Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
TUBERKULOSIS
DI UPT PUSKESMAS KECAMATAN BEJI
PERIODE JANUARI DESEMBER 2014
Disusun oleh:
Dessy Krissyena, S.Ked
1320221128
Pembimbing:
Dr. Hanna Windyantini, MPdKed
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATA MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN VETERAN JAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Depkes, 2011). Penyakit ini
bila tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi
berbahaya hingga kematian. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang
masih menjadi perhatian dunia. Hingga saat ini, belum ada satu negara pun yang
bebas TB. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium
tuberculosis ini pun tinggi. WHO menyatakan bahwa Tuberkulosis merupakan
global emergency pada awal tahun 1990-an. Hingga saat ini, TB merupakan
penyakit menular yang masih menjadi tantangan bagi banyak negara di dunia.
Indonesia termasuk sebagai salah satu negara dengan beban TB tinggi di dunia
(Depkes, 2013).
Tahun 2009, 1,7 juta orang meninggal karena TB (600.000 diantaranya
perempuan) sementara ada 9,4 juta kasus baru TB (3,3 juta diantaranya
perempuan). Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB dimana
sebagian besar penderita TB adalah usia produktif (15-55 tahun). Dunia telah
menempatkan TB sebagai salah satu indikator keberhasilan pencapaian MDGs.
Secara umum ada 4 indikator yang diukur, yaitu Prevalensi, Mortalitas, Penemuan
kasus dan Keberhasilan pengobatan. Dari ke-4 indikator tersebut 3 indikator
sudah dicapai oleh Indonesia, angka kematian yang harus turun separuhnya pada
tahun 2015 dibandingkan dengan data dasar (baseline data) tahun 1990, dari
92/100.000 penduduk menjadi 46/100.000 penduduk. Indonesia telah mencapai
angka 39/100.000 penduduk pada tahun 2009. Angka Penemuan kasus (case
detection rate) kasus TB BTA positif mencapai lebih 70%. Indonesia telah
mencapai angka 73,1% pada tahun 2009 dan mencapai 77,3% pada tahun 2010.
Angka ini akan terus ditingkatkan agar mencapai 90% pada tahun 2015 sesuai
target RJPMN. Angka keberhasilan pengobatan (success rate) telah mencapai
lebih dari 85%, yaitu 91% pada tahun 2009.3 Indonesia mendapatkan Champion
Award for Exeptional Work in the Fight Againts TB yang diperoleh dari USAID
Global Health atas prestasi luar biasa dalam penanggulangan Tuberkulosis (TB).
Penghargaan tersebut diberikan bertepatan dengan Peringatan Hari Tuberkulosis
Sedunia tahun 2013, kepada Pemerintah Indonesia (Depkes, 2013).
Pengendalian TB di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjelajahan
Belanda namun masih terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang
kemerdekaan, TB ditanggulangi melalui Badan Pengobatan Penyakit Paru Paru
(BP-4). Sejak tahun 1969 pengendalian TB dilakukan secara nasional melalui
Puskesmas. Pada tahun 1995, program pengendalian TB mulai menerapkan
strategi pengobatan jangka pendek dengan pengawasan langsung (DOTS =
Directly Observed Treatment Shortcourse) yang dilaksanakan di Puskesmas
secara bertahap (Kemenkes, 2015).
Strategi nasional pengendalian
TB
telah
sejalan
dengan
petunjuk
internasional (WHO DOTS dan strategi baru Stop TB). Strategi yang
direkomendasikan untuk mengendalikan TB (DOTS = Directly Observed
Treatment Shortcourse) terdiri dari 5 komponen yaitu komitmen pemerintah untuk
mempertahankan control terhadap TB; deteksi kasus TB di antara orang-orang
yang memiliki gejala-gejala melalui pemeriksaan dahak; pengobatan teratur
selama 6-8 bulan yang diawasi; persediaan obat TB yang rutin dan tidak terputus;
dan sistem laporan untuk monitoring dan evaluasi perkembangan pengobatan dan
program (Depkes, 2013). Sejak tahun 2000 strategi DOTS dilaksanakan secara
Nasional di seluruh Fasyankes terutama Puskesmas yang diintegrasikan dalam
pelayanan kesehatan dasar (Kemenkes, 2015). DOTS sangat penting untuk
penanggulangan TB selama lebih dari satu dekade, dan tetap menjadi komponen
utama dalam strategi penanggulangan TB yang terus diperluas.
