Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya,
serta bimbingan dan petunjuk-Nyalah makalah Ini dapat terselesaikan tepat waktu .
Penulisan makalah ini dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi tugas matakuliah
Obstetri yang berjudul Kehamilan dengan Asthma Bronchale. Penulis mencoba mengerahkan
segenap kemampuan untuk menyelesaikan makalah ini .
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan penulisan
yang akan datang .
Dalam menyelesaikan makalah ini penulis banyak mengalami kesulitan, namun dengan
adanya bimbingan dan Bantuan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan .
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada dosen
pembimbing matakuliah Obstetri yaitu dr. Adi Sukrisno, SpOG dan semua pihak yang telah ikut
membantu baik moriil maupun materiil dalam menyelesaikan makalah ini .
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi pembaca
pada umumnya dan bagi penulis khususnya .
Jakarta, Oktober 2010
Awalia Nur Baeti
Triyas Wulandari
BAB I PENDAHULUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini untuk mengetahui apa itu Penyakit Asthma Bronchiale
dan dampak apa saja yang dapat ditimbulkan oleh penyakit tersebut terhadap ibu hamil. Selain
itu juga untuk mengetahui pencegahan dan pengobatan dari penyakit Asthma Bronchiale .
1.3 Ruang Lingkup
Berdasarkan keterbatasan yang dimiliki penulis ,berupa waktu dan tenaga serta faktor
faktor penghalang lainnya ,maka penulis membatasi penelitian mengenai pengertian, etiologi,
tanda dan gejala, efeknya pada kehamilan serta pengobatan .
1.4 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah pengumpulan data sekunder. Data
sekunder merupakan data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi, sudah dikumpulkan dan
sudah diolah oleh pihak lain, dan biasanya sudah dalam bentuk yang dipublikasikan yang dapat
digunakan penulis sebagai sumber dari tulisannya.
Selain itu metode penulisan ini dilakukan dengan menggunakan studi litelatur atau
kepustakaan, yaitu dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku yang diperoleh dari
berbagai sumber informasi yang berhubungan dengan Asthma Bronchiale , selain dari buku
penulis juga mencari informasi melalu internet dan media massa.
1.5 Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini terdiri dari 3 bab yang disusun secara sistematik, sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Penulisan
1.3 Ruang Lingkup
1.4 Metode Penulisan
1.5 Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN MATERI
2.1 Pengertian Asthma Bronchial
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
mendefinisikan sebagai suatu gangguan inflamasi kronik pada saluran napas yang banyak
diperankan oleh terutama sel mast dan eosinofil.
Teori asma bronkial yang dianut sekarang ialah bahwa asma bronchial terjadi atas dasar
adanya saluran yang hiperreaktif. Hal tersebut dapat disebabkan oleh allergen, infeksi atau debu
industri.
Terjadinya bronkokonstriksi pada asma adalah kompleks. Sekarang telah diketahui adanya
fase akut dini dan fase lambat pada asma bronkial. Fase akut disebabkan oleh mediator primer
yang dilepas sel mast. Fase lambat disebabkan mediator sekunder yang dilepas oleh berbagai sel
inflamasi, terutama eosinofil dan makrofag.
Asthma Bronchiale
Asthma bronchiale adalah suatu sindrom klinik yang ditandai dengan peningkatan
kepekaan bronkus (hiperreaktivitas bronkus) terhadap berbagai rangsangan (1). Sedangkan gejala
utama asma bronkial adalah sesak napas paroksimal, bising mengi dan batuk, yang bervariasi
dari ringan sampai berat. Manifestasi kelainan yang utama adalah obstruksi saluran napas dalam
berbagai tingkatan.
