Vous êtes sur la page 1sur 7

Alveoplasti

Definisi Tulang Alveolar


Tulang alveolar adalah bagian dari rahang atas dan rahang bawah yang membentuk dan mendukung soket gigi (alveoli). Hal
ini terbentuk ketika gigi erupsi, dalam rangka memberikan perlekatan osseus untuk membentuk ligamentum periodontal dan
secara bertahap menghilang setelah gigi hilang.
Bagian dari tulang alveolar :
bagian dalam dan luar lempeng kortikal
bagian tulang yang melapisi soket
bagian interior tulang cancellous
Pelat kortikal terdiri dari tulang kompak, di mana lamellae ini sering sirkumferensial sekitar pembuluh darah membentuk
sistem havers, yang merupakan mekanisme internal yang membawa suplai pembuluh darah pada tulang yang terlalu tebal yang
akan diberikan hanya pada permukaan pembuluh darah. Pelat kortikal dan tulang yang melapisi soket bertemu di puncak
alveolar, biasanya 2 mm bawah CEJ (cementoenamel junction).1
Tulang yang melapisi soket sering disebut juga tulang kompak dan dapat dikenal sebagai :
Tulang bundel, karena bundel dari serat Sharpey dari ligamentum periodontal yang tertanam di dalamnya
Pelat kribriformis, karena berlubang oleh saluran pembuluh darah banyak
Tulang alveolar yang tepat, karena memberikan dukungan langsung pada gigi
Lamina dura, yang secara radiografis dipandang sebagai dense plate
Tulang cancellous: terdiri dari trabekula sempit tidak beraturan, yang, dengan percabangan dan bersatu membentuk jaringan
berupa ruang antara trabekula tersebut. Ada variasi yang cukup besar dalam proporsi tulang kompak untuk tulang cancellous di
berbagai daerah rahang dan di permukaan gigi yang berbeda. Sebagai contoh: hubungan gigi anterior rahang bawah yaitu gigi
insisivus rahang bawah; ada tulang tipis yang terdiri dari lempeng kortikal luar dan tulang yang melapisi soket tanpa tulang
cancellous. sebaliknya, tulang bukal dan interdental gigi molar relatif tebal dan tulang kanselous mungkin mendominasi.1
Karena diameter akar gigi menurun secara bertahap dalam arah apikal, ada peningkatan yang sesuai dari ketebalan tulang
alveolar dengan meningkatnya tulang cancellous. Variasi ini sangat penting untuk diperhatikan karena mereka mempengaruhi
pola dan perkembangan tulang dalam bentuk destruktif penyakit periodontal.
2.2. Definisi Alveoplasti
Alveoplasti adalah mempertahankan, pembentukan kembali linggir yang tersisa (dengan pembedahan) supaya permukaannya
dapat dibebani protesa dengan baik.
Alveoplasti merupakan prosedur yang biasanya dilakukan untuk mempersiapkan linggir, berkisar mulai satu gigi sampai
seluruh gigi dalam rahang, dilakukan segera setelah pencabutan atau sekunder, dilakukan tersendiri sebagai prosedur korektif
yang dilakukan kemudian.2
Alveoplasti adalah tindakan bedah dalam perubahan bentuk dan kondisi prosessus alveolar, dalam persiapan untuk konstruksi
gigi tiruan. Operasi ini didalam rongga mulut sehingga perlu diperhatikan :
Hiperplasia jaringan lunak, jaringan tulang rawan seperti, fibromatoses, otot, dan band berserat yang menghalangi tempat
untuk gigi tiruan dan dengan retensinya dan kelainan jaringan osseus daerah bantalan gigi tiruan. 3
Indikasi Alveoloplasti
Dalam melakukan alveoloplasti ada beberapa keadaan yang harus dipertimbangkan oleh seorang dokter gigi.
Keadaan-keadaan tersebut antara lain :
pada prosesus alveolaris yang dijumpai adanya undercut; cortical plate yang tajam; puncak ridge yang tidak teratur;
tuberositas tulang; dan elongasi, sehingga mengganggu dalam proses pembuatan dan adaptasi gigi tiruan
jika terdapat gigi yang impaksi, atau sisa akar yang terbenam dalam tulang; maka alveoloplasti dapat mempermudah
pengeluarannya,
jika terdapat ridge prosesus alveolaris yang tajam atau menonjol sehingga dapat menyebabkan facial neuralgia maupun rasa
sakit setempat
pada tulang interseptal yang terinfeksi; di mana tulang ini dapat dibuang pada waktu dilakukan gingivektomi.
pada kasus prognatisme maksila, dapat juga dilakukan alveoloplasti yang bertujuan untuk memperbaiki hubungan anteroposterior antara maksila dan mandibula
setelah tindakan pencabutan satu atau beberapa gigi, sehingga dapat segera dilakukan pencetakan yang baik untuk
pembuatan gigi tiruan.7
Kontra Indikasi Alveoloplasti
Adapun kontra indikasi dilakukannya tindakan alveoloplasti adalah :
Pada pasien yang masih muda, karena sifat tulangnya masih sangat elastis maka proses resorbsi tulang lebih cepat
dibandingkan dengan pasien tua. Hal ini harus diingat karena jangka waktu pemakaian gigi tiruan pada pasien muda lebih lama
dibandingkan pasien tua.
