Vous êtes sur la page 1sur 30

Abses Mamae

Gita Syahputri K.W


NIM : 14710125
SMF Bedah RSD dr. Soebandi Jember
Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Pendahuluan
Abses payudara merupakan komplikasi yang terjadi akibat peradangan payudara
kronik, akumulasi nanah pada jaringan payudara yang dapat disebabkan oleh
bakteri. Merupakan penyakit yang sulit untuk sembuh sekaligus mudah untuk
kambuh. peluang kekambuhan bagi yang pernah mengalaminya berkisar di antara
40-50 persen.
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri, salah satunya adalah Staphylococcus
aureus. Bakteri yang secara alami bisa ditemukan pada kulit manusia itu bisa
masuk apabila ada luka pada payudara terutama di sekitar puting susu Merupakan
komplikasi akibat peradangan payudara / mastitis yang sering timbul pada minggu
ke dua post partum (setelah melahirkan), karena adanya pembengkakan payudara
akibat tidak menyusui dan lecet pada puting susu.
Abses payudara berbeda dengan mastitis. Abses payudara terjadi apabila mastitis
tidak tertangani dengan baik, sehingga memperberat infeksi.
Breast abscess adalah akumulasi nanah pada jaringan payudara. Hal ini biasanya
disebabkan oleh infeksi pada payudara. Cedera dan infeksi pada payudara dapat
menghasilkan gejala yang sama dengan di bagian tubuh lainnya, kecuali pada

payudara, infeksi cenderung memusat dan menghasilkan abses kecil. Hal ini dapat
menyerupai kista 1-3
Definisi
Abses Mamae
Abses adalah

suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu infeksi

bakteri. Jika bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi
infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan
dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh
dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut dan setelah menelan
bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih inilah yang mengisi rongga
tersebut.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan disekitarnya akan terdorong.
Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas
abses. Hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mencegah penyebaran
infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah didalam, maka infeksi bisa menyabar
di dalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit, tergantung pada lokasi abses.
Breast abscess adalah akumulasi nanah pada jaringan payudara. Hal ini biasanya
disebabkan oleh infeksi pada payudara. Cedera dan infeksi pada payudara dapat
menghasilkan gejala yang sama dengan di bagian tubuh lainnya, kecuali pada
payudara, infeksi cenderung memusat dan menghasilkan abses kecil. Hal ini dapat
menyerupai kista.
Payudara yang terinfeksi seperti jaringan terinfeksi lain, melokalisasi infeksi
dengan membentuk sawar jaringan granulasi yang mengelilinginya. Jaringan ini
akan menjadi kapsul abses, yang terisi dengan pus. Terdapat benjolan yang
membengkak yang sangat nyeri, dengan kemerahan panas dan edema pada kulit
diatasnya. Jika keadaan ini dibiarkan maka pus akan menjadi berfluktuasi, dengan
perubahan warna kulit dan nekrosis. Dalam kasus seperti ini demam biasa muncul

ataupun tidak . pus dapat diaspirasi denagn spuit dan jarum berlubang besar.
Diagnosis banding abses payudara mencakup galaktokel, fibroadenoma, dan
karsinoma.
Infeksi pada payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang umum ditemukan
pada kulit normal (staphylococcus aureus). Infeksi terjadi khususnya pada saat ibu
menyusui. Bakteri masuk ke tubuh melalui kulit yang rusak, biasanya pada puting
susu yang rusak pada masa awal menyusui. Area yang terinfeksi akan terisi
dengan nanah.
Infeksi pada payudara tidak berhubungan dengan menyusui harus dibedakan
dengan kanker payudara. Pada kasus yang langka, wanita muda sampai usia
pertengahan yang tidak menyusui mengalami subareolar abscesses (terjadi
dibawah areola, area gelap sekitar puting susu). Kondisi ini sebenarnya terjadi
pada perokok.
Abses dikulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali, sedangkan abses dalam
seringkali sulit ditemukan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil
pemeriksaan fisik. Jika tidak sedang menyusui, bisa ditemukan mammografi atau
biopsy payudara.1
Mastitis purpuralis
Mastitis purpuralis biasanya ditandai oleh peradangan unilateral, umumnya
terlokalisir, disertai demam, nyeri setempat, nyeri tekan dan eritema segmental.
Seringkali masih terdapat fisura pada puting (tempat masuk bakteri). Kuman
penyebab yang umum adalah Staphylococcus aureus hemolitikus. Karena itu
harus menggunakan terapi antibiotika yang resisten terhadap penisilinase
(misalnya oksasilin, sefalotin). Primigravida lebih sering terkena. Mastitis
purpuralis cenderung terjadi dalam dua tipe epidemiologik, yaitu tipe epidemik
dan sporadik. Pada tipe epidemik, infeksi seringkali dapat ditemukan pada karier
(pembawa), dan tipe ini cenderung berbahaya. Karena itu diperlukan terapi