Pada asma bronkial sering timbul komplikasi yang menyulitkan pengobatan asma, dan
pada keadaan yang berat dapat timbul kematian (2). Komplikasi yang timbul dapat diklasifikasi
sebagai komplikasi akut, komplikasi subakut, dan komplikasi kronik (3). Komplikasi akut yang
sering timbul adalah henti pernapasan dan henti jantung. Pada komplikasi subakt, obstruksi
saluran napas yang disebabkan oleh adanya sekret yang kental, pada akhirnya menimbulkan
hipoksemia, hiperventilasi, hiperkapnia, pneumotoraks dan pneumomediastinum. Sedangkan
komplikasi kronik, termasuk perubahan fungsi paru, dapat ditimbulkan oleh adanya penyakit
paru lain, serta perubahan kompetensi imun.
Asma bronkial, adalah penyakit yang kronik sehingga diperlukan suatu penelitian
longitudinal untuk melihat prognosis yang timbul.
Komplikasi akut
Komplikasi akut timbul dengan sangat cepat, berupa perubahan-perubahan pada otot polos
bronkus, permeabilitas pembuluh darah, serta jantung. Perubahan-perubahan tersebut mungkin
disebabkan oleh penglepasan yang cepat dan dalamjumlah besar amin-amin vasoaktif seperti
histamin, slow reacting subtance of anaphylaxis (SRS-A) dan prostaglandin.
Pada penderita asma bronkial, sering timbul apneu mendadak setelah melakukan aktivitas
fisik. Bila obstruksi saluran napas hebat sekali maka kecepatan arus udara menjadi sangat
berkurang, sehingga bising mengi tidak terdengar (silent chest). Pada sistem kardiovaskular
terjadi takikardia. Frekuensi denyut jantung atau nadi lebih dari 130 per menit menunjukkan
serangan asma bronkial yang berat. Penderita dapat mengalami hipoksenia dan kehilangan
kesadaran sampai koma. Hal tersebut menunjukkan bahwa penderita telah masuk dalam keadaan
darurat gawat napas. Bila penderita tidak ditangani secara efektif dengan ventilator mekanik,
maka penderita dapat mengalami aritmia jantung atau henti jantung sampai kematian.
Komplikasi sub akut
Komplikasi sub akut terutama disebabkan oleh sekret kental yang menyumbat saluran
napas, sehingga akan memperberat obstruksi semula. Produksi sekret yang terus bertambah, serta
gagalnya mekanisme mucociliary clearance akan menyebabkan gejala obstruksi tersebut makin
berat.
Bila keadaan ini terus berlanjut, dapat terjadi status asmatikus, yang menggangu proses
ventilasi-perfusi, dengan akibat hipoksemia serta takipneu. Bila status asmatikus berlanjut, dapat
terjadi hiperkapnia, kelelahan menghebat, penurunan kesadaran dari apatis sampai koma, dan
akhirnya keadaan darurat gagal napas. Salah satu komplikasi asma bronkial adalah infeksi
sekunder. Misalnya pneumonia ,yang kemudian dapat menimbulkan edema paru.
Komplikasi asma bronkial lainnya adalah timbulnya hiperkapnia dan asidosis respirasi.
Hiperkapnia yang berat selalu disertai dengan takipneu. Hiperkapnia dan asidosis menimbulkan
gejala gelisah, disorientasi, somnolens dan koma.
Komplikasi kronik
Pada asma kronik, serangan timbul berulang-ulang diselingi dengan periode tanpa gejala.
Pada periode tanpa gejala, fungsi paru normal, sedangkan dalam keadaan serangan terdapat
kelainan fungsi paru. Woolcock dan Read menemukan hampir 50% penderita asma kronik
disertai dengan hiperinflasi paru yang persisten. Hal ini mungkin disebabkan oleh kelainan
struktur paru. Pada penelitian takizawa dan kawan-kawan serta Dunnill dan kawan-kawan
ditemukan adanya penambahan ukuran otot polos bronkus serta kelenjar mukosa bronkus.
Penyakit paru obstruktif menahun (PPOM) jenis asma menahun merupakan salah satu
komplikasi asma bronkial. Pada asma menahun selalu terdapat onstruksi jalan napas, walaupun
dalam tingkatan yang berbeda. Dalam golongan penyakit ini mungkin saja sudah ada komponen
bronkitis atau emfisema, namun penyakit dasarnya adalah asma bronkial.