Pada pasien wanita atau pria yang jarang melepaskan gigi tiruannya karena rasa malu, sehingga jaringan pendukung gigi
tiruan menjadi kurang sehat, karena selalu dalam keadaan tertekan dan jarang dibersihkan. Hal ini mengakibatkan proses

resorbsi tulang dan proliferasi jaringan terhambat


Jika bentuk prosesus alveolaris tidak rata tetapi tidak mengganggu adaptasi gigi tiruan baik dalam hal pemasangan, retensi
maupun stabilitas. 7
2.3.Etiologi Kelainan Tulang Alveolar
Faktor sistemik dan lokal secara umum berpengaruh pada variasi dalam jumlah dan pola resorpsi tulang alveolar. Faktor
umum termasuk adanya kelainan gizi dan penyakit tulang sistemik seperti osteoporosis, disfungsi endokrin atau kondisi
sistemik lainnya yang dapat mempengaruhi metabolism tulang.
Faktor lokal mempengaruhi resorpsi ridge alveolar termasuk alveoloplasty teknik yang digunakan pada saat pencabutan gigi
dan local trauma berhubungan dengan
kehilangan tulang alveolar. Penggunaan Gigi tiruan juga dapat berpengaruh untuk resorpsi ridge alveolar karena adaptasi
gigitiruan yang tidak benar atau distribusi kekuatan oklusal yang tidak adekuat. Variasi struktur wajah dapat berkontribusi
untuk pola resorpsi di dua cara: Pertama,volume aktual dari tulang di Alveolar ridges bervariasi dengan bentuk wajah. Kedua,
individu dengan sudut mandibula plane yang rendah dan sudut gonial lebih akut mampu menghasilkan
kekuatan gigitan yang lebih tinggi,sehingga menempatkan tekanan yang lebih besar pada daerah linggir alveolar. akibat jangka
panjang dari gabungan faktor umum dan lokal adalah hilangnya ridge tulang alveolar, peningkatan ruang interarch
,peningkatan pengaruh sekitar jaringan lunak, penurunan stabilitas dan retensi protesa ,dan meningkatkan ketidaknyamanan
dari adaptasi prostesis yang tidak benar.Dalam kasus resorpsi yang paling parah yaitu peningkatan yang signifikandalam
resiko fraktur mandibula spontan .9
2.4. Perbedaan Alveolektomi Dan Alveolotomi
A. Definisi
Alveolektomi adalah suatu tindakan bedah yang radikal untuk mereduksi atau mengambil prosesus alveolaris sehingga bisa
dilakukan aposisi mukosa, yaitu suatu prosedur yang dilakukan untuk mempersiapkan linggir sebelum dilakukan terapi
radiasi.2 Alveolektomi juga diartikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan setelah ekstraksi multiple atau single yang
mencakup pengambilan tulang dan pemendekan tepi gingival untuk memperoleh hasil yang baik untuk pembuatan protesa.4
Sedangkan Alveolotomi adalah Perapihan lapisan paling luar prosesus alveolaris setelah dilakukan alveolektomi septum agar
prostesa dapat ditempatkan lebih prostetik.5
B. Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi
1. Indikasi dari prosedur alveolektomi jarang dilakukan tetapi biasanya pada dilakukan pada kasus proyeksi anterior yang
berlebih pada alveolar ridge pada maxilla(Wray et al,2003) atau untuk pengurangan prosesus alveolaris yang mengalami
elongasi (Thoma, 1969). Area yang berlebih tersebut dapat menimbulkan masalah dalam estetik dan stabilitas gigi tiruan.
Pembedahan ini paling banyak dilakukan pada maloklusi kelas II divisi I (Wray et al,2003).
2. Alveolektomi juga dilakukan untuk mengeluarkan pus dari suatu abses pada gigi.
3. Alveolektomi diindikasikan juga untuk preparasi rahang untuk tujuan prostetik yaitu untuk memperkuat stabilitas dan retensi
gigi tiruan (Thoma, 1969).
4. Menghilangkan alveolar ridge yang runcing yang dapat menyebabkan : neuralgia,protesa tidak stabil,protesa sakit pada
waktu dipakai.