Telah banyak kemajuan yang dicapai dalam pengendalian TB di Indonesia
tetapi tantangan masalah TB ke depan tidaklah semakin ringan. Tantangan
tersebut diantaranya berupa meningkatnya koinfeksi TB-HIV, kasus TB-MDR,
kelemahan manajemen dan kesinambungan pembiayaan program pengendalian
TB. Walaupun jumlahnya sudah berhasil ditekan, tapi jumlah pasien TB dan
kematiannya masih juga cukup banyak. Oleh karena itu, pengendalian TB
memerlukan partisipasi semua pihak dan dukungan seluruh lapisan masyarakat.
1.2 Masalah
agar
Beji.
Tujuan khusus
a. Mengetahui pelaksanaan dan pencapaian program Pengendalian
Tuberkulosis di Puskesmas Beji
b. Mengetahui
masalah-masalah
pada
program
Pengendalian
keberhasilan
program
Pengendalian
Tuberkulosis
1.4.3.
Manfaat bagi penulis
a. Penulis dapat melakukan
evaluasi
program
puskesmas
program
dengan
Pengendalian
c. Penulis
dapat
mengidentifikasi
masalah
dan
memberikan
alternatif
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Program Pengendalian Tuberkulosis
2.1.1.
Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis complex (PDPI, 2006).
2.1.2.
Epidemiologi Tuberkulosis
Global Tuberculosis Report 2014, melaporkan bahwa Indonesia
2.1.3.
(1) meningkatkan
persentase kasus baru TB paru (BTA positif) yang ditemukan dari 73%
menjadi 90%; (2) meningkatkan persentase keberhasilan pengobatan kasus
baru TB paru (BTA positif) mencapai 88%; (3) meningkatkan persentase
provinsi dengan CDR di atas 70% mencapai 50%; (4) meningkatkan
persentase provinsi dengan keberhasilan pengobatan di atas 85% dari 80%
menjadi 88% (Depkes RI, 2011).
2.1.4.
Kebijakan Pengendalian TB
a. Pengendalian TB di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan azas
desentralisasi dalam kerangka otonomi dengan Kabupaten/kota sebagai
titik
berat
manajemen
program,
yang
meliputi:
perencanaan,
Strategi
pemerintah,
masyarakat
b. Manajemen Program TB
Kegiatan-kegiatan pada manajemen Program TB antara lain
perencanaan program tuberkulosis, monitoring dan evaluasi program
tuberkulosis,
manajemen
logistik
program
tuberkulosis
dan
antara
lain
penguatan
layanan
Organisasi Pelaksanaan
Organisasi pelaksanaan Pengendalian TB terdiri dari aspek
Tingkat Propinsi
Di tingkat propinsi dibentuk Gerdunas-TB Propinsi yang
terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Teknis. Bentuk dan struktur
organisasi disesuaikan dengan kebutuhan daerah. Dalam pelaksanaan
program TB di tingkat propinsi dilaksanakan Dinas Kesehatan
Propinsi.
Tingkat Kabupaten/Kota
Di tingkat kabupaten/kota dibentuk Gerdunas-TB kabupaten /
kota yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Teknis. Bentuk dan
struktur organisasi disesuaikan dengan kebutuhan kabupaten / kota.
Dalam
pelaksanaan
program TB
di
tingkat
Kabupaten/Kota
di
Puskesmas,
dibentuk
kelompok
memiliki gejala:
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu
dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam
hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru
selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru,
dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih
tinggi, maka setiap orang yang datang ke Fasyankes dengan gejala
tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien
TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis
langsung.
berfungsi untuk
petugas di Fasyankes.
S (sewaktu): dahak dikumpulkan di Fasyankes pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.
2.1.9.
Diagnosis Tuberkulosis
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,
lanjutan.
Tahapan pengobatan Tuberkulosis terdiri dari 2 tahap, yaitu tahap
awal (intensif) dan tahap lanjutan.
Tahap awal (intensif) : pada tahap intensif (awal) pasien mendapat
obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah
terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut
diberikan secara tepat, biasanya pasien menjadi tidak menular dalam
kurun waktu 2 minggu.
sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan
penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan.