intensif. Ibu dianjurkan untuk berhenti menyusui, mendapat terapi antibiotika,


penekan laktasi, kompres dingin payudara dan mengenakan bh siang dan malam.
Pada tipe mastitis purpuralis sporadik, bayi (merupakan sumber organisme
penginfeksi yang paling sering) dapat terus menyusu. Dengan berkurangnya
pembengkakan, kemungkinan pembentukan abses juga menurun. Pelindung
puting dapat membantu mengendalikan rasa tidak nyaman. Pengobatan antibiotika
sama dengan untuk tipe epidemik.
Pada kedua tipe, jika pemberian antibiotika dimulai sebelum terjadi supurasi,
infeksi biasanya dapat dikendalikan dalam 24 jam. Jika infeksi berkembang
membentuk abses, diperlukan drainase dengan pembedahan.3
Mastitis tuberkulosa
Mastitis spesifik ini jarang ditemukan. Mungkin dapat timbul abses dingin yang
tidak begitu nyeri. Mastitis tuberkulosa dapat dikacaukan dengan karsinoma
mamma. Dalam hal ini, perlu anamnesis yang teliti dan biopsi di tempat yang
tepat, yaitu pada mamae yang tersisi setelah nanah dialirkan. Kadang mastitis
tuberkulosa membentuk fistel. Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan histologi
biopsi. Pengobatan dengan tuberkulostatik.1
Galaktokel adalah kista retensi berisi air susu. Kadang timbul infeksi di dalam
kista tersebut.1
Penyakit ini boleh dikatakan hampir selalu timbul pada waktu hamil dan laktasi.
Sedangkan mastitis berdasarkan tempatnya dapat dibedakan menjadi:
a.
b.

Mastitis yang menyebabkan abses dibawah areola mammae.


Mastitis ditengah-tengah mammae yang menyebabkan abses ditempat itu.

c.

Mastitis pada jaringan dibawah dorsal dari kelenjar-kelenjar yang


menyebabkan abses antara mammae dan otot-otot dibawahnya.

Sesudah bayi lahir dan plasenta keluar, kadar estrogen dan progesteron turun
dalam 2-3 hari. Dengan ini faktor dari hipotalamus yang menghalangi prolaktin
waktu hamil, dan sangat di pengaruhi oleh estrogen, tidak dikeluarkan lagi, dan
terjadi sekresi prolaktin oleh hipofisis. Hormon ini menyebabkan alveolusalveolus kelenjar mammae terisi dengan air susu, tetapi untuk mengeluarkan
dibutuhkan refleks yang menyebabkan kontraksi sel-sel mioepitel yang
mengelilingi alveolus dan duktus kecil kelenjar-kelenjar tersebut. Refleks ini
timbul bila bayi menyusui. Apabila bayi tidak menyusu dengan baik, atau jika
tidak dikosongkan dengan sempurna, maka terjadi bendungan air susu yang
merupakan awal dari terjadinya mastitis dan jika tidak mendapatkan penanganan
yang baik maka akan timbul abses. Mastitis juga dapat disebabkan karena
payudara yang tidak dirawat dengan baik, sehingga mengakibatkan putting susu
pecah yang merupakan porte de entre dari kuman Stafilokokus Aureus, dan jika
tidak mendapatkan penanganan yang tidak baik maka akan berlanjut ke abses.
Pada awalnya bermula dari kuman penyebab mastitis yaitu puting susu yang luka
atau lecet dan kuman tersebut berkelanjutan menjalar ke duktulus-duktulus dan
sinus sehingga mengakibatkan radang pada mamae. Radang duktulus-duktulus
menjadi edematus dan akibatnya air susu tersebut terbendung.
Mastitis / abses payudara selama laktasi, gejalanya merah, panas, benjolan yang
nyeri tekan, gejala sistemik. Jika sudah terinfeksi, payudara akan bengkak dan
terasa nyeri, terasa keras saat diraba dan tampak memerah, permukaan kulit dari
payudara yang terkena infeksi juga tampak seperti pecah-pecah. Badan demam
seperti terserang flu. Namun bila karena sumbatan tanpa infeksi, biasanya badan
tidak terasa nyeri dan tidak demam. Pada payudara juga tidak teraba bagian yang
keras dan nyeri, serta merah.1,4
Pencegahan mastitis
-

Mastitis bisa dihindari jika ibu yang baru melahirkan cukup banyak
istirahat dan bisa secara teratur menyusui bayinya agar payudara tidak

menjadi bengkak. Gunakan BH yang sesuai ukuran payudara.serta


usahakan untuk selalu menjaga kebersihan payudara dengan cara
membersihkan dengan kapas dan air hangat sebelum dan sesudah
-

menyusui.
Hampir semua kasus mastitis akut dapat dihindari melalui upaya menyusui
dengan benar. Kebersihan harus dipraktekkan oleh semua yang berkontak
dengan bayi baru lahir dan ibu baru,juga mengurangi insiden
mastitis.Tindakan pencegahan termasuk usaha yang cermat untuk
menghindari kintaminasi tersebut dengan menyingkirkan individual yang
diketahui atau dicuigai sebagai karir dari tempat perawatan.Mencuci
tangan engan baik adalah penting untuk mencegh terjadinya infeksi.

Tingkat mastitis ini ada 2 yaitu:


a.

Tingkat awal peradangan (non infeksi).


Pada tingkatan ini mastitis sering diakibatkan oleh bendungan ASI. Hal ini
terjadi karena proses menyusui yang tidak berjalan dengan baik, dimana bayi
tidak secara maksimal mendapatkan ASI. Pada peradangan dalam taraf
permulaan penderita hanya merasa nyeri setempat, taraf ini cukup memberi
penyangga pada mammae itu dengan kain tiga segi, agar tidak menggantung
yang memberika rasa nyeri, dan disamping itu perlu diberikan antibiotika.
Dalam hal antibiotika dapat dikemukakan bahwa kuman dari abses yang
dibiakkan dan diperiksa resistensinya terhadap antibiotika ternyata banyak
yang resistensi terhadap penisilin dan streptomisin. Knight dan Nolan dari
Royal Infirmary di Edinburgh mengemukakan bahwa stafilokokus aureus
yang dibiakkan, 93% resisten terhadap penisilin dan 55% terhadap
streptomisin, akan tetapi hampir tidak resisten terhadap linkosin dan
oksasilin, yang diberikan 500 mg setiap 6 jam selama 7-10 hari dan kalau
ternyata alergis terhadap obat-obat ini, eritromisin 250 mg per oral 3 kali
sehari selama 10 hari. Bantu agar ibu tetap meneteki, dianjurkan untuk
menyangga payudaranya dan melakukan kompres hangat sebelum meneteki

untuk mengurangi bengkak dan nyeri. Berikan parasetamol 500 mg dan ibu
perlu dievaluasi selama 3 hari.
b.