5. Menghilangkan tuberositas untuk mendapatkan protesa yang stabil dan enak dipakai
6. Untuk eksisi eksostosis (Thoma, 1969).
7. Menghilangkan interseptal bonediseas.
8. Menghilangkan undercut.
9. Mendapatan spaceintermaksilaris yang diharap.
10. Untuk keperluan perawatan ortodontik,bila pemakaian alat ortho tidak maksimal maka dilakukan alveolektomi
11. penyakit periodontal yang parah yang mengakibatkan kehilangan sebagian kecil tulang alveolarnya.
12. ekstraksi gigi yang traumatik maupun karena trauma eksternal.
Kontra indikasi
Sedangkan kontra indikasi alveolektomi adalah :
1. Pasien dengan penyakit sistemik
2. Periostitis
3. Periodontiti
C. Prosedur Alveolektomi
Teknik untuk alveolektomi maksila dan mandibula:
1. Jika kasus salah satu dari gigi yang tersisa baru dicabut, mukoperiosteum harus dicek untuk memastikan bahwa telah
terdapat kedalaman minimum sebesar 10mm.Dari semua tepi gingival yang mengelilingi area yang akan dihilangkan.
2. Pastikan bahwa insisi telah dibuka mulai dari midpoint dari puncak alveolar pada titik di pertengahan antara permukaan
buccal dan lingual dari gigi terakhir pada satu garis, yaitu gigi paling distal yang akan dicabut, menuju ke lipatan mukobukal
pada sudut 450 setidaknya 15mm. tarik insisi ke area dimana gigi tersebut sudah dicabut sebelumnya.
3. Angkat flap dengan periosteal elevator dan tahan pada posisi tersebut dengan jari telunjuk tangan kiri atau dengan hemostat
yang ditempelkan pada tepi flap atau dengan tissue retactor.
4. Bebaskan tepi flap dari darah menggunakan suction apparatus, dan jaga dari seluruh area operasi.

5. Letakkan bone shear atau single edge bone-cutting rongeur dengan satu blade pada puncak alveolar dan blade lainnya
dibawah undercut yang akan dibuang, dimulai pada regio insisivus sentral atas atau bawah dan berlanjut ke bagian paling distal
dari alveolar ridge pada sisi yang terbuka.
6. Bebaskan mukoperiosteal membrane dari puncak alveolar dan angkat menuju lingual, sehingga plate bagian lingual dapat
terlihat. Prosedur ini akan memperlihatkan banyak tulang interseptal yang tajam.
7. Hilangkan penonjolan tulang interseptal yang tajam tersebut dengan end-cutting rongeurs.
8. Haluskan permukaan bukal dan labial dari alveolar ridge dengan bone file. Tahan bone file pada posisi yang sama sebagai
straight operative chisel , pada posisi jari yang sama, dan file area tersebut pada dengan gerakan mendorong.
9. Susuri soket dengan small bowl currete dan buang tiap spikula kecil tulang atau struktur gigi atau material tumpatan yang
masuk ke dalam soket. Ulangi prosedur ini pada sisi kiri atas dan lanjutkan ke tahap berikutnya.
10. Kembalikan flap pada posisi semula, kurang lebih pada tepi jaringan lunak, dan ratakan pada posisi tersebut dengan jari
telunjuk yang lembab.
11. Catat jumlah jaringan yang overlapping, yang notabene bahwa tulang dibawahnya telah dikurangi, yang akhirnya
meninggalkan tulang yang lebih sedikit dilapisi oleh jaringan lunak.
12. Dengan gunting, hilangkan sejumlah mukoperiosteum yang sebelumnya terlihat overlap.
13. Ratakan jaringan lunak tersebut kembali ketempatnya menggunakan jari telunjuk yang lembab, perkirakan tepi dari
mukoperiosteum, lalu catat apakah ada penonjolan tajam yang tersisa pada alveolar ridge. Operator dapat merasakannya
dengan jari telunjuk.
14. Jika masih terdapat penonjolan dari tulang yang tersisa, hilangkan dengan bone fie.
15. Jahit mukoperiosteum kembali ketempatnya. Disarankan menggunakan benang jahitan sutra hitam kontinyu. Walaupun
demikian, jahitan interrupted juga dapat digunakan jika diinginkan
2.5.Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan tulang yang mendukung harus mencakup visual, inspeksi, palpasi, pemeriksaan radiografi, dan dalam beberapa
evaluasi kasus model. Kelainan dari sisa tulang sering dapat dinilai selama visual pemeriksaan, namun karena resorpsi tulang
dan lokasi otot atau lampiran jaringan lunak, banyak kelainan kelihatan kurang jelas .