SISTEM PERNAFASAN SELAMA KEHAMILAN
Selama kehamilan terjadi perubahan fisiologi sistem pernafasan yang disebabkan oleh
perubahan hormonal dan faktor mekanik. Perubahan-perubahan ini diperlukan untuk mencukupi
peningkatan kebutuhan metabolik dan sirkulasi untuk pertumbuhan janin, plasenta dan uterus.
Selama kehamilan kapasitas vital pernapasan tetap sama dengan kapasitas sebelum hamil
yaitu 3200 cc, akan tetapi terjadi peningkatan volume tidal dari 450 cc menjadi 600 cc, yang
menyebabkan terjadinya peningkatan ventilasi permenit selama kehamilan antara 19-50 %.
Peningkatan volume tidal ini diduga disebabkan oleh efek progesteron terhadap resistensi saluran
nafas dan dengan meningkatkan sensitifitas pusat pernapasan terhadap karbondioksida.
Dari faktor mekanis, terjadinya peningkatan diafragma terutama setelah pertengahan
kedua kehamilan akibat membesarnya janin, menyebabkan turunnya kapasitas residu fungsional,
yang merupakan volume udara yang tidak digunakan dalam paru, sebesar 20%. Selama
kehamilan normal terjadi penurunan resistensi saluran napas sebesar 50%.
Perubahan-perubahan ini menyebabkan terjadinya perubahan pada kimia dan gas darah.
Karena meningkatnya ventilasi maka terjadi penurunan pCO2 menjadi 30 mm Hg, sedangkan
pO2 tetap berkisar dari 90-106 mmHg, sebagai penurunan pCO2 akan terjadi mekanisme
sekunder ginjal untuk mengurangi plasma bikarbonat menjadi 18-22 mEq/L, sehingga pH darah
tidak mengalami perubahan.
Secara anatomi terjadi peningkatan sudut subkostal dari 68,5 103,5 selama kehamilan.
Perubahan fisik ini disebabkan karena elevasi diafragma sekitar 4 cm dan peningkatan diameter
tranversal dada maksimal sebesar 2 cm. Adanya perubahan-perubahan ini menyebabkan
perubahan pola pernapasan dari pernapasan abdominal menjadi torakal yang juga memberikan
pengaruh untuk memenuhi peningkatan konsumsi oksigen maternal selama kehamilan.
Laju basal metabolisme meningkat selama kehamilan seperti terbukti oleh peningkatan
konsumsi oksigen. Selama melahirkan, konsumsi O2 dapat meningkat 20-25 %. Bila fungsi paru
terganggu karena penyakit paru, kemampuan untuk meningkatkan konsumsi oksigen terbatas dan
mungkin tidak cukup untuk mendukung partus normal, sebagai konsekuensi fetal distress dapat
terjadi.
mencapai 50-100 kali dari keadaan tidak hamil, masih diperdebatkan dengan adanya berbagai
temuan klinis yang terbuka diperdebatkan.
Selama kehamilan kadar estrogen meningkat, dan terdapat data-data yang menunjukkan
bahwa peningkatan ini menyebabkan menurunnya kapasitas difusi pada jalinan kapiler karena
meningkatnya jumlah sekresi asam mukopolisakarida perikapiler. Estrogen memberikan
pengaruh terhadap asma selama kehamilan.dengan menurunkan klirens metabolik glukokortikoid
sehingga terjadi peningkatan kadar kortisol. Estrogen juga mempotensiasi relaksasi bronkial
yang diinduksi oleh isoproterenol.
Kadar kortisol bebas plasma meningkat selama kehamilan, demikian pula kadar total
kortisol plasma. Peningkatan kadar kortisol ini seharusnya memberikan perbaikan terhadap
keadaan penderita asma, akan tetapi dalam kenyataannya tidak demikian. Tampaknya beberapa
wanita hamil refrakter terhadap kortisol meskipun terjadi peningkatan kadar dalam serum 2-3
kali lipat. Hal ini mungkin disebabkan terjadinya kompetisi pada reseptor glukoortikoid oleh
progesteron, deoksikortikosteron dan aldosteron yang semuanya meningkat selama kehamilan.