Tingkat abses (infeksi)


Infeksi payudara dapat berlanjut menjadi abses. Dari tingkat radang ke abses
berlangsung sangat cepat karena oleh radang duktulus-duktulus menjadi
edematous, air susu terbendung, dan air susu yang terbendung itu segera
bercampur dengan nanah. Gejala abses ini pada ibu yang menderita mastitis
infeksi adalah warna kulit menjadi merah, nyeri bertambah hebat di payudara,
kulit diatas abses mengkilap dan suhu tinggi (39-400C), sehingga ibu
mengalami demam, dan pada pemeriksaan ada pembengkakan, dan dibawah
kulit teraba cairan. Dan bayi dengan sendirinya tidak mau minum pada
payudara yang sakit, seolah-olah dia tahu bahwa susu yang sebelah itu
campur nanah. Didaerah payudara ini akan terlihat daerah kemerahan yang
jelas. Meskipun demikian laktasi tidak harus disupresi karena mastitis. Ibu
harus didorong untuk selalu mengeluarkan ASInya dengan menggunakan
pompa atau secara manual, karena tindakan mempertahankan aliran ASI akan
mengurangi jumlah mikroorganisme. Kompres hangat sebelum menyusui
untuk mengurangi bengkak dan nyeri. Berikan parasetamol bila perlu dan
lakukan evaluasi selama 3 hari. Berikan antibiotika kloksasilin 500mg per
oral 4 kali sehari selama 10 hari, atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali
sehari selama 10 hari. Lakukan insisi. Lakukan insisi radial dari batas putting
ke lateral untuk menghindari cedera. Anestesia umum dianjurkan. Tampon
dan drain dilepaskan setelah 24 jam, ganti dengan tampon kecil. Jika masih
banyak pus tetap berikan tampon dalam lubang.

Faktor risiko
Masalah-masalah yang sering terjadi pada saat menyusui sering terjadi terutama
pada ibu primipara. Oleh karena itu, ibu menyusui perlu diberikan penjelasan
tentang pentingnya bagaimana perawatan payudara yang baik dan benar, cara

menyusui yang benar dan hal-hal lain yang erat hubungannya dengan proses
menyusui. Masalah-masalah menyusui yang sering terjadi dan merupakan faktor
resiko yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi pada payudara adalah puting
lecet, payudara bengkak, saluran susu tersumbat yang dapat menyebabkan
terjadinya mastitis dan abses.
1. Puting nyeri/lecet
Kebanyakan puting yang nyeri atau lecet disebabakan oleh kesalahan dalam
teknik menyusui, yaitu bayi yang tidak mengisap susu sampai ke areola
payudara melainkan hanya terbatas pada puting saja. Bila hal tersebut terjadi
maka bayi hanya akan mendapat ASI dalam jumlah sedikit karena gusi bayi
tidak menekan pada daerah sinus laktiferus. Bila hal ini terus berlanjut maka
akan menyebabkan terjadinya lecet pada daerah puting susu ibu.
2. Payudara bengkak
Pembengkakan atau enorgement payudara terjadi karena ASI tidak diisap
oleh bayi secara adekuat, sehingga sisa ASI terkumpul pada sistem duktus
yang akan mengakibatkan terjadinya pembengkakan. Hal tersebut dapat
menyebabkan terjadinya stasis pada pembuluh darah dan limfe akan
mengakibatkan meningkatnya tekanan intraduktal, yang akan mempengaruhi
beberapa segmen pada payudara, sehingga menyebabkan tekanan seluruh
payudara menjadi meningkat. Akibatnya payudara sering terasa penuh ,
tegang, dan nyeri. Selanjutnya hal tersebut akan diikuti oleh penurunan
produksi ASI dan penurunan refleks Let down. Bra yang terlalu ketat juga
dapat menyebabkan pmbengkakan segmental, demikian pula puting yang
tidak bersih dapat menyebabkan sumbatan pada duktus.
Gejala pembengkakan akan tampak sebagai bentuk areola payudara yang
lebih menonjol dan puting yang lebih mendatar, sehingga membuat puting
lebih mendatar, sehingga menyebabkan puting sukar diisap oleh bayi. Bila
keadaan sudah demikian kulit pada payudara akan tampak lebih mengkilap,
ibu mengalami demam, dan payudara terasa nyeri.
3. Saluran susu tersumbat

Saluran susu tersumbat (obstruction duct) adalah merupakan suatu keadaan


ketika terjadi sumbatan pada satu atau lebih duktus laktiferus. Penyebabnya
meliputi tekanan jari ibu pada waktu menyusui, pamakaian bra yang terlalu
ketat, dan komplikasi payudara bengkak, yaitu susu yang terkumpul tidak
segera dikeluarkan sehingga menjadi suatu sumbatan.
Gejala pada gangguan ini mudah terlihat pada ibu yang kurus akan terlihat
benjolan yang jelas dan lunak pada perabaan. Payudara pada daerah yang
mengalami sumbtan terasa bengkak yang terlokalisasi.5,6