Palpasi dari semua bidang rahang atas dan rahang bawah,termsuk daerah vestibular, diperlukan. Evaluasi daerah denturebearing rahang atas
mencakup evaluasi keseluruhan bentuk tulang ridge. Mandibula ridge yang tersisa harus dievaluasi visual untuk bentuk dan
kontur ridge keseluruhan, kelainan ridge , tori, dan exostosis bukal. Evaluasi hubungan interarch rahang atas dan mandibula
sangat penting dan mencakup pemeriksaan hubungan anteroposterior dan vertikal, serta setiap asimetri tulang mungkin
mungkin ada di antara rahang atas dan rahang bawah. Di sebagian edentulous pasien, kehadiran hypererupted atau
malpositioned
gigi atau segmen juga harus diperhatikan. 9
Setelah pencabutan gigi, recontouring yang tepat dari prosesus alveolar dan perawatan luka diperlukan sebagai prasyarat untuk
penempatan alat prostetik. Kadang-kadang, residual crest memperlihatkan penyimpangan ,undercut , atau spikula tulang yang
jika tidak dihapus sebelum penempatan gigi tiruan sebagian atau lengkap menyebabkan cedera dan stabilitas atau masalah
retensi. Jika alveolar ridge diduga memiliki morfologi abnormal setelah ekstraksi satu atau gigi lebih, untuk menghindari
kemungkinan seperti itu, alveoloplasty harus dilakukan.6
Adapun kondisi edentulus yang ideal antara lain sebagai berikut 2
1. Linggir pada mandibula dan maksila cembung dan luas
2. Jaringan lunak pada daerah yang akan mendukung protesa misalnya, lingir alveolar sisa tidak bergerak
3. Vestibulum fasial dan lingual cukup dalam sehingga memberi tempat yang cukup dalam sehingga memberi tempat yang
cukup untuk menem[atkan perluasan sayap protesa.
4. Hubungan antar lingir yang baik.
5. Bentuk palatum melengkung.
6. Hamular notch cukup luas.
7. Dukungan tulang memadai
8. Tidak ada jaringan parut pada lingir
9. Tidak ada underkut permukaan yng ekstrem.
10. Linggir berbentuk U, tidak berbentuk V atau tajam seperti pisau.
2.6. Pemeriksaan Radiologis
Radiograf yang tepat merupakan bagian penting dari awal diagnosis dan rencana perawatan. Panoramic radiografi teknik
memberikan penilaian gambaran yang sangat baik yang mendasari struktur dan condisi patologi.
Radiografi memperlihatkan lesi patologis tulang, dampak gigi atau bagian dari akar yang tersisa, pola ridge alveolar, dan
ukuran dan pneumatisasi dengan sinus maksilaris .9
2.7. Macam Macam Alveoloplasti
a. Alveoloplasti Primer
Alveoloplasti primer disini akan dijelaskan mengenai alveoplasti tunggal dan alveoloplasti multiple. Alveoloplasti multiple

yang akan dijabarkan pada penjelasan alveoloplasti primer yaitu alveoloplasti konservatif.
1. Alveoplasti Tunggal
Gigi posterior yang tinggal sendirian menimbulkan kendala dan memerlukan penatalaksanaan yang khusus, karena sering
mengalami ekstrusi atau supraerupsi, tulang dan jaringan lunak pendukungnya berkembang berlebihan untuk mendukung hal
tersebut. Ketika gigi mengalami hypererupted karena tidak adanya antagonis, ketidakteraturan tulang biasanya diamati setelah
ekstraksi . Hal ini dapat menyebabkan masalah untuk proses penyembuhan normal dan abnormalitas tulang alveolar,
mengakibatkan gangguan pada penempatan alat restoratif palsu. Dalam kasus tersebut, segera setelah ekstraksi gigi,
recontouring tulang di area harus dilakukan. Alveoplasti tunggal bisa dilakukan bersamaan dengan tindakan pembedahan atau
dilakukan sesudah pencabutan. Prosedur Kerja :
1. Setelah ekstraksi gigi, flap dibuat dan rongeur yang digunakan untuk memotong bagian soket gigi yang bergerigi, sampai
ruang interarch klinis yang sesuai dibuat.
2. Setelah itu, permukaan tulang diperhalus menggunakan dan file tetapi tulang dan gingiva kelebihan dipangkas dengan
gunting jaringan lunak.
3. Permukaan tulang dihaluskan dengan file tulang dengan tekanan tarikan
4. Irigasi dengan salin 0,9 %
5. Mukoperiosteum dijahit, satu mesial dan satu distal.
2.Alveoloplasti Setelah Ekstraksi Multiple.
Alveoplasti Konservatif
Menghindarkan pemotongan mukoperiosteal dan pengambilan tulang alveolar yang berlebihan. Pemisahan periosteum tulang
mempercepat resorpsi dan apabila berlebihan akan menambah rasa sakit.
