. Veldag Berlin Heidelberg : Springer,
7.Aditya. Gabriella .Alveoloplasti Sebagai Tindakan Bedah Preprostodontik Bagian Ilmu Penyakit Gigi Dan Mulut-Fakultas
Kedokteran Universitas Trisakti. J Kedokter Trisakti, Januari-April 1999-Vol.18, No.1 27
8.Starshak ,T.J. Prosthetic Oral surgery ,St.Louis:Mosby, 1971
9.Peterson, Larry J. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery 4th.. USA : C.V. Mosby Company.