Epidemiologi
Mastitis merupakan masalah yang sering dijumpai pada ibu menyusui.
Diperkirakan sekitar 3-20% ibu menyusui dapat mengalami mastitis. Terdapat dua
hal penting yang mendasari kita memperhatikan kasus ini. Pertama, karena
mastitis biasanya menurunkan produksi ASI dan menjadi alasan ibu untuk
berhenti menyusui. Kedua, karena mastitis berpotensi meningkatkan transmisi
vertikal pada beberapa penyakit (terutama AIDS).
Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6 minggu pertama setelah bayi lahir (paling
sering pada minggu ke-2 dan ke-3), meskipun mastitis dapat terjadi sepanjang
masa menyusui bahkan pada wanita yang sementara tidak menyusui.
Abses merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena pengobatan
terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba keras , merah
dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka kita harus pikirkan kemungkinan
terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut menjadi abses.7

Etiologi

Infeksi pada payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang umum ditemukan
pada kulit normal (staphylococcus aureus). Infeksi terjadi khususnya pada saat ibu
menyusui. Bakteri masuk ke tubuh melalui kulit yang rusak, biasanya pada puting
susu yang rusak pada masa awal menyusui. Area yang terinfeksi akan terisi
dengan nanah.
Infeksi pada payudara tidak berhubungan dengan menyusui harus dibedakan
dengan kanker payudara. Pada kasus yang langka, wanita muda sampai usia
pertengahan yang tidak menyusui mengalami subareolar abscesses (terjadi
dibawah areola, area gelap sekitar puting susu).
Suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui bebebrapa cara yaitu
sebagai berikut :
1.

Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka dari tusukan jarum tidak steril

2.

Bakteri menyebar dari suatu infeksi dibagian tubuh yang lain.

3.

Bakteri yang dalam keadaan normal, hidup di dalam tubuh manusia dan tidak

menimbulkan gangguan, kadang bias menyebabkan abses.1


Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :
1.

Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi.

2.

Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang.

3.

Terdapat gangguan system kekebalan tubuh.

Patofisiologi
Adapun patogenesis dari abses payudara adalah luka atau lesi pada putting terjadi
peradangan masuk (organisme ini biasanya dari mulut bayi) pengeluaran
susu terhambat & produksi susu normal penyumbatan duktus terbentuk
abses.
Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran
ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan
10

alveoli yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI
menjadi datar dan tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat.
Beberapa komponen (terutama protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma
masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan sekitar sel sehingga memicu
respons imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan kerusakan jaringan
memudahkan terjadinya infeksi.4
Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus ke lobus
sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal)
atau melalui penyebaran hematogen pembuluh darah). Organisme yang paling
sering adalah Staphylococcus aureus, Escherecia coli dan Streptococcus. Kadangkadang ditemukan pula mastitis tuberkulosis yang menyebabkan bayi dapat
menderita tuberkulosa tonsil. Pada daerah endemis tuberkulosa kejadian mastitis
tuberkulosis mencapai 1%.4
Apabila kekebalan dan daya tahan tubuh ibu baik maka dengan penanganan yang
cepat dan tepat maka peradangan akan segera berhenti. Tetapi apabila peradangan
pada payudara tidak diatasi dengan baik dan bila diikuti oleh terjadi infeksi maka
peradangan akan meluas. dan akan terbentuk abses yang menyebabkan
peradangan akan berlanjut dan menimbulkan gejala klinis yang lebih berat dari
sebelumnya. 4
Gambaran klinis
Gejala dari abses tergantung pada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu
organ atau syaraf. Gejala dan tanda yang sering ditimbulkan oleh abses payudara
diantaranya :
-

Tanda-tanda inflamasi pada payudara (merah mengkilap, panas jika

disentuh, membengkak dan adanya nyeri tekan).


Teraba massa, suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya
tampak sebagai suatu benjolan. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat

benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya menipis.


Gejala sistematik berupa demam tinggi, menggigil, malaise
Nipple discharge (keluar cairan dari putting susu, bisa mengandung nanah)

11

Gatal- gatal
Pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan
payudara yang terkena.

Menurut Sarwono (2009), pada abses payudara memiliki tanda dan gejala yaitu:
-

Nyeri payudara yang berkembang selama periode laktasi


Fisura putting susu
Fluktuasi dapat dipalpasi atau edema keras
Warna kemerahan pada seluruh payudara atau local
Limfadenopati aksilaris yang nyeri
Pembengkakan yang disertai teraba cairan dibawah kulit
Suhu badan meningkat dan menggigil
Payudara membesar, keras dan akhirnya pecah dengan borok serta
keluarnya cairan nanah bercampur air susu serta darah.