Semua tipe prostaglandin meningkat dalam serum maternal selama kehamilan, terutama
menjelang persalinan aterm. Meskipun dijumpai adanya peningkatan kadar matabolit
prostalandin PGF 2x yang merupakan suatu bronkokonstriktor kuat, dalam serum sebesar 10%30%, hal ini tidak selalu memberikan pengaruh buruk pada penderita asma selama persalinan.
Pada jaringan janin ditemukan histamin dalam konsentrasi tinggi. Sebagai respon terhadap
stimulus ini maka plasenta menghasilkan histaminase (diaminoksidase) dalam jumlah besar
mencapai 1000 kali lipat dibandingkan wanita yang tidak hamil. Penelitian dewasa ini belum
membuktikan perubahan biokkimiawi ini dengan pengaruh klinik yang ditimbulkannya.
dada sesak, mengi, atau kehabisan napas. Perubahan oksigenansi selanjutnya merupakan
cerminan dari ketidaksesuaian ventilasi-perfusi karena penyempitan jalan napas tidak merata.
Stadium-stadium klinis asma diringkaskan pada Tabel 46-3. Pada penyakit ringan,
hipoksia pada awalnya dikompensasi dengan baik oleh hiperventilasi, seperti tercermin oleh
normalnya tekanan oksigen arteri dan berkurangnya tekanan karbon dioksida sehingga terjadi
alkalosis respiratorik. Seiring dengan bertambah parahnya penyempitan jalan napas, gangguan
ventilasi-perfusi meningkat sehingga terjadi hipoksemia arteri. Pada obstruksi yang parah,
ventilasi sedemikian terganggu karena kelelahan otot pernapasan sehingga terjadi retensi CO 2
awal. Karena adanya hiperventilasi, hal ini mungkin hanya dijumpai pada awal penyakit karena
tekanan CO2 arteri kembali ke kisaran normal. Akhirnya, pada obstruksi yang sudah kritis, terjadi
gagal napas napas yang ditandai dengan hiperkapnia dan asidemia.
Tabel 46-3. Stadium Klinis Asma
Stadium
Alkalosis respiratorik
ringan
Alkalosis respiratorik
Zona bahaya
FEV1
PO2
PCO2
PH
Normal
65-80
50-64
Normal
Normal
35-49
< 35
(% perkiraan)
asmatikus.
2.
3.
4.
Pollen (tepung sari bunga), spora jamur, tungau debu rumah, hewan
5.
6.
Infeksi
7.
Hipoksia
8.
Menstruasi
9.
Tirotoksikosis
10. Zat-zat iritan industri misalnya deterjen untuk mencuci pakaian, pati atau tepung biji-bijian yang
mengeluarkan debu
11. Makanan tertentu seperti telur, kacang-kacangan, cokelat atau ikan (utamanya pada anak-anak).
2.
Preparat penyekat beta misalnya dalam bentuk obat antihipertensi atau obat mata untuk
glaukoma
3.
4.
Estrogen
5.
Benzodiazepin
6.
Tembakau, kanabis
7.
8.
9.
10.
Obat-obat antipsikosis
11.
12.
13.
Lignokain
14.
Inhibitor ACE (angiotensin converting enzyme) dapat menyebabkan batuk dan angioedema
yang bisa dikelirukan dengan gejala asma.
15.
Larutan hipotonik atau hipertonik (glosarium) kalau terkena jalan napas misalnya dalam
nebulizer, dengan demikian larutan normal saline (garam fisiologis) digunakan dalam nebulizer
16.
17.
Tartrazin misalnya dalam minuman sari buah, minuman bersoda atau minuman softdrink yang
berwarna, bumbu kari, acar
18.
Zat-zat yang mengandung sulfit misalnya dalam beberapa jenis minuman anggur, kerangkerangan, zat pengawet untuk buah segar, buah-buah yang dikeringkan, acar.