Prosedur ini meliputi:
a. Ekstraksi.
b. Refleksi gingiva tersebut.
c. Smoothing tulang alveolar.
d. Perawatan luka.
e. Penjahitan dari mucoperiosteum
Prosedur Kerja :
1. Setelah dilakukan pemeriksaan klinis dan radiografi dari gigi yang diekstraksi , bius lokal ini disuntikkan pada semua gigi
yang sudah di cabut satu per satu dengan sangat hati-hati, sehingga dinding alveolar dibiarkan seutuh mungkin ).
2. Sebuah insisi kemudian dibuat di alveolar ridge untuk memotong interdental papilla dan gingiva tercermin dari proses
alveolar .
3. Segera setelah itu, bagian tulang yang tajam dibuang menggunakan rongeur dan setelah mucoperiosteum itu dibuka, tulang
dihaluskan dengan file, sampai permukaan tulang terasa halus bila disentuh .
4. Margin dari flap juga dipangkas dengan gunting jaringan lunak sedemikian rupa sehingga ada kontak sempurna setelah
pengangkatan tulang.
5. Irigasi dengan larutan saline steril , evaluasi permukaan yang tajam / kasar, aposisi flap, jahit luka.
Penting : Saline konsentrasi 0,9 %, penghalusan dengan teknik full stroke.
b. Alveoloplasti Sekunder
Alveoloplasti tertunda atau sekunder kadang-kadang diperlukan yaitu untuk memperbaiki cacat pada lingir yang masih tetap
tertinggal sesudah pencabutan atau yang disebabkan karena resorbsi atau atropi yang tidak teratur. Biasanya underkut yang
tidak diharapkan dikenali pertama-tama pada waktu mempelajari model. Suatu insisi mukoperiosteum tunggal dibuat tepat di
sebelah lingual dari lingir yang akan diperbaiki, tebalnya meliputi mukosa dan periosteum, dan perluasannya sampai di
posterior dan anterior dari bagian yang akan dioperasi. Perluasan flap mukoperiosteal kontinu ke arah bukal dan lingual
menuju daerah operasi untuk mendapat jalan masuk. Sekali lagi pengambilan tulang dan perbaikan kontur dilakukan dengan
menggunakan rongeur atau bur. Bagian yang dioperasi kemudian dihaluskan dengan menggunakan kikir tulang, diirigasi
perlahan-lahan dengan salin steril, dan diamati dengan cermat. Pada kasus alveoplasti sekunder, biasanya perlekatan kembali
mukoperiosteum berhasil baik, sedangkan hilangnya kedalaman vestibulum karena penyibakan berlebihan dari flap bukal yang
diikuti dengan migrasi oklusal tetap harus dihindarkan.2
2.8.
Prosedur Pembedahan
2.8.1 Teknik Alveoloplasti
Menurut Starshak (1971) ada 5 macam teknik alveoloplasti, yaitu : Teknik Alveolar Kompresi, Teknik Simpel Alveoloplasti,
Teknik Kortiko Labial Alveoloplasti, Teknik Dean Alveoloplasti, dan Teknik Obwegeser Alveoloplasti.8
Teknik Alveolar Kompresi
Merupakan teknik alveoloplasti yang paling mudah dan paling cepat. Pada teknik ini dilakukan penekanan cortical plate bagian
luar dan dalam di antara jari-jari. Teknik ini paling efektif diterapkan pada pasien muda, dan harus dilakukan setelah semua
tindakan ekstraksi, terutama pada gigi yang bukoversi. Tujuan dilakukannya tindakan ini adalah untuk mengurangi lebar soket
dan menghilangkan tulang-tulang yang dapat menjadi undercut.
Teknik Simpel Alveoloplasti
Teknik ini dapat digunakan jika dibutuhkan pengurangan cortical margin labial atau bukal, dan kadang-kadang juga alveolar
margin lingual atau palatal. Biasanya digunakan flep tipe envelope, Tetapi kadangkala digunakan juga flep trapesoid dengan
satu atau beberapa insisi. Pada teknik ini pembukaan flep hanya sebatas proyeksi tulang, karena pembukaan yang berlebihan

pada bagian apikal dapat menyebabkan komplikasi-komplikasi yang tidak diinginkan.


Teknik Kortiko-Labial Alveoloplasti
Teknik ini merupakan teknik alveoloplasti yang paling tua dan paling populer, di mana dilakukan pengurangan cortical plate
bagian labial. Teknik ini telah dipraktekkan secara radikal selama bertahun-tahun, dengan hanya meninggalkan sedikit alveolar
ridge yang sempit. Dalam tindakan bedah preprostodontik teknik inilah yang paling sering digunakan, karena pada teknik ini
pembuangan tulang yang dilakukan hanya sedikit, serta prosedur bedahnya yang sangat sederhana.