Anamnesis
Penyebaran informasi sesungguhnya tentang riwayat alamiah dan insidens kanker
payudara sering bertanggung jawab untuk kewaspadaan pasien akan penyakit
payudara. Anamnesis terpadu harus didapatkan sebelum melakukan pemeriksaan
fisik. Penyelidikan terinci tentang faktor resiko penyerta seperti usia, paritas serta
riwayat menstruasi dan menyusui, bersifat penting. Usia menarke dan perubahan
siklik dengan menstruasi berkorelasi bermakna dengan penyakit jinak dan ganas.
Pertanyaan

tentang

tindakan

bedah

sebelumnya,

terutama

ooforektomi,

adrenalektomi atau pembedahan pelvis, penting untuk memastikan kemungkinan


efek penghentian sekresi estrogen endogen. Penting riwayat terapi hormon
sebelumnya, yang mencakup kontrasepsi oral dan estrogen eksogen. Kehadiran
dan sifat sekret puting susu maupun hubungannya dengan ovulasi siklik bisa
memberikan petunjuk penting tentang etiologi.
Sekitar 75 sampai 85 persen massa payudara dikenal pasien sebekum mencari
pertolongan medis. Sifat pertumbuhan, reprodusibilitas pemeriksaan selama siklus
menstruasi dan sekret puting susu merupakan pokok informasi bersangkut paut.
Nyeri (mastodinia) dengan pembengkakan dan rasa penuh payudara dalam masa
segera pramenstruasi atau pascamenstruasi menggambarkan lesi payudara sensitif
12

hormon yang jinak. Penyelidikan riwayat penyakit keluarga kanker payudara dan
gejala konstitusional yang mencakup penurunan berat badan, demam, hemoptisis,
nyeri dada, anoreksia dan nyeri tulang rangka penting bila indeks kecurigaan
keganasan tinggi.4
Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Sebelum palpasi, dokter seharusnya duduk menghadapi pasien yang harus
membuka pakaian sampai pinggang serta mengamati simetri dan perubahan kulit
seperti fiksasi, elevasi, retraksi dan warna. Pertama dilakukan pemeriksaan
dengan lengan pasien di samping tubuhnya dan kemudian di atas pinggulnya.
Kontraksi musculus pectoralis akan meningkatkan bentuk payudara. Penting
pengenalan edema difus sebagai hasil selulitis bakterialis atau akibat peresapan
endolimfe dari pembuluh limfe dermis dengan emboli tumor. Terperangkapnya
ligamentum cooper segmental bisa menimbulkan retraksi kulit dan lesung serta
bisa disertai dengan peau d orange. Gambaran fisik ini biasanya menyertai
massa padat yang dapat teraba profunda, yang terlazim menggambarkan
neoplasma maligna, tetapi kadang-kadang bisa nekrosis lemak.
Palpasi
Palpasi sistematik atas tempat metastasis yang lazim harus dilakukan sebelum
pemeriksaan payudara. Pemeriksaan fossa axillaris dan supraclavicularis
memerlukan palpasi superfisialis dan profunda untuk mengenal metastasis
kelenjar limfe. Pasien harus didudukkan dengan lengan disokong oleh pemeriksa.
Relaksasi otot gelang bahu penting dan tekanan ujung jari tangan yang lembut
terbaik mengenal kelenjar limfe kecil. Metastasis ekstramamma besar bermassa
besar bisa jelas ke pasien dan dokter serta penting dokumentasi lokasi dan ukuran
yang tepat selama pemeriksaan klinik awal. Lima kelompok kelenjar limfe yang
sebelumnya disebutkan harus diperiksa dan jari tangan yang mempalpasi harus
ditempatkan dalam lipat axilla, sehingga semua struktur infraclavicularis di lateral

13

ligamentum Halsted telah dievaluasi. Ujung jari tangan pemeriksa menekan isi
axilla pada otot dinding dada dan sangkar iga.
Ekstensi lengan penuh dengan tangan istirahat pada puncak kepala meratakan
payudara pada dinding dada dan nyaman bagi pasien. Penempatan pasien kembali
dalam posisi terlentang bisa memungkinkan pemeriksaan lebih menyeluruh,
terutama dengan ekstensi dan rotasi eksterna bahu. Pemeriksaan sistematik semua
kuadran payudara diselesaikan. Evaluasi bertujuan untuk mendeteksi lesi kecil
yang berbeda dari lemak dan stroma payudara sekelilingnya. Lesi yang berbatas
tegas, nyeri dan sama sekali terpisah dari parenkima berdekatan biasanya tidak
ganas, sedangkan lesi tak nyeri dengan batas tak tegas secara klasik mungkin
ganas. Pembedaan antara sifat jinak dan ganas tidak mungkin dilakukan atas
pemeriksaan fisik saja. Penilaian klinik dan biopsi diperlukan. Selama tahun
reproduktif wanita, payudara mempunyai arsitektur lobulus normal, yang dapat
membingungkan pasien selama pemeriksaan payudara sendiri. Pasien harus
diinstruksikan cara memeriksa payudaranya. Penemuan lesi dengan sifat tiga
dimensi seharusnya menyadarkan pasien untuk kembali ke dokternya.
Puting susu dan areola harus diperiksa dengan cermat. Adanya inversi puting susu
harus dicatat dan jika unilateral, harus dicurigai karsinoma. Puting susu normal
terinversi biasanya dapat dieversikan ke posisi anatomi yang tepat. Ketidakmampuan melakukan perasatini membenarkan biopsi. Penyakit jinak dapat juga
melibatkan kompleks puting susu-areola. Eksema dan keadaan peradangan
subareola lazim dalam masa pasca persalinan selama laktasi. Adanya erupsi areola
bersisik, berkrusta, ekzematoid patognomonik bagi penyakit paget puting susu.
Lesi ini lazim basah atau berdarah bila kontak. Biopsi penyakit paget
mengkonfirmasi karsinoma duktus primer yang telah menginvasi puting susu dan
kulit areola untuk memberi gambaran klinik yang digambarkan.4
Pemeriksaan penunjang

14

Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lain untuk menunjang diagnosis tidak


selalu diperlukan. World Health Organization (WHO) menganjurkan pemeriksaan
kultur dan uji sensitivitas pada beberapa keadaan yaitu bila:

Pengobatan dengan antibiotik tidak -- memperlihatkan respons yang baik


dalam 2 hari

Terjadi mastitis berulang

Mastitis terjadi di rumah sakit

Penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.

Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang
langsung ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus
dibersihkan terlebih dulu dan bibir penampung diusahakan tidak menyentuh
puting untuk mengurangi kontaminasi dari kuman yang terdapat di kulit yang
dapat memberikan hasil positif palsu dari kultur. Beberapa penelitian
memperlihatkan beratnya gejala yang muncul berhubungan erat dengan tingginya
jumlah bakteri atau patogenitas bakteri. 7

Komplikasi
Penghentian menyusui dini
Mastitis dapat menimbulkan berbagai gejala akut yang membuat seorang ibu
memutuskan untuk berhenti menyusui.Penghentian menyusui secara mendadak
dapat meningkatkan risiko terjadinya abses.Selain itu ibu juga khawatir kalau obat
yang mereka konsumsi tidak aman untuk bayi mereka.Oleh karena itu
penatalaksanaan yang efektif, informasi yang jelas dan dukungan tenaga
kesehatan dan keluarga sangat diperlukan saat ini. 4
Abses
Abses merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena pengobatan
terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba keras , merah
dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka kita harus pikirkan kemungkinan
15

terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut menjadi


abses.Pemeriksaan USG payudara diperlukan untuk mengidentifikasi adanya
cairan yang terkumpul.Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus
yang berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan
aspirasi jarum secara serial.Pada abses yang sangat besar terkadang diperlukan
tindakan bedah.Selama tindakan ini dilakukan ibu harus mendapat antibiotik.ASI
dari sekitar tempat abses juga perlu dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai
dengan jenis kumannya.4
Mastitis berulang/kronis
Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau tidak
adekuat.Ibu harus benar-benar beristirahat, banyak minum, makanan dengan gizi
berimbang, serta mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang karena infeksi
bakteri diberikan antibiotik dosis rendah (eritromisin 500 mg sekali sehari) selama
masa menyusui.4
Infeksi jamur
Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur seperti
candida albicans.Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat terapi
antibiotik.Infeksi jamur biasanya didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa
terbakar yang menjalar di sepanjang saluran ASI.Di antara waktu menyusu
permukaan payudara terasa gatal.Puting mungkin tidak nampak kelainan.Ibu dan
bayi perlu diobati. Pengobatan terbaik adalah mengoles nistatin krem yang juga
mengandung kortison ke puting dan areola setiap selesai bayi menyusu dan bayi
juga harus diberi nistatin oral pada saat yang sama.4
Penatalaksanaan
Nonmedikamentosa
Tata laksana mastitis dimulai dengan memperbaiki teknik menyusui ibu. Aliran
ASI yang baik merupakan hal penting dalam tata laksana mastitis karena stasis
ASI merupakan masalah yang biasanya mengawali terjadinya mastitis. Ibu

16

dianjurkan agar lebih sering menyusui dimulai dari payudara yang bermasalah.
Tetapi bila ibu merasa sangat nyeri, ibu dapat mulai menyusui dari sisi payudara
yang sehat, kemudian sesegera mungkin dipindahkan ke payudara bermasalah,
bila sebagian ASI telah menetes (let down) dan nyeri sudah berkurang. Posisikan
bayi pada payudara sedemikian rupa sehingga dagu atau ujung hidung berada
pada tempat yang mengalami sumbatan. Hal ini akan membantu mengalirkan ASI
dari daerah tersebut. 4
Ibu dan bayi biasanya mempunyai jenis pola kuman yang sama, demikian pula
pada saat terjadi mastitis sehingga proses menyusui dapat terus dilanjutkan dan
ibu tidak perlu khawatir terjadi transmisi bakteri ke bayinya. Tidak ada bukti
terjadi gangguan kesehatan pada bayi yang terus menyusu dari payudara yang
mengalami mastitis. Ibu yang tidak mampu melanjutkan menyusui harus memerah
ASI dari payudara dengan tangan atau pompa. Penghentian menyusui dengan
segera memicu risiko yang lebih besar terhadap terjadinya abses dibandingkan
yang melanjutkan menyusui. Pijatan payudara yang dilakukan dengan jari-jari
yang dilumuri minyak atau krim selama proses menyusui dari daerah sumbatan ke
arah puting juga dapat membantu melancarkan aliran ASI.4
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah ibu harus beristirahat, mengkonsumsi
cairan yang adekuat dan nutrisi berimbang. Anggota keluarga yang lain perlu
membantu ibu di rumah agar ibu dapat beristirahat. Kompres hangat terutama saat
menyusu akan sangat membantu mengalirkan ASI. Setelah menyusui atau
memerah ASI, kompres dingin dapat dipakai untuk mengurangi nyeri dan
bengkak. Pada payudara yang sangat bengkak kompres panas kadang membuat
rasa nyeri bertambah. Pada kondisi ini kompres dingin justru membuat ibu lebih
nyaman. Keputusan untuk memilih kompres panas atau dingin lebih tergantung
pada kenyamanan ibu.