Asma, terutama apabila berat, dapat mempengaruhi hasil kehamilan secara bermakna. Di
tabel 46-4 diperlihatkan hasil ibu dan perinatal dari 3858 kehamilan dengan penyulit asma.
Dalam sebagian besar penelitian, dijumpai peningkatan insiden preeklamsia, persalinan preterm,
bayi berat lahir rendah, dan mortalitas perinatal. Walaupun belum terbukti, secara logika asma
yang terkontrol baik akan memberi hasil yang lebih baik (Schatz, 1999). Kematian ibu dapat
terjadi akibat status asmatikus. Penyulit yang mengancam nyawa adalah pneumotoraks,
pneumomediastinum, kor pulmonale akut, aritmia jantung, dan kelelahan otot disertai henti
napas. Angka kematian secara substantif meningkat apabila asmanya memerlukan ventilasi
mekanis.
TABEL 46-4. Hasil Ibu dan Perinatal pada Kehamilan dengan Penyulit Asma.
Penelitian
Jumlah
Hipertensi
kehamilan
pertumbuhan preterm
gestasional
18
10
17
-15
NS
6
1
-5
13
4,8
11
-6
1,6
1,2
11
~
15
18
NS
10,4
11,3
6,8
2,2
Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya serangan asma pada setiap penderita tidaklah sama,
bahkan pada seorang penderita asma serangannya tidak sama pada kehamilan pertama dan
kehamilan berikutnya. Biasanya serangan akan timbul mulai usai kehamilan 24 minggu sampai
36 minggu, dan akan berkurang pada akhir kehamilan.
B. Efek Kehamilan Pada Asthma
Tidak ada bukti bahwa kehamilan menimbulkan efek yang dapat diprediksi pada asma.
Schatz dkk. (1988) secra prospektif meneliti gejala dan pemeriksaan spirometri sepanjang
kehamilan dan masa nifas pada 366 wanita yang mengidap asma. Mereka melaporkan bahwa
sepertiga dari para pasien ini masing-masing membaik, tidak mengalami perubahan, atau malah
memburuk. Pada studi prospektif lainnya oleh Stenius-Aarniala dkk. (1988) terhadap 198
kehamilan, hampir 40% wanita memerlukan terapi yang lebih intensif untuk asmanya pada suatu
saat selama kehamilan. Oleh karena itu, sekitar sepertiga wanita asmatik dapat mengalami
perburukan penyakit pada suatu saat selama kehamilan mereka.
C. Efek Pada Janin
Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat bergantung dari frekuensi dan beratnya
serangan asma, karena ibu dan janin akan mengalami hipoksia. Keadaan hipoksia jika tidak
segera diatasi tentu akan memberikan pengaruh buruk pada janin, berupa abortus, persalinan
prematur, dan berat janin yang tidak sesuai dengan umur kehamilan.
Baik penelitian pada hewan maupun manusia mengisyaratkan bahwa alkalosis pada ibu
dapat menyebabkan hipoksemia janin jauh sebelum oksigenasi ibu terganggu (Rolston dkk.,
1974). Gangguan pada janin diperkirakan disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor, yaitu
berkurangnya aliran darah uterus, berkurangnya aliran balik vena ibu, dan pergeseran kurva
disosiasi oksihemoglobin ke kiri akibat keadaan basa. Apabila ibu tidak mampu lagi
mempertahankan tekanan oksigen normal dan terjadi hipoksemia, janin akan berespon dengan
mengurangi aliran darah umbulikus, meningkatkan resistensi vaskular sistemik dan paru, dan
akhirnya mengurangi curah jantung. Kesadaran bahwa janin dapat mengalami gangguan serius
sebelum penyakit ibu menjadi parah menggarisbawahi pentingnya penatalaksanaan agresif bagi
semua wanita hamil dengan asma akut. Pemantauan respon janin pada dasarnya menjadi
indikator gangguan pada ibu.