Tuberkulosis di Indonesia:
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan
(HRZE)
Kategori Anak: 2HRZ/4HR
Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resistan obat di
Indonesia terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamycin, Capreomisin,
Catatan:
Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk
streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
Cara
melarutkan
streptomisin
vial
gram
yaitu
dengan
untuk
menilai
keberhasilan
pelaksanaan
program.
Pemantaun
2.2 Sistem
2.3.1. Pengertian Sistem
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sistem adalah erangkat
unsur yg secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu
totalitas (KBBI, 2015). Sedangkan, menurut Ryans, sistem adalah
gabungan dari elemen-elemen yang saling dihubungkan oleh suatu proses
atau struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi dalam upaya
menghasilkan sesuatu yang ditetapkan.
2.3.2. Unsur-unsur Sistem
Unsur-unsur yang terdapat dalam sistem dapat dikelompokkan menjadi
enam unsur yaitu :
Lingkungan
Masukan
Proses
Umpan Balik
Pendekatan Sistem
Dibentuknya suatu sistem pada dasarnya untuk mencapai suatu tujuan
Keluara
2.3.4.
Evaluasi Program
Istilah evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masing-masing
menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan
program. Secara umum, istilah evaluasi sapat disamakan dengan
penaksiran
(appraisal),
pemberian
angka
(ratting)
dan
penilaian
untuk
BAB III
METODE EVALUASI
3.1 Pengumpulan Data
Target
Prevalensi TB
180%
(per 100.000)
90%
Case Detection
Rate (%)
Success Rate
(%)
3.3.2.
dikaitkan
dengan
biaya
(cost)
yang
diperlukan
untuk
M x I xV
C
BAB IV
PENYAJIAN DATA
4.1 Data Umum
4.1.1. Keadaan Geografis
Kode Puskesmas
: P.3.27.606.02.01
Nama Puskesmas
: BEJI
Kecamatan
: BEJI
Kabupaten/Kotamadya
: DEPOK
Propinsi
: JAWA BARAT
Puskesmas Beji merupakan Puskesmas Rawat Jalan yang terletak
di Jl. Bambon Raya no 7B Kelurahan Beji Timur,berdiri sekitar bulan
Agustus tahun 1981, pada awal berdirinya
karyawannya hanya
Keterangan
- Batas Utara
- Batas Selatan
- Batas Barat
- Batas Timur
dengan berbagai
4.3
Data Khusus
4.2.4.
4.2.5.
Grafik 4.5 Gambaran Kasus BTA + Puskesmas Beji tahun 20102014
4.2.6.
4.2.7.
4.2.8.
4.2.10.
4.2.11.
4.2.12.
BTA
BTA
Total
4.2.13.
(+)
4.2.14.
(-)
4.2.15.
4.2.16.
Laki-
31
37
68
i
4.2.17.
4.2.18.
4.2.19.
4.2.20.
Perem
19
10
29
an
4.2.21.
4.2.22.
4.2.23.
4.2.24.
Diobat
50
47
97
lak
pu
i
4.2.25.
4.2.26. Tabel 4.6 Pasien Sembuh dan Pengobatan Lengkap Tuberkulosis
Tahun 2014
4.2.27.
4.2.30.
4.2.28.
T
embuh
4.2.31.
7
4.2.29.
engkap
4.2.32.
1
riwulan
I
4.2.33.
1
4.2.34.
riwulan
II
4.2.36.
4.2.35.
1
1
4.2.37.
4.2.38.
4.2.40.
4.2.41.
4.2.43.
4.2.44.
riwulan
III
4.2.39.
riwulan
IV
4.2.42.
otal
4.2.45.
4.2.46.
4.2.48.
T
ahun
uspek
4.2.50.
9
9
2014
4.2.51.
4.2.52.
4.2.53.
4.2.54. BAB V
4.2.55. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.2.56.
5.1 Identifikasi Masalah
4.2.57.
Masalah merupakan kesenjangan antara tolok ukur dengan
hasil pencapaian pada unsul keluaran. Proses identifikasi masalah dimulai
dengan mengetahui keluaran program kerja Puskesmas. Kemudian jika
ditemukan kesenjangan antara keluaran dengan tolok ukur, maka hal
tersebut merupakan masalah pada program di Puskesmas. Masalah yang
ditemukan pada program Pengendalian TB di Puskesmas Beji adalah
sebagai berikut :
4.2.58.