17

Perawatan di rumah sakit dipertimbangkan bila ibu sakit berat atau tidak ada yang
dapat membantunya di rumah. Selama di rumah sakit dianjurkan rawat gabung ibu
dan bayi agar proses menyusui terus berlangsung. 7
Medikamentosa
Meskipun ibu menyusui sering enggan untuk mengkonsumsi obat, ibu dengan
mastitis dianjurkan untuk mengkonsumsi beberapa obat sesuai indikasi.
Analgesik
Rasa nyeri merupakan faktor penghambat produksi hormon oksitosin yang
berguna dalam proses pengeluaran ASI. Analgesik diberikan untuk mengurangi
rasa nyeri pada mastitis. Analgesik yang dianjurkan adalah obat anti inflamasi
seperti ibuprofen. Ibuprofen lebih efektif dalam menurunkan gejala yang
berhubungan dengan peradangan dibandingkan parasetamol atau asetaminofen.
Ibuprofen sampai dosis 1,6 gram per hari tidak terdeteksi pada ASI sehingga
direkomendasikan untuk ibu menyusui yang mengalami mastitis.
Antibiotik
Jika gejala mastitis masih ringan dan berlangsung kurang dari 24 jam, maka
perawatan konservatif (mengalirkan ASI dan perawatan suportif) sudah cukup
membantu. Jika tidak terlihat perbaikan gejala dalam 12 24 jam atau jika ibu
tampak sakit berat, antibiotik harus segera diberikan. Jenis antibiotik yang biasa
digunakan adalah dikloksasilin atau flukloksasilin 500 mg setiap 6 jam secara
oral. Dikloksasilin mempunyai waktu paruh yang lebih singkat dalam darah dan
lebih banyak efek sampingnya ke hati dibandingkan flukloksasilin. Pemberian per
oral lebih dianjurkan karena pemberian secara intravena sering menyebabkan
peradangan pembuluh darah. Sefaleksin biasanya aman untuk ibu hamil yang
alergi terhadap penisillin tetapi untuk kasus hipersensitif penisillin yang berat
lebih dianjurkan klindamisin. 4
Antibiotik diberikan paling sedikit selama 10 14 hari. Biasanya ibu
menghentikan antibiotik sebelum waktunya karena merasa telah membaik. Hal ini
18

meningkatkan risiko terjadinya mastitis berulang. Tetapi perlu pula diingat bahwa
pemberian antibiotik yang cukup lama dapat meningkatkan risiko terjadinya
infeksi jamur pada payudara dan vagina.
Pada penelitian yang dilakukan Jahanfar diperlihatkan bahwa pemberian
antibiotik disertai dengan pengosongan payudara pada mastitis mempercepat
penyembuhan bila dibandingkan dengan pengosongan payudara saja. Sedangkan
penelitian Jimenez dkk. memperlihatkan bahwa pemberian Lactobacillus
salivarius dan Lactobacillus gasseri mempercepat perbaikan kondisi klinik pada
kasus mastitis yang sementara mendapat antibiotik. 7
Penatalaksanaan abses payudara
Bila sampai terjadi abses, penatalaksanaan sama seperti pada radang payudara.
Pemeriksaan USG payudara diperlukan untuk mengidentifikasi adanya cairan
yang terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus yang
berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan aspirasi
jarum secara serial. Pada abses yang sangat besar terkadang diperlukan tindakan
bedah. Selama tindakan ini dilakukan ibu harus mendapat antibiotik. ASI dari
sekitar tempat abses juga perlu dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai
dengan jenis kumannya Selama luka bekas insisi belum sembuh bayi disusukan
dari payudara yang sehat.3,7
Sebagian penderita yang hamil atau menyusui, terdapat kecenderungan
mengalami abses payudara, yang mana dianjurkan padanya dilakukan pengaliran
isi abses (drainase) dengan anestesi umum (biasanya sebagian besar terdiri dari
jaringan superfisialis). Biasanya tak diperlukan bukan abses dengan insisi tunggal
yang panjang, tetapi dibuat dua insisi terpisah yang kecil, dan dilalui oleh pipa
karet lunak, untuk memastikan pengaliran yang adekuat, dengan kemungkinan
deformitas yang minimal, dan akhirnya harus dilakukan biopsi. 8
Pencegahan

19

Beberapa ibu memiliki puting susu yang rata dan membuat menyusui adalah hal
yang sulit atau tidak mungkin. Untuk memperbaiki hal ini, Hoffmans exercises
dapat dimulai sejak 38 minggu kehamilan.
Oles sedikit pelicin (contoh Vaseline) pada areola. Dua ruas jari atau satu jari dan
dengan arah jempol diletakkan sepanjang sisi puting susu dan kulit dengan lembut
ditarik horizontal. Kemudian, gerakan ini di ulang dengan arah horizontal,
lakukan pada keduanya beebrapa kali. Jika latihan ini dilakukan beberapa kali per
hari, akan membantu mengeluarkan puting susu.
Metode alternatif adalah penarikan puting susu, digunakan pada lapisan khusus di
dalam bra pada saat kehamilan.

Puting susu dan payudara harus dibersihkan sebelum dan setelah

menyusui.
Setelah menyusui, puting susu dapat diberikan salep lanolin atau vitamin A

dan D
Hindari pakaian yang menyebabkan iritasi pada payudara 5,6

Prognosis
Dengan pengobatan yang baik akan menghasilkan prognosis yang baik.
Kesimpulan
Hipotesis diterima. Wanita berusia 28 tahun tersebut menderita abses mamae.
Diagnosis ditentukan dengan dilihat dari gejala klinis pasien dimana terdapat
peradangan pada payudara. Abses mamae merupakan mastitis yang tidak
mendapat penanganan yang baik sehingga terjadi abses. Oleh karena itu perlu
dilakukan penanganan yang baik untuk mencegah komplikasi buruk terjadinya
abses pada payudara. Dengan pengobatan yang baik, prognosisnya juga akan baik.