Angka kesakitan dan kematian perinatal tergantung dari tingkat penanganan asma.
Gordon et al menemukan bahwa angka kematian perinatal meningkat 2 kali lipat pada kehamilan
dengan asma dibandingkan kontrol, akan tetapi dengan penanganan penderita dengan baik,
angka kesakitan dan kematian perinatal dapat ditekan mendekati angka populasi normal.
Penanganan penderita asma selama kehamilan bertujuan untuk menjaga ibu hamil sedapat
mungkin bebas dari gejala asma, walauoun demikian eksaserbasi akut selalu tak dapat dihindari.
Pengobatan yang harus diusahakan adalah :
1. Menghindari terjadinya gangguan pernapasan melalui pendidikan terhadap penderita, menghindari
pemaparan terhadap alergen, dan mengobati gejala awal secara tepat.
2. Menghindari terjadinya perawatan di unit gawat darurat karena kesulitan pernapasan atau status
asmatikus, dengan melakukan intervensi secara awal dan intensif.
3. Mencapai suatu persalinan aterm dengan bayi yang sehat, di samping melindungi keselamatan ibu.
4. Dalam penanganan penderita asma diperlukan individualisasi penanganan, karena penanganan
suatu kasus mungkin berbeda dengan kasus asma yang lain, dalam memulai suatu perawatan
obstetri terhadap wanita hamil dengan asma perlu diperhatikan beberapa prinsip tertentu yaitu :
a. Mendeteksi dan mengeliminasi faktor pemicu timbulnya serangan asma pada penderita tertentu.
b. Menghentikan merokok, baik untuk alasan obstetrik maupun pulmonal
c. Mendeteksi dan mengatasi secara awal jika diduga adanya infeksi pada saluran nafas, seperti
bronkitis, sinusitis.
d. Pembahasan antara ahli kebidanan dan ahli paru, untuk mengetahui masalah-masalah yang
potensial dapat timbul, rencana penanganan umum termasuk penggunaan obat-obatan.
e. Pertimbangan untuk mengurangi dosis pengobatan, tetapi masih dalam kerangka respon
pengobatan yang baik.
f. Melakukan penelitian fungsi paru dasar, juga penentuan gas darah khususnya pada penderita asma
berat.
Obat-obat yang akan diresepkan bergantung pada intensitas penyakitnya. Golongan obat yang
penting dalam pengobatan asma adalah:
Bronkodilator
Pengalaman klinik yang luas menunjukkan bahwa preparat inhalasi kromoglikat, agonis
adrenoroseptor beta2 dan kortikosteroid merupakan preparat yang aman pada kehamilan (Serafin,
1996). Kendati demikian diperlukan penelitian yang lebih luas untuk menilai risiko malformasi
kongenital yang menyertai terapi yang diresepkan sekarang ini (Jadad et al, 2000). Penelitian
underpower [glosarium] telah mengaitkan penggunaan agonis adrenoreseptor beta 2 dalam
trimester pertama dengan peningkatan risiko polidaktili pada neonatus (Pangle, 2000).
Preparat bronkodilator
Diameter jalan napas dikontrol oleh beberapa faktor (lihat tabel)
Tabel Pengendalian Jalan Napas
Terapi profilaksis
Pencegahan gejala asma pada pasien yang juga mendapatkan terapi profilaksis anti-inflamasi
(biasanya salmeterol);
Penyakit jalan napas yang kronis (mis. Kistik fibrosis): mengurangi edema paru;
Tokolisis
Penggunaan inhalasi salbutamol atau terbutalin untuk mengatasi gejala asma selama
persalinan tidak akan memperpanjang proses persalinan atau pun menunda awitan persalinan; hal
ini mungkin terjadi karena absorpsi sistemik yang rendah (Nelson-Piercy & Moore-Gillon,1995).
Metilsantin
Penggunaan teofilin tidak direkomendasikan selama kehamilan. Kadang-kadang obat ini
digunakan untuk menstimulasi gerakan napas pada neonatus.