4.2.59.
4.2.60.
4.2.62.
4.2.63.
Mas
Target
Va
4.2.65.
4.2.64.
Pre
4.2.67.
4.2.68.
180%
99
x 100 =148.54
66.645
4.2.66.
4.2.70.
4.2.71.
4.2.69.
Jumlah pasien baru TB BTA
Ca
4.2.72.
4.2.73.
4.2.74.
90%
50
x 100 =24.3
205
4.2.76.
4.2.75.
Su
(23+31)
x 100 =55.6
97
4.2.80.
5.2 Menetapkan daftar masalah
4.2.81.
Masalah yang ditemukan pada program Pengendalian TB di
Puskesmas Beji Tahun 2014 adalah :
a. Case Detection Rate (CDR) puskesmas adalah 24.3%, lebih kecil dari
indikator yang seharusnya dicapai, yaitu 90%.
b. Success Rate puskesmas adalah 55.6%, lebih kecil dari indikator yang
seharusnya dicapai, yaitu 88%.
5.3 Penetapan prioritas masalah
4.2.82.
4.2.85.
4.2.86.
Impotancy (I)
4.2.87.
4.2.89.
Jumla
4.2.88.
Daftar
4.2.90.
IxTxR
Masala
h
4.2.102.
4.2.92.
4.2.99.4.2.100.
4.2.101.
4.2.103.
4.2.104.
4.2.105.4.2.106.4.2.107. 4.2.108.4.2.109. 4.2.110.
4.2.111.
4.2.112.
290
4.2.114.
4.2.115.
4.2.116.4.2.117.4.2.118. 4.2.119.4.2.120. 4.2.121.
4.2.122.
4.2.123.
250
Belum
tercapa
inya
CDR
4.2.113.
Belum
tercapa
inya
SR
4.2.124.
4.2.125.
4.2.126.
4.2.127.
a. Penetapan prioritas masalah berdasarkan besarnya masalah (Prevalence)
4.2.128.
Nilai untuk besarnya masalah pada target
pencapaian CDR diberikan nilai 5 karena semakin banyak penemuan
pasien TB dengan BTA (+) maka pencegahan penularan TB akan
semakin baik. SR juga penting dalam pencegahan penularan TB, karena
berkaitan dengan pengobatan pasien TB, namun tidak sepenting
penemuan kasus BTA (+) pada deteksi kasus TB. Selain itu, jarak
kesenjangan antara target dan pencapaian CDR lebih besar dibandingkan
SR, sehingga penulis memberikan nilai 4 untuk masalah belum
tercapainya SR.
4.2.129.
b. Penetapan prioritas masalah berdasarkan akibat yang ditimbulkan dari
masalah ini (Severity).
4.2.130.
Pendeteksian kasus pasien TB paru BTA (+) yang
belum tercapai atau masih kurang dari target mengindikasikan bahwa
masih ada sumber infeksi TB di masyarakat yang berpotensi untuk
menularkan ke orang sekitarnya. Sehingga akibat yang ditimbulkan akan
semakin besar, yaitu jumlah penderita TB semakin banyak. Oleh karena
itu, penulis memberikan nilai 5 untuk belum tercapainya CDR,
sedangkan nilai 3 untuk belum tercapainya SR walaupun sama-sama
memberikan kontribusi dalam penularan TB, namun pada penyebut SR
terdapat angka pasien yang sembuh dari TB yang tidak menularkan ke
orang lain.
4.2.131.
c. Penetapan prioritas masalah berdasarkan kenaikan besarnya masalah
(Rate of Increase).
4.2.132.
diatas
merupakan
sasaran
4.2.150.
4.2.151. Bagan 1 . Kerangka Konsep
5.6 Estimasi penyebab masalah
4.2.152. Estimasi penyebab masalah belum tercapainya sasaran
CDR akan dibahas dengan pendekatan sistem yang mempertimbangkan
unsur masukan, proses, lingkungan dan umpan balik.