Teknik Dean Alveoloplasti
O.T. Dean menyumbangkan suatu teknik alveoloplasti yang sangat baik dalam mempersiapkan alveolar ridge sehingga dapat
mengadaptasi gigi tiruan dengan baik. Thoma menggambarkan pembuangan tulang interrradicular (diantara akar) tidak dengan
istilah intraseptal (di dalam septum), tetapi dengan istilah intercortical (di antara cortical plate). Sedangkan ahli-ahli lain
menggunakan istilah teknik crush.
Teknik Dean ini didasari oleh prinsip-prinsip biologis sebagai berikut :
1. Mengurangi alveolar margin labial dan bukal yang prominen,
2. Tidak mengganggu perlekatan otot,
3. Tidak merusak periosteum,
4. Melindungi cortical plate sehingga dapat digunakan sebagai onlay bone graft yang hidup dengan suplai darah yang baik,
5. Mempertahankan tulang kortikal sehingga dapat memperkecil resorbsi tulang setelah operasi.
McKay memodifikasi teknik Dean ini dengan memecahkan cortical plate ke arah labial sebelum menekannya kembali ke
palatal. Modifikasi ini menjamin onlay tulang dapat bergerak bebas dan terlepas dari tekanan.
Teknik Obwegeser Alveoloplasti
Pada kasus protrusi premaksilaris yang ekstrim, teknik Dean tidak akan menghasilkan ridge anterior berbentuk U seperti yang
diinginkan, tetapi menghasilkan ridge berbentuk V. Untuk menghindari bentuk ridge seperti ini, Obwegeser membuat fraktur
pada cortical plate labial dan palatal. Keuntungan teknik ini adalah dapat membentuk kedua permukaan palatal dan labial
prosesus alveolaris anterior, dan sangat tepat untuk kasus protrusi premaksilaris yang ekstrim. Operasi dengan teknik ini harus
didahului dengan proses pembuatan model gips, kemudian splint atau gigi tiruan disusun pada model kerja gips tersebut.
Dengan dilakukannya proses ini, maka prosedur operasi yang dilakukan di kamar praktek dokter gigi atau di ruang operasi
dapat dilakukan dengan lebih akurat.
2.8.2.Syarat dan Bentuk flap
Persyaratan Desain Flap
I Suplai Darah
Basis lebih lebar dibanding tepi bebasnya (insisi tambahan harus serong)
Mempertahankan suplai darah ( insisi sejajar dengan pembuluh darah untuk memberikan vaskularisasi)
Hindari retraksi flap yang terlalu lama
Hindari ketegangan, jahitan yang berlebih atau keduanya
I Persayarafan
Desain diusahakan menghindari saraf yang terletak di dalam (terutama nervus ` mentalis)
I Pendukung
Tempatkan tepi sedemikian rupa shingga terletak di atas tulang (3-4 mm dari tepi tulang yang rusak)
I Ukuran
Ukurannya sebaiknya lebih besar dan jangan terlalu kecil
Jangan diperluas berlebihan
I Ketebalan
Untuk flap mukoperiosteal, perioasteum diambil secara menyeluruh dan jangan sampai terkoyak
Pada waktu mengangkat flap, jangan sampai sobek.
Bentuk / Klasifikasi Flap
I Berdasarkan Lokasi
1. Bukal
2. Lingual
3. Palatal
I Berdasarkan Ketebalan
1. Full thickness (mukoperiosteal)
Merupakan flap yang sering dilakukan pada alveoplasti yang luas, dimana flap mengikutsertakan mukosa dan periosteum.
2. Partial thickness (hanya mukosa)
Flap hanya mengikutsertakan mukosanya saja, sedangkan periosteum tetap pada tempatnya.
I Berdasarkan Outline
Envelope
Dalam kebanyakan kasus, desain ini sudah cukup. Pada teknik ini biasanya dilakukan insisi horizontal pada tepi gingival,
kemudian dimodifikasi seperlunya, beberapa modifikasi tersebut, seperti :
Dengan satu insisi tambahan serong di anterior (mesial)
Rektangular, dengan dua insisi tambahan (mesial dan distal)
Contiguous (dua flap yang disingkirkan dari satu insisi misal utk Alveoplasti)
Apabila diperlukan jalan masuk apikal yang besar, maka ditambahkan insisi serong disebelah posterior.2

Semilunar
Biasanya ditempatkan pada permukaan bukal prosessus alveolaris disebelah apikal dari pertemuan antara mukosa bergerak dan
cekat. Keuntungan desain ini adalah perlekatan gingival dan sebagian besar mukosa cekat tetap terpelihara dengan baik,
walaupun tetap diperoleh jalan masuk ke region apikal dan sekitarnya. Flap semilunar digunakan untuk menghindari tepi
mahkota protesa, untuk pembedahan periradikular dan untuk mendapat jalan masuk ke sinus maxillaries dan region yang jauh
lainnya.2
Pedikel
Flap pedikel dibuat baik di bukal, lingual atau palatal. Biasanya digunakan untuk migrasi atau transportasi untuk memperbaiki
suatu cacat, misalnya fistula oroantral atau nasoalveolar.2
2.8.3.Pemotongan dan Penghalusan tulang
Tepi tulang yang tajam dipotong dengan menggunakan Rounger .