20

A. Identitas Pasien
Nama

: Ny. R

Umur

: 32 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan


Alamat

: Sumbersari, Jember

Agama

: Islam

21

Suku

: Jawa

Status

: Menikah

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Tanggal MRS

: 24-03-2015

Tanggal KRS

: 25-03-2015

No. RM

: 036460

B. Anamnesis
Keluhan Utama
Benjolan pada payudara

Riwayat Penyakit sekarang

pasien mengeluhkan benjolan pada payudara kanan


sejak 2 minggu yang lalu. Pasien saat ini sedang
menyusui, dan sebelumnya pasien tidak mempunyai
riwayat sakit seperti ini. Demam (-), Nyeri (+).

Riwayat Penyakit Dahulu


Hipertensi

(-),

Diabetes

Mellitus

(-),

riwayat

mempunyai penyakit seperti ini disangkal.

Riwayat penyakit keluarga


Di

keluarga

pasien

tidak

ada

yang

menderita

penyakit yang sama

Riwayat Pengobatan

22

Riwayat pengobatan disangkal

C. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Umum
1.

Keadaan Umum :cukup

2.

Kesadaran

komposmentis

(GCS = 4-5-6)
3.

Tanda vital

TD

130/80 mmHg

4.

: 84 x/mnt

RR

: 20 x/mnt

Tax

: 36,50C

Kepala / leher

: a/i/c/d :

-/-/-/5.

Kulit

: Turgor kulit normal,

elastisitas baik
Pemeriksaan khusus
Kepala
Mata

Hidung
Mulut

: Sklera ikterik -/odem palpebra

-/-

reflek cahaya

+/+

: dalam batas normal, epistaksis (-)


: sianosis (-)

23

Leher

: dalam batas normal, pembesaran KGB

(-).

Pembesaran tyroid (-)

Thorax
Jantung
Inspeksi

: Ictus Cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus Cordis tidak teraba

Perkusi

: Batas kanan : redup pada

ICS IV PSL D
Batas kiri: Redup pada ICS V MCL
S
Auskultasi : S1S2 tunggal
Pulmo
Inspeksi

: Simetris, retraksi -/-

Palpasi

: Fremitus Raba n/n

Perkusi

: Sonor pada bagian ventral

dan dorsal
Auskultasi : Vesikuler +/+, Rhonki -/-,
Wheezing -/Abdomen
Inspeksi

: flat

Auskultasi : bising usus (+) normal

24

Perkusi

: timpani

Palpasi

: soepel

Ekstremitas
Atas

: Akral Hangat +/+


Oedem

Bawah

: -/-

: Akral Hangat +/+


Oedem

: -/-

D. Status lokalis
Inspeksi

: Tampak benjolan di payudara kanan


dengan diameter 5cmx5cm berwarna
merah.

Palpasi

Benjolan mobile, padat kenyal. Nyeri

tekan (+)

Hari 1 MRS (23/04/2015)

25

Pemeriksaan

Terapi

S: Nyeri payudara kanan

P: Pro eksisi abses + Vilet cape


hari ini.

O: KU= cukup
Kes= AVPU
TD= 120/80 mmHg

RR =

20x/menit
N = 88x/menit

tax=

36,2 C
K/l = a/i/c/d = -/-/-/Tho= C/P : S1S2 tunggal
Ves +/+ Wh -/- Rh -/Abd=

Ekstremitas=

+ +
I= cembung

Akral hangat

+ +
P= BU +
P= tympani
-

Oedem

A= soepel

A: Abses Mammae D

26

Hari 2 MRS (24/04/2015)


Pemeriksaan

Terapi

S: Tidak ada keluhan

P: infus RL : D5 = I : II

O:

injeksi ceftriaxone 2x1 gr

KU= cukup

injeksi antrain 3x1

Kes= AVPU

Rawat luka post op.

TD= 120/90 mmHg

RR =

20x/menit

Hari ini KRS, obat pulang :

N = 80x/menit

tax=

1. Cefixime 2x100 mg

36,2 C

2. As. Mefenamat 3x500 mg

K/l = a/i/c/d = -/-/-/-

Kontrol poli hari jumat

Tho= C/P : S1S2 tunggal

27/03/2015

Ves +/+ Wh -/- Rh -/Abd=

Ekstremitas=

+ +
I= cembung

Akral hangat

+ +
P= BU +
P= tympani

Oedem

27

A= soepel

A: Abses Mammae D post eksisi


H-1

28

29

Daftar Pustaka
1. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R. Buku
ajar ilmu bedah Sjamsuhidajat-de jong. Ed.3. Jakarta: EGC; 2010.h. 473-5.
2. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Edisi 3. Editor: Safitri A.
Jakarta: Erlangga; 2006. h. 18-9.
3. Benson RC, Martin L. Buku saku obstetri dan ginekologi. Edisi 9. Editor:
Primarianti S, Resmisari T. Jakarta: EGC; 2008. h. 487-91.
4. Sabiston DC. Buku ajar bedah: sabistons essentials surgery. Jakarta: EGC;
1992. h. 373-83.
5. Saleha. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika;
2009. h. 109-110.
6. Suherni. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya; 2007. h. 56-7.
7. Alasiry E (2009). Mastitis: pencegahan dan penanganan. Diunduh dari:
http://www.idai.or.id/asi/artikel.asp?q=201252114142, pada tanggal 17
April 2013.
8. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.
Edisi ke-6. Volume 2. Jakarta : EGC; 2005. h. 130-2.

30

Vous aimerez peut-être aussi