4.2.153. Komponen masukan terdiri dari banyak unsur, dari unsur
tenaga yang berpotensi menjadi penyebab masalah adalah kurangnya tenaga
petugas administrasi yang mencatat laporan maupun proses yang sedang
berjalan pada pasien TB. Selama ini, perawat merangkap juga menjadi
petugas administrasi. Selain itu, unsur metode juga berpotensi menjadi
penyebab masalah. Penyuluhan terhadap penderita dan keluarga serta
masyarakat belum maksimal. Poster mengenai TB di ruang tunggu pasien
TB hanya satu, hal ini menunjukan kurangnya sosialisasi TB secara pasif.
Penyuluhan terhadap pasien TB dan keluarga sudah dilakukan, namun
kurang efisien karena hanya memberitahu untuk menggunakan masker saat
pasien dan keluarga mengambil obat ke puskesmas. Penyuluhan kepada
masyarakat juga kurang efektif dan efisien, sehingga tindakan preventif juga
minimal. Oleh karena itu bila tenaga kurang memadai dan penyuluhan yang
minimal, hal ini dapat menyulitkan pelaksanaan program ini.
4.2.154. Komponen proses terdiri dari beberapa unsur, seperti
pencatatan dan pelaporan. Pengisian laporan tertulis pada tahun 2014 tidak
rapih dan tidak lengkap. Hal ini terlihat dari pelaporan penjumlahan
kategori-kategori pasien TB tidak lengkap.
4.2.155.
4.2.157.
masukan
4.2.158.
Unsu
4.2.162.
Tenag
4.2.166.
Dana
4.2.170.
Saran
1.
2.
3.
4.
5.
4.2.188.
Meto
4.2.159.
Tolok
Ukur
4.2.160.
P
encapaian
4.2.161.
P
4.2.163.
Tenaga
pelaksana
minimal:
1
dokter, 1 perawat,
1
petugas
administrasi, dan
1 analisis sebagai
pemeriksa
laboratorium
4.2.167.
Tersedia
nya dana khusus
untuk
pelaksanaan
program
yang
berasal
dari
APBD dan APBN
4.2.164.
Terdapat 1
dokter, hanya terdapat 1
perawat
merangkap
menjadi
tenaga
administrasi.
4.2.165. (+
)
4.2.168.
T
ersedianya
dana yang
cukup
lancar dari
APBD,
APBN dan
GF.
4.2.169.
(-)
4.2.171.
Tersedia 1.
nya sarana:
Sarana medis: alat-alat
pemeriksaan
seperti
stetoskop,
senter,
timbangan, tersimeter, dan 2.
termometer
Sarana non medis: ruangan
dilengkapi dengan ruang
tunggu
yang
terbuka
, ruang periksa pasien ,
ruang laboratorium, ruang
suntik, ruang obat, tempat
untuk memeriksa, lemari
penyimpanan obat, bangku 3.
untuk ruang tunggu, status,
alat tulis, buku catatan
4.
Sarana
penyuluhan:
5.
brosur, poster
Sarana khusus pencatatan
dan pelaporan
Laboratorium
4.2.189.
Pengoba a.
Pencatatan dan pelaporan
tan
penderita
Tuberkulosis Paru
sesuai
dengan
pedoman
pemberantasan
Tersedia
4.2.172.
4.2.173.
4.2.174.
4.2.175.
4.2.176.
Tersedia
4.2.177.
4.2.178.
4.2.179.
4.2.180.
4.2.181.
4.2.182.
4.2.183.
4.2.184.
4.2.185.
Tersedia,
walaupun
hanya 1 poster.
Tersedia
4.2.186.
Tersedia
4.2.187.
(-)
Penemuan tersangka TB
dilakukan secara pasif
dengan pasien datang
sendiri ke puskesmas
dan secara aktif oleh
kader yang terlatih jika
4.2.196.
4.2.197.
4.2.198.
4.2.199.
4.2.200.
4.2.201.
4.2.202.
penyakit
menunjukan gejala khas
4.2.203.
Pembinaan & pelatihan
kader
4.2.204.
Tuberkulosis Paru
TB.
4.2.205.
b. Sudah sesuai prosedur
:
4.2.206.
c.
Sudah
sesuai
prosedur
Penemuan tersangka pasien TB
4.2.207.
4.2.193. Penyuluhan
paru
4.2.208.
Penentuan diagnosis pasien TB kesehatan :
(+
paru
a. Sudah dilakukan namun
Pengobatan pasien TB paru
kurang efisien
4.2.190.