Kemudian Tulang dihaluskan dengan a bone file, sampai permukaan tulang terasa halus saat disentuh
2.8.4.Teknik Penjahitan Luka Bedah
Teknik utama yang digunakan dalam bedah mulut adalah jahitan terputus, kontinu, dan matress.
Teknik terputus/unkontinu. Ini adalah jenis yang paling sederhana dan paling sering digunakan, dan dapat digunakan dalam
semua prosedur bedah mulut (Gambar 6).
Jarum masuk 2-3 mm dari batas flap (jaringan seluler) dan keluar pada jarak yang sama di sisi yang berlawanan.
Kedua ujung benang ini kemudian diikat dalam simpul dan dipotong 0,8 cm di atas simpul. Untuk menghindari robeknya
flap, jarum harus melewati satu batas luka tertentu dan minimal 0,5 cm dari tepi.
Jahitan yang terlalu kencang juga harus dihindari (risiko nekrosis jaringan), serta posisi tumpang tindih pada luka ketika
disimpul.
Keuntungan dari jahitan terputus adalah bahwa ketika jahitan ditempatkan dalam satu baris, dilonggarkan salah satu sisi
,maka sisi yang lainnya tidak berpengaruh.
Jahitan kontinyu. Ini biasanya digunakan untuk menjahit luka-luka yang dangkal tapi panjang, misalnya untuk rekonturing dari
bubungan alveolar pada rahang atas dan rahang bawah. Teknik yang digunakan adalah sebagai berikut:
setelah melewati jarum melalui kedua margin flap, sebuah simpul awal dibuat sama seperti pada jahitan unkontinu tetapi
hanya ujung bebas benang yang terputus.
Pemegang jarum kemudian digunakan untuk membuat jahitan kontinu berturut-turut di tepi luka
Jahitan terakhir tidak dikencangkan, tetapi loop yang dibuat berfungsi sebagai ujung bebas.
Setelah itu, pemegang jahitan dilingkarkan sekitar pemegang jarum dua kali, yang mencerap dengan jahitan melengkung
(loop pertama), menariknya melalui loop kemudian kedua ujung dikencangkan, sehingga menciptakan simpul.
Penguncian Jahitan terus menerus merupakan variasi dari jahitan sederhana menerus.
Keuntungan dari jahit kontinu ini adalah lebih cepat dan membutuhkan simpul yang lebih sedikit, sehingga batas luka tidak
dikencangkan terlalu banyak dan menghindari risiko iskemia di daerah tersebut. Kerugiannya adalah jika jahitan tersebut
sengaja dipotong atau dilonggarkan, maka seluruh jahitan menjadi longgar.
Hal ini ditunjukkan dalam kasus di mana reapproximation yang kuat dan aman dari batas luka diperlukan. Jahitan vertikal
dapat digunakan untuk sayatan yang mendalam, sementara jahitan horisontal digunakan dalam kasus-kasus yang memerlukan
batasan atau penutupan jaringan lunak atas rongga osseous, misalnya, soket post extraction gigi. Penguatan dari jahit mattress
dicapai dengan penyisipan sepotong karet.
Teknik yang digunakan untuk jahitan mattress adalah sebagai berikut: dalam jahitan terputus (horisontal dan vertikal), jarum
melewati batas luka di sudut kanan, dan jarum selalu masuk dan keluar dari jaringan di sisi yang sama. Dalam horisontal
jahitan kontinu, setelah membuat simpul awal, jarum masuk dan keluar dari jaringan dalam pola labirin berkelok-kelok.
Simpul akhir ini terikat dengan cara yang sama seperti pada jahitan sederhana menerus.