Preparat anti-inflamasi
Inflamasi menyebabkan penyempitan jalan napas pada pasien asma dan penyempitan ini
bisa terjadi pada saat serangan asma maupun dalam masa antar-serangan/eksaserbasi. Banyak zat
mediator inflamasi (seperti histamin) turut terlibat dalam proses inflamasi sehingga terapi yang
efektif lebih ditujukan kepada proses inflamasinya ketimbang kepada suatu zat mediator saja.
Preparat anti-inflamasi dibeikan untuk mencegah serangan asma dan bukan untuk mengobati
serangan asma tersebut. Kromoglikat kini sudah banyak digunakan pada kehamilan tanpa
menimbulkan efek yang merugikan; sementara itu, pengalaman dalam penggunaan nedokromil
masih belum banyak (Nelson-Piercy & Moore-Gillon, 1995)
Kromoglikat
Kromoglikat merupakan obat yang berkhasiat dengan beberapa efek samping saja.
Preparat ini diberikan secara inhalasi sebagai terapi preventif yang bisadilakukan secara teratur
sebelum exercise. Mekanisme kerjanya belum jelas, tetapi mungkin kromoglikat mencegah
stimulasi reseptor iritan dan menghambat reaksi inflamasi. Kromoglikat tidak diangkut melintsi
plasenta dan dengan demikian tidak memasuki ASI. Inhalasi serbuk kering kering kromoglikat
dapat menimbulkan batuk-batuk dan spasme ronkus. Reaksi hipersensitivitas sangat jarang
terjadi pada penggunaan obat ini.
Kortikosteroid
Maslah kardiovaskuler;
Gangguan metabolisme-hiperglikemia.
Kortikosteroid mendorong pemecahan glikogen serta protein menjadi glukosa, dan
meningkatkan selera makan dan berat badan. Makanan yang kaya garam atau gula harus
dikurangi untuk menurunkan risiko hipertensi dan karies dentis.
Efek samping yang cenderung terjadi setelah periode waktu yang lebih lama :
Kerja anti-inflamasi;
Suprsi adrenal.
Efek penggunaan obat anti asma dalam kehamilan terhadap janin Umumnya obat-obat anti
asma yang biasanya dipergunakan relatif aman penggunaannya selama kehamilan, jarang
dijumpai adanya efek teratogenik pada janin akibat penggunaan obat anti asma.
Penanganan asma kronik pada kehamilan
Dalam penanganan penderita asma dengan kehamilan, dan tidak dalam serangan akut,
diperlukan adanya kerja sama yang baik antara ahli kebidanan dan ahli paru. Usaha-usaha
melalui edukasi terhadap penderita dan intervensi melalui pengobatan dilakukan untuk
menghindari timbulnya serangan asma yang berat.
Adapun usaha penanganan penderita asma kronik meliputi :
6. Jika diperlukan dapat diberikan terbulatin sulfat 2,5-5 mh per oral 3 kali sehari, atau beta agonis
lainnya.
7. Tambahkan kortikosteroid oral, jika pengobatan masih belum adekuat gunakan prednison dengan
dosis sekecil mungkin.
8. Pertimbangan antibiotika profilaksis pada kemungkinan adanya infeksi saluran nafas atas.
9. Cromolyn sodium dapat dipergunakan untuk mencegah terjadinya serangan asma, dengan dosis
20-40 mg, 4 kali sehari secara inhalasi.
Penanganan serangan asma akut pada kehamilan
Dalam menghadapi ibu hamil dengan serangan asma akut, harus secara cepat dinilai
beratnya serangan, jika berat perlu dipertimbangkan perawat diruang unit perawatan intensif
dengan tetap memonitor keadaan janin dalam kandungan.
Penanganan serangan asma akut pada kehamilan adalah sebagai berikut:
1. Pemberian oksigen yang telah dilembabkan, 2-4/menit, pertahankan pO2 70-80 mmHg. Janin sangat
rentan terhadap keadaan hipoksia.