Penyul b. Jarang dilakukan
uhan kesehatan
4.2.194. Sudah dilakukan
a. Penyuluhan
kepada 4.2.195. Sudah dilakukan
penderita dan keluarga
b. Penyuluhan ke masyarakat
4.2.191.
Pembina
aan dan pelatihan
kader
4.2.192.
Pencatat
an dan pelaporan
kasus
Tuberkulosis Paru
a.
b.
c.
4.2.209.
4.2.210.
proses
4.2.211.
U
4.2.212.
Tol
ok Ukur
4.2.215.
4.2.216. Adanya
perencanaan
operasional
4.2.214.
P
4.2.213.
P
encapaian
4.2.217.
Perencana
an sudah dibuat
4.2.218. ()
yang
kegiatan,
waktu kegiatan.
4.2.219.
O
4.2.226.
P
4.2.220.
Ad
anya
struktur
pelaksana
program
4.2.221.
Ad
anya
pembagian
tugas
dan
tanggung
jawab yang
jelas
4.2.227.
Pen
emuan
tersangka
pasien TB
4.2.222.
T
erdapat
struktur
pelaksana
4.2.223.
4.2.224.
S
udah
terdapat
pembagian
tugas yang
jelas
4.2.233. Sudah
prosedur
4.2.234.
4.2.235. Sudah
prosedur
sesuai
sesuai
4.2.225.
(-)
4.2.242.
(-)
Belum Terca
paru
4.2.228.
Pen
entuan
diagnosis
pasien TB
paru
4.2.229.
Pen
gobatan
pasien TB
paru
4.2.230.
Pen
gawasan
Menelan
Obat
4.2.231.
Pe
meriksaan
ulang dahak
pasien TB
paru
4.2.232.
Pen
yuluhan TB
4.2.244.
Pen
ilaian
kegiatan
dalam
bentuk
laporan
tertulis
secara
periodik
4.2.245.
Pen
gisian
laporan
tertulis yang
lengkap
4.2.246.
Pen
yimpanan
laporan
tertulis yang
benar
4.2.256.
Ad
anya
pengawasan
eksternal
maupun
internal
4.2.243.
P
4.2.255.
P
4.2.259.
4.2.260.
4.2.236.
4.2.237. Sudah
sesuai
prosedur
4.2.238. PMO
telah
ditentukan
4.2.239. Sudah
sesuai
prosedur
4.2.240.
4.2.241. Sudah
dilakukan
saat proses pengobatan
4.2.247. Laporan
tertulis
dilakukan secara periodik
tahunan
4.2.248.
4.2.249. Laporan
tertulis
tidak lengkap
4.2.250. Penyimpanan
laporan sudah baik
4.2.251.
4.2.252.
4.2.253.
4.2.254.
(+
4.2.257. Pengawasan
program dilakukan oleh
Dinas Kesehatan Depok dan
secara internal oleh kepala
puskesmas
4.2.258.
(-)
umpan balik
4.2.261.
4.2.262.
Tol
4.2.263.
4.2.264.
U
4.2.265.
ok Ukur
encapaian
4.2.266. Digunakan
4.2.267.
Tidak ada
masukan untuk perbaikan
program
data-data
hasil
tentang
kegiatan
analisis
masukan
perbaikan
dan
P
4.2.268. (+
)
sebagai
dan
program
selanjutnya
4.2.269.
5.8 Berbagai penyebab masalah
4.2.270. Berdasarkan tabel konfirmasi berdasarkan komponen masukan,
proses dan
4.2.271. umpan balik diatas maka masalah belum tercapainya CDR untuk
program pengendalian TB di UPT Puskesmas Beji tahun 2014 adalah :
1. Komponen masukan :
- kurangnya tenaga atau SDM
- penyuluhan yang masih kurang efektif dan efisien kepada
penderita TB, pasien dan masyarakat.
2. Komponen proses :
- Pencatatan dan pelaporan yang kurang lengkap.
3. Komponen umpan balik :
- Tidak ada masukan untuk perbaikan program sebagai umpan
balik program.
4.2.272.
5.9 Penetapan prioritas penyebab masalah
4.2.273.
4.2.277.
Masalah
4.2.278.
Pene
n
t
u
4.2.279.
T
4.2.280.
C
P
r
i
o
r
i
t
a
s
P
e
n
y
e
b
a
b
4.2.283.
4.2.284.4.2.285.
4.2.287.
4.2.288.