2.8.5 Control post operasi
Daerah bekas pencabutan dijepit dengan ibu jari dan telunjuk, hal ini merupakan perlakuan sederhana pada tindakan post
operatif tehnik alveolopalstis. Tindakan menyempitkan alveolus ini sangat terasa pada lengkung rahang atas karena adanya
peningkatan kompresibiltas tulang.2
Ketidaknyaman, sesudah pencabutan, biasanya diikuti dengan rasa sakit, perdarahan, dan pembengkakan dalam berbagai
tingkatan. Rasa sakit bisa di atasi dengan pemberian obat non-narkotik dan narkotik. Yang paling sering digunakan adalah
aspirin dan asetaminofen, baik sendiri-sendiri atau dikombinasikan dengan kodein atau narkotik yang lain. Pemberian resep
analgesic kombinasi non-narkotik/narkotik sebanyak 6-12 tablet yang diminum setiap 3-4 jam sekali dianggap cukup untuk
kasus pencabutan tunggal. Apabila prinsip ekonomi gerak dan instrumentasi berlaku untuk pencabutan dengan tang, ekonomi
pengobatan juga merupakan dasar pengontrolan rasa sakit. Ini mengandung pengertian bahwa dianjurkan untuk memberikan
sejumlah kecil obat-obatan yang secara farmakologis betul-betul dikenal baik. Sebagai tambahan, jumlah yang diberikan
sebaiknya dibatasi hanya untuk dua hari.
Perdarahan,
Perdarahan pasca pencabutan bisa dikontrol dengan baik dengan penekanan. Menggigit sponge atau menempatkan sponge
diatas luka bekas pencabutan dianjurkan. Tekanannya dipertahankan untuk paling tidak selama 30 menit pasca pencabutan.
Kalau sebelum 30 menit darah keluar lagi maka pemberian sponge bisa diulang sekali lagi. Adanya sedikit perdarahan yang
kadang-kadang keluar selama 24 jam pertama sesudah pencabutan masih bisa dikatakan normal.
Edema,
Meskipun edema pasca pencabutan biasanya tidak terlalu berat, tetapi perlu dicegah dengan aplikasi dingin. Kompres es

dengan potongan-potongan es dalam kantung plastic yang kemudian dibungkus sebuah atau dua buah handuk adalah metode
yang tepat untuk aplikasi dingin. Selama 24 jam pertama pasca pencabutan, dianjurkan aplikasi dingin selama 30 menit.
Pemberian minuman panas sebaiknyadihindari karena akan meningkatkan edema. 2
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Alveoplasti adalah mempertahankan, pembentukan kembali linggir yang tersisa (dengan pembedahan) supaya permukaannya
dapat dibebani protesa dengan baik. Tujuan utama dari suatu tindakan bedah preprostodontik adalah untuk mempersiapkan
bentuk ridge sehingga dapat memberikan dukungan terbaik bagi gigi tiruan dalam hal stabilitas maupun retensi.Selain itu
alveoloplasti dilakukan untuk membentuk prosesus alveolaris agar dapat mempermudah pembuatan maupun adaptasi gigi
tiruan. Dalam melakukan tindakan alveoloplasti pembuangan tulang alveolar tersebut dilakukan seminimal mungkin.
Teknik alveoloplasti yang banyak dipakai pada tindakan bedah preprostodontik adalah teknik Kortiko-Labial Alveoloplasti.
Dimana pada teknik ini hanya dilakukan sedikit reduksi pada cortical plate bagian labial. Teknik ini sudah dipraktekkan selama
bertahun tahun dengan hanya meninggalkan sedikit alveolar ridge yang sempit.
Setelah bedah preprostodontik perlu dilakukan kontrol berkala untuk mengetahui jalannya proses penyembuhan, serta menjaga
agar tidak terjadi komplikasi komplikasi yang tidak diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
1.Reddy, shantipriya. 2008Essentials of clinical periodontology and periodontics page 17. 2nd ed. New delhi : jaypee.
2.Gordon W. Pedersen. 1996. Buku Ajar Bedah Mulut. Penerjemah : Purwanto, Basoeseno. Jakarta : EGC
3.Archer, William Harry. 1975.Oral and maxillofacial surgery Vol 1. Ed 5. Michigan : Saunders..
4.Scott F.and Oison RAJ.Minor Preprostetic Procedures : Rekonstruktive Preprosthetic Oral and Maxillofacial. Surgery 69
Philadephia:1996.hlm.61-62
5. F.J Harty, and R.Ogston. Kamus Kedokteran Gigi. Jakarta : EGC. Hlm. 11
6. Fragiskos D. Fragiskos. 2007. Oral Surgery. Veldag Berlin Heidelberg : Springer,
7.Aditya. Gabriella .Alveoloplasti Sebagai Tindakan Bedah Preprostodontik Bagian Ilmu Penyakit Gigi Dan Mulut-Fakultas
Kedokteran Universitas Trisakti. J Kedokter Trisakti, Januari-April 1999-Vol.18, No.1 27
8.Starshak ,T.J. Prosthetic Oral surgery ,St.Louis:Mosby, 1971
9.Peterson, Larry J. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery 4th.. USA : C.V. Mosby Company.

Vous aimerez peut-être aussi