2. Hindari obat-obat penekan batuk, sedatif dan antihistamin. Tenangkan penderita Berikan cairan
intravena, biasanya penderita mengalami kekurangan cairan, cairan yang digunakan biasanya
ringer laktat atau normal saline.
3. Berikan aminofilin dengan loading dose 4-6 mg/kgBB dan dilanjutkan dengan dosis 0,8-1
mg/kgBB/jam sampai tercapai kadar terapeutik dalam plasma sebesar 10-20 mikrogram/ml.
4. Jika diperlukan pertimbangan penggunaan terbulatin subkutan dengan dosis 0,25 mg
5. Berikan steroid : hidrokortison secara intravena 2 mm/kgBB loading dose, tiap 4 jam atau setelah
loading dose dilanjutkan dengan infus 0,5 mg/kgBB/jam
6. Pertimbangan penggunaan antibiotika jika ada kecurigaan infeksi yang menyertai
7. Intubasi dan ventilasi bantuan, jarang dibutuhkan kecuali pada kasus-kasus yang mengancam
kehidupan.
8. Serangan asma berat yang tidak memberikan respons setelah 30-60 menit dengan terapi infeksi (obat
agonis beta & teofilin) disebut status asmatikus, pada keadaan ini penderita ini harus ditangani di
unit perawatan intensif Selama kehamilan pertimbangan untuk intubasi lebih awal diperlukan
jika fungsi pernapasan ibu terus menurun, meskipun dilakukan penanganan yang intensif.
Melakukan intubasi dan ventilasi mekanis.
Bila terjadi pendarahan post partum yang berat, prostaglandin E2 dan uterotonika lainnya
harus digunakan sebagai pengganti prostaglandin F2(x) yang dapat menimbulkan terjadinya
bronkospapasme yang berat.
Dalam memilih anestesi dalam persalinan, golongan narkotik yang tidak melepaskan
histamin seperti fentanyl lebih baik digunakan daripada meperidine atau morfin yang melepas
histamin.
Bila persalinan dengan seksio sesarea atas indikasi medik obstetrik yang lain, maka
sebaiknya anestesi cara spinal.
2.
Menghindari kemungkinan infeksi pernaasan dan tekanan emosional; karena hal ini akna
memperberat penyakit primer
3.
Kehamilan, persalinan dan nifas akan berlangsung seperti biasa, tanpa gangguan, kecuali
datang serangan asma yang berat (status asmatikus). Dalam hal ini diberikan obat-oabatan dan
oksigen. Kala II diperpendek dengan tindakan ekstraksi atau forceps.
4.
Apabila ada indikasi obstetrik untuk melakukan seksio sesarea, bekerja sama dengan ahli
anestesi untuk memilih narkosa yang paling aman. Biasanya anestesi lumbal atau kaudal.
5.
Obat-obatan : sama saja dengan obat-obat asma pada masa tidak hamil aminofilin, efidrin,
epinefrin dan kortikosteroid. Pemberian kortikosteroid harus hati-hati ada kasus pre-eklamsi,
karena obat ini dapat menyebabkan retensi cairan dan kenaikan tekanan darah. Juga harus
tersedia tabung oksigen untuk menghadapi status asmatikus.
3.2 Saran
1.
2.
Daftar Pustaka
Cunningham, F.Gary et.al, 2006, Obstetri William Edisi 21 vol 1 dan 2. Jakarta : EGC
Ginekologi.cetakan 1. Halaman 220- 221. Jakarta: widya medika
Jordan, sue. Farmakologi Kebidanan. Jakarta: EGC
R. SCOTT, James, dkk. 2002. Danforth buku saku Obstetri dan
Setiawati, Arini, dkk. 1990. Pencegahan Serangan Asma. Jakarta: FKUI.
Manuaba , Ida Bagus gde . 1998. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan & Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan Halaman 275. Jakarta : EGC.
Prawirohardjo, S, 2002. Ilmu Kebidanan.Jakarta : YBSP
Wiknjosastro, Hanifa. 2002. Ilmu kebidanan. Jakarta : YBPSP
bidanku.com