Kurangnya
atau SDM
4.2.293.
4.2.294.
tenaga
4.2.289.
4.2.290.4.2.291.
4.2.292.
7
yang
4.2.295.
4.2.296.4.2.297.
4.2.298.
1
4.2.301.
4.2.302.4.2.303.
4.2.304.
6
4.2.307.
4.2.308.4.2.309.
4.2.310.
3
Penyuluhan
yang
dan
kurang
lengkap
4.2.305.
4.2.306.
untuk
perbaikan
sebagai
program
umpan
balik
program.
4.2.311.
4.2.312.
menyebabkan
Poin
kurang
Contribution/C
maksimalnya
kurangnya
pelayanan
tenaga
yang
kesehatan
dilakukan
di
lengkap diberikan nilai 4 serta nilai 3 pada masalah umpan balik yaitu tidak
adanya masukan untuk perbaikan program.
4.2.313. Poin Technical Feasibility/T tentang tenaga kesehatan
memiliki kelayakan teknologi yang sudah cukup maka hal ini diberi poin 3.
Penyuluhan membutuhkan sarana seperti poster, lembar balik, dan brosur
bahkan membutuhkan banyak sarana untuk membuat suatu acara
penyuluhan kepada masyarakat, sehingga diberikan nilai 5. Pencatatan dan
pelaporan serta masukan untuk perbaikan program masing-masing diberikan
nilai 4.
4.2.314.
4.2.316.
5.10
prioritas
penyebab
masalah,
Rp.
4.2.322.
Rp.
250.000
4.2.323.
Rp.
500.000 +
4.2.324.
Total
Rp.
750.000
4.2.325.
2. Pelatihan
petugas
dan
kader
kesehatan
dalam
rangka
5.11
mendeteksi
suspek
TB
di
masyarakat
dan
dapat
Rp.
100.000
4.2.330.
Ahli pelatihan
Rp.
200.000
4.2.331.
Konsumsi
Rp.
70.000
4.2.332.
ATK
Rp.
30.000 +
4.2.333.
Total
Rp.
400.000
4.2.334.
4.2.335.
4.2.336.
Memilih prioritas pemecahan masalah
4.2.337.
4.2.338.
4.2.344.
Alterna
tif Pemecahan
Masalah
4.2.345.
Efe
4.2.350.
4.2.351.
4.2.352.
4.2.356.
4.2.358.
4.2.364.
4.2.346.
Efi
4.2.347.
Ju
4.2.353.
4.2.354.
M
4.2.357.
Penyulu
han
kepada
penderita TB,
pasien
dan
masyarakat
4.2.359.
4.2.360.
4.2.361.
4.2.362.
4
4.2.355.
C
4.2.363.
15
4.2.365.
Pelatiha
n petugas dan
kader kesehatan
dalam
rangka
meningkatkan
kualitas
penyuluhan
4.2.367.
4.2.368.
4.2.369.
4.2.370.
2
4.2.371.
10
4.2.366.
4.2.372.
4.2.373.
penyuluhan yang
4.2.374.
4.2.380. BAB VI
4.2.381. KESIMPULAN DAN SARAN
4.2.382.
6.1 Kesimpulan
4.2.383.
komponen
masukan
yaitu
penyuluhan yang masih kurang efektif dan efisien kepada penderita TB,
pasien dan masyarakat.
c. Alternatif pemecahan masalah bagi pelaksanaan program tersebut
adalah penyuluhan kepada penderita TB, pasien dan masyarakat secara
langsung dan pelatihan petugas dan kader kesehatan dalam rangka
meningkatkan kualitas penyuluhan.
d. Pemecahan masalah yang terpilih adalah penyuluhan kepada penderita
TB, pasien dan masyarakat secara langsung.
4.2.384.
6.2 Saran
4.2.385.
4.2.386.
4.2.387.
4.2.388.
4.2.389.
4.2.390.
4.2.391.
4.2.392.
4.2.393.
4.2.394.
4.2.395.
4.2.396.
4.2.397.
4.2.398.
4.2.399.
4.2.400.
yang
Bebas
TB.
Tersedia
pada
www.depkes.go.id/article/view/1444/tbc-masalah-kesehatan-
Evaluasi
Program.
Tersedia
pada
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23917/3/Chapter%20II.pdf
[Diakses tanggal 30 Juni